Penyusunan dan Penentuan Peringkat Strategi Alternatif

5. PEMBAHASAN

Hutan kota di DKI Jakarta menurut PP 63 tahun 2002 yang telah dikukuhkan oleh SK Gubernur mempunyai fungsi dan desain tersendiri sesuai tujuan yang ditetapkan oleh pihak pengelola. Tidak hanya fungsi ekologi, namun fungsi sosial dan fungsi ekonomi juga masuk di dalam hutan kota ini yaitu bermanfaat bagi masyarakat sekitar sebagai tempat beraktivitas dan meningkatkan perekonomian. Penanganan hutan kota secara khusus dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta Bidang Kehutanan. Kegiatannya dimulai pertama kali pada tahun anggaran 19901991 hingga saat ini. Setelah berjalan hampir 20 tahun, maka hingga 2011 tercatat 604,04 ha hutan kota dan terdapat 14 hutan kota seluas 149,18 ha yang telah dikukuhkan dengan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan selebihnya dalam proses pengukuhan Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011. Hutan kota dengan beragam jenis tanaman di dalamnya membuat pengunjung dapat merasakan banyak manfaat, tidak hanya manfaat langsung yang dirasakan pengunjung seperti sumber oksigen namun juga pendidikan lingkungan bagi penduduk DKI Jakarta yang saat ini pengetahuan akan jenis tanaman lokal sudah semakin menipis, padahal daerah di Jakarta banyak yang menggunakan nama-nama tumbuhan sebagai toponiminya pada nama kelurahan seperti kelurahan di Jakarta Selatan yang berasal dari nama tumbuhan diantaranya Cipete Selatan, Gandaria Selatan, Pondok Labu, Bintaro, Duren tiga, dan masih banyak lagi. Berikut adalah pembahasan dari tiga hutan kota yang diteliti lebih mendalam berdasarkan keragaman tanaman, kondisi fisik pohon, tipe hutan kota terhadap daerah di sekitarnya dan rekomendasi pengelolaan hutan kota bagi konservasi keragaman tanaman di DKI Jakarta.

5.1 Keragaman Tanaman

Hutan Kota Kampus UI menurut konsep penanamannya terbagi menjadi tiga lokasi yaitu zona Wales Barat, zona Wales Timur dan zona Vegetasi Asli. Hal tersebut serupa dengan penelitian Toni 2009, bahwa indeks kesamaan komunitas Sorenson antara zona di Hutan Kota UI ini memiliki nilai rendah dan sangat rendah yang menunjukkan adanya perbedaan perencanaan penanaman pada setiap zona Hutan Kota UI. Sengon Paraserianthes falcataria L. Nielsen dan akasia daun besar Acacia mangium Willd pada awalnya memang sengaja ditanam di Hutan Kota UI sebagai jenis yang cepat tumbuh pioneer legum untuk mengatasi dominasi penutupan lahan oleh alang-alang Imperata cylindrica L. P. Beauv dan rumput gajah Pennisetum purpureum Schumach yang mencakup areal 85 dari luas seluruh kampus Waryono 2008. Perubahan vegetasi di Hutan Kota UI terjadi karena penghijauan tahun 1984, 1998, 1999, 2000, 2004 dan 2008 Toni 2009. Variasi struktur dan komposisi tumbuhan dalam suatu komunitas dipengaruhi oleh modifikasi habitat, kompetisi dengan spesies introduksi, tuntutan manusia untuk spesies tertentu dan sebagai produksi, serta perubahan lingkungan yang cepat seperti fluktuasi iklim Alvey 2006. Jika dilihat kondisi pada Hutan Kota UI, variasi ini terjadi umumnya disebabkan faktor antroposentris. Hal ini pun terjadi pada Hutan Kota PT. JIEP dan Hutan Kota Srengseng. Perbedaan INP antara ketiga hutan kota disebabkan perbedaan penanaman dan kemampuan tumbuh masing-masing jenis tanaman, sedangkan perbedaan INP antara tingkat pertumbuhan di antaranya disebabkan karena cukup rapatnya penutupan tajuk dari tingkat tiang maupun pohon sehingga menyebabkan jenis-jenis tertentu tidak dapat bertahan hidup dan tumbuh dengan optimal. Di samping itu adanya persaingan untuk mendapatkan hara mineral, air dan ruang tumbuh antara individu dari suatu jenis juga berpengaruh terhadap perbedaan INP dalam tingkat pertumbuhan. Bentuk struktur vegetasi horizontal pada Hutan Kota UI menyerupai huruf J terbalik eksponensial negatif, bentuk struktur vegetasi seperti ini sering ditemukan pada tegakan hutan tidak seumur atau hutan alam dan berada dalam kondisi yang seimbang Onrizal, Kusmana, Saharjo, Handayani, Kato 2005. Kurva pertumbuhan struktur horizontal pada Hutan Kota UI ini disebabkan oleh komposisi tegakan pada lokasi penelitian memiliki kerapatan individuha yang menurun dengan bertambahnya DBH. Selain itu, hal ini juga berarti bahwa populasi pohon di Hutan Kota UI terdiri atas campuran seluruh kelas diameter dengan didominasi oleh pohon berdiameter kecil, sehingga dapat menjamin kelangsungan tegakan di masa mendatang. Berbeda dengan dua hutan kota lainnya yaitu Hutan Kota Srengseng dan Hutan Kota PT. JIEP yang bentuk struktur vegetasi tidak mengikuti bentuk umum struktur tegakan hutan alam J terbalik. Pada Hutan Kota PT. JIEP hal ini disebabkan karena bibit yang ditanam oleh pengelola sering dimakan oleh kambing yang digembalakan di hutan kota oleh masyarakat sekitar sehingga banyak tanaman yang belum sempat tumbuh optimal, sehingga struktur vegetasinya memiliki sebaran yang mendekati normal yang didominasi oleh DBH 20 cm – 29,9 cm. Struktur vegetasi pada Hutan Kota Srengseng hampir menyerupai struktur tegakan hutan alami yang cenderung menurun seiring dengan pertambahan kelas diameter, namun naik pada kelas diameter 20 cm – 29,9 cm dan kemudian menurun semakin bertambahnya kelas diameter. Berdasarkan waktu pembangunan tiga hutan kota ini, Hutan Kota PT. JIEP adalah yang paling muda, oleh sebab itu hutan kota ini belum mencapai klimaks dalam perkembangan ekologinya. Namun, dengan kondisi tingkat pertumbuhan pancang dan tiang yang rendah dikhawatirkan regenerasi pada hutan kota ini tidak berjalan optimal. Pengelolaan hutan kota yang tepat sangat diperlukan dalam menangani keberlanjutan perkembangan Hutan Kota PT. JIEP. Hutan Kota UI merupakan hutan kota tertua dibandingkan dengan dua hutan kota lainnya. Perkembangan hutan kota ini dimulai dari penghijauan secara besar-besaran dengan menggunakan tanaman fast growing dengan maksud untuk mengalahkan dominansi alang-alang yang sebelumnya menghuni area hutan kota tersebut. Seiring dengan perkembangannya, pengelola Hutan Kota UI melakukan pembiaran dalam pengelolaan sama halnya dengan hutan alam, namun, untuk penanaman pohon tetap dilakukan agar dapat membantu regenerasi dalam hutan kota ini. Hal ini tercermin pada kerapatan individunya yang semakin menurun dengan pertambahan DBH sehingga regenerasi terjadi pada hutan kota ini. Hutan Kota Srengseng juga memiliki regenerasi yang cukup baik dilihat dari kerapatan individu yang semakin tinggi seiring pertambahan diameternya, walaupun pada tingkat pertumbuhan pancang memiliki kerapatan individu yang lebih tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan tiang. Hal ini diduga karena Hutan Kota