Perkembangan Jumlah dan Pertumbuhan Buaya di Penangkaran

81 parapihak terhadap upaya peningkatan keberhasilan penangkaran lebih ditekankan hal-hal tersebut di atas. Hasil analisis terhadap berbagai pandangan parapihak yang diperoleh dari hasil wawancara dan diskusi, diketahui setidaknya ada dua hal penting yang menjadi penekanan dari parapihak untuk ditingkatkan agar pengelolaan penangkaran buaya muara di Propinsi Papua dapat lebih berhasil. Kedua hal pokok yang menjadi penekanan dari pandangan parapihak tersebut, adalah: a penguatan kerjasama pengelolaan penangkaran, dan b peningkatan kapasitas pengetahuan konservasi dan keterampialn teknis pengelolaan penangkaran buaya. Deskripsi umum dari kedua hal tersebut sebagai berikut:

a. Penguatan Kerjasama Pengelolaan Penangkaran Buaya di Provinsi Papua

Pada dasarnya keberhasilan pengelolaan dan pengembangan penangkaran buaya di Propinsi Papua merupakan bagian dari tanggungjawab bersama parapihak. Untuk itu diperlukan penguatan kerjasama dengan fokus pada perbaikan beberapa hal teknis yang masih menjadi permasalahan dalam pengelolaan penangkaran buaya seperti disebutkan di atas, yakni terkait dengan pengawasan terhadap penangkapan anakan buaya muara, dukungan penyediaan pakan buaya di penangkaran dan pengangkutantransportasi anakan buaya dari plasma ke penangkaran inti di Jayapura. Rangkuman pandangan parapihak terkait upaya penguatan kerjasama pengelolaan penangkaran terhadap ketiga hal tersebut sebagai berikut: 1 Penguatan kerjasama pengawasan lalu lintas pemanfaatan buaya muara dari alam di Provinsi Papua Parapihak berpandangan bahwa dalam rangka menjamin kelestarian populasi buaya di habitat alaminya, maka salah satu langkah penting yang harus dilakukan sebagai bagian dari pengembangan penangkaran buaya adalah kerjasama pengawasan terhadap kegiatan penangkapan anakan buaya di alam dan lalu lintas pemanfaatan buaya muara di Propinsi Papua. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa didalam kegiatan penangkapan anakan buaya untuk penangkaran oleh plasma penangkap maupun pengumpulannya ternyata menyalahi aturan tentang ketentuan batas ukuran panjang badan anakan buaya 82 yang boleh ditangkap yakni 80 cm. Selain itu, penangkapan anakan buaya juga harus dilakukan di wilayah-wilayah yang telah ditetapkan dengan jumlah tangkapan pun harus sesuai dengan ketentuan kuota tangkap yang ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu untuk menghindari peluang terjadinya penyimpangan dalam proses penangkapan diperlukan penguatan kerjasama pengawasan dari berbagai pihak. Terkait dengan upaya mengatasi atau mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam proses penangkapan anakan buaya secara terus menerus, maka parapihak berpendapat bahwa perlu diusahakan penguatan dukungan berbagai pihak yang selama ini sudah terlibat aktif didalam kegiatan pemanfaatan buaya muara di Papua. Hal ini dimaksudkan agar dalam proses penangkapan anakan buaya untuk penangkaran para plasma penangkap lebih memperhatikan dan mematuhi secara konsistem semua peraturan atau ketentuan tentang batas ukuran badan anakan buaya yang boleh ditangkap serta jumlah kuota tangkap dan wilayah tangkapnya. Upaya penguatan dukungan kerjasama parapihak tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:  Penguatan dukungan berdasarkan kearifan masyarakat lokal didalam pemanfaatan buaya muara di Provinsi Papua. Sebagaimana diketahui, selama ini masyarakat lokal di Papua secara tradisional dan turun temurun telah melakukan kegiatan pemanfaatan buaya dengan cara berburu buaya pada waktu-waktu tertentu sebagai wujud kearifan masyarakat lokal BBKSDA 2009. Secara tidak langsung kearifan lokal tersebut berkaitan dengan pengaturan pembatasan pemanfaatan buaya dari alam. Oleh karena itu kearifan ini dapat bermanfaat sebagai modal dasar didalam memperkuat kerjasama pengawasan penangkapan anakan buaya yang dapat menjamin kelestarian populasinya di alam.  