64 matahari pagi dan sore hari yang dibutuhkan untuk hidup dan perkembangan
buaya di penangkaran. Selain itu, pemilihan jenis tanaman untuk tanaman tepi di sekitar kandang penangkaran sebaiknya yang berdaun lebar agar tidak menjadi
sampah yang mengotori dan menimbulkan penyakit, sebagaiamana dikemukan oleh Huchzermeyer 2003 dan Bolton 1990 bahwa tanaman tepi berdaun lebar
lebih sesuai sebagai penahan angin sekaligus dapat menyesuaikan suhu pada daerah kandang yang terbuka.
Salah satu aspek penting dari konstruksi kandang penangkaran buaya yang harus juga diperhatikan sesuai dengan kebiasaan buaya adalah ketersediaan areal
atau fasilitas penunjang di dalam kandang yang berfungsi sebagai tempat berjemur dan berendam basking. Collen et al. 2008 dan Brien et al, 2012,
menyatakan bahwa aktivitas berendam pada buaya dilakukan sebagai bagian dari penyesuaian suhu badan buaya muara sebelum beraktivitas yaitu berendam di pagi
hari dan berjemur pada siang hari. Secara teknis untuk memenuhi kebutuhan berendam dan berjemur tersebut,
di dalam kandang penangkaran buaya di CV Bintang Mas disediakan fasilitas tersebut pada semua unit kandang penangkarannya yakni berupa bagian kolam
yang berair, bagian teras daratan, serta pembuatan balok kayu sebagai jembatan antar kolam berair yang berfungsi untuk jalan untuk melakukan pematauan buaya
di setiap kolam Gambar 7.
a
Fasilitas daerah daratan teras dan daerah berair kolam dalam kandang di penang-
karan CV Bintang Mas b Fasilitas jembatan kayu dalam kandang
pembesaran buaya muara di CV Bintang Mas
Gambar 7 Fasilitas jembatan kayu dalam kandang di penangkaran buaya mua- ra pola pembesaran di CV Bintang Mas
Dok.Pribadi 2012.
Luasan kolam berendam dan areal berjemur tergantung ukuran badan buaya yang ada tiap kandang. Collen et al. 2008 menyatakan perbandingan daerah
65 kolam air dan teras disesuaikan dengan ukuran tubuh buaya dan kebutuhan dalam
pengaturan suhu badan buaya muara. Kedalaman air di dalam kandang tersebut tidak lebih dari 50 cm dan pembedaan batasan kedua daerah yaitu daerah kolam
berair dengan daerah teras dibuat berbentuk landai di bagian tepinya agar memudahkan naik dan turunnya buaya ke kolam untuk berendam dan berjemur di
daratan atau teras. Hasil pengamatan lapang diketahui, bahwa pada saat siang hari ketika sinar
matahari panas, maka terlihat banyak buaya berlindung di bawah jembatan kayu tersebut. Hasil pengamatan lapang juga menunjukkan bahwa umumnya aktivitas
berjemur dilakukan buaya pada pukul 08:00-11:00, sedangkan aktvitas berendam biasa dilakukan pada pukul 11:00-17:00 ketika suhu lingkungan kandang
meningkat mencapai 32
o
C. Berdasarkan uraian-uraian terkait aspek pengelolaan kandang tersebut di
atas, dapat disimpulkan bahwa dari segi ketersediaan sarana-prasarana kandang sudah memadai, baik dilihat dari ukuran, bentuk dan konstruksi serta fasilitas
kandang, namun dilihat dari segi kenyamanan dan prinsip-prinsip terkait kesejahteraan satwa maka pengelolaan perkandangan yang dilakukan di CV BM
belum berjalan optimal.
c. Pengelolaan Pakan
Pakan mempunyai peranan sangat vital baik secara teknis biologis sebagai sumber energi yang menentukan kelangsungan hidup dan keberhasilan
pertumbuhan buaya di penangkaran, maupun secara ekonomi merupakan komponen biaya terbesar dari keseluruhan komponen biaya produksi
penangkaran. Paling tidak ada tiga prinsip yang menjadi patokan didalam pengelolaan pakan di penangkaran. Pertama, prinsip kecukupan yakni jumlah
pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan buaya; kedua, prinsip keberlanjutan ketersediaan, yakni pakan harus selalu tersedia sesuai masa
kebutuhan; dan ketiga, prinsip ekonomis, yakni pakan harus murah harganya dan tidak kompetitif dengan kebutuhan manusia ataupun penangkaran satwa lain.
