Hipersensitivitas tipe III ALERGI DAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS
13
Reaksi alergi fase cepat RAFC atau Immediate Phase Allergic Reaction yang berlangsung sejak kontak dengan alergen hingga 1
jam. Reaksi alergi fase lambat RAFL atau Late Phase Allergic
Reaction, berlangsung 2-4 jam dan dapat berlangsung hingga 24-48 jam paska kontak dengan alergen. Fase hiperaktif atau masa
puncaknya berlangsung pada 6-8 jam setelah kontak dengan alergen.
Pada tahap sensitisasi alergen berupa tungau, cat or dog dander, serbuk bunga dan lainnya akan masuk ke saluran pernapasan atas dan
melewati lapisan mukosa hidung. Alergen yang masuk akan ditangkap oleh antigen precenting cells APC. Fragmen peptide yang terbentuk dari
antigen akan membentuk komplek peptide MHC kelas II setelah bergabung dengan molekul HLA kelas II. MHC kelas II ini dihantarkan ke
sel T limfosit. Sel penyaji atau APC akan melepaskan sitokin IL1 yang akan mengaktifkan Th0 menjadi Th1 dan Th2. Sel T limfosit 2 Th2 yang
teraktifasi akan menghasilkan sitokin IL3, IL4, IL5 dan IL13. Sitokin IL-4 dan IL-13 yang dihasilkan ini akan berikatan dengan reseptor di
permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B teraktifasi. Sel limfosit B yang
diaktifkan akan
memproduksi immunoglobulin
E IgE.
Immunoglobulin E IgE yang berada di sirkulasi akan ditangkap oleh reseptornya di permukaan basofil atau sel mastosit sehingga kedua sel ini
akan menjadi aktif.
3,19
Jika saat mukosa hidung yang sudah tersensitisasi terkena alergen yang sama, maka alergen tersebut akan diikat oleh kedua rantai IgE
sehingga terjadi degranulasi mastosit dan basofil yang mengakibatkan terlepasnya mediator kimia yang telah terbentuk, yaitu histamin. Selain
histamin, ada beberapa mediator kimia lain yang dikeluarkan, yaitu prostaglandin D2 PGD2, leukotrien D4 LTD4, leukotrien C4 LTC4,
bradikinin, platelet activating factor PAF dan sitokin-sitokin lainnya. Fase inilah yang disebut dengan fase reaksi alergi cepat.
3,19
14
Histamin yang dikeluarkan akibat reaksi pada fase cepat akan berikatan dengan reseptor H1 di ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Kelenjar mukosa dan sel goblet akan terangsang juga oleh histamin sehingga terjadi
hipersekresi mukus dan permeabilitas kapiler meningkat. Proses akibat hipersekresi mukus dan peningkatan permeabilitas kapiler akan
menyebabkan salah satu keluhan pada pasien rinitis yaitu rinorea. Efek lain dari histamin yang berikatan dengan reseptornya di pembuluh darah
adalah vasodilatasi. Vasodilatasi sinusoid akibat histamin akan menyebabkan terjadinya penyumbatan rongga hidung. Inter Cellular
Adhesion Molecule ICAM 1 juga akan dikeluarkan oleh mukosa hidung akibat rangsangan histamin.
3
Pada fase cepat, kemotaktik juga akan dikeluarkan oleh sel mastosit. Keadaan ini akan menyebabkan akumulasi sel netrofil dan eosinofil di
jaringan target. Respon ini dapat berlangsung hingga 6-8 jam setelah pemaparan. Fase lambat atau RAFL ditandai dengan peningkatan jumlah
sel-sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung. Sitokin-sitokin seperti IL3, IL4, IL5, Granulocyte
Macrophage Colony Stimulating Factor GMCSF dan ICAM1 juga akan meningkat jumlahnya di sekret hidung. Gejala hiperaktif yang terjadi
akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein ECP, Eosinophilic Derived Protein
EDP, Major Basic Protein MBP dan Eosinophilic Peroxidase EPO. Selain karena faktor antigen atau alergen, iritasi mukosa hidung dapat
diperberat oleh faktor lingkungan, yaitu asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara.
3,19