Faktor Ancaman Eksternal Tree Species Evaluation for Urban Forest Plant Diversity Conservation in DKI Jakarta

85 Lampiran 2. Perhitungan Rating Peringkat Faktor Internal dan Eksternal Faktor Internal Simbol Faktor Strategis Internal Tingkat Kepentingan Rating Faktor Kekuatan Strength S1 S2 S3 S4 S5 Hutan kota sebagai laboratorium alam di perkotaan. Hutan Kota berpotensi menjadi sumber pendapatan. Kelembagaan pengelolaan hutan kota. Dua dari tiga hutan kota berfungsi sebagai tempat rekreasi bagi warga kota. Hutan kota memiliki keanekaragaman yang sedang yaitu Indeks keanekaragaman Shannon wiener 1 H’ 3 Kekuatan yang sangat besar Kekuatan yang besar Kekuatan yang sangat besar Kekuatan yang besar Kekuatan yang sangat besar 4 3 4 3 4 Faktor Kelemahan Weakness W1 W2 W3 W4 W5 Belum optimalnya SDM untuk monitoring dan evaluasi. Ketegasan aparat terhadap segala bentuk upaya penurunan kualitas hutan kota. Informasi yang kurang dari para pengelola mengenai jenis pohon lokal, cara budidaya dan fungsi pohon terhadap tipe hutan kota serta pengelolaannya. Sarana dan prasarana Hutan kota yang belum optimal sesuai dengan tipe hutan kota. Alih fungsi lahan menjadi fungsi penggunaan lain yang harusnya diperuntukkan untuk RTH. Kelemahan yang sangat berarti Kelemahan yang sangat berarti Kelemahan yang sangat berarti Kelemahan yang berarti Kelemahan yang sangat berarti 1 1 1 2 1 89 86 Lampiran 2 Lanjutan Faktor Eksternal Simbol Faktor Strategis Eksternal Tingkat Kepentingan Rating Faktor Peluang Opportunity O1 O2 O3 O4 Dasar hukum PP 63 Tahun 2002 dan Kepmen 71. Jalinan kerjasamakemitraan dengan sektor privat, BUMNBUMSBUMD maupun masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan hutan kota. Adanya kemauan pihak swasta untuk pembangunan lingkungan CSR. Isu global warming dan aksi go green yang dapat mengurangi dampak lingkungan di Jakarta, salah satunya dengan cara pengembangan hutan kota. Peluang yang sangat besar Peluang yang sangat besar Peluang yang besar Peluang yang sangat besar 4 4 3 4 Faktor Ancaman Threats T1 T2 T3 T4 Aktivitas pengunjung yang merusak hutan kota vandalisme. Pencemaran lingkungan di sekitar hutan kota. Tidak adanya insentif yang konkrit dan konsisten untuk pengelolaan hutan kota. Belum optimalnya political will pemerintah yang mengikat terhadap pengembangan jenis pohon lokal di hutan kota. Ancaman yang sangat besar Ancaman yang besar Ancaman yang sangat besar Ancaman yang sangat besar 4 3 4 4 90 85 Lampiran 3. Pembobotan faktor internal dan eksternal pada Tiga Hutan Kota DKI Jakarta Faktor Internal Simbol S1 S2 S3 S4 S5 W1 W2 W3 W4 W5 Total Bobot S1 3 2 2 2 1 2 2 2 1 17 0,09 S2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 10 0,05 S3 2 4 4 2 3 2 2 3 3 25 0,13 S4 2 2 1 1 1 2 1 2 1 13 0,07 S5 2 4 2 3 2 2 2 3 2 22 0,12 W1 3 4 2 3 2 2 2 2 2 22 0,12 W2 2 4 2 3 2 2 1 2 1 19 0,10 W3 2 4 2 3 3 2 2 3 2 23 0,12 W4 2 3 1 2 1 2 2 1 1 15 0,08 W5 3 4 2 3 2 2 2 2 3 23 0,12 Jumlah 189 1,00 Faktor Eksternal Simbol O1 O2 O3 O4 T1 T2 T3 T4 Total Bobot O1 3 3 3 3 3 3 3 21 0,18 O2 1 2 3 2 3 2 3 16 0,14 O3 1 2 2 1 3 2 2 13 0,11 O4 1 1 2 1 2 2 2 11 0,10 T1 1 2 3 3 3 3 3 18 0,16 T2 1 1 3 2 1 3 2 13 0,11 T3 1 2 2 2 1 1 2 11 0,10 T4 1 1 2 2 1 2 2 11 0,10 Jumlah 114 1,00 91 86 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor pada tanggal 22 Mei 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Rudy Sunarja Rivai dan Ibu Vici Nila Wahyuni. Penulis memulai pendidikan di TK Teladan Nugraha 1 Bogor 1991 – 1993. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SD Negeri Polisi IV Bogor. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bogor 1999 - 2002 dan menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Bogor pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB USMI, kemudian diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian pada tingkat 2 dan lulus sebagai Sarjana Pertanian pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana S2 di jurusan Arsitektur Lanskap 2010 - 2013. Selama mengikuti pendidikan Pascasarjana di ARL – IPB, penulis menjadi asisten mata kuliah pascasarjana Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan ARL 512 dan mata kuliah Ekologi Lanskap ARL 620 pada semester genap tahun akademik 2011 – 2012. Kemudian pada semester ganjil tahun akademik 2012 – 2013 penulis menjadi asisten mata kuliah sarjana Pengelolaan Lanskap ARL 412. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS., Dr. Ir. Ismayadi Samsoedin, M.Sc dan Dr. Syartinilia, Sp. M.Si penulis dilibatkan dalam penelitian “Kajian Jenis Pohon Potensial untuk Pengembangan Hutan KotaLanskap Perkotaan“ dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementrian Kehutanan RI, Bogor. Penulis juga dilibatkan dalam pen elitian “Landscape Ecology” kerjasama Fakultas Pertanian IPB – ETH Zurich – National University of Singapore. Pada tanggal 15 – 23 Maret 2013, penulis diikut sertakan dalam kegiatan Workshop dan Seminar “Designing the Ciliwung River and Urban Landscape Stu dy of Kampung Melayu” di Jakarta dan Singapura. Tesis ini juga dimuat dalam Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan dengan judul yang sama pada tahun 2013.

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan kota saat ini semakin cepat sehingga perubahan fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduknya meningkat. Tidak jarang lahan yang seharusnya digunakan menjadi ruang terbuka hijau RTH dikorbankan menjadi area permukiman, jasa serta perdagangan, pendidikan, rekreasi, fasilitas umum, dan infrastruktur lainnya. Hal ini sering terjadi di kota- kota besar di Indonesia, tidak terkecuali di Jakarta. Persentase RTH di Jakarta terus berkurang dari waktu ke waktu, hal ini akibat adanya perubahan fungsi lahan yang didesak oleh kebutuhan manusia di antaranya, oleh pertambahan jumlah penduduk dan arus urbanisasi yaitu proses perubahan dan perkembangan wilayah menjadi kota, padahal salah satu unsur pembentuk kenyamanan dan keindahan kota adalah tersedianya RTH. Empat efek utama dari urbanisasi adalah meningkatnya temperatur efek pulau panas perkotaan, meningkatnya aliran permukaan karena permukaan yang tidak dapat ditembus air, keragaman jenis tanaman lokal yang rendah dan sebaliknya jenis keragaman tanaman introduksi yang tinggi, serta peningkatan produksi karbon dioksida Margaret 2006. Peningkatan luas RTH di wilayah DKI Jakarta merupakan langkah penting dan strategis di tengah menyusutnya luas RTH sekitar 0,6 per tahun selama kurun waktu 44 tahun dari sekitar 35 pada tahun 1965 menjadi 9,3 pada tahun 2009 Subarudi dan Samsoedin 2010 sehingga masih diperlukan upaya-upaya ekstra untuk memenuhi target yang telah ditetapkan berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang yang mensyaratkan luas RTH di perkotaan sebesar 30 dengan perincian sekitar 20 untuk ruang publik dan 10 untuk ruang privat. Salah satu bentuk RTH adalah hutan kota yang berfungsi sebagai wadah untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati di perkotaan. PP 63 tahun 2002 yang menjelaskan tentang hutan kota disebutkan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Ditinjau dari definisi tersebut, di dalam hutan kota manusia tidak dapat leluasa melakukan aktivitas, contohnya olahraga, rekreasi dan aktivitas lainnya, karena menyangkut yuridiksi hutan dan kehutanan. Namun, pada kenyataannya sebagian besar hutan kota yang telah ditetapkan oleh PP 63 tahun 2002 tidak sesuai dengan apa yang telah didefinisikan oleh PP tersebut sehingga perlu dilakukan evaluasi. Di samping itu, di dalam