Kandungan zat besi. Tanaman Torbangun Coleus amboinicus Lour

hati 30, sum-sum tulang belakang 30, dan dalam limpa dan otot. Dari simpanan besi tersebut hingga 50 mg dimobilisasi setiap harinya untuk keperluan metabolisme tubuh Almatsier 2006. Sebanyak 0,5 – 1 mg zat besi dikeluarkan setiap harinya melalui urine, keringat, dan feses. Besi dalam bentuk hemoglobin juga dapat keluar dri dalam tubuh jika terjadi pendarahan, menstruasi, kerusakan saluran urin Suhardjo Kusharo 1992. Bioavailabilitas Zat Besi Bioavailabilitas didefinisikan sebagai proporsi zat gizi yang digunakan oleh tubuh secara aktual dari pangan yang dikonsumsi Hambracus 1999. Adapun bioavailabilitas zat besi didefinisikan sebagai jumlah zat besi dari bahan pangan yang ditransfer dari lumen usus ke dalam darah Latunde-Dada, Neale 1986. Bioavailabilitas zat besi sangat terkait dengan proses absorbsi zat besi dalam usus halus duodenum sehingga istilah bioavailabilitas zat besi dapat disamakan dengan absorbsinya dalam usus. Secara umum faktor yang mempengaruhii bioavailabilitas zat besi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor endogen kondisi tubuh dan faktor eksogen zat makanan. Faktor eksogen yang mempengaruhi bioavailabilitas zat besi meliputi berbagai komponen bahan pangan yang berinteraksi dalam pelepasan zat besi, yaitu kandungan zat besi dalam bahan pangan, bentuk zat besi dalam bahan pangan, faktor pendorong dan penghambat absorbsi zat besi yang berasal dari makanan.

A. Kandungan zat besi.

Hallberg 1988 mengemukakan bahwa kandungan zat besi dalam bahan pangan khususnya zat besi nonheme menentukan jumlah zat besi yang diabsorbsi. Weaver Heaney 2008 juga menyatakan bahwa fraksi zat besi yang diserap umumnya bervariasi dan rata-rata akan berkebalikan dengan asupannya. Efisiensi absorbsi zat besi memang berbanding terbalik dengan total zat besi dalam makanan. Semakin besar total zat besi makanan, maka persentase zat besi yang diabsorbsi akan semakin rendah Yeung Laquarta 2003

B. Bentuk zat besi.

Bentuk zat besi yang terkandung dalam makanan juga menentukan ketersediaannya untuk diserap karena kelarutan besi dalam medium intralumenal saluran pencernaan merupakan prasyarat bagi absorbsi. Garam ferro sederhana lebih mudah diserap daripada garam kompleks dan garam ferri. Besi ferro memiliki ketersediaan yang lebih tinggi karena memiliki kelarutan lebih besar pada pH saluran cerna usus yang basa. Sedangkan besi ferri akan mengendap sebagai ferri oksida pada pH di atas 3.5 sehingga berkurang kelarutannya dan lebih sulit untuk diserap oleh usus. Oleh karena itu besi ferro dapat diserap 3 kali lebih besar daripada besi ferri Rolfes Whitney 2008 Zat besi heme dan noheme juga memiliki perbedaan dalam bioavailabilitasnya. Zat besi heme memiliki bioavailabilitas yang tinggi yaitu sekitar 15-30 karena diserap secara utuh dalam cincin porfirin dan tidak terekspos ligan –ligan penghambat pengikat yang ada dalam makanan. Zat besi nonheme dalam bahan pangan masuk ke dalam pool yang memudahkan dipertukarkan exchangeable pool. Pool ini menyebabkan adanya efek dari ligan-ligan pendorong dan penghambat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu hanya 2-20 besi non-heme yang dapat diserap tergantung pada ligan dan status zat besi seseorang Rolfes Whitney 2008. Zat besi heme lebih banyak ditemukan pada pangan hewani dan proporsi zat besi nonheme dalam bahan pangan nabati lebih besar baik pada pangan hewani maupun pangan nabati. Oleh karena itu Muhilal et al. 1998 mengklasifikan makanan sehari-hari berdasarkan kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi zat besi dari makanan tersebut, yaitu absorbsi besi rendah atau sama dengan 5 , 2 absorbsi besi sedang atau sama dengan 10 dan 3 absorbsi besi tinggi atau sama dengan 15. Sementara Whitney et al. 1998 mengkategorikan ketersediaan besi nonheme dalam makanan berdasarkan penyerapannya, yaitu 1 ketersediaan tinggi; jika besi nonheme diserap sebesar 8, 2 ketersediaan sedang; jika besi nonheme diserap sebesar 5, dan 3 ketersediaan rendah; jika besi nonheme hanya diserap sebesar 3. kecukupan konsumsi zat besi Menurut Hallberg 1988 absorbsi besi nonheme jelas dipengaruhi oleh berbagai faktor makanan. Beberapa faktor dapat meningkatkan absorbsi yaitu daging, ikan, dan asam askorbat. Bahan pangan lain yang dapat menghambat adalah yang mengandung fitat dan tanin. Di sisi lain absorbsi besi heme dipercepat oleh daging tetapi tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorbsi besi nonheme Rolfes Whitney 2008 menambahkan bahwa ketersediaan besi yang dapat diserap oleh sel-sel mukosa juga ditentukan oleh kekuatan ikatan besi- kelat, kelarutan dari kompleks, faktor lingkungan seperti pH dan adanya competiting chelator lainnya. Selama pencernaan besi nonheme dapat berubah valensinya dan secara cepat membentuk kompleks besi-kelat dengan ligan-ligan seperti asam askorbat, fitat, tanin, dan oksalat. Kestabilan besi kelat meningkat seiring denan peningkatan konsentrasi ligan pengkelat. Adanya faktor pengendap dan pengkilasi pengkelat dalam bahan makanan tidak hanya mempengaruhi daya guna besi heme dalam bahan makanan tetpi juga daya guna besi nonheme dalam bahan makanan lain yang berada pada diet yang sama. Jadi ketersediaan total besi dalam diet ditentukan oleh campuran beberapa faktor yang berkompetisi dalam mengikat besi Linder 2006. Cookies PGT Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun A. Cookies BSN 1992 dalam SNI 01-2973-1992 mendefinisikan cookies sebagai salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat. Berikut adalah syarat mutu produk cookies yang berlaku secara umum di Indonesia. Tabel 1 Syarat mutu cookies berdasarkan SNI 01-2973-1992 Kriteria Uji Klasifikasi Kalori Kalori100 gram Minimum 400 Air Maksimum 5 Protein Minimum 9 Lemak Minimum 9.5 Karbohidrat Minimum 70 Abu Maksimum 1.5 Serat kasar Maksimum 0.5 Logam berbahaya Negatif Bau dan rasa Normal dan tidak tengik Warna Normal Sumber : BSN 1992 Cookies terbuat dari adonan solid dan liquid cair dan mempunyai sifat yang tahan lama. Bahan solid pada adonan cookies dapat berupa tepung, gula dan susu, sementara bahan liquidnya berupa lemak dan telur. a. Lemak. Kandungan lemak dalam adonan cookies merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada variasi pembagian tipe cookies. Lemak di dalam adonan berfungsi sebagai shortening sehingga tekstur cookies lebih lembut. Lemak juga memberi flavor. Lemak yang umunya digunakan pada pembuatan cookies adalah mentega butter dan margarin. Lemak yang digunakan 65 – 75 dari jumlah tepung. Agar rasa dan aroma cookies optimal, mentega dan margarin dapat dicampur dengan proporsi berturut-turut 80 dan 20. Penggunaan lemak berlebihan akan mengakibatkan kue melebar dan mudah hancur, sedangkan jumlah lemak terlalu sedikit akan menghasilkan kue bertekstur keras dengan rasa seret dimulut Faridah 2008. b. Gula. Jumlah gula yang ditambahkan berpengaruh terhadap tesktur dan penampilan cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur dan memberi warna pada permukaan cookies. Peningkatan kadar gula dalam adonan mengakibatkan cookies semakin keras. Waktu pembakaran juga harus sesingkat mungkin agar cookies tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna. Jenis gula yang umum digunakan yaitu gula bubuk icing sugar untuk adonan lunak dan gula kastor gula pasir yang halus butirannya Faridah 2008. c. Telur. Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Telur merupakan pengikat bahan-bahan lain, sehingga struktur cookies lebih stabil. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna serta membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap udara selama pengocokan. Penggunaan kuning telur memberikan tekstur cookies yang lembut karena kuning telur bersifat sebagai pengempuk Faridah 2008. d. Susu Skim. Susu skim berbentuk padatan serbuk yang memiliki aroma khas kuat dan sering digunakan pada pembuatan cookies. Skim merupakan bagian susu yang mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36.4. Susu skim berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tesktur dan warna permukaan. Laktosa yang terkandung di dalam susu skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang Faridah 2008. B. Umbi Garut Maranta arundinaceae L Tanaman garut Maranta arundinaceae L oleh masyarakat Jawa Barat Sunda dikenal dengan nama patat sagu, irut, arut, garut, jelarut. Di Amerika tanaman garut dikenal dengan nama arrow-root. Garut merupakan tanaman semak semusim yang memiliki tinggi 75-90 cm. Batangnya semu, bulat, membentuk rimpang berwarna hijau. Daunnya tunggal, bulat memanjang dengan ujung runcing berpelepah, berbulu dan berwarna hijau Astuti 2008. Gambar 1 Umbi garut Deptan 2007 menyebutkan, tanaman garut mempunyai 2 kultivar utama yaitu Creole dan Banana. Kedua kultivar tersebut sama-sama berwarna putih, berikut adalah ciri dan sifat yang membedakan masing-masing kultivar : a. Creole : Rhizomanya kurus panjang, menjalar luas dan menebus ke dalam tanah. Sering disebut akar cerutu atau cigar root. Setelah dipanen kultivar ini mempunyai daya tahan tujuh hari sebelum dilakukan pengolahan. Kultivar creole telah tersebar luas di areal petani. b. Banana, Rhizomanya lebih pendek dan gemuk, tumbuh dengan tandan terbuka pada permukaan tanah. Umbinya terdapat dekat dengan permukaan tanah sehingga lebih mudah dipanen. Memiliki akar cerutu sangat kecil sekali sehingga hasil panen lebih tinggi. Kandungan serat lebih sedikit sehingga lebih mudah diolah. Meskipun demikian, setelah pemanenan kualitas umbi menurun cepat sekali sehingga harus segera diolah paling lama 48 jam setelah panen. Berikut adalah kandungan zat gizi masing-masing kultivar. Kandungan zat gizi dipengaruhi oleh umur tanam dan keadaan tempat tumbuhnya Lingga et al. 1986. Tabel 2 Komposisi kimia umbi garut per 100 gram Kandungan Umbi Garut

