Gambaran Umum Usahatani Jeruk Siam di Lokasi Penelitian

lahan sebesar 0,1-0,3 hektar, dengan proporsi masing-masing sebesar 73,07 persen dan 60,87 persen. Data tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar pengusahaan jeruk siam di kedua desa dilakukan pada skala yang sama besar. Data sebaran responden berdasarkan luasan lahan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Cintaasih dan Desa Sukarasa No. Luas Lahan Ha Desa Cintaasih Desa Sukarasa Total Responden n=49 Jumlah Petani Jumlah Petani Jumlah Petani 1 0,1 6 23,08 4 17,39 10 20,41 2 0,1-0,3 19 73,07 14 60,87 33 67,35 3 0,3-0,5 0,00 4 17,39 4 8,16 4 0,5 1 3,85 1 4,35 2 4,08

5.4. Gambaran Umum Usahatani Jeruk Siam di Lokasi Penelitian

Sebelum menganalisis lebih jauh mengenai biaya yang dikeluarkan dalam pengusahaan jeruk siam di lokasi penelitian, sangat penting untuk mengkaji aktivitas usahatani jeruk siam di lokasi penelitian sebagai alasan bagaimana biaya- biaya tertentu muncul. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bulan April hingga Mei 2011, aktivitas budidaya jeruk siam di lokasi penelitian adalah sebagai berikut : 1 Jenis Bibit dan Penyediaan Bibit Pada lokasi penelitian tanaman jeruk secara komersial biasanya diperbanyak dengan cara penempelan atau okulasi, karena memiliki beberapa keuntungan seperti dapat menghasilkan bibit yang memiliki sifat yang sama dengan induknya, cepat menghasilkan atau cepat berbuah, dan prosesnya yang mudah, sehingga cepat untuk menghasilkan bibit dalam jumlah banyak. Bibit yang siap ditanam adalah bibit yang berumur 3 sampai dengan 6 bulan dari penempelan okulasi atau mencapai ukuran kurang lebih 50 cm dari penempelan okulasi. Secara umum penggunaan bibit di lokasi penelitian terdapat dua perbedaan, yakni bibit penangkaran dan bibit batang bawah sendiri. Adapun definisi bibit penangkaran adalah bibit yang memang berasal dari penangkaran, mulai dari asal batang bawah hingga proses penempelan okulasi diproses dalam penangkaran. Bibit penangkaran telah diperlakukan sedemikian rupa sesuai dengan standar-standar yang telah diberlakukan oleh pemerintah. Sehingga bibit penangkaran diasumsikan sebagai teknologi modern. Penangkaran bibit jeruk siam terletak di Kecamatan Karangpawitan. Sedangkan definisi bibit batang bawah sendiri adalah bibit yang batang bawahnya berasal dari hasil pemangkasan tanaman jeruk siam yang memang sudah tua dan tidak berproduksi lagi, kemudian batang bawah tersebut dikirim ke penangkaran bibit untuk dilakukan proses penempelan okulasi. Bibit batang bawah sendiri dipilih oleh sebagian petani responden jeruk siam selain karena harganya yang lebih murah dibanding bibit penangkaran, juga disebabkan adanya tradisi yang diturunkan secara turun menurun. Oleh karena itu, bibit batang bawah sendiri diasumsikan sebagai teknologi tradisional. Petani responden di Desa Cintaasih menggunakan bibit penangkaran, sedangkan petani responden di Desa Sukarasa sebagian besar menggunakan bibit batang bawah sendiri. Gambar 5 menunjukkan bibit jeruk siam yang siap untuk ditanam. Gambar 5. Bibit Tanaman Jeruk Siam 2 Pengolahan Lahan dan Penanaman Bibit Kegiatan pengolahan lahan merupakan tahap awal dalam pengusahaan jeruk siam di lokasi penelitian. Pengolahan lahan disini terdiri dari beberapa kegiatan, seperti pemasangan pagar di sekitar lahan, pembuatan parit, dan pembuatan jumplukan. Proses pengolahan di lokasi penelitian ini biasanya petani responden mengupah buruh kerja untuk bekerja dalam mengolah lahannya sebelum penanaman. Definisi dari pemasangan pagar disini adalah pekerjaan memasang pagar biasanya terbuat dari rotan mengelilingi lahan tempat pengusahaan jeruk siam tersebut sesuai dengan luasan lahan. Pemasangan pagar ini dilakukan dengan alasan agar terjaminnya keamanan akan tanaman jeruk siam dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pengolahan lahan selanjutnya adalah membersihkan tanah lahan dari tumbuhan pengganggu atau gulma. