16 dimaksud antara lain pertimbangan lokasi berdasar ketinggian tempat dari
permukaan laut. Hal ini berkaitan dengan suhu dan kelembaban udara pendukung pembesaran buaya, lokasi yang memudahkan akses perolehan obat-obatan dalam
perawatan dan perlindungan kesehatan serta rencana tata ruang daerah yang mendukung rencana pengembangannya Ditjen PHPA 1987. Selain itu
persyaratan ketersediaan air bersih yang selalu mengalir cukup banyak, luasan tempat usaha dan dekat dengan sumber pakan untuk menjamin ketersediaan pakan
yang cukup secara kontinyu Bolton 1990;Simanungkalit 1994. Ketersediaan sarana prasarana tersebut juga dilengkapi dengan bangunan
yang berfungsi mengurus administrasiperkantoran, perumahan karyawan dan peralatan mesin operasional unit usaha penangkaran. Seluruh fasilitas tersebut
harus menerapkan standar keamanan, keselamatan dan kenyamanan kerja bagi para pekerja juga standar kenyamanan bagi satwa buaya muara di penangkaran.
2.2. Keberhasilan Penangkaran Buaya Muara dengan Pola Pembesaran
Penangkaran satwa liar sebagai perkembangbiakan dan pemeliharaan dalam keadaan terkurung oleh manusia dilakukan untuk mencapai tujuan konservasi,
sosial, ekonomi dan budaya, sesuai pernyataan Helvort 1986 dalam Alikodra 2010. Tujuan konservasi menitikberatkan pada perolehan spesimen tumbuhan
satwa liar dalam jumlah, mutu, kemurnian jenis dan keanekaragaman genetik yang terjamin. Tujuan sosialekonomi dan budaya lebih menitikberatkan pada
pemenuhan kebutuhan hidup manusia seperti pada penangkaran buaya untuk kepentingan industri kulit, obat, daging dan estetikahiburan Masy’ud 2001.
Penangkaran dengan pola pembesaran dinyatakan berhasil dikatakan berhasil bilamana penangkaran mampu mengupayakan percepatan pertumbuhan
untuk mencapai ukuran potong ekonomis dalam waktu yang relatif singkat. Indikator keberhasilannya berdasarkan penilaian pertumbuhan buaya tersebut
yakni ukuran panjang tubuh dan lebar perut Ditjen PHKA 2001. Percepatan pertumbuhan buaya dimulai dari ketepatan saat penangkapan anakan buaya,dan
penerapan pengetahuan pada kegiatan teknis pengelolaan penangkaran pada pemilihan lokasi penangkaran yang memperhatikan rasa nyaman buaya termasuk
perlindungan pada kesehatan buaya dalam penangkaran.
17 Alikodra 2010mengemukakan,empat kriteria dalam pengembangan
komoditi satwa liar di dalam penangkaranyaitu obyek, penguasaan ilmu dan teknologi, tenaga terampil dan masyarakat.Obyek dimaksud adalah buaya,
dimana yang diupayakan untuk mencapai ukuran ekonomis yang ditandai dengan panjang badan minimal 150 cm dan lebar perutdada cm rata-rata 37.8 cm.
Kondisi ini dapat dicapai bila ada dukungan kriteria penguasaan ilmu dan teknologi termasuk ketersediaan sarana prasarana kriteria teknis. Kriteria teknis
dapat diterapkan bila didukung pengelola sebagai sumber daya manusia yang memiliki kemampuan pengusaan dan penerapan teknis memenuhi syarat. Selain
itu dukungan masyarakat dalam lingkungan sosial dan budaya sangat dibutuhkan dalam kegiatan penangkaran.
