53
6. Penyakit
Penyakit yang menyerang benih patin siam juga menjadi salah satu sumber risiko produksi yang cukup mempengaruhi jumlah benih patin siam yang
diproduksi oleh DFC. Penyakit yang menyerang benih patin siam biasanya disebabkan oleh bakteri Aeromonas dan penyakit White spot. Bakteri Aeromonas
ini dapat menyebabkan ikan kehilangan nafsu makan, lemas, serta sering terlihat dipermukaan air. Peningkatan populasi bakteri Aeromonas disebabkan oleh pakan
yang diberikan atau sisa pakan serta kotoran yang menumpuk didasar akuarium. Salah satu sumber utama penyebaran bakteri Aeromonas yang menyerang
benih patin siam di DFC diketahui berasal dari cacing sutera yang diberikan sebagai pakan untuk benih patin siam yang sedang dipelihara. Cacing sutera
berpotensi untuk menyebarkan bakteri Aeromonas apabila cacing tersebut sudah dalam keadaan tidak segar, mati, tercemar limbah beracun atau tidak dibersihkan
dengan benar sebelum diberikan sebagai pakan kepada benih patin siam. Pemberian pakan cacing sutera dalam keadaan tersebut dapat mencemari air pada
akuarium pemeliharaan sekaligus meningkatkan populasi bakteri Aeromonas yang dapat menyebabkan kematian benih apabila tidak segera ditangani. Untuk
penyakit White spot disebabkan oleh parasit. Biasanya penyakit White spot berasal dari air dalam tandon yang tercampur dengan air hujan. Hal ini dikarenakan, atap
tandon di DFC tidak tertutup secara keseluruhan, hanya ¾ bagian saja. Kematian benih yang disebabkan bakteri ini selama kurun waktu bulan
Januari 2010 sampai April 2011 cukup banyak. Kasus kematian yang disebabkan penyakit atau bakteri ini relatif sering di DFC dengan jumlah benih yang mati
tidak terlalu banyak. Tetapi hal tersebut harus segera ditangani karena bukan tidak mungkin jumlah benih yang mati dalam jumlah banyak akan terjadi oleh penyakit
dan bakteri dikarenakan penyakit dan bakteri mudah menyebar dari satu benih ke benih yang lain.
6.2 Analisis Probabilitas Risiko Produksi
Sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan patin siam di Darmaga Fish Culture telah diidentifikasi. Hasil identifikasi yang
dilakukan memberikan informasi bahwa pada usaha tersebut terdapat 6 faktor yang menjadi sumber risiko produksi. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah
54
melakukan analisis probabilitas terhadap masing-masing sumber risiko produksi tersebut untuk mengetahui seberapa besar probabilitas atau kemungkinan
terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada usaha pembenihan patin siam di DFC.
Probabilitas risiko dari masing-masing sumber risiko produksi perlu dilakukan untuk mengetahui mana saja sumber risiko produksi yang kemungkinan
terjadinya besar dan mana saja sumber risiko produksi yang kemungkinan terjadinya kecil, sehingga kemudian dapat ditentukan prioritas dari masing-masing
sumber risiko produksi serta strategi penanganan yang tepat terhadap sumber- sumber risiko produksi tersebut. Data-data yang digunakan untuk melakukan
analisis probabilitas terhadap sumber-sumber risiko produksi ini adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pengelola dan karyawan di DFC serta data
produksi benih patin siam di DFC pada bulan Januari 2010 hingga bulan April 2011. Sementara itu, untuk penetuan jumlah, kondisi, serta batas yang digunakan
untuk perhitungan analisis probabilitas berdasarkan perkiraan perhitungan yang dilakukan oleh pengelola dengan mengacu pada pengalaman-pengalaman pada
periode-periode produksi terdahulu. Perhitungan analisis probabilitas terjadinya risiko untuk masing-masing sumber risiko produksi yang diolah dengan
menggunakan analisis Z-Score dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 7, sedangkan untuk hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perbandingan Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko Produksi di DFC
No Sumber Risiko Produksi
Probabilitas 1
Kesalahan dalam melakukan seleksi induk 7,9
2 Kesalahan penyuntikan induk
47,2 3
Kanibalisme 14,7
4 Musim kemarau
23,6 5
Perubahan suhu air 28,8
6 Penyakit
41,3
Pada Tabel 6 dapat dilihat perbandingan tingkat probabilitas terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi. Berdasarkan urutannya,
probabilitas kematian induk akibat kegagalan penyuntikan induk memiliki tingkat
55
probabilitas risiko terbesar, yaitu sebesar 47,2 persen. Besarnya probabilitas terjadinya risiko akibat kesalahan penyuntikan dikarenakan pada periode bulan
Januari 2010 hingga April 2011 banyak induk patin siam yang mati karena kesalahan penyuntikan. Adapun bobot induk patin yang mati berkisar antara 2 kg
sampai 5 kg. Induk yang mati tentunya akan berdampak signifikan terhadap benih yang dihasilkan untuk periode berikutnya. Kematian induk patin akan
mempengaruhi produksi benih patin karena jumlah telur yang akan dihasilkan juga akan berkurangnya. Sebagian besar kematian induk yang disebabkan
kesalahan penyuntikan melebihi batas normal yang ditentukan oleh DFC. Batas normal kematian induk yang menyebabkan potensi benih patin hilang akibat
kesalahan penyuntikan yang ditentukan adalah sebanyak 100.000 ekor setiap bulannya.