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan parit, dimana definisi dari pembuatan parit adalah pembuatan suatu saluran untuk mengalirkan air yang berasal dari curahan air hujan atau dari sungai. Sebelum proses penanaman bibit, dilakukan pembuatan jumplukan atau gundukan sebagai tempat untuk menanam bibit jeruk siam. Definisi pembuatan jumplukan adalah kegiatan membuat gundukan tanah yang biasanya dibuat dengan ukuran 1m x 1m x 50cm. Pembuatan jumplukan bertujuan untuk menciptakan media tumbuh yang baik, sehingga dengan jumplukan diharapkan struktur tanah menjadi mantap sebagai tempat perkembangan akar tanaman. Jumplukan yang telah jadi tidak boleh ditanami dengan bibit dahulu, melainkan dengan memberikan pengapuran dan pemupukan terlebih dahulu. Penanaman bibit jeruk siam di lokasi penelitian sebagian besar dilakukan pada awal musim hujan, yakni sekitar bulan September sampai dengan bulan November. Hal ini disebabkan agar bibit mendapat asupan air yang cukup pada awal pertumbuhannya. Penanaman bibit bisa saja dilakukan pada akhir musim hujan, namun harus benar-benar rutin dalam menyiram bibit tersebut. Pada saat penanaman, batas sambungan okulasi atau penempelan berada di atas permukaan tanah. Pada lokasi penelitian bibit yang baru ditanam biasanya ditopang dengan ajir atau sejenis batang yang berfungsi sebagai penopang agar posisi akar tidak berubah, serta tanaman tidak jatuh tertiup angin. 3 Penyiangan Pada loksi penelitian kegiatan penyiangan mutlak diperlukan terutama didaerah sekitar perakaran tanaman untuk menghindari kompetisi dalam penyerapan unsur hara tanah dan air. Definisi penyiangan adalah kegiatan membuang gulma atau rumput yang terdapat disekitar tanaman agar tidak terjadi persaingan dengan tanaman jeruk siam yang dibudidayakan. Penyiangan yang dilakukan oleh petani responden di lokasi penelitian masih dilakukan dengan cara manual, yakni menggunakan parang atau dicabut dengan tangan. Interval penyiangan tergantung dari kondisi gulma yang terdapat disekitar tanaman. Penggunaan tenaga kerja penyiangan pada pengusahaan jeruk siam modern rata- rata sebesar 194,13 HOKHaTahun, sedangkan pada pengusahaan jeruk siam tradisional penggunaan tenaga kerja rata-rata sebesar 142,52 HOKHaTahun. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran petani responden dalam kegiatan penyiangan pada pengusahaan jeruk siam modern lebih tinggi daripada pada pengusahaan jeruk siam tradisional. 4 Pemupukan Secara umum pemupukan di lokasi penelitian masih dilakukan dengan cara manual, yakni dengan menggunakan cangkul ataupun dengan garpu tanah. Pada umumnya pemupukan tanaman jeruk siam di lokasi penelitian menggunakan dua jenis pupuk, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik berupa pupuk kandang, sedangkan pupuk anorganik terdiri dari Urea, ZA, ZK, SP-36, dan KCL. Pupuk organik dibutuhkan untuk meningkatkan kadar humus di dalam tanah, sehingga tanah yang padat dapat diubah menjadi gembur. Sedangkan pupuk anorganik diperlukan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pada umumnya pemberian pupuk dilakukan sebanyak dua sampai dengan empat kali per tahun, tergantung dari usia tanaman tersebut. Pupuk kandang pada umumnya diberikan sebanyak dua kali dalam satu tahun, biasanya diberikan pada awal musim hujan atau 1 bulan setelah panen berakhir. Untuk tanaman yang belum berbuah, pemupukan pupuk anorganik dilakukan dua kali setahun pada awal dan akhir musim hujan. Sedangkan untuk tanaman yang sudah berbuah pemupukan dilakukan tiga hingga empat kali dalam setahun. Pemupukan pertama dilakukan sebelum bunga muncul, pemupukan kedua dilakukan ketika mulai berbuah dan pemasakan buah, pemupukan ketiga jika perlu pemupukan keempat dilakukan ketika pemasakan buah dan beberapa saat setelah panen. Penggunaan tenaga kerja pemupukan pada pengusahaan jeruk siam modern rata-rata sebesar 105,13 HOKHaTahun, sedangkan pada pengusahaan jeruk siam tradisional penggunaan tenaga kerja rata-rata sebesar 67,36 HOKHaTahun. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran petani responden akan pentingnya kegiatan pemupukan pada pengusahaan jeruk siam modern lebih tinggi daripada pada pengusahaan jeruk siam tradisional. 5 Pemangkasan Ranting dan Penjarangan Buah Pada lokasi penelitian pemangkasan ranting bertujuan untuk mengatur bentuk tanaman dan mengurangi kerimbunan, sehingga tanaman jeruk siam tidak menjadi sarang hama dan penyakit, selain itu juga bertujuan untuk meratakan distribusi cahaya matahari yang diperlukan untuk menjaga mutu buah. Definisi pemangkasan ranting adalah kegiatan memangkas atau memotong ranting tanaman yang sekiranya kering atau lapuk, maupun ranting yang terlalu rimbun. Pemangkasan ranting dilakukan secara berkala dan pada umumnya dilakukan secara manual, yakni dengan menggunakan gunting stek. Pemangkasan dilakukan sejak tanaman masih kecil. Penggunaan tenaga kerja pemangkasan ranting pada pengusahaan jeruk siam modern rata-rata sebesar 82,02 HOKHaTahun, sedangkan pada pengusahaan jeruk siam tradisional penggunaan tenaga kerja rata- rata sebesar 86,83 HOKHaTahun. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran petani responden akan pemangkasan ranting pada pengusahaan jeruk siam tradisional lebih tinggi daripada pada pengusahaan jeruk siam tradisional. Definisi penjarangan buah adalah proses membuang buah yang berlebih atau yang terlalu lebat. Tujuanya adalah untuk memperbaiki mutu buah, sehingga diperoleh ukuran buah yang seragam serta memiliki penampakan yang baik. Pada umumnya tanaman jeruk siam di lokasi penelitian mulai berbuah ketika berumur dua hingga tiga tahun. Buah pertama tersebut dibuang dengan maksud untuk mempersiapkan pohon agar benar-benar kuat pada musim berkutnya. Tanaman muda yang dibiarkan berbuah terlalu lebat akan menjadi lemah sehingga mudah terserang hama dan penyakit dan tanaman tidak akan berumur panjang. Penjarangan buah dilakukan terhadap kumpulan buah yang terlalu lebat. Buah yang terlalu lebat akan membuat buah menjadi kecil dan dapat mematahkan dahan. Penjarangan dilakukan ketika buah masing pentil. Buah yang dipertahankan adalah buah terluar, memiliki bentuk yang sempurna dan sehat, serta tidak berdempetan. Banyaknya buah yang dipertahankan kurang lebih 50- 60. Awal penjarangan yang baik pada saat buah masih kecil, kira-kira memiliki diameter 2 cm dan dilakukan secara bertahap dengan memelihara buah yang benar-benar baik. Penggunaan tenaga kerja dalam penjarangan buah pada pengusahaan jeruk siam modern rata-rata sebesar 91,85 HOKHaTahun, sedangkan pada pengusahaan jeruk siam tradisional penggunaan tenaga kerja rata- rata sebesar 56,37 HOKHaTahun. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran petani responden dalam kegiatan penjarangan buah pada pengusahaan jeruk siam modern lebih tinggi daripada pada pengusahaan jeruk siam tradisional. 6 Pengairan dan Penyiraman Pada lokasi penelitian tanaman jeruk siam pada umumnya banyak membutuhkan air, namun bukan air yang menggenang. Penyiraman air dilakukan sejak tanaman jeruk siam masih muda. Kekurangan air pada waktu pembentukan bunga akan mengakibatkan prosentase pembentukan buah menjadi sedikit. Frekuensi pemberian air pada lokasi penelitian disesuaikan dengan kondisi kelembaban tanah. Secara umum kondisi iklim di lokasi penelitian mengalami musim penghujan sepanjang tahun 2010, sehingga sebagian besar petani responden jeruk siam pada lokasi penelitian tidak melakukan penyiraman terhadap tanaman jeruk siam. Penggunaan tenaga kerja pengairan dan penyiraman pada pengusahaan jeruk siam modern rata-rata sebesar 35,55 HOKHaTahun, sedangkan pada pengusahaan jeruk siam tradisional penggunaan tenaga kerja rata- rata sebesar 4,57 HOKHaTahun. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran petani responden dalam kegiatan pengairan dan penyiraman pada pengusahaan jeruk siam modern lebih tinggi daripada pada pengusahaan jeruk siam tradisional. 