PP tersebut juga dijelaskan bahwa hutan kota harus disahkan oleh pejabat berwenang dan penunjukan area hutan kota yang paling minimal adalah 0,25 ha padahal dibutuhkan waktu yang cukup lama dalam pengesahan oleh pejabat berwenang. Selain itu, cukup sulitnya menemukan area seluas 0,25 ha di perkotaan untuk dikembangkan menjadi hutan kota saat ini merupakan kendala bagi pengelola. Oleh sebab itu, evaluasi terhadap hutan kota yang sudah ada sangat penting untuk mewujudkan pengelolaan hutan kota yang berkelanjutan. Setiap hutan kota mempunyai tipe masing-masing sesuai dengan peranannya pada daerah di sekitarnya, seperti Hutan Kota Universitas Indonesia yang berfungsi sebagai hutan kota penunjang akademik, Hutan Kota Srengseng sebagai kawasan rekreasi bagi daerah di sekitarnya, dan Hutan Kota PT. JIEP Pulo Gadung yang merupakan hutan kota penyangga kawasan industri. Berbagai macam tipe hutan kota ini memperhitungkan keanekaragaman jenis pohon, dan pengelolaan sesuai tipe hutan kota tersebut, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mendalam pada tiga hutan kota dari 14 hutan kota yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk mengevaluasi tipe hutan kota yang telah ditetapkan. Menurut Arifin dan Nakagoshi 2011, Jakarta merupakan trendsetter bagi kota-kota metropolitan di Indonesia. Setiap pencapaian dari kemajuan Jakarta akan secara umum diikuti oleh kota-kota yang lain contohnya adalah pohon angsana Pterocarpus indicus Willd yang juga ditanam oleh kota-kota lainnya di Indonesia. Padahal setiap daerah memiliki kekhasan jenis tanaman masing-masing sesuai biofisik kawasannya. Begitu juga dalam hal pemilihan jenis tanaman yang lebih mengutamakan tanaman introduksi. Hal ini menjadi salah satu penyebab penurunan keanekaragaman hayati, khususnya pada hutan kota. Penurunan keanekaragaman hayati ini cenderung ditandai dengan meningkatnya jumlah penelitian yang mengindikasi bahwa keanekaragaman hayati merupakan peran yang penting pada fungsi ekosistem dalam jangka panjang. Banyak faktor yang memberikan kontribusi kepada penurunan keanekaragaman hayati termasuk modifikasi habitat, kompetisi dengan spesies introduksi, tuntutan manusia untuk spesies tertentu dan sebagai produksi, serta perubahan lingkungan yang cepat seperti fluktuasi iklim Alvey 2006. Pemilihan spesies introduksi tidak selamanya memberikan dampak negatif karena spesies introduksi juga ada beberapa yang memberikan banyak manfaat contohnya adalah produksi kayu, getah, buah dan manfaat lainnya. Namun, yang menjadi ancaman adalah spesies introduksi yang mempunyai sifat invasif sehingga mengalahkan spesies lokal yang harusnya tumbuh di tempat tersebut. The United Nations of Environment Programme UNEP memposisikan Indonesia pada posisi ke-3 dengan negara mega-biodiversitasnya setelah Brazil dan Kongo. Setiap wilayah Indonesia memiliki karakeristik ekologi masing-masing, hal ini menjadi potensi untuk menghasilkan vegetasi yang berbeda dari tiap daerah sehingga dapat meningkatkan keanekaragaman hayatinya. Oleh karena itu, pemanfaatan jenis tanaman lokal selain dapat diberdayakan sebagai jenis tanaman penciri, ia juga memiliki daya adaptasi yang tinggi sehingga betapa perlunya penelitian ini dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut dengan mengembangkan potensi yang ada.

1.2. Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mencari solusi dan menyusun rekomendasi pengelolaan hutan kota dalam upaya konservasi keragaman jenis pohon di hutan kota. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, yang menjadi fokus pertanyaan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana keragaman jenis tanaman pohon pada tiga hutan kota terpilih? 2. Bagaimana kondisi fisik pohon pada tiga hutan kota terpilih?