Oleh karena itu ketepatan pengelolaan pakan menjadi sangat penting dan menentukan keberhasilan penangkaran buaya.
66 Pakan buaya di alam lebih beragam, berupa pakan segar maupun bangkai
hasil buruan yang dibenamkan beberapa hari dalam endapan lumpur Bolton 1990. Pakan buaya di penangkaran berupa ikan, udang, ayam bebek, daging atau
karkas babi, sapi atau mamalia ternak lainnya Kurniati 2008. Beberapa penelitian menyebutkan jenis pakan yang disukai dan membantu percepatan
tumbuh fisik buaya adalah pakan yang mengandung lipid, protein dan kalsium yang tinggi Beyeler 2011. Komposisi pakan yang mempercepat perkembangan
buaya adalah daging ayam 75 ditambah ikan kembung 25 atau pilihan ikan kecil dan udang bagi kelompok buaya usia remaja dan dewasa muda, sedangkan
anakan buaya lebih menyukai udang kecil basah Izzudin 1989. Menurut Suwandi 1991 dalam Masy’ud et al. 1993 bahwa pemberian pakan ikan kecil-
kecil atau teri tanpa campuran lainnya sebagai pakan lebih disukai dibandingkan pakan pilihan yang dicampur teri dan udang. Berdasarkan hasil pengamatana
lapang, wawancara dan penelaahan terhadap berbagai dokumen, diketahui praktek pemberian pakan di penangkaran CV Bintang Mas yang disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Pakan buaya muara di penangkaran CV Bintang Mas Papua
Kelas Umur Kebutuhan pakan
berdasar pendekatan umur
Jumlah Individu
buaya ekor
Kebutuhan Pakan gr Perki-
raan Umur
Rata-Rata Σ Pakan
perhari ekor gr
Standar Pakan
Berdasarkan Kapasitas
Kolam Konsumsi
Berdasarkan Pendekatan
Perkiraan Umur
Kolam anakan 1-2
125 3
375 150.75
Kolam Pembesaran Ukuran Panjang Badan 50-100 cm
2-3 175
215 37 625
21 608.19
Kolam Pembesaran I Ukuran Panjang Badan 100 - 200
a. Ukuran panjang badan
100- 140 cm 2-3
175 27
4 725 4 070.38
b. Ukuran panjang badan 140-160 cm
3-4 255
6 1 530
1 206.04
Kolam Pembesaran II Ukuran Panjang Badan 100 -
200 cm
a. Ukuran panjang badan
100- 140 cm 2-3
175 14
2 450 2 110.57
b. Ukuran panjang badan
140-160 cm 3-4
255 19
4 845 3 819.12
Kolam Pembesaran Ukuran Panjang Badan 200 cm
4-5 330
10 3 300
2 512.58
Kolam Indukan
5 353
30 10 590
7 537.74
67 Tabel 11 Lanjutan
Kelas Umur Kebutuhan pakan
berdasar pendekatan umur
Jumlah Individu
buaya ekor
Kebutuhan Pakan gr Perki-
raan Umur
Rata-Rata Σ Pakan
perhari ekor gr
Standar Pakan
Berdasarkan Kapasitas
Kolam Konsumsi
Berdasarkan Pendekatan
Perkiraan Umur
Kolam Displai Panjang Badan 200 cm
a. Ukuran panjang badan
100- 140 cm 2-3
175 5
875 753 .77
b. Ukuran panjang badan
140-160 cm 3-4
255 38
9 690 7 638.24
c. Ukuran panjang badan
180 cm 4-5
330 23
7 590 5 778.93
Sumber : Data olahan dari wawancara pustaka , Soewarto in Sarwono 1993
Sebagian besar pakan yang diberikan di penangkaran buaya CV BM tersebut berupa daging bekuan frozen dari daging ayam, sapi dan bebek yang
diperoleh dari toko swalayan. Jumlah dan mutu daging ini tergolong kurang baik, dengan harga yang relatif mahal dan kontinuitas ketersediaannya terbatas. Hanya
sebagian kecil pakan yang diberikan berupa ikan segar hasil tangkapan dari armada kapal CV BM sendiri. Kondisi ini menunjukkan keterbatasan sumber
ketersediaan pakan dalam jumlah yang cukup, sehingga dalam prakteknya jumlah pakan yang diberikan masih belum cukup memenuhi kebutuhan untuk
pertumbuhan atau pembesaran buaya secara optimal mencapai usia potong ekonomisnya. Dalam kondisi seperti ini, diperlukan perbaikan manajemen pakan,
misalnya melalui pengembangan dan pemberian pakan buatan berupa butiran pellet Masy’ud et al. 1993; Bayeler 2011, terutama diberikan pada buaya sejak
umur anakan sehingga secara alami buaya tersebut mulai dibiasakan dengan karakteristik pakan buatan tersebut seperti dalam hal kekhasan bau dan rasanya
Davis 2001. Terkait dengan pakan buatan berupa pellet tersebut di atas, maka secara
teknis dapat dikembangkan dengan memanfaatkan berbagai bahan pakan sisa-sisa berupa daging ternak atau ikan yang dijual di pasar-pasar tradisional atau dari
usaha peternakan dan perikanan. Bolton 1990 merekomendasikan penggunaan bahan pakan terutama daging merah karena dapat menghasilkan pertumbuhan
yang lebih cepat, dibandingkan jenis pakan lainnya. Bahan pakan untuk pembuaan
68 pellet untuk buaya dapat juga menggunakan bagian tubuh unggas berupa usus,
kepala dan kaki karena diketahui berhasil memberi efek pertumbuhan yang baik dari buaya di penangkaran Elmir 2008; Masy’ud et al. 1993; Bolton 1990.
