Analisis Keunggulan Kompetitif Analisis Daya Saing

privat sebesar Rp 36.528.497,64. Kemudian pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional diperoleh penerimaan privat sebesar Rp 224.175.450,95, biaya input tradable sebesar Rp 43.504.203,43, dan biaya faktor domestik adalah sebesar Rp 144.692.509,52. Sehingga diperoleh keuntungan privat sebesar Rp 35.978,738,00. Estimasi keuntungan sosial atau daya saing dalam keunggulan komparatif yang tercermin dari keuntungan sosial diperlihatkan pada baris kedua tabel PAM. Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan sosial pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern diperoleh sebesar Rp 283.915.448,37, biaya input tradable sebesar Rp 40.269.986,59, dan biaya faktor domestik adalah sebesar Rp 173.065.568,98. Sehingga diperoleh keuntungan sosial sebesar Rp 70.579.892,80. Kemudian pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional diperoleh penerimaan sosial sebesar Rp 241.229.084,71, biaya input tradable sebesar Rp 43.838.143,03, dan biaya faktor domestik adalah sebesar Rp 147.082.752,75. Sehingga diperoleh keuntungan sosial sebesar Rp 50.308.188,94. Pada tabel PAM baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan baris kedua yang menggambarkan divergensi. Suatu divergensi akan menyebabkan harga aktual berbeda dengan harga efisiennya. Divergensi timbul akibat adanya kebijakan pemerintah atau distorsi pasar. Kebijakan yang distortif adalah intervensi pemerintah yang menyebabkan harga pasar berbeda dengan harga efisiennya, misalnya pajak, subsidi, hambatan perdagangan atau regulasi harga. Kegagalan pasar terjadi apabila pasar gagal menciptakan suatu harga efisiensi. Jenis kegagalan pasar yang umum seperti monopoli dan pasar faktor domestik yang tidak sempurna.

6.1.1. Analisis Keunggulan Kompetitif

Analisis keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan secara finansial. Seperti yang telah dipaparkan pada kerangka pemikiran, analisis keunggulan kompetitif berfungsi sebagai alat untuk mengukur keuntungan privat dan dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai tukar resmi yang berlaku. Analisis keunggulan kompetitif pengusahaan jeruk siam baik teknologi modern maupun teknologi tradisional diukur dengan indikator Keuntungan Privat PP dan Rasio Biaya Privat PCR. Tabel 16 menyajikan besarnya nilai Keuntungan Privat PP dan Rasio Biaya Privat PCR pengusahaan jeruk siam baik dengan teknologi modern maupun teknologi tradisional. Tabel 16. Keuntungan Privat PP dan Rasio Biaya Privat PCR Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang No. Uraian PCR Keuntungan Privat RpHa 1 Teknologi Modern Bibit Penangkaran 0,84 36.528.497,64 2 Teknologi Tradisional Bibit Batang Bawah Sendiri 0,80 35.978.738,00 Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui keuntungan privat PP yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern Rp 36.528.497,64 per Hektar lebih besar dibandingkan pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional Rp 35.978.738,00 per Hektar. Tingginya keuntungan yang diperoleh pada pengusahaan jeruk siam teknologi modern terjadi karena produksi jeruk siam teknologi modern lebih besar dibanding produksi jeruk siam teknologi tradisional. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam penggunaan bibit jeruk siam dan pemeliharaan dalam pengusahaan jeruk siam tersebut. Namun keuntungan yang diperoleh pada pengusahaan jeruk siam tradisional tidak begitu jauh berbeda dengan keuntungan yang diperoleh pada pengusahaan jeruk siam modern. Hal ini diakibatkan karena pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern memerlukan biaya yang lebih besar, sehingga meskipun produksi jeruk siam dengan teknologi modern lebih besar dari pada pengusahaan jeruk siam tradisional, mengakibatkan keuntungan yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan keuntungan yang diperoleh pada pengusahaan jeruk siam tradisional. Gambar 8 memperlihatkan perkembangan jumlah produksi jeruk siam pada penggunaan teknologi modern bibit penangkaran dan teknologi tradisional bibit batang bawah sendiri. Gambar 8. Perkembangan Produksi Jeruk Siam Pada Penggunaan Teknologi Modern Bibit Penangkaran Dan Teknologi Tradisional Bibit Batang Bawah Sendiri Gambar 8 memperlihatkan bahwa perkembangan produksi jeruk siam dengan teknologi modern lebih tinggi dibandingkan produksi jeruk siam dengan teknologi tradisional. Namun tingginya produksi tersebut diiringi dengan biaya produksi yang tinggi pula. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan teknologi modern bibit penangkaran mendorong untuk menggunakan input produksi yang relatif lebih besar dibanding teknologi tradisional bibit batang bawah sendiri. Hal ini didukung pada nilai Rasio Biaya Privat PCR dari pengusahaan jeruk siam baik dengan teknologi modern maupun tradisional dimana keduanya memiliki nilai yang hampir sama, yakni 0,84 dan 0,80. Nilai ini mengandung arti bahwa pengusahaan jeruk siam baik dengan teknologi modern maupun tradisional efisien secara finansial atau mempunyai keunggulan kompetitif, yakni masing- masing sebesar 0,84 dan 0,80. Nilai PCR yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern 0,84 lebih besar daripada nilai PCR yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional 0,80. Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya faktor domestik pada harga privat yang diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah jeruk siam sebesar satu satuan pada pengusahaan jeruk siam teknologi tradisional 0,80 relatif lebih kecil dibanding pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern 0,84. Berdasarkan hal tersebut alokasi sumberdaya pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional lebih efisien secara finansial dibanding dengan pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditas jeruk 5000 10000 15000 20000 25000 30000 1 2 3 4 5 6 J um la h P r o duk si K g H a Umur Tanaman Bibit Penangkaran Bibit Batang Bawah Sendiri siam dengan teknologi tradisional lebih memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan komoditas jeruk siam dengan teknologi modern. Jika nilai PCR jeruk siam pada penelitian ini 0,84 dan 0,80 dibandingkan dengan nilai PCR pada pengembangan sentra jeruk siam Pontianak 0,44 dalam penelitian Wiji 2007, menunjukkan bahwa komoditas jeruk siam Pontianak lebih memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan komoditas jeruk siam pada penelitian ini. Hal ini diperkirakan terjadi karena jeruk siam Pontianak tersebut merupakan produk lokal atau produk endemik, sehingga produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik jika ditanam didaerah tersebut. Berbeda dengan jeruk siam Garut yang bukan produk endemik, artinya hanya merupakan tanaman jeruk siam yang ditanam di Kabupaten Garut. Berikutnya, jika nilai PCR jeruk siam pada penelitian ini dibandingkan dengan tanaman tahunan lainnya seperti komoditas kakao di Kecamatan Rancah dan Cisaga 0,96 dan 0,86 dalam penelitian Nuryanti 2010, maka komoditas jeruk siam dalam penelitian ini menunjukkan keunggulan secara kompetitif yang relatif lebih besar dibanding komoditas kakao.

6.1.2. Analisis Keunggulan Komparatif