siam dengan teknologi tradisional lebih memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan komoditas jeruk siam dengan teknologi modern.
Jika nilai PCR jeruk siam pada penelitian ini 0,84 dan 0,80 dibandingkan dengan nilai PCR pada pengembangan sentra jeruk siam Pontianak 0,44 dalam
penelitian Wiji 2007, menunjukkan bahwa komoditas jeruk siam Pontianak lebih memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan komoditas jeruk siam pada
penelitian ini. Hal ini diperkirakan terjadi karena jeruk siam Pontianak tersebut merupakan produk lokal atau produk endemik, sehingga produk yang dihasilkan
memiliki kualitas yang baik jika ditanam didaerah tersebut. Berbeda dengan jeruk siam Garut yang bukan produk endemik, artinya hanya merupakan tanaman jeruk
siam yang ditanam di Kabupaten Garut. Berikutnya, jika nilai PCR jeruk siam pada penelitian ini dibandingkan dengan tanaman tahunan lainnya seperti
komoditas kakao di Kecamatan Rancah dan Cisaga 0,96 dan 0,86 dalam penelitian Nuryanti 2010, maka komoditas jeruk siam dalam penelitian ini
menunjukkan keunggulan secara kompetitif yang relatif lebih besar dibanding komoditas kakao.
6.1.2. Analisis Keunggulan Komparatif
Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing suatu komoditas dengan asumsi perekonomian tidak mengalami gangguan atau distorsi sama
sekali. Keunggulan komparatif terkait dengan kelayakan secara ekonomi, yang artinya kelayakan ekonomi menilai aktivitas ekonomi bagi masyarakat secara
general atau menyeluruh, tanpa melihat siapa yang terlibat dalam aktivitas ekonomi tersebut. Analisis keunggulan komparatif pengusahaan jeruk siam baik
dengan teknologi modern maupun teknologi tradisional diukur dengan indikator Keuntungan Sosial SP dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik DRC. Tabel 20
menyajikan besarnya nilai Keuntungan Sosial SP dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik DRC pengusahaan jeruk siam baik dengan teknologi modern maupun
teknologi tradisional.
Tabel 17.
Keuntungan Sosial SP dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik DRC Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang
No. Uraian
DRC Keuntungan Sosial RpHa
1 Teknologi Modern Bibit
Penangkaran 0,71
70.579.892,80 2
Teknologi Tradisional Bibit Batang Bawah Sendiri
0,75 50.308.188,94
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa Keuntungan sosial merupakan selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan pada
pengusahaan jeruk siam per hektar pada harga bayangan sosial, yakni harga yang tidak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti subsidi dan pajak.
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa nilai SP yang diperoleh pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern Rp
70.579.892,80
relatif lebih besar dibandingkan pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional Rp
50.308.188,94
. Hal ini disebabkan produksi jeruk siam teknologi modern yang lebih besar dari pada teknologi tradisional dan biaya input yang tidak terlalu
terpengaruh terhadap harga bayangan. Sehingga dengan harga bayangan jeruk siam yang lebih besar dari pada harga privatnya, maka keuntungan yang diperoleh
pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern jauh lebih besar dari pada keuntungan yang diperoleh teknologi tradisional.
Hal ini didukung pada nilai Rasio Biaya Sumberdaya Domestik DRC, dimana nilai DRC yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi
modern 0,71 lebih kecil daripada nilai DRC yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional 0,75. Hal ini mengindikasikan bahwa
besarnya faktor domestik pada harga sosial yang diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah jeruk siam sebesar satu satuan pada pengusahaan jeruk siam
teknologi modern 0,71 relatif lebih kecil dibanding pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional 0,75. Berdasarkan hal tersebut alokasi sumberdaya
pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern lebih efisien secara ekonomi dibanding dengan pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa komoditas jeruk siam dengan teknologi
modern lebih memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan komoditas jeruk siam dengan teknologi tradisional.
Jika nilai DRC jeruk siam pada penelitian ini 0,71 dan 0,75 dibandingkan dengan nilai DRC pada pengembangan sentra jeruk siam Pontianak
0,17 dalam penelitian Wiji 2007, menunjukkan bahwa komoditas jeruk siam Pontianak lebih memiliki keunggulan komparatif dibandingkan komoditas jeruk
siam pada penelitian ini. Berikutnya, jika nilai DRC tersebut dibandingkan dengan komoditas kakao di Kecamatan Rancah dan Cisaga 0,74 dan 0,87 dalam
penelitian Nuryanti 2010, menunjukkan bahwa komoditas jeruk siam dalam penelitian ini relatif lebih unggul secara komparatif dibanding komoditas kakao.
6.2. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Daya Saing Jeruk