59
kesalahan dalam melakukan seleksi induk melebihi 95.000 ekor adalah 0,079 atau 7,9 persen.
6.3 Analisis Dampak Risiko Produksi
Sumber-sumber risiko produksi yang teridentifikasi dalam kegiatan pembenihan patin siam di DFC akan memberikan dampak kerugian apabila terjadi
ditengah pelaksanaan produksi. Dampak kerugian yang diakibatkan terjadinya sumber-sumber risiko produksi tersebut dapat dihitung dengan satuan mata uang
seperti rupiah, sehingga jika terjadi risiko produksi yang disebabkan oleh sumber- sumber risiko produksi tersebut kerugian yang diderita dapat diperkirakan.
Besarnya kerugian yang diperkirakan tentu tidak tepat sama dengan kondisi yang sebenarnya. Jika risiko produksi tersebut terjadi, maka dilakukan penetapan
besarnya kerugian dengan suatu tingkat keyakinan. Perhitungan dampak risiko produksi pada usaha pembenihan patin siam di
DFC dilakukan dengan menggunakan metode Value at risk VaR. Pada perhitungan dampak risiko produksi di DFC ditentukan tingkat keyakinan yang
digunakan sebesar 95 persen dan sisanya error sebesar 5 persen. Proses perhitungan dampak risiko produksi dari masing-masing sumber risiko produksi
dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 13. Perhitungan terhadap dampak risiko dilakukan terhadap masing-masing sumber risiko produksi yang
ada pada usaha pembenihan patin siam untuk mengetahui perkiraan kerugian yang akan diderita dalam satuan rupiah. Dalam menghitung analisis dampak ini,
terdapat asumsi yaitu dampak kerugian yang terjadi hanya satu sumber risiko saja di DFC, sedangkan sumber risiko lainnya tidak terjadi. Data yang akan digunakan
dalam perhitungan ini adalah data primer serta hasil wawancara berupa perkiraan kematian benih, kehilangan potensi benih, dan kematian induk yang terjadi akibat
sumber risiko produksi yang telah teridentifikasi. Kesalahan dalam melakukan seleksi induk menimbulkan risiko potensi
benih patin siam akan hilang. Pada periode Januari 2010 hingga April 2011 terjadi lima kali kasus kesalahan pihak pengelola dan karyawan dalam melakukan seleksi
induk yang mengakibatkan kehilangangn potensi benih patin, yaitu terjadi pada bulan Februari, November, Desember 2010 serta bulan Januari, Maret 2011.
Perkiraan kematian benih yang terjadi berturut-turut akibat sumber risiko tersebut
60
adalah sebanyak 100.000, 75.000, 100.000, 125.000, dan 70.000 ekor dengan harga yang berkisar 60-65 rupiah per ekor benih. Masing-masing kerugian yang
terjadi akibat kasus tersebut adalah 6.000.000, 4.875.000, 6.500.000, 8.125.000, dan 4.550.000 rupiah
Jumlah potensi benih yang hilang akibat kesalahan dalam melakukan seleksi induk mengakibatkan penurunan benih cukup besar dan akan merugikan.
Apabila kerugian yang ditimbulkan oleh dampak risiko tersebut dapat dikurangi , maka penerimaan yang diperoleh dapat meningkat. Hasil perhitungan dampak
risiko yang dilakukan menghasilkan nilai Value at Risk VaR sebesar 6.042.250 rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk VaR berarti
kerugian maksimal yang diderita akibat kesalahan dalam seleksi induk adalah sebesar 6.042.250, tetapi ada kemungkinan 5 persen kerugian lebih besar dari
angka tersebut. Musim kemarau menimbulkan risiko produksi berupa penurunan produksi
benih patin siam yang dihasilkan oleh DFC. Penurunan produksi yang terjadi akibat sumber risiko ini sangat drastis, sehingga berpengaruh signifikan terhadap
pencapaian target produksi yaitu 500.000 benih per bulan. Musim kemarau selama kurun waktu Januari 2010 hingga April 2011 terjadi pada bulan Mei, Juni, Juli
2010 serta bulan April 2011. Kekurangan produksi yang tercatat untuk keempat bulan tersebut secara berurutan masing-masing adalah sebanyak 400.000,
450.000, 450.000, 450.000 ekor dengan harga jual yang berlaku adalah 70 rupiah per ekor benih. Masing-masing nilai kerugian yang terjadi akibat kekurangan
produksi tersebut adalah sebesar 28.0000, 31.500.000, 31.500.000, 31.500.000 rupiah.
Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi musim kemarau yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar
45.018.750 rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat pengaruh musim kemarau adalah sebesar
45.018.750 rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan lebih besar dari angka tersebut. Dampak risiko yang diakibatkan sumber risiko musim kemarau
merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan sumber risiko produksi lainnya walaupun tingkat peluang terjadinya sumber risiko musim kemarau tidak
61
terlalu besar sekitar 23,6 persen, tetapi dampak yang ditimbulkan sangat besar. Hal ini disebabkan dalam kurun waktu bulan Januari 2010 sampai April 2011
telah terjadi 16 kali siklus produksi. Dari 16 siklus tersebut, hanya 4 siklus yang terjadi sumber risiko musim kemarau, tetapi dalam 4 siklus tersebut penurunan
jumlah telur induk sangat besar yaitu sekitar 50-60 persen dari kondisi normalnya. Karena itu, pada sumber risiko musim kemarau memiliki peluang terjadinya kecil
tetapi dampak yang diberikan sangat besar Perubahan suhu air yang terjadi dengan cepat tidak mampu ditolerir oleh
benih patin. Benih patin yang mati akibat sumber risiko tersebut jumlahnya cukup banyak. Pada kurun waktu Januari 2010 hingga April 2011 tercatat terjadi
sebanyak sebelas kali kasus kematian benih yang disebabkan oleh perubahan suhu air yang ekstrim, yaitu bulan Januari, Februari, Maret, April, Agustus, September,
November 2010 serta Januari hingga April 2011. Perkiran jumlah benih yang mati secara berurutan adalah sebanyak 65.000, 15.000, 58.000, 50.000, 40.000, 50.000,
54.000, 47.500, 60.000, 80.000, dan 30.000 ekor dengan harga jual berkisar antara 60-70 rupiah per ekor benih. Masing-masing nilai kerugian yang terjadi akibat
kematian benih tersebut adalah sebesar 3.900.000, 900.000, 3.480.000, 3.500.000, 2.600.000, 3.250.000, 3.510.000, 3.087.500, 3.900.000, 5.200.000, dan 2.100.000
rupiah. Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi
perubahan suhu air yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar 3.766.603 rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at
Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat perubahan suhu air yang ekstrim adalah sebesar 3.766.603 rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan
kerugian lebih besar dari angka tersebut. Risiko yang ditimbulkan oleh kanibalisme pada tahap larva yang
mengakibatkan kematian
benih yang
dihasilkan. Kanibalisme
yang mengakibatkan kematian benih terjadi hampir setiap bulannya selama kurun
waktu Januari 2010 hingga April 2011. Hal tersebut menunjukan bahwa frekuensi kanibalisme yang cukup tinggi. Perkiraan jumlah benih yang mati akibat
kanibalisme adalah sekitar 8.000. sampai 60.000 ekorbulan dari kurun waktu
62
Januari 2010 hingga April 2011. Harga jual yang berlaku pada kurun waktu tersebut adalah sekitar 60-70 rupiah per ekor benih.
Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko kanibalisme yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar 2.534.131
rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat kanibalisme adalah sebesar 2.534.131 rupiah, tetapi
ada kemungkinan 5 persen kerugian lebih besar dari angka tersebut. Perkiraan dampak kerugian yang diakibatkan oleh kanibalisme memang
nilainya tidak terlalu besar, yaitu dampak terkecil kedua setelah kesalahan penyuntikan induk, tetapi bukan berarti dampak tersebut dapat diabaikan karena
tujuan dari melakukan analisis terhadap risiko adalah untuk memperkecil dampak kerugian yang mungkin diderita agar keuntungan yang diperoleh dapat
ditingkatkan, sehingga risiko yang memiliki dampak kecil sekalipun harus tetap diperhatikan.