a,b

Creole Banana Air g 69,1 72,0 Abu g 1,4 1,3 Lemak g 0,1 0,1 Protein g 0,3 2,2 Serat g 1,0 0,6 Pati g 21,7 19,4 Sumber : a. Lingga et al. 1986 b. Muchtadi 1989 Umbi garut sebagian besar diolah menjadi tepung. DKBM 2007 menyebutkan dalam 100 gram tepung umbi garut terkandung kalori 355,00 kal, protein 0,70 g, lemak 0,20 g, karbohidrat 85,20 g, kalsium 8,00 g, fosfor 22,00 g, zat besi 1,50 g, vitamin B1 0,09 mg, air 13,60 g. Garut juga memiliki kandungan kimia saponin dan flavonoid. Selain diolah menjadi tepung, pati umbi garut juga banyak digunakan oleh masyarakat. Pati adalah polisakarida yang dibentuk dari sejumlah molekul glukosa dengan ikatan -glikosidik Anggraini 2007. Pati garut merupakan salah satu hasil olahan utama dari umbi garut sebagai salah satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan tinggi. Kekentalan dipengaruhi oleh keasamaan air yang digunakan dalam proses pengolahanya Kay 1973. Kandungan pati dalam umbi garut lebih dari 12 dan proteinnya 1-2 dari bobot kering Rubatzky et al. 1995 dalam Herminiati 2005. Villamajor Jurkema 1996 menyatakan bahwa pati garut mengandung mineral kalium dalam jumlah cukup besar. Menurut Kay 1973 pati garut memiliki sifat-sifat, antara lain: 1 mudah larut dan mudah cerna sehingga cocok untuk makanan bayi dan orang sakit, 2 memiliki bentuk oval dengan panjang 15-17 mikron, 3 varietas banana memiliki granula lebih besar dibandingkan varietas creole, 4 suhu awal gelatinisasi adalah 70 o C, 5 mudah mengembang jika kena panas dengan daya mengembang 54, dan 6 ada beberapa syarat untuk kepentingan komersial, yaitu memiliki warna putih bersih, kadar air tidak boleh lebih dari 18,5, kandungan abu dan serat rendah, pH 4,5-7, kekentalan 512-640 satuan Brabender. Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu dalam penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, roti kering, bubur bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian Susanty 2002, Puspowati 2003, dan Sitorus 2004 yang diacu dalam Herminiati 2005 bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan makan sapihan.

C. Tanaman Torbangun Coleus amboinicus Lour

Tanaman torbangun Coleus amboinicus Lour biasa disebut ―Torbangun‖ oleh orang Simalungun atau daun bangun-bangun oleh orang Batak Toba dan Karo Damanik et al . 2001. Dalam bahasa Simalungun, ―Torbangun‖ berasal dari kata ―bangun‖ yang berarti bangkit, dimana mereka percaya bahwa ibu yang baru melahirkan pasti lemah dan membutuhkan kekuatan untuk penyembuhan. Pemberian tanaman torbangun dapat mengembalikan ibu ke kondisi seimbang. Daun torbangun juga telah digunakan oleh masyarakat Batak Sumatera Utara sebagai makanan yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI serta status gizi anak yang baru dilahirkan Damanik 2005. Gambar 2 Daun torbangun Coleus amboinicus Lour Rumetor 2008 menyebutkan, dalam daun tanaman torbangun ditemukan tiga komponen utama yang berkhasiat. Komponen pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogue, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua adalah komponen gizi adapun komponen ketiga adalah komponen farmaseutika senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibakterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna, dan penstabil. Hasil uji fitokimia menunjukkan dalam daun tanaman torbangun terkandung alkaloid, flavonoid, dan tanin. Kandungan kimiawi daun torbangun antara lain berupa kalium, minyak atsiri 2, karvakrol, isoprofil-o-kresol, karvon, limonen, dihidrokarvon, dihidrokarveol, asetaldehida, furol, dan fenol Adi 2006. Menurut Savithramma et al. 2007, salah satu efek farmakologis tanaman ini adalah dapat mengobati penyakit asma bila 15 mL jus daun torbangun dicampur dengan madu dan diminum dua kali per hari. menambahkan, campuran jus torbangun dengan madu juga sangat cocok untuk menambah tenaga, sebagai expectorant melancarkan keluarnya lendir pada saluran pernafasan, mengobati asma, batuk kronis, bronkitis, sakit perut, perut kembung dan rematik. Selain mengandung zat aktif, daun torbangun juga kaya akan kandungan zat gizi. Berikut adalah kandungan gizi daun torbangun. Tabel 3 Kandungan gizi daun torbangun per 100 gram Kandungan gizi Kadar Energi kalori Kal 27 Protein g 1.3 Lemak g 0.6 Karbohidrat g 4.0 Zat Besi mg 13.6 Magnesium mg 62.5 Kalsiummg 279 Potasium mg 52 Abu g 1.6 Serat g 1.0 Kandungan gizi Kadar Karoten total 13288 Vitamin B1 μkg 0.16 Vitamin C mg 5.1 Air 92.5 Berat dapat dimakan 66 Sumber: Mahmud et al. 2009 Minuman Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Menurut Winarno 2008, setiap hari manusia membutuhkan sekitar 2,5 L air, diperkirakan 1,5 L dipenuhi dari air minum dan 1 L sisanya berasal dari bahan makanan. Popkin et al. 2006 menyebutkan, pola konsumsi di Amerika menunjukkan 76 dari total kebutuhan air dipenuhi dari minuman selain air putih baverage. Jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi berturut-turut adalah air teh 33, Air Minum Dalam Kemasan AMDK 25, air kopi 21, susu 15 dan jus jeruk 6.