Meskipun pembuatan pakan buatan merupakan salah satu alternatif yang dapat dikembangkan, namun di penangkaran saat ini belum menjadi prioritas
karena memerlukan kesiapan teknis yang cukup kompleks, baik dari segi pembuatan, pemilihan bahan maupun bentuk dan kompisisi bahan pembuatan
pellet tersebut agar bertahan dalam air tidak mudah larut, mudah dibuat, bahan mudah diperoleh dan harganyai murah. Sebagai alternatif untuk mengatasi
kekurangan pakan yang selama ini dirasakan dapat diantisipasi dengan membangun jaringan kerja dengan berbagai pihak di dalam satu wilayah yang
bergerak dalam usaha peternakan, perikanan ataupun unit usaha penangkaran buaya lainnya, sehingga dapat saling mendukung pengembangan usaha
penangkarannya, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan pakan tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa praktek pengelolaan
pakan yang dilakukan di CV Bintang Mas belum berjaln optimal, baik dilihat dari manajemen ketersediaan sumber dan jenis pakan, maupun dari segi jumlah dan
mutu pakan yang diberikan, serta aspek ekonomi dari pakan tersebut. Dengan demikian diperlukan upaya perbaikan dan peningkatan pengelolaannya, agar
memberikan dampak yang lebih positif terhadap pertumbuhan anakan buaya di penangkaran.
d. Perawatan Kesehatan dan Pengendalian Penyakit
Bolton 1990 menyatakan bahwa di alam buaya termasuk satwa yang kuat atau tahan terhadap gangguan penyakit, namun ketika di dalam lingkungan
penangkaran terjadi kontak dengan organisme patogen sehingga mudah terkena penyakit, dan dapat dengan mudah pula menyebar dan mempengaruhi buaya
lainnya. Oleh karena itu penting dilakukan tindakan pengamanan biologis biosecurity untuk mencegah masuk dan menyebarnya organisme patogen ke
buaya dan dari antar kandang. Praktek pengelolaan kesehatan dan pengendalian penyakit di penangkaran
buaya CV Bintang Mas dapat dikatakan belum berjalan baik. Praktek yang dilakukan termasuk kegiatan pencegahan hanya berupa pembersihan kandang
69 dengan menyemprot dan menyikat serta menggantikan air, dilakukan seminggu
sekali secara bergilir antar kandang. Air yang digunakan bersumber dari sungai Anafre, dengan kondisi kualitas air termasuk dalam kisaran ukuran ideal bagi
kehidupan akuatik yaitu pada baku mutu kelas II menurut PP Nomor: 28 Tahun 2001, yakni dengan kondisi air : pH 7.2 – 7.6; DO 4.7 mgl dan TSS 68 mgl
karena banyak partikel tersuspensi artikel-partikel tersuspensi akibat kikisan tanah erosi di daerah sekitar lokasi penangkaran BPSDALH 2010.
