Dampak Kebijakan Output Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Daya Saing Jeruk

modern lebih memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan komoditas jeruk siam dengan teknologi tradisional. Jika nilai DRC jeruk siam pada penelitian ini 0,71 dan 0,75 dibandingkan dengan nilai DRC pada pengembangan sentra jeruk siam Pontianak 0,17 dalam penelitian Wiji 2007, menunjukkan bahwa komoditas jeruk siam Pontianak lebih memiliki keunggulan komparatif dibandingkan komoditas jeruk siam pada penelitian ini. Berikutnya, jika nilai DRC tersebut dibandingkan dengan komoditas kakao di Kecamatan Rancah dan Cisaga 0,74 dan 0,87 dalam penelitian Nuryanti 2010, menunjukkan bahwa komoditas jeruk siam dalam penelitian ini relatif lebih unggul secara komparatif dibanding komoditas kakao.

6.2. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Daya Saing Jeruk

Siam

6.2.1. Dampak Kebijakan Output

Kebijakan pemerintah terhadap output dilihat dari dua indikator yaitu Transfer Output TO dan Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO. Transfer Output menunjukkan kebijakan pemerintah yang diterapkan pada output yang menyebabkan harga output privat dan sosial berbeda. Nilai Transfer Output menunjukkan besarnya intensif masyarakat terhadap produsen. Sedangkan koefisien Proteksi Output Nominal digunakan untuk mengukur dampak kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan sosial. Pada Tabel 18 diperlihatkan Transfer Output TO dan Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO pada pengusahaan jeruk siam baik teknologi modern maupun teknologi tradisional. Tabel 18. Transfer Output TO dan Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang No. Uraian NPCO Transfer Output RpHa 1 Teknologi Modern Bibit Penangkaran 0,93 -20.071.336,27 2 Teknologi Tradisional Bibit Batang Bawah 0,93 -17.053.633,76 Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa nilai Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern dan tradisional adalah kurang dari satu, yakni sama-sama 0,93. Sedangkan nilai Transfer Output TO pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern dan tradisional adalah negatif, yakni masing-masing sebesar Rp -20.071.336,27 dan Rp -17.053.633,76. Nilai NPCO yang kurang dari satu dan nilai Transfer Output yang negatif, mengindikasikan bahwa harga domestik jeruk siam Rp 5000,00 per kilogram lebih rendah daripada harga dunia Rp 5.380,36 per kilogram, yang artinya tidak adanya kebijakan pemerintah mengenai proteksi harga komoditas jeruk siam. Hal ini menimbulkan terjadinya transfer intensif dari produsen ke konsumen, dimana masyarakat atau konsumen membeli dengan harga yang lebih murah dari harga yang seharusnya dibayarkan dan produsen menerima harga yang lebih kecil dari harga yang seharusnya diterima. Pada lokasi penelitian tidak ada kebijakan output yang diberlakukan pemerintah terhadap komoditas jeruk siam. Hal ini menjadi lumrah karena komoditas jeruk siam bukanlah komoditas pangan utama seperti beras atau gula. Namun, yang menjadi salah satu pendorong rendahnya harga jeruk siam di tingkat petani adalah kualitas buah jeruk siam yang rendah. Hal ini disebabkan selain karena tidak adanya bargaining position petani akibat menjual secara individual, juga karena petani menjual berdasarkan tingkat harga yang ditetapkan tengkulak, bukan karena kematangan buah yang siap panen. Sehingga buah yang belum siap panen atau yang memiliki kualitas kurang bagus terpaksa dipanen untuk memenuhi kuota yang telah dipesan oleh para tengkulak

6.2.2. Dampak Kebijakan Input