Sistem Hutan Kota TINJAUAN PUSTAKA

Lanjutan Tabel 1 No. Uraian Kriteria bentuk kawasan hijau Taman Kota Budidaya Pertanian Jalur Hijau Hutan Kota Habitat satwa, Kendali Lingkungan Fisik Kritis Perkotaan LFKP a. Estetika Terpadu Fisik alam Estetika Keragaman jenis b. Keindahan 100 50 70 25 3. Intensitas manajemen Tinggi Sedang Sedang Rendah a. Pemeliharaan 100 30-40 50-60 5-10 b. Revegetasi 2-8 tahun 30-40 tahun 5-10 tahun Umur biologis pohon 4. Status pemilikan Umum dan perorangan Perorangan Umum Umum 5. Vegetasi Tanaman hias, rerumputan Buah-buahan, tanaman hias, tanaman langka Pohon berstrata perdusemak Pohon bertajuk lebar dan perakaran dalam a. Jumlah pohon 5-6 phnHa 100 phnHa 400 phnHa 900 phnHa b. Jumlah jenis 2-4 jenisHa 3-5 jenisHa 5-8 jenisHa 15 jenis c. Jenis langka 5 60 - 10 d. Tumbuhan bawah Perdu berbunga 60 Vegetasi dasar 10 Rumput 60 Vegetasi dasar 100 e. Plasma nutfah 5 60 5 90 f. Rerumputan Terpelihara 80 Terpelihara 5 Terpelihara 50 - 6. Fungsi Jasa a. Resapan air 5 75 10 100 b. Ekologi 10 90 30 100 c. Produksi - 100 - 10 d. Pendidikan 20 100 20 80 Nilai Konservasi CP Backer,1952 33 65 33 90 Sumber: Waryono dalam Samsoedin dan Waryono 2010 Dilihat pada tabel di atas, dapat dikatakan bahwa hutan kota memiliki manfaat yang paling banyak, di antaranya tumbuhan hutan kota memiliki peranan fungsi jasa bio-eko-hidrologis, sehingga nilai konservasi CP sebesar 90. Pepohonan yang dibudidayakan memiliki umur panjang, dan mampu tumbuh dalam satu atau beberapa asosiasi antar tumbuhan. Selain asosiasi pepohonan hutan kota yang dibudidayakan juga memiliki kemampuan tumbuh dengan membentuk strata tajuk Samsoedin dan Waryono 2010. Menururt Carpenter, Walker dan Lanphear 1975 ruang terbuka hijau memiliki fungsi utama yaitu untuk kelangsungan fungsi ekologi penjaga keseimbangan ekosistem kota, untuk berjalannya fungsi kota yang sehat dan wajar ketersediaan air bersih, udara segar, suhu nyaman, serta untuk meningkatkan karakter dan kualitas lingkungannya seperti keindahan dan pelembut arsitektur kota. Salah satu contoh yang baik adalah pada saat nilai natural digabung dalam pengelolaan hutan kota modern yaitu pada Amsterdam Bos di Be landa. Bos yang sebelumnya dikenal dengan nama ‘Boschplan’, awalnya dikembangkan sebagai area rekreasi dengan diimbangi area tegakan pohon, ruang terbuka, dan badan air, dengan rekreasi yang aktif berdasarkan tradisi mereka. Jenis pohon lokal yang digunakan saat pembangunan hutan kota menjadi keunikan tersendiri pada saat itu Konijnendijk 2008.

