Pemetaan Risiko Produksi Analisis Risiko Produksi Pembenihan Patin Siam (Pangasius hyphothalmus) pada Darmaga Fish Culture, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor

64 Pada Tabel 7 dapat dilihat bagaimana perbandingan dampak dari terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh masing-masing sumber risiko produksi. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa penurunan produksi yang disebabkan oleh musim kemarau memberikan dampak terbesar, yaitu 45.018.750. Nilai kerugian dari dampak musim kemarau menggambarkan bahwa penurunan produksi akibat musim kemarau tersebut adalah yang paling berpengaruh terhadap penerimaan DFC. Akan tetapi, dampak yang diberikan oleh sumber risiko produksi lainnya harus tetap diperhatikan dengan serius walaupun nilai kerugian dari dampak terjadinya sumber risiko produksi tersebut lebih kecil. Hasil dari perhitungan dampak risiko produksi selanjutnya akan dikombinasikan dengan hasil perhitungan probabilitas risiko dari masing-masing sumber risiko produksi untuk menggambarkan bagaimana status dan prioritas masing-masing sumber risiko produksi serta posisinya pada peta risiko.

6.4 Pemetaan Risiko Produksi

Probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada usaha pembenihan patin siam di DFC telah dianalisis dan dihitung nilainya. Urutan proses selanjutnya yang dilakukan sebelum merumuskan strategi penanganan risiko adalah melakukan pengukuran risiko. Pengukuran risiko yang dilakukan akan menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukan tingkatan risiko dari beberapa sumber risiko produksi yang telah diidentifikasi dan dianalisis sebelumnya. Nilai dari status risiko diperoleh dari perkalian antara probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi. Status risiko dari masing-masing sumber risiko produksi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Status Risiko dari Sumber Risiko Produksi No Sumber Risiko Produksi Probabilitas Dampak Rp Status Risiko 1 kesalahan dalam melakukan seleksi induk 7,9 6.042.250 477.338 2 Kesalahan penyuntikan induk 47,2 16.617.146 7.843.293 3 kanibalisme 14,7 2.534.131 372.517 4 Musim kemarau 23,6 45.018.750 10.624.425 5 Perubahan suhu air 28,8 3.766.603 1.084.782 6 Penyakit 41,3 6.238.299 2.576.417 65 Pada Tabel 8 dapat dilihat bagaimana tingkatan risiko dari enam sumber risiko produksi pada usaha pembenihan patin siam. Berdasarkan status risiko tersebut dapat diketahui urutan risiko dari yang paling besar hingga yang paling kecil. Musim kemarau merupakan sumber risiko produksi dengan risiko terbesar diikuti dengan kesalahan penyuntikan induk, penyakit, perubahan suhu air, kesalahan dalam melakukan seleksi induk, serta kanibalisme. Status risiko hanya menggambarkan urutan risiko dari yang paling berisiko hingga yang paling tidak berisiko, sebelum dapat melakukan penanganan risiko perlu dilakukan pembuatan peta risiko yang akan menunjukan posisi risiko pada peta risiko guna menentukan strategi penanganan risiko yang sesuai. Peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta yang terdiri dari dua sumbu, yaitu sumbu vertikal yang menggambarkan probabilitas serta sumbu horizontal yang menggambarkan dampak. Penempatan posisi risiko dilakukan berdasarkan hasil perhitungan probabilitas dan dampak risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Probabilitas terjadinya risiko dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Sementara itu, dampak risiko juga dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu dampak besar dan dampak kecil. Batas antara probabilitas besar dan probabilitas kecil serta dampak besar dan dampak kecil ditentukan pihak DFC. Berdasarkan data produksi dalam kurun waktu bulan Januari 2010 hingga April 2011, jumlah produksi benih terbesar yang pernah dicapai DFC adalah 350.000 ekor benih per bulan. Jumlah tersebut masih belum mampu memenuhi target perusahaan sekitar 500.000 ekor per bulannya. Berdasarkan wawancara dengan pihak pengelola, DFC setiap bulannya memijahkan 15 kg induk patin dengan jumlah induk sekitar 5 ekor. Total telur yang dihasilkan dari induk tersebut sebanyak 750.000 telur. Setiap ekor induk bisa menghasilkan telur sekitar 100.000-150.000 ribu dengan bobot induk sekitar 3 kg dengan tingkat penetasan telur sebesar 50 persen, sehingga larva yang dihasilkan sekitar 375.000 ekor. Pada pemeliharaan larva sampai benih ukuran 21 hari atau benih siap jual, mempunyai tingkat Survival rate sebesar 67 persen, sehingga benih yang dihasilkan oleh DFC sebanyak 251.250 ekor per bulannya. 66 Jumlah produksi benih tersebut tidak sama setiap bulannya, dikarenakan tingkat penetasan telur dan tingkat benih hidup sampai ukuran siap jual berbeda- beda untuk setiap bulannya. Tetapi menurut pengelola, apabila benih yang dihasilkan kurang dari 251.250 ekor dengan acuan produksi terbesar yang telah dicapai perusahaan yaitu 350.000 ekor, maka probabilitas risikonya besar. Begitu pula sebaliknya, apabila benih yang dihasilkan lebih dari 251.250, maka probabilitasnya risikoya kecil. Dengan demikian batas antara probabilitas besar dan probabilitas kecil adalah 28 persen dari 350.000 ekor, sedangkan batas antara dampak besar dan dampak kecil adalah selisih dari 350.000 ekor dengan 251.250, yaitu 98.750 ekor pada tingkat harga 65 rupiah. Jadi batas antara dampak besar dan kecil adalah 6.418.750 rupiah. Apabila sumber risiko dengan dampak lebih besar dari 6.418.750 rupiah akan masuk dalam kategori dampak besar dan begitu pula sebaliknya. Probabilitas Besar 28 Kecil Dampak Rp Kecil Rp 6.418.750 Besar Pada Gambar 7 dapat dilihat bagaimana posisi dari sumber risiko pada peta risiko. Penyakit dan perubahan suhu air masuk dalam kuadran 1 yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan probabilitas besar, tetapi memiliki dampak kecil. Untuk kuadran 2 diisi oleh sumber risiko kesalahan penyuntikan induk, sedangkan kanibalisme dan kesalahan dalam melakukan seleksi induk masuk dalam kuadran 3 yang merupakan tempat bagi sumber risiko produksi dengan probabilitas dan dampak kecil. Sementara itu, musim kemarau masuk dalam kuadran 4 yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi - Penyakit - Perubahan suhu air - Kesalahan penyuntikan induk - Kanibalisme - Kesalahan dalam melakukan seleksi induk - Musim kemarau Gambar 7. Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi 67 yang memiliki probabilitas kecil, tetapi memiliki dampak yang besar. Hasil pemetaan risiko yang dilakukan akan digunakan untuk menentukan strategi penanganan yang tepat untuk mengendalikan risiko produksi yang dihadapi.

6.5 Strategi Penanganan Risiko Produksi