7
2.1.3 Konsep United Airway Disease
Hubungan antara saluran napas bagian atas dan bawah sudah banyak diketahui, namun konsep united airway disease baru diperkenalkan
beberapa tahun terakhir. Ide one airway disease ini merupakan konsep
yang dikeluarkan oleh ARIA dan sangat berhubungan dengan manajemen terapi pada pasien. Dari segi anatomi dan histologi, sistem pernapasan
memiliki kesamaan, yaitu mukosa saluran pernapasan dilapisi oleh epitel bertingkat bersilia. respon imunologi terhadap benda asing maupun
mikroorganisme juga memiliki kesamaan antara upper and lower respiratory tracts.
Kemiripan anatomi, histologi serta respon terhadap benda asing yang dimiliki oleh saluran pernapasan atas dan bawah ini
menyebabkan konsep dalam penyakit kedua sistem ini akan berhubungan
.
Reflek neurogenik nasobronchial diduga berpengaruh dalam konsep united airway disease ini, dimana tachykinin akan berikatan dengan
reseptornya dan mengaktivasi nervus vagus untuk merangsang kontraksi otot polos bronkus dan vasodilatasi pembuluh darah dihidung.
9,10,11
Laring
Bronkus sekunder kiri Bronkus primer kiri
Pleura parietalis Pleura viseralis
Trakea
Bronkus tersier kiri Bronkus tersier kanan
Bronkus sekunder kanan Bronkus primer kanan
Rongga pleura
diafragma Bronkiolus terminal
kiri Bronkiolus kiri
Bronkiolus terminal kanan
Bronkiolus kanan
Gambar 2.3 Penampang paru dari depan
9
Cabang-Cabang Pohon Bronkiolus Bronchial Tree
Trakea Bronkus primer
Bronkus sekunder Bronkus tersier
Bronkiolus Bronkiolus terminal
Karina
8
Seperti pada beberapa studi yang mengemukakan bahwa pasien dengan rinitis alergi akan memiliki respon bronkus yang hiperreaktif dan
dapat berlanjut menjadi asma, atau bergitu pula sebaliknya. Pasien dengan rinitis alergi akan memiliki kadar eosinofil, leukotrien dan produk hasil
proses respon hipersensitivitas di dalam tubuh meningkat. Dengan peningkatan kadar mediator alergi dalam tubuh akan menyebabkan
bronkus tersensitasi juga sehingga dapat menimbulkan hiperresponsive bronkus yang berakhir kepada asma.
10,11
2.2 ALERGI DAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Masuknya benda asing ke dalam tubuh manusia dapat memicu sistem pertahanan atau imun untuk melindungi tubuh. Respon tersebut akan
menguntungkan dan dapat berupa respon spesifik ataupun non spesifik. Tetapi pada beberapa orang, respon imun tubuh yang berlebihan terhadap
benda asing tersebut tidak selalu menguntungkan, hal inilah yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah peningkatan sensitivitas
sistem pertahanan tubuh terhadap antigen yang pernah dikenal atau terpajan sebelumnya. Reaksi hipersesitivitas menurut Gell dan Coombs dibagi
kedalam 4 klasifikasi, yaitu:
12
Hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi Hipersensitivitas tipe II atau reaksi sitotoksiksitolitik
Hipersensitivitas tipe III atau reaksi komplek imun Hipersensitivitas tipe IV atau reaksi seluler lambat
2.2.1 Hipersensitivitas Tipe I atau Reaksi Alergi
Reaksi hipersesitivitas tipe 1 memiliki beberapa tahapan sebelum menimbulkan manifestasi. Adapun tahapan atau fase tersebut yaitu fase
sensitisasi, fase aktifasi dan fase efektor.
12
Fase sensitisasi merupakan fase awal dalam reaksi hpersensitivitas tipe satu. Dalam fase ini alergen yang masuk baik berupa serbuk bunga,
tungau atau jenis alergen lainnya akan mensensitisasi sistem imun tubuh