2.2 Keanekaragaman Hayati

Laju kehilangan keanekaragaman hayati merupakan fenomena global. Hal ini diestimasi bahwa kemungkinan setengah atau lebih dari seluruh spesies yang ada dapat beresiko punah dalam pendugaan di masa depan Myers 1996; Sax dan Graines 2003. Penelitian keanekaragaman hayati pada lanskap skala luas juga mengungkapkan bahwa area perkotaan secara relatif terdiri dari level keanekaragaman hayati yang tinggi. Kuhn, Brandl, Klotz 2004 menguji lanskap Jerman dengan membagi kawasan ke dalam grid cell kota dan non-kota. Kekayaan spesies lokal dan introduksi secara signifikan tinggi di dalam grid cell kota. Mereka berpendapat bahwa kemungkinan disebabkan oleh keanekaragaman geologi. Kedua lokasi kota Jerman dan lokasi keanekaragaman vegetasi lokal secara positif berkorelasi dengan lokasi yang geologinya bermacam-macam. Selain itu, penanaman spesies lokal penting untuk dipertimbangkan dalam perspektif konservasi. Sama halnya dengan keragaman genetik yang menjadi unit fundamental dari keanekaragaman hayati. Spesies lokal juga secara alami dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat Hartley 2002. Banyak tekanan yang sudah difokuskan pada restorasi spesies lokal di lingkungan perkotaan. Homogenisasi biotik menurunkan keanekaragaman hayati, dan pentingnya penanaman spesies lokal sementara penurunan dampak spesies invasif telah dikenal. Banyak kota yang telah mengadakan program manajemen spesies invasif dan tidak aktif menanam spesies invasif Alvey 2006. Hal yang harus dipertimbangkan dari pemilihan tanaman introduksi adalah hilangnya beberapa spesies karena invasi serta adanya hubungan positif antara spesies invasi dan area yang luas. Tidak dipungkiri manusia menjadi salah satu faktor utama penyebab persebaran spesies introduksi ini. Namun, kekayaan spesies yang tinggi akan membuat komunitas tanaman lebih tahan terhadap invasi spesies introduksi Renofalt, Jansson, dan Nilsson 2005. Ada beberapa cara spesies introduksi yang bersifat invasif dapat mempengaruhi keberadaan spesies lokal atau ekosistem. Beberapa spesies seperti Psidium cattleanum di Mauritus, dapat membuat spesies lokal tidak dapat melakukan regenerasi. Psidium cattleanum ini dipercaya memproduksi zat alelopati yang dapat menekan pertumbuhan tanaman lain Hamilton dan Hamilton 2006, oleh sebab itu pemilihan spesies lokal sangat penting dalam menjaga keragaman tanaman dalam suatu wilayah. Pilihan untuk mengusung keanekaragaman hayati di perkotaan di antaranya fokus pada taman kota dan hutan kota. Penelitian telah menunjukkan taman kota danatau hutan kota yang luas adalah yang terbaik kekayaan jenisnya. Setelah mensurvei 15 kawasan hijau di Flander, Cornelis dan Hermy 2004 dalam Alvey 2006 menemukan area tersebut merupakan faktor utama yang menjelaskan variasi indikator keanekaragaman hayati. 2.2.1 Komponen Kunci Keanekaragaman Populasi Terdapat empat komponen kunci bagi keanekaragaman populasi, yaitu : 1. Kekayaan populasi Kekayaan populasi adalah jumlah dari spesies pada suatu populasi pada area tertentu, yang bergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendeliniasi batas populasi. 2. Ukuran populasi Ukuran populasi adalah data tentang jumlah dari individu per populasi yang menyediakan indikator dari distribusi frekuensi dari ukuran populasi. 3. Distribusi populasi Komponen ketiga dari keanekaragaman populasi adalah spasial distribusi pada populasi di lokasi penelitian. Manfaat pengukuran populasi ini adalah mengetahui kemungkinan maksimum persebaran populasi. 4. Diferensiasi genetik dari populasi Komponen terakhir dari keanekaragaman populasi adalah diferensiasi genetik di dalam dan di antara populasi. Dari kedua perspektif konservasi dan jasa ekosistem lebih banyak variasi genetik di dalam populasi sehingga mempunyai daya lenting jika berhadapan dengan perubahan lingkungan Luck, Daily, Ehrilich 2003. 2.2.2 Keragaman Tanaman di Indonesia Indonesia berada di antara lima teratas negara dengan keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies tumbuhan, dengan 55 spesies endemik Asis 2010; LIPI 2010, oleh karena itu, Indonesia adalah salah satu hot spot ekologis di dunia. Namun, tingkat deforestasi di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia: hutan menghilang dari Indonesia pada tingkat 3,8 juta ha per tahun atau 7,2 ha per menit. World Resource Institute WRI tahun 2008 melaporkan bahwa hanya ada 20 dari yang semula 130 juta ha, sisa hutan di Indonesia. Tujuh puluh dua persen dari hutan alami di Indonesia ini sudah diubah ke dalam permukiman, areal industri, areal pertanian, perkebunan, padang penggembalaan, dan sebagainya. Empat puluh empat persen dari habitat natural ini juga berubah ke dalam peruntukan lain di areal perdesaan. Jakarta sebagai ibukota negara merupakan trendsetter bagi kota-kota metropolitan lainnya di Indonesia. Setiap pencapaian dari kemajuan Jakarta akan secara umum diikuti oleh kota-kota yang lain. Kim, Watannabe, Hakim, Nakagoshi 2006 dalam Arifin dan Nakagoshi 2010, mengklasifikasi ruang terbuka hijau perkotaan di Jakarta ke dalam empat tipe berdasarkan tipe penggunaan lahan dan fungsinya: taman publik, ruang terbuka hijau pedesaan, nurseri kebun bibit, atau jalur hijau jalan. Berdasarkan riset yang dihasilkan dari 11 ruang di dalam perkotaan di Jakarta, totalnya terdapat 80 spesies liar yang ditemukan di dalam lapisan pohon. Ruang pada jalur hijau jalan terdiri dari koridor linear di antara trotoar. Pterocarpus indicus Willd adalah spesies pada jalur hijau jalan yang paling dominan. Seratus sembilan belas spesies pohon telah diidentifikasi diantara