Kesalahan penyuntikan induk menimbulkan risiko produksi berupa potensi benih patin patin hilang. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan sumber risiko
musim kemarau. Risiko kegagalan penyuntikan tidak secara langsung membuat benih patin yang ada di DFC mati, tetapi dengan kesalahan penyuntikan induk
yang dilakukan akan menyebabkan induk tersebut mati. Induk yang mati tentunya akan membuat telur yang dihasilkan akan berkurang di DFC. Kegagalan
penyuntikan induk selama kurun waktu bulan Januari 2010 hingga April 2011 terjadi pada bulan Febuari, Maret, April, Mei, Juli, dan Desember 2010 serta
Januari 2011. Potensi benih yang hilang karena kegagalan penyuntikan secara berurutan masing-masing adalah sebanyak 250.000, 200.000, 150.000, 250.000,
400.000, 200.000, dan 300.000 ekor dengan harga jual yang berlaku adalah 60-70 rupiah per ekor benih. Masing-masing nilai kerugian yang terjadi akibat kegagalan
penyuntikan tersebut adalah sebesar 15.000.000, 12.000.000, 10.500.000, 17.500.000, 28.000.000, 13.000.000, dan 19.500.000 rupiah.
Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi kesalahan penyuntikan yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai
sebesar 16.617.146 rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat pengaruh kesalahan
63
penyuntikan induk adalah sebesar 16.617.146 rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan lebih besar dari angka tersebut.
Sumber risiko produksi yang terakhir, yaitu penyakit juga menyebabkan risiko kematian pada benih yang sedang dipelihara. Kasus penyakit yang
menyerang benih patin siam terjadi karena bakteri dan parasit, sehingga dapat menyebar dan akan menyebabkan dampak kematian benih dalam jumlah yang
relatif banyak jika tidak segera dilakukan penanganan. Pada kurun waktu Januari 2010 hingga April 2011 tercatat hampir setiap bulan kematian benih yang
disebabkan oleh penyakit. Adapun jumlah benih patin yang mati diperkirakan 15.000-240.000 ekor dengan harga jual berkisar antara 60-70 rupiah per ekor
benih. Masing-masing kerugian yang diderita akibat kematian benih tersebut berkisar antara 900.000-15.600.000 rupiah.
Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi penyakit yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar
6.238.299 rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat serangan penyakit adalah sebesar
6.238.299 rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan lebih besar dari angka tersebut.
Dampak yang ditimbulkan oleh masing-masing sumber risiko produksi memiliki nilai yang berbeda-beda. Nilai-nilai dari perhitungan dampak risiko yang
dilakukan akan semakin bermakna ketika diplotkan pada peta risiko, sehingga dapat ditentukan strategi penanganan risiko yang sesuai. Perbandingan nilai dari
hasil perhitungan dampak risiko yang dilakukan pada masing-masing sumber risiko produksi dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan Dampak dari Sumber Risiko Produksi
No Sumber Risiko Produksi
Dampak Rupiah 1
Kesalahan dalam melakukan seleksi induk 6.042.250
2 Kesalahan penyuntikan induk
16.617.146 3
Kanibalisme 2.534.131
4 Musim kemarau
45.018.750 5
Perubahan suhu air 3.766.603
6 Penyakit
6.238.299
64
Pada Tabel 7 dapat dilihat bagaimana perbandingan dampak dari terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh masing-masing sumber risiko
produksi. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa penurunan produksi yang disebabkan oleh musim kemarau memberikan dampak terbesar, yaitu
45.018.750. Nilai kerugian dari dampak musim kemarau menggambarkan bahwa penurunan produksi akibat musim kemarau tersebut adalah yang paling
berpengaruh terhadap penerimaan DFC. Akan tetapi, dampak yang diberikan oleh sumber risiko produksi lainnya harus tetap diperhatikan dengan serius walaupun
nilai kerugian dari dampak terjadinya sumber risiko produksi tersebut lebih kecil. Hasil dari perhitungan dampak risiko produksi selanjutnya akan dikombinasikan
dengan hasil perhitungan probabilitas risiko dari masing-masing sumber risiko produksi untuk menggambarkan bagaimana status dan prioritas masing-masing
sumber risiko produksi serta posisinya pada peta risiko.
6.4 Pemetaan Risiko Produksi