Penguatan dukungan kerjasama dari masyarakat yang tergabung sebagai anggota plasma dalam sistem PIR penangkaran buaya. Dalam pengembangan penangkaran buaya dengan sistem PIR, masyarakat sebagai anggota plasma baik plasma penangkap maupun plasma pengumpul memiliki peranan sangat penting dan menentukan terhadap jaminan kelestarian populasi buaya di 83 alam, karena merekalah yang secara langsung maupun tidak langsung melakukan kegiatan penangkapan danatau pengumpulan anakan buaya dari alam. Buaya di alam merupakan sumber pendapatan masyarakat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat khususnya yang menjadi anggota plasma didalam pengawasan langsung terhadap kegiatan penangkapan tentu sangat penting dan menentukan keberhasilan usaha pelestarian populasi buaya di alam dan pemanfaatannya secara berkelanjutan. Dengan demikian, upaya menjadikan anggota plasma sebagai karyawanpegawai ataupun menjadi bagian tak terpisah dari pelaku usaha pengembangan penangkaran buaya tentu akan berdampak positif terhadap pengamanan kelestarian potensi sumber daya buaya di habitat alaminya.  Penguatan peran pemerintah melalui peningkatan tindakan pengawasan dan penegakan peraturan pemanfaatan buaya. Untuk menjamin kelestarian populasi buaya di alam dan keberlanjutan pemanfaatannya, maka sesuai tugas pokok dan fungsinya tupoksi, pemerintah khususnya instansi kehutanan di daerah harus secara konsisten dan bertanggungjawab meningkatkan tindakan pengawasan dan penegakan hukum yang terkait dengan ketentuan pemanfaatan buaya khususnya dalam hal penangkapan anakan buaya di alam. Instansi-instansi Kehutanan daerah seperti Dinas Kehutanan Mamberamo Raya di tingkat kabupaten, Unit Pelaksana Terpadu Daerah Wilayah I Jayapura, dan BBKSDA Papua Bidang KSDA Wilayah II Nabire dan Seksi Konservasi Wilayah IV Sarmi serta dibantu oleh Resort-resort yang terbentuk termasuk aparat Kepolisian Sektor di daerah Kecamatan dan petugas karantina hewan, perlu ditingkatkan koordinasi dan kerjasamanya dalam melakukan pengawasan dan penegakan aturan yang berlaku. Upaya pengawasan dan penegakan aturan main yang terjadi selama ini dapat dinyatakan masih belum optimal dan tidak memberikan dampak positif terhadap keseluruhan upaya konservasi buaya khususnya, maupun konservasi sumberdaya alam hayati secara luas. Oleh karena itu, ke depan diperlukan penguatan peran pemerintah seperti dimaksudkan di atas.  Penguatan dukungan kerjasam monitoring populasi buaya muara di daerah- daerah potensi buaya melalui kerjasama parapihak baik lembaga-lembaga 84 penelitian seperti LIPI, perguruan tinggi maupun lembaga swadaya masyarakat dengan BBKSDA sebagai pemegang otoritas konservasi sumberdaya alam. Pada prinsipnya, pelaksanaan kegiatan penangkapan akan menjadi benar dan tidak berdampak negatif terhadap kondisi populasi di alam, apabila didasarkan pada dukungan data dan informasi yang akurat tentang kondisi populasi buaya di alam. Oleh karena itu penguatan dukungan kerjasama monitoring populasi buaya menjadi penting dan harus ditingkatkan pada masa mendatang. 