32
2. Tingkat keberhasilan penangkaran
Kebutuhan data tingkat keberhasilan penangkaran pola pembesaran di Propinsi Papua, dikumpulkan dengan cara melakukan observasi langsung
terhadap praktek penangkaran yang dilakukan pada unit manajemen di lapang dan wawancara mengenai pengelolaan penangkaran serta telaah dokumen laporan-
laporan berupa jumlah anakan buaya yang ditangkarkan, jumlah kematian, ukuran pertumbuhan badan dan lingkar dada, serta rata-rata lama waktu untuk
mencapai ukuran potong ekonomis. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Data tersebut menjadi penilaian
tingkat keberhasilan kegiatan pembesaran dan keberhasilan pendukung penangkaran, kedua penilaian keberhasilan itu merupakan keberhasilan
penangkaran. Penilaian ini berdasarkan kriteria dan indikator penilaian yang telah disusun.
Penilaian tingkat keberhasilan penangkaran melibatkan responden sebagai penilai yang berasal dari dua lingkungan untuk mendapatkan penilaian
keberhasilan penangkaran secara proporsional dari lingkungan yang berbeda. Adapun responden penilai tersebut adalah: 1 unsur non kehutanan meliputi
unsur pemerintah diwakili Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Kota Jayapura, unsur dunia usaha dari APPBI dan peneliti; dan 2 unsur Kehutanan diwakili oleh
Dinas Kehutanan dan Konservasi Dishutkon Provinsi Papua, pemerhati konservasi buaya dan BBKSDA Papua. Pemilihan perwakilan penilai ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa penilai-penilai tersebut sebagai responden yang dinilai memahami kondisi penangkaran buaya muara dan pertimbangan
keterkaitannya dengan tugas pokok dan fungsi Dephut 2006.
3. Dukungan para pihak pada keberhasilan dan keberlanjutan progam pembesaran buaya
Data dan informasi ini dikumpulkan dengan cara wawancara indepth interview terhadap para pihak stakeholders. Identifikasi dan pemilihan para
pihak sebagai responden ditetapkan secara bersengaja purposive sampling yakni mereka yang dipandang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung dengan
pengembangan penangkaran buaya di Provinsi Papua baik dari unsur pengelola, masyarakat maupun pemerintah.
33 Kelompok responden tersebut meliputi: masyarakat plasma plasma
penangkap dan plasma pengumpul, pengelola unit penangkaran buaya muara animal keeper dan koordinator lapang dan masyarakat sekitar lokasi
penangkaran berdasar jarak tiap 300 m dari lokasi penangkaran yaitu jarak 300 m dan jarak 600 m. Selain itu juga dari pihak pengambil kebijakan terkait aturan
mengenai pelaksanaan penangkaran di Provinsi Papua yakni Dinas Kehutanan dan Konservasi Dishutkon Propinsi, BBKSDA Papua sebagai unit pelaksana teknis
UPT Direktorat Jenderal Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam Ditjen PHKA, Sub Diretorat Penangkaran Jenis Ditjen PHKA, Dinas Kelautan dan
Perikanan DKP Kota Jayapura, Asosiasi Pengusaha dan Penangkar Buaya Indonesia APPBI dan pemerhati konservasi buaya.
Substansi pertanyaan disusun didalam daftar panduan wawancara dalam kerangka pemikiran pemanfaatan lestari buaya dan menciptakan kesejahteraan
masyarakat guna peningkatan keberhasilan dan keberlanjutan penangkaran buaya dengan pola pembesaran. Adapun pertanyaan tersebut dibawah ini:
a. Pelaksanaan pengawasan penangkaran buaya muara dengan pola pembesaran
buaya di Provinsi Papua b.
Kerja sama dan koordinasi antar para pihak terkait penangkaran buaya dan pemanfaatannya.
c. Pembinaan usaha penangkaran dan kesadaran konservasi masyarakat.
d. Bentuk pengelolaan penangkaran yang berpihak kepada kepentingan
masyarakat dan kelestariannya di alam. e.
Persepsi pada pengelolaan penangkaran dengan pola pembesaran bagi kelestarian populasi buaya di alam,
f. Harapan masyarakat untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan dari potensi
buaya yang lestari berdampingan dengan tujuan konservasi buaya.
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.3.1. Penguasaan Pengetahuan dan Penerapan Teknis Pengelolaan Penang-
karan Data dan informasi yang telah dikumpulkan terkait dengan penguasaan dan
penerapan teknis penangkaran dianalisis secara deskripsi kualitatif dengan