Ditjen PHPA 1987 menyatakan tentang kualitas air kolam yang disukai buaya adalah yang berwarna coklat yang menjadi indikator adanya senyawa-
senyawa yang berasal dari organisme nabati antara plankton dan tanaman air. Dalam pengamatan terhadap kondisi air kolam di penangkaran ternyata diketahui
bahwa air kolam di penangkaran CV Bintang Mas selalu berubah warna menjadi hijau atau keruh 3 hari setelah penggantian air kolam. Kemungkinan penyebabnya
adalah penumpukkan kotoran sisa makanan pada pori-pori dinding kandang yang tidak tuntas dibersihkan. Oleh karena itu perlu ditingkatkan kualitas pembersihan
kandang dengan menyikat dan pemberian desinfektan dan frekuensi penggantian air yang lebih tinggi. Perlu diperhatikan bahwa penggantian air kandang selain
berfungsi menjaga kebersihan kandang juga menstabilkan suhu dan kelembaban kandang. Pembersihan kandang di CV Bintang Mas dilakukan seminggu sekali
secara bergilir pada kandang yang dipergunakan dan atau setelah pemberian pakan. Pembersihan ini dilakukan pada pagi hari pukul 09:00 oleh animal
keeper tanpa menggunakan sepatu boot atau memperhatikan hiegenitas, sehingga dapat diperkirakan dapat menjadi penyebab menyebarkan penyakit antar kandang
ketika animal keeper tersebut berpindah membersihkan kandang lainnya. Meskipun secara umum, kondisi sanitasi kandang dan lingkungannya cukup
stabil dan bersih, sehingga terjamin dari kemungkinan serangan penyakit infeksi, namun pada kenyataannya masih ditemukan buaya yang terserang penyakit
infeksi. Penyakit infeksi ini terutama terjadi pada buaya kelompok umur remaja dan dewasa, yang diketahui dapat berakibat pada penurunan kualitas kulit hasil
penangkaran. Hasil penelitian ini juga diketahui bahwa kematian buaya di CV Bintang Mas masih sering terjadi, dan umumnya sebagai akibat infeksi luka. Luka
terjadi karena perkelahian akibat persaingan, ataupun akibat kanibalisme dari
70 buaya yang lebih tua besar dan kuat terhadap buaya anakan dan remaja yang
memiliki kondisi tubuh lemah akibat kekurangan pakan CV BM 2011. Kematian buaya juga dapat terjadi karena kondisi sanitasi kandang dan lingkungan yang
jelek, makanan, sistem perairan dalam kandang serta kelainan metabolisme yang kurang mendukung pemeliharaan IPB 1990.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa praktek perawatan kesehatan dan pengendalian penyakit yang dilakukan di penangkaran CV Bintang
Mas belum berjalan optimal, antara ditandai dengan masih tingginya tingkat kematian baik disebabkan oleh infeksi luka akibat perkelahian maupun akibat
kanibalisme. Dengan demikian diperlukan upaya peningkatan pengelolaan kesehatan dan pengendalian penyakit untuk lebih memberikan jaminan
keberhasilan usaha penangkaran mencapai tujuannya.
e. Sumber Daya Manusia SDM dan Sarana Prasarana Pendukung
Penangkaran Jumlah tenaga kerja sebagai pemelihara satwa animal keeper sebanyak 4
orang aktif dari 10 orang yang terdaftar sebagai pekerja harian. Umumnya tingkat pendidikan pekerja adalah sekolah dasar, dan bekerja berdasarkan
pengalaman sendiri autodidact sesuai kebiasaan mereka didalam menangkap dan memelihara buaya secara tradisional. Tenaga kerja yang ada belumtidak
memiliki pendidikan dan latihan keterampilan khusus tentang penangkaran. Dilihat dari segi jumlah tenaga kerja tersebut dapat dinyatakan memenuhi
standar kebutuhan pekerja sesuai ukuran skala usaha penangkaran 10 000 ekor buaya, karena asumsinya satu orang pekerja animal keeper mampu melakukan
pekerjaannya untuk 300 ekor buaya Hardjanto Masy’ud 1991. Namun dilihat dari kualitasnya, SDM di CV Bintang Mas tergolong rendah. Mengacu pada
ketentuan kualifikasi pendidikan SDM di suatu unit penangkaran buaya, maka sejatinya tiap unit penangkaran diperlukan seorang tenaga ahli atau tenaga teknis,
salah satunya dokter hewan serta petugas lapang yang dibekali dengan keterampilankeahlian khusus penangkaran. Faktanya di unit usaha penangkaran
CV Bintang Mas belum memenuhi standar ketenagakerjaan sesuai kualifikasi keahlian yang ditetapkan pada suatu unit penangkaran yang dikategorikan baik.