7
tersebut, dikarenakan apabila terus dibiarkan akan menimbulkan risiko yang lebih besar lagi serta akan mengancam keberlangsungan usaha tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Darmaga Fish Culture merupakan salah satu usaha yang bergerak dibidang pembenihan ikan patin siam. DFC didirikan pada tahun 2000, komoditi pertama
yang diusahakan adalah penjualan ikan konsumsi. Pada tahun 2004, DFC mengganti komoditi usahanya menjadi ikan hias, hal ini disebabkan karena
permintaan ikan hias lebih prospektif dibandingkan dengan penjualan ikan konsumsi pada saat itu. Selanjutnya pada tahun 2008, DFC mengganti
komoditinya kembali dengan pembenihan ikan patin. Hal tersebut dikarenakan pemilik DFC melihat bahwa potensi ikan patin sangat bagus untuk beberapa tahun
ke depan. Pada tahun 2008 sampai 2011, benih patin yang dihasilkan oleh DFC
selalu berfluktuatif
6
. Benih patin yang dihasilkan sekitar 50.000 sampai 350.000 ribu setiap periodenya, dengan ukuran ¾ inchi. Hal tersebut tidak berbanding
positif dengan adanya teknologi modern serta sarana produksi yang sangat memadai di Darmaga Fish Culture, sedangkan untuk kondisi harga benih patin
yang di hasilkan DFC terbilang stabil, dimana pada tahun 2008 sampai sekarang, harga jual benih patin berkisar antara 60-70 rupiah per ekornya. Pemasaran ikan
patin DFC sebagian besar ke daerah luar Pulau Jawa, seperti Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Konsumen patin DFC berharap pasokan patin yang disalurkan
dapat kontinu dari sisi kuantitas. Berdasarkan kondisi tersebut dapat diketahui bahwa produksi merupakan risiko yang paling utama yang dihadapi oleh DFC,
karena untuk harga tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap keberlangsungan usaha di DFC serta untuk pasar patin DFC tidak menjadi kendala karena berapa
pun jumlah benih yang dihasilkan oleh DFC akan diserap oleh pasar. Beberapa faktor yang diindikasikan sebagai sumber risiko produksi diantaranya adalah
perubahan suhu air yang ekstrim, kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk, musim kemarau, dan penyakit. Faktor-faktor tersebut dapat memicu
6
Hasil wawancara peneliti dengan pengelola Darmaga Fish Culture Bapak Gani tanggal 20 April 2011
8
kematian benih, kegagalan telur menetas, dan penurunan produktivitas induk patin siam dalam menghasilkan telur.
Pada musim kemarau induk patin akan sulit untuk memijah. Hal ini menyebabkan telur yang dihasilkan induk patin akan sedikit, tetapi apabila telur
telah menetas menjadi larva maka tingkat kematian larva sampai ukuran ¾ inchi akan relatif kecil, yaitu sekitar 20-30, sedangkan pada musim hujan induk patin
akan menghasilkan telur yang lebih banyak daripada musim kemarau, tetapi pada musim hujan tingkat kematian larva sampai ukuran panen yaitu ukuran ¾ inchi
relatif lebih besar, yaitu sekitar 40-50. Pada peralihan musim hujan ke musim kemarau atau lebih dikenal dengan musim pancaroba, kematian larva sampai
benih ukuran siap panen sangat tinggi, dikarenakan perubahan suhu air yang ekstrim yang membuat benih patin tidak mampu untuk menyesuaikan. Salah satu
indikasi adanya risiko produksi dalam usaha pembenihan ikan patin di DFC adalah produktivitas jumlah benih ikan patin yang dihasilkan. Adapun jumlah
induk yang dipijahkan, benih yang dihasilkan, dan produktivitas di DFC dari Januari 2010-April 2011 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Induk, Benih yang Dihasilkan, dan Produktivitas Patin Bulan
Januari 2010-April 2011 di Darmaga Fish Culture
Bulan Induk yang
dipijahkan Kg
Benih yang dihasilkan
ekor Produktivitas
ekorKg Jumlah Benih yang
dihasilkan per induk ekor
Januari 15
200.000 13.333
40.000 Februari
15 110.000
7.333 22.000
Maret 15
120.000 8.000
24.000 April
15 250.000
16.667 50.000
Mei 15
70.000 4.667
14.000 Juni
15 80.000
5.333 16.000
Juli 17
75.000 4.412
15.000 Agustus
15 170.000
11.333 34.000
September 15
110.000 7.333
22.000 Oktober
15 50.000
3.333 10.000
November 15
350.000 23.333
70.000 Desember
15 110.000
7.333 22.000
Januari 18
200.000 11.111
40.000 Februari
15 130.000
8.667 26.000
Maret 12
120.000 10.000
24.000 April
15 80.000
5.333 16.000
Sumber : Darmaga Fish Culture 2011 diolah
9
Pada Tabel 5 terlihat bahwa setiap bulannya produktivitas benih yang dihasilkan oleh DFC bervariasi, dari bulan Januari 2010-April 2011 produktivitas
benih yang dihasilkan 3.333 ekorkg sampai 23.333 ekorkg setiap bulannya. DFC memijahkan sebanyak 15 kg induk setiap bulannya. Bobot induk yang ada di DFC
bervariasi beratnya yaitu 2-5 kg, tetapi rata-rata induk yang ada di DFC mempunyai berat 3 kg. Jumlah induk yang dipijahkan sebanyak 5 ekor dengan
asumsi seluruh berat induk patin mempunyai berat 3 kg. Hal ini dikarenakan berat induk 2 kg, 4 kg dan 5 kg hanya sedikit jumlahnya sekitar 15 ekor dari jumlah
induk yang ada di DFC, yaitu 70 ekor. Sehingga setiap ekor induk yang dipijahkan di DFC dengan berat 3 kg memberikan hasil yang berbeda untuk
menghasilkan benih patin. Pada Bulan Oktober terlihat produktivitas benih patin sangat rendah
dibandingkan dengan bulan lainnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh, pada bulan tersebut terjadi serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas
Sp yang menyebabkan kematian benih patin dalam jumlah banyak. Sumber- sumber risiko produksi berdasarkan keterangan yang diperoleh dari proses
identifikasi awal pada usaha pembenihan ikan patin di Darmaga Fish Culture tentu belum dapat dipastikan akan menggambarkan keseluruhan faktor-faktor yang
menjadi sumber risiko produksi. Oleh karena itu, menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi
lainnya yang benar-benar terdapat di Darmaga Fish Culture serta dapat menghasilkan alternatif strategi dalam mengendalikan sumber-sumber yang
menyebabkan risiko. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan penelitian, yaitu : 1.
Sumber-sumber risiko produksi apa saja yang terdapat pada usaha pembenihan ikan patin di Darmaga Fish Culture?
2. Bagaimana probabilitas dan dampak risiko dari sumber-sumber risiko
produksi pada usaha pembenihan ikan patin di Darmaga Fish Culture? 3.
Bagaimana strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan oleh Darmaga Fish Culture untuk mengendalikan sumber-sumber risiko produksi dalam
kegiatan pembenihan ikan patin?
10
1.3. Tujuan Penelitian