2.2.1. Pedoman Penilaian Penangkaran
Keberhasilan kegiatan pembesaran pada unit usaha penangkaran dinilai dengan melakukan audit penangkaran untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan
penangkaran buaya berdasarkanketentuan yang berlaku.Kegiatan penilaian sebagai monitoring pelaksanaan pengelolaan penangkaran sebagai tupoksi
BBKSDA dalam pengawasan dan pembinaan. Kegiatan audit yang pernah dilakukan Papua berdasarkan Surat Keputusan Kepala BBKSDA Papua Nomor:
PT.686IV-152010 tanggal 12 Agustus 2010 untuk melaksanakan audit penangkaran dan pengedar Tumbuhan dan Satwa Liar TSLmengacu pada
peraturan penangkaran dalam Peraturan Menteri KehutananPermenhut Nomor: P.19Menhut-II2005
dan PeraturanDirekturJenderalPerlindunganHutandanKonservasiAlam Dirjen PHKA
Nomor: P.5IV-SET2011 tentang Pedoman Audit atau Penilaian Keberhasilan Penangkaran Reptil. Selain itu juga mengacu pada beberapa peraturan lainnya
antara lain Peraturan Pemerintah PP Nomor: 71999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar TSL, PP Nomor: 81999 tentang Pemanfaatan Jenis
TSL, Keputusan Menteri Kehutanan Kepmenhut Nomor: 447Kpts-II2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran TSL, dan
Permenhut Nomor: P.02Menhut-II2007 jo P.51Menhut-II2009 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam.
18 Dephut 2006 menyebutkan, tim penilai audit penangkaran terbagi atas
kelompok tim penilai yang melibatkan otoritas keilmuan bentukan Dirjen PHKA dan kelompok tim penilai secara independen yang dinilai mampu untuk
melaksanakan penilaian kegiatan pengelolaan penangkaran. Pada peraturan penangkaran Permehut Nomor: P.19Menhut-II2005 disebutkan standar kriteria
tiga sebagai dasar pertimbangan yang dilakukan dalam standar kualifikasi penangkaran yaitu 1 kriteria batas dan jumlah populasi jenis tumbuhan dan
satwa liar TSL hasil penangkaran, yaitu jenis yang ditangkarkan, kemampuan reproduksi, kecepatan pertumbuhan, laju kematian, 2 kriteria profesionalisme
kegiatan penangkaran, yaitu ketersediaan tenaga ahli, kelayakan sarana prasarana penangkaran, legalitas asal induk, ketersediaan buku indukstuudbook, penandaan
dan atau sertifikasi, pencatatan dan pelaporan serta pemerikasaan silang terhadap catatan dan laporan,dan 3 kriteria tingkat kelangkaan jenis TSL yang
ditangkarkan yaitu status perlindungan endemisitas, ketersediaan populasi di alam dan keadaan di dalam penangkaran Dephut 2006. Penilaian pengelolaan
penangkaran mendukung Keputusan Menhut Nomor: 447Kpts-II2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa
Liar yang mengharuskan adanya pemeriksaan kelayakan unit usaha penangkaran dalam pemanfaatan TSL.
2.2.2. Penilaian Keberhasilan Penangkaran Buaya Muara Pola Pembesaran
Penilaian keberhasilan penangkaran buaya muara dengan pola pembesaran sebagai penilaian terukur pada kondisi pengelolaan penangkaran buaya muara
sekaligus menjadi sarana monitoring pengelolaan penangkaran Ditjen PHPA 1987. Penilaian keberhasilan penangkaran buaya berpedoman pada Permenhut
Nomor: P.19Menhut-II2005.Ditjen PHPA 1987 menyebutkan keberhasilan penilaian penangkaran dengan pola pembesaran buaya ditandai dengan kondisi
buaya yang dibesarkan dari pengambilan anakan dari alam,danpengelolaan penangkaran dalam rangka pembesaran hingga layak untuk dipotongpanen
Ditjen PHPA 1987. Oleh sebab itu kriteria penilaian keberhasilan penangkaran menyangkut kondisi, aspek atau ukuran serta pengelolaannya. Terkait dengan hal
tersebut dalam kriteria biologis obyek terdapat indikator pengukuran yaitu