7 Pengendalian Hama dan Penyakit Kegiatan pemberantasan hama dan penyakit pada lokasi penelitian dilakukan dengan cara menyemprotkan insektisida atau dengan pengendalian hama terpadu. Beberapa jenis insektisida yang digunkan di lokasi penelitian adalah Marshal dan Pemulus. Beberapa jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman jeruk siam di lokasi penelitian adalah seperti lalat jeruk, kutu buah, bereng, atau tungau. Sedangkan penyakit yang biasa menghinggapi tanaman adalah seperti penyakit akar dengan gejala daun mengecil, lalu menguning dan akhirnya gugur, kemudian penyakit busuk buah dimana kulit buah berbercak coklat kemerahan, lalu berubah menjadi kehitam-hitaman, pengendalian yang dilakukan adalah dengan memetik buah yang terserang lalu dihancurkan, dan selanjutnya adalah penyakit jamur upas dengan gejala tampak pada batang, dahan, dan ranting tanaman berupa bercak berwarna putih yang mengakibatkan bagian tersebut menjadi kering, pengendalian dari penyakit ini yakni dengan cara memetik atau memangkas bagian yang terkena penyakit. Penggunaan tenaga kerja pengendalian hama dan penyakit pada pengusahaan jeruk siam modern rata-rata sebesar 356,76 HOKHaTahun, sedangkan pada pengusahaan jeruk siam tradisional penggunaan tenaga kerja rata- rata sebesar 200,02 HOKHaTahun. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran petani responden akan pentingnya kegiatan pengendalian hama dan penyakit pada pengusahaan jeruk siam modern lebih tinggi daripada pada pengusahaan jeruk siam tradisional. Gambar 6 menunjukkan tanaman jeruk siam yang terkena hama dan penyakit. Gambar 6. Tanaman Jeruk Siam yang Terkena Serangan Penyakit Busuk Buah kiri, Penyakit Jeruk Upas tengah, dan Hama Tungau kanan 8 Pemanenan dan Pascapanen Sebagian besar petani responden di lokasi penelitian menyerahkan kegiatan pemanenan dan pascapanen kepada para tengkulak. Biasanya tengkulak sudah membeli tanaman jeruk petani jauh sebelum panen, sehingga urusan pemanenan dan pascapanen dikerjakan oleh tenaga kerja dari pihak tengkulak. Berdasarkan hal tersebut dapat diindikasikan bahwa panen tidak didasarkan pada buah jeruk yang sudah siap panen, tetapi ditentukan oleh tingkat harga. Oleh karena itu sering terjadi hasil panen yang terlalu muda atau terlalu tua, sehingga tidak dapat menjamin mutu produksi. Pemetikan buah jeruk di lokasi penelitian secara umum masih menggunakan cara manual, yakni dengan menggunakan gunting stek. Waktu pemetikan buah dilakukan dimulai pada saat pagi hari ketika matahari telah bersinar dan tidak ada sisa embun, kira-kira pukul 8 pagi hingga sore hari. Setelah proses pemetikan, jeruk siam dikumpulkan dalam keranjang plastik besar, hal ini agar memudahkan untuk memindahkan dari kebun hingga ke tempat pengumpul. Biasanya sebelum dipasarkan buah jeruk mendapat perlakuan sortasi. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan kualitas dan mengelompokkan jeruk siam ke kelas tertentu. Setelah mendapat perlakuan sortasi dan grading, buah jeruk siam didistribusikan ke pedagang besar atau langsung ke pengecer. Gambar 7 menunjukkan hasil pemanenan jeruk siam yang siap untuk didistribusikan. Gambar 7. Buah Jeruk Siam yang Telah Dipanen Dimasukkan dalam Keranjang Bambu dan Keranjang Besar Petani responden di lokasi penelitian, sebagian besar menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul, karena dengan begitu biaya pemanenan sampai sortasi ditanggung oleh para pedagang pengumpul. Petani responden yang memiliki hasil panen yang besar atau yang dapat menutup biaya panen akan menjual hasil panennya kepada pedagang besar atau langsung ke pedagang eceran. Pada tahun 2010 harga rata-rata jeruk siam di lokasi penelitian di tingkat petani, baik pada pengusahaan jeruk siam modern maupun pada pengusahaan jeruk siam tradisional adalah sebesar Rp 5000,00 per kilogram. VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

6.1. Analisis Daya Saing