mengindikasikan bahwa terdapat implisit pajak atau transfer dari petani responden pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern kepada produsen faktor
domestik, sehingga petani responden harus membayar lebih mahal dari harga bayanganya sosial. Bentuk kebijakan yang menyebabkan timbulnya implisit
pajak tersebut antara lain Pajak Bumi dan Bangunan PBB dan Pajak Pertambahan Nilai PPN atas pestisida.
Pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional menunjukkan nilai Transfer Faktor bernilai negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat
implisit subsidi atau transfer dari produsen faktor domestik kepada petani responden karena petani responden menerima harga input faktor domestik yang
lebih murah dari harga sosialnya. Salah satu yang menyebabkan murahnya harga faktor domestik ini adalah karena adanya bantuan hewan ternak dari pemerintah,
yang tujuannya adalah agar para petani tidak membeli atau memperoleh pupuk organik yang lebih murah. Selain itu penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit
dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern.
6.2.3. Dampak Kebijakan Input-Output
Dampak kebijakan input-output dapat dilihat berdasarkan indikator Koefisien Proteksi Efektif EPC, Transfer Bersih TB, Koefisien Keuntungan
PC dan Rasio Subsidi bagi Produsen SRP. Nilai EPC merupakan rasio antara selisih penerimaan dan biaya input tradable pada harga bayangan sosial. Nilai
TB merupakan selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima petani dengan keuntungan bersih sosial. Nilai PC merupakan rasio antara keuntungan
privat dengan keuntungan sosial. Sedangkan nilai SRP adalah rasio antara nilai TB dengan penerimaan berdasarkan harga bayangan sosial. Tabel 20
menyajikan data mengenai besarnya indikator EPC, TB, PC, dan SRP pada pengusahaan jeruk siam di Kecamatan Samarang.
Tabel 20.
Koefisien Proteksi Efektif EPC, Transfer Bersih TB, Koefisien Keuntungan PC dan Rasio Subsidi bagi Produsen SRP pada Sistem
Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang
No. Uraian
EPC TB
PC SRP
1 Teknologi Modern
Bibit Penangkaran 0,92
-34.051.395,15 0,52
-0,12 2
Teknologi Tradisional Bibit Batang Bawah
0,92 -14.329.450,93
0,72 -0,06
Koefisien Proteksi Efektif EPC merupakan indikator dari dampak keseluruhan kebijakan input dan output terhadap sistem produksi komoditas jeruk
siam di lokasi penelitian. Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa nilai Koefisien Proteksi Efektif EPC yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam
dengan teknologi modern dan tradisional adalah kurang dari satu, yang menunjukkan bahwa tidak adanya proteksi dari pemerintah terhadap output.
Dampak tidak adanya kebijakan proteksi dari pemerintah mengakibatkan harga jeruk siam yang berlaku di Kecamatan Samarang Rp 5000,00 per kilogram
berada di bawah harga efisiennya Rp 5.380,36 per kilogram. Indikator yang mendukung tidak adanya perlindungan dari pemerintah
terhadap petani responden adalah Transfer Bersih. Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa nilai TB dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern
dan tradisional adalah bernilai negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya kebijakan pemerintah terhadap input dan tidak adanya kebijakan terhadap
output yang berlaku menyebabkan hilangnya keuntungan sebesar Rp 34.051.395,15 per hektar pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern
dan Rp 34.051.395,15 per hektar pada pengusahaan jeruk siam teknologi tradisional.
Koefisien Keuntungan PC adalah perbandingan antara keuntungan bersih privat dengan keuntungan sosial. Nilai PC yang diperoleh dari pengusahaan jeruk
siam dengan teknologi modern dan tradisional adalah kurang dari satu, yakni sebesar 0,52 dan 0,72. Nilai tersebut menunjukkan keuntungan privat yang
diterima pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern dan teknologi
tradisional lebih kecil dari keuntungan sosialnya masing-masing sebesar 52 persen dan 72 persen.
Begitu pun pada nilai SRP dimana berdasarkan Tabel 20 nilai SRP yang diperoleh pada pengusahaan jeruk siam teknologi modern dan tradisional adalah
negatif, yakni masing-masing sebesar -0,12 dan -0,06. Nilai ini menunjukkan bahwa akibat kebijakan pemerintah terhadap input dan output menyebabkan
petani responden pengusahaan jeruk siam teknologi modern dan tradisional mengeluarkan biaya yang lebih tinggi 12 persen dan 6 persen dari biaya
opportunity cost untuk berproduksi. Secara keseluruhan, kebijakan pemerintah
yang berlaku saat ini belum menguntungkan bagi pengembangan dan peningkatan daya saing baik pengusahaan jeruk siam modern maupun jeruk siam tradisional.
VII ANALISIS SENSITIVITAS
7.1. Analisis Sensitivitas