79 keberadaannya oleh masyarakat karena sejauh ini telah dimanfaatkan sebagai
salah satu tempat rekreasi maupun sarana pendidikan bagi pelajar SD sampai SMA dan mahasiswa perguruan tinggi di Papua. Beberapa wisatawan nusantara
yang berkunjung Jayapura bahkan juga telah menjadikan lokasi penangkaran buaya ini sebagai tempat rekreasinya. Dengan demikian, ada potensi dan prospek
terbukanya peluang usaha seperti usaha jasa boga, laundry dan angkutan transportasi bagi pekerja ataupun wisatawan, sebagai bagian dari dampak positif
keberadaan penangkaran buaya di CV Bintang Mas sebagai tempat rekreasi. Fakta ini tentu harus terus dibenahi, agar secara sosial unit usaha
penangkaran makin dinilai positif dan berhasil memberikan kontribusi signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar dan pembangunan
ekonomi daerah secara lebih luas, sebagaimana dinyatakan oleh Masy’ud 2001 bahwa suatu unit usaha penangkaran dikatakan berhasil apabila unit usaha
penangkaran tersebut dapat memberikan kontribusi nyata terhadap perbaikan kondisi sosial-ekonomi masyarakat sekitar dan menunjang pembangunan ekonomi
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
5.3. Pandangan dan Dukungan Parapihak untuk Keberhasilan dan
Keberlanjutan Penangkaran Buaya Muara di Papua Buaya sebagai salah satu sumberdaya alam yang telah ditetapkan sebagai
jenis yang dilindungi dan dalam perdagangan internasional dimasukkan dalam daftar Appendix II CITES, maka tanggungjawab pelestariannya di habitat alami
maupun pengembangan pemanfaatannya secara berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat pada dasarnya menjadi bagian dari tanggungjawab bersama semua
pihak, baik pemerintah, dunia usaha, penggiat konservasi, maupun masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, dalam mendorong upaya pengembangan
penangkaran buaya ke depan dipandang penting untuk mendapatkan pandangan dan dukungan parapihak. Dukungan parapihak ini sangat diperlukan guna
merealisasikan inti tujuan penangkaran yakni keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian konservasi buaya di Provinsi Papua.
Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan parapihak diperoleh gambaran umum tentang pandangan dan dukungan yang diperlukan bagi upaya
peningkatan keberhasilan dan keberlanjutan penangkaran buaya muara di Propinsi
80 Papua. Gambaran tentang pandangan dan dukungan parapihak tersebut disajikan
dalam uraian umum di bawah ini.
5.3.1. Pandangan Parapihak
Terkait Peningkatan
Keberhasilan Penangkaran Buaya di Provinsi Papua
Pada prinsipnya dapat dinyatakan bahwa keberhasilan program pengelolaan populasi di penangkaran merupakan bagian integral dari keberhasilan pengelolaan
populasi di alam. Ini berarti bahwa pelaksanaan pengelolaan penangkaran yang kurang tepat dan tidak berhasil akan berdampak pada ancaman kelestarian
populasi di alam, karena ketergantungan jangka panjang dalam pengambilan anakan dari alam ataupun pemanenan langsung dari alam akan terus terjadi.
Dengan demikian keberhasilan penangkaran buaya menjadi hal mutlak untuk mengurangi bahkan menghindari ancaman pemanfaatan langsung dari alam.
Berdasarkan hasil
penelitian terhadap
implementasi pengelolaan
penangkaran buaya seperti diuraikan pada bagian terdahulu, diketahui bahwa ada tiga hal pokok dalam pengelolaan penangkaran pola pembesaran yang masih
memerlukan perbaikan pengelolaannya, yakni: 1 penangkapan anakan dari alam, 2 pengelolaan kegiatan teknis dalam upaya mempercepat pembesaran buaya di
dalam penangkaran, dan 3 jumlah buaya yang dapat dimanfaatkan sebagai hasil penangkaran. Secara teknis, dari ketiga hal pokok tersebut ditemukan bahwa
dalam praktek penangkapan anakan masih dilakukan secara tradisional dengan ukuran panjang badan anakan buaya yang ditangkap umumnya menyalahi standar
ukuran yang ditetapkan pemerintah yakni 80 cm. Adapun pada hal yang kedua terkait dengan pengelolaan kegiatan teknis penangkaran ternyata masih ditemukan
permasalahan utama adalah terkait dengan pengelolaan pakan baik jumlah
maupun mutunya, sehingga berdampak pada lambatnya kecepatan pertumbuhan anakan buaya untuk mencapai usia atau ukuran potong ekonomi yakni
membutuhkan waktu 4-5 tahun. Ketersediaan kapasitas sumberdaya manusia sebagai pengelola yang masih rendah baik di tingkat plasma maupun penangkaran
inti juga merupakan bagian dari permasalahan teknis yang dihadapi dalam pengelolaan penangkaran di Papua. Oleh karena itu pembahasan pandangan