Nilai z untuk sumber risiko produksi kesalahan penyuntikan yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode nilai standar adalah
sebesar -0,07. Nilai z yang bertanda negatif menunjukan bahwa nilai tersebut berada disebelah kiri dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z untuk
sumber risiko produksi kesalahan penyuntikan tersebut jika dipetakan pada tabel z akan menunjukan nilai sebesar 0,472. Nilai 0,472 tersebut menunjukan bahwa
probabilitas kematian induk yang menyebabkan potensi benih patin hilang akibat kesalahan penyuntikan induk melebihi 100.000 ekor adalah sebesar 0,472 atau
47,2 persen. Besarnya probabilitas risiko kematian induk melebihi batas normal yang
ditentukan diantaranya dikarenakan orang yang melakukan penyuntikan belum ahli untuk melakukan penyuntikan, sehingga banyak dosis yang kurang tepat
untuk digunakan serta ketidakketepatan dalam melakukan penyuntikan pada induk patin.
Kematian benih ikan patin akibat penyakit yang menyerang benih yang sedang dipelihara memiliki tingkat probabilitas risiko sebesar 41,3 persen atau
memiliki tingkat risiko terbesar kedua setelah sumber risiko produksi kegagalan penyuntikan pada induk. Batas normal kematian benih akibat serangan penyakit
ditentukan sebanyak 50.000 ekor pada setiap kejadiannya. Penentuan batas
56
tersebut berdasarkan perkiraan rata-rata jumlah kematian benih akibat terjadinya peristiwa sejenis pada periode-periode sebelumnya.
Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi penyakit adalah sebesar -0,22. Nilai z yang bertanda negatif menunjukan bahwa nilai tersebut
berada disebelah kiri dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukan nilai 0,413. Nilai tersebut
berarti probabilitas kematian benih patin siam akibat serangan penyakit melebihi 50.000 ekor adalah sebesar 0,413 atau 41,3 persen.
Penyakit yang menyerang benih patin siam yang sedang dipelihara berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola dan karyawan DFC adalah dari
bakteri Aeromonas dan White spot. Penyakit Aeromonas ini diketahui berasal dari pakan cacing sutera yang tercemar,kurang segar, dan dalam keadaan mati akan
memicu penyebaran bakteri tersebut dan mencemari akuarium. Penyebaran bakteri tersebut dapat terjadi dengan cepat. Sedangkan untuk penyakit White spot
berasal dari air hujan yang masuk kedalam tandon air, hal tersebut dikarenakan tandon air yang ada di DFC tidak tertutup seluruhnya sehingga ketika hujan air
bisa masuk kedalamnya. Pada kurun waktu Januari 2010 hingga April 2011 jumlah benih yang mati akibat penyakit yang disebabkan bakteri dan parasit
tersebut jumlahnya melebihi batas yang ditentukan dikarenakan terlambatnya penanganan yang dilakukan.
Kematian benih patin akibat perubahan suhu air yang terjadi secara ekstrim memiliki tingkat probabilitas risiko sebesar 28,8 persen. Pada kurun
waktu Januari 2010 hingga April 2011 telah terjadi beberapa kasus risiko produksi yang disebabkan oleh perubahan suhu air. Pada kasus-kasus tersebut benih yang
mati jumlahnya bervariasi. Sementara itu, DFC menentukan batas normal kematian benih patin siam akibat perubahan suhu air adalah sebanyak 50.000
ekor. Penetapan batas normal tersebut dilakukan dengan merujuk pada perhitungan rata-rata kematian benih terhadap kondisi risiko yang sejenis pada
periode-periode sebelumnya. Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko perubahan suhu air dengan
menggunakan metode nilai standar adalah 0,56. Nilai z yang positif menunjukan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kanan dari nilai rata-rata di kurva distribusi
57
normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukan nilai 0,288. Nilai menunjukan bahwa probabilitas kematian benih patin siam
akibat perubahan suhu air melebihi 50.000 ekor adalah sebesar 0,288 atau 28,8 persen.
Musim kemarau menyebabkan penurunan produksi telur yang dihasilkan oleh induk betina dan pada akhirnya akan menurunkan produksi benih patin siam
yang dihasilkan. Probabilitas penurunan produksi benih patin siam akibat pengaruh musim kemarau memiliki probabilitas sebesar 23,6 persen. Hal ini
menunjukan bahwa kemungkinan terjadinya penurunan produksi akibat pengaruh terjadinya musim kemarau melebihi batas yang ditentukan adalah sebesar 23,6
persen. Batas normal penurunan produksi benih patin siam yang ditentukan oleh DFC akibat pengaruh musim kemarau adalah sebanyak 250.000 ekor. Penetapan
batas tersebut berdasarkan perhitungan bahwa pada kondisi musim kemarau produksi telur patin menurun sekitar 50 60 persen dari pada biasanya. Telur patin
yang dihasilkan oleh DFC biasanya sebanyak 750.000 telur. Total telur tersebut diperoleh dari 5 ekor induk betina yang dipijahkan dengan berat 3 Kgekor. Dari
data yang diperoleh pada bulan Mei, Juni, Juli 2010 dan bulan April 2011, DFC mengalami penurunan telur sekitar 400.000 sampai 450.000 telur. Dengan asumsi
telur tersebut akan menetas seluruhnya dan bisa hidup sampai benih ukuran ¾ inchi, maka perusahaan akan mengalami penurunan benih sebanyak 400.000
sampai 450.000 ekor. Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi musim kemarau
dengan metode nilai standar adalah 0,72 . nilai z yang positif menunjukan bahwa nilai tersebut berada disebelah kanan dari rata-rata di kurva distribusi normal.
Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukan nilai 0,236. Nilai tersebut berarti probabilitas penurunan produksi benih patin siam
akibat pengaruh musim kemarau melebihi 250.000 ekor adalah sebesar 0,236 atau 23,6 persen. Musim kemarau adalah sumber risiko produksi yang bersumber dari
faktor alam, sehingga sumber risiko produksi tersebut tidak dapat dihindari. Musim kemarau berpengaruh terhadap produktivitas patin siam dalam
menghasilkan telur, sehingga secara otomatis benih patin siam yang dihasilkan
58
akan mengalami penurunan. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk dapat mencegah penurunan produksi telur patin siam ke tingkat yang lebih tinggi.
Kematian benih akibat sumber risiko produksi kanibalisme memiliki tingkat probabilitas risiko sebesar 14,7 persen. Batas normal kematian benih yang
disebabkan oleh kanibalisme pada tahap larva ditentukan sebanyak 45.000 ekor. Penentuan batas tersebut berdasarkan rata-rata jumlah kematian benih pada
peride-periode sebelumnya serta hasil wawancara dari pihak internal DFC. Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi kanibalisme adalah
sebesar 1,05. Nilai z yang positif menunjukan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kanan dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika
dipetakan pada tabel z akan menunjukan nilai 0,147. Nilai tersebut berarti probabilitas kematian benih patin siam akibat kanibalisme melebihi 450.000 ekor
adalah sebesar 0,147 atau 14,7 persen. Probabilitas risiko terkecil berasal dari sumber risiko produksi kesalahan
dalam melakukan seleksi induk. Probabilitas potensi benih yang hilang melebihi batas yang ditentukan akibat kesalahan dalam melakukan seleksi induk adalah
sebesar 7,9 persen. Batas potensi benih yang hilang disebabkan oleh kesalahan dalam melakukan seleksi induk ditentukan sebanyak 95.000 ekor. Angka tersebut
ditentukan dengan mempertimbangkan pengalaman dan kemampuan yang telah dimiliki DFC, sehingga seharusnya kesalahan dalam melakukan seleksi induk
dapat ditekan seminimal mungkin. Pada sumber risiko kesalahan dalam melakukan seleksi induk tidak langsung berdampak kepada kematian benih patin.
Dengan adanya kesalahan dalam seleksi induk, telur yang dihasilkan akan kurang baik sehingga telur tersebut tidak akan menetas. Hal tersebut akan menyebabkan
telur yang seharusnya menetas menjadi benih patin, malah membusuk dan tidak menjadi benih.
Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi kesalahan dalam melakukan seleksi induk adalah sebesar 1,41. Nilai z yang positif menunjukan
bahwa nilai tersebut berada disebelah kanan dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukan
nilai 0,079. Nilai tersebut berarti potensi benih patin siam yang hilang akibat
59
kesalahan dalam melakukan seleksi induk melebihi 95.000 ekor adalah 0,079 atau 7,9 persen.
6.3 Analisis Dampak Risiko Produksi