2 Transportasi dan teknik pengiriman anakan buaya dari alam Transportasi anakan buaya dari plasma ke penangkaran inti diketahui mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan kegiatan penangkaran di penangkaran inti, karena ternyata banyak terjadi kematian dan luka pada buaya baik selama transporasi maupun masa-masa awal di penangkaran inti. Di antara faktor penyebabnya adalah kekurangan kuantitas dan kualitas sarana transportasi serta jauhnya jarak transportasi dari plasma ke penangkaran inti. Oleh karena itu diperlukan penguatan kerjasama parapihak terutama pemerintah daerah di dalam meningkatkan perbaikan sarana-prasarana transportasi. Selain itu juga perlu dilakukan usaha penyempurnaan teknik pengangkutan terutama terkait dengan pengepakan buaya dalam proses pengangkutannya. Pembangunan sarana transportasi oleh Pemda juga dimaksudkan untuk dapat membantu mempercepat pembangunan daerah sekitar. Selain itu, terkait dengan kepentingan pengangkutan buaya dari plasma ke inti, maka pembangunan sarana transportasi tersebut juga sekaligus menjawab permasalahan masyarakat anggota plasma penangkap maupun pengumpul yang harus berkorban tenaga dan waktu yang cukup besar untuk mengirim anakan dari plasma pengumpul ke penangkaran inti. Besarnya pengorbanan tersebut ternyata tidak seimbang dengan hasil atau besarnya pendapatan yang diperoleh karena banyak anakan buaya yang mati dan kulit buaya yang dihasilkan mempunyai kualitas rendah bahkan menjadi rusak. Bolton 1990, mengemukakan bahwa dalam pengepakan dan pengiriman buaya hendaknya diupayakan dilakukan sebaik mungkin untuk menghindari luka akibat persinggungan fisik yang berakibat kematian pada buaya. Berdasarkan hal 85 itu, maka pandangan parapihak ini menjadi penting dan harus mendapat perhatian perbaikannya agar usaha penangkaran buaya ke depan menjadi lebih berhasil. 3 Peningkatan kerjasama penyediaan kebutuhan pakan buaya di penangkaran Pakan merupakan unsur penting yang memerlukan perhatian karena ketidakcermatan penanganannya berdampak besar terhadap keberhasilan dan keberlanjutan pengelolaan usaha penangkaran buaya muara pola pembesaran. Hasil penelitian seperti telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa salah satu permasalahan yang terkait dengan pengelolaan penyediaan pakan adalah kontinuitas penyediaan pakan baik jumlah maupun mutu yang sesuai dengan kebutuhan buaya di penangkaran. Berdasarkan wawancara parapihak diperoleh kesatuan pendapat bahwa untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan penguatan koordinasi dan kerjasama antar berbagai pihak agar usaha penyediaan pakan tersebut dapat dipenuhi. Salah satunya dari sektor peternakan dan perinakan dimana belum dimanfaatkannya secara optimal sisa produksi daging hasil usaha peternakan dan perikanan terutama untuk mengatasi penyediaan pakan untuk penangkaran buaya. Laporan Tahunan dari Dinas Kelautan dan Perikanan mengenai pasokan daging dan ikan beku frozen untuk memenuhi kebutuhan ikan di Kota Jayapura ternyata tidak seluruhnya habis dimanfaatkan dimana pada data akhir tahun diketahui masih ada sisa ikan beku yang tidak dimanfaatkan DKP 2012. Jumlah pasokan ikan beku tahun 2011 sebanyak 36 653 kg namun hanya dimanfaatkan sebanyak 35 070 kg, sehingga terdapat sisa sekitar 1 583 kg atau 1.583 ton per tahun. Pada nilai pertumbuhan sektor perikanan menunjukkkan ada peningkatan produksi perikanan selama periode tahun 2006-2011 sebesar 2.36 atau sebanyak 278.58 kg ikan DKP 2012. Selain itu DKP telah berupaya menggalakkan program penambahan armada kapal penangkap ikan, penerapan teknologi tangkap yang lebih baik, serta menggalakkan peningkatan usaha budidaya perikanan darat melalui penambahan jumlah kolam-kolam tambak dan luasan wilayah pengembangan sektor perikanan di beberapa wilayah potensi perikanan DKP 2012.