Karakteristik Fisik Tepung Tempe

39 proses blansir tidak memberikan pengaruh nyata pada derajat putih tepung tempe yang dihasilkan. Warna tepung tempe cenderung coklat kekuningan, sementara bubuk kedelai memiliki penampakan putih kekuningan seperti susu sapi bubuk. Berdasarkan angka chromameter yang diperoleh dapat dilihat bahwa tepung tempe memiliki nilai L sekitar 55 yang menandakan tingkat kecerahan lebih ke arah putih, nilai a berkisar +2 yang menandakan warna ke arah merah dan nilai b sekitar +13 yang berwarna kuning. Sementara bubuk kedelai komersial M memiliki nilai L 57.76 yang lebih tinggi dibandingkan tepung tempe sehingga warnanya lebih cerah, nilai a +1.41 dan nilai b +13.77 sehingga warnanya lebih ke arah kuning. Tabel 13. Karakteristik fisik tepung tempe Parameter Tepung A Tepung B Tepung G2 Tepung H Bubuk kedelai M Gambar Penampakan Warna coklat kekuningan, butiran agak kasar Warna coklat kekuningan, butiran agak kasar Warna coklat kekuningan, butiran agak kasar Warna kekuningan, butiran agak kasar Warna putih kekuningan, butiran halus Rendemen 36.88 34.43 36.26 35.09 - Warna L a b 55.44 +2.03 +13.30 56.13 +1.90 +14.13 55.19 +2.24 +12.76 55.64 +2.13 +14.06 57.76 +1.41 +13.77 IPA gg 4.23 4.71 4.57 4.42 5.19 IKA gml 0.009 0.006 0.012 0.009 0.02 Dari beberapa karakteristik, warna merupakan parameter kualitas eksternal yang penting dalam produk pangan. Warna berkorelasi terhadap berbagai sifat fisik, kimia dan organoleptik. Pengeringan menyebabkan perubahan warna yang signifikan terutama oleh terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis, reaksi Maillard dan oksidasi. Pencoklatan akan menurunkan kualitas produk dan biasanya berkaitan erat dengan perubahan tekstur, terciptanya off flavor, penurunan kelarutan dan kehilangan zat gizi Jinorose et al 2009. Inayati 1992 menduga bahwa perubahan warna tempe menjadi coklat disebabkan oleh pencoklatan non-enzimatis. Inayati juga menyebutkan penambahan eritobrat pada proses blansir tidak memberikan pengaruh nyata pada derajat putih tepung tempe yang dihasilkan. Warna tepung tempe cenderung coklat kekuningan, sementara bubuk kedelai memiliki penampakan putih kekuningan seperti susu sapi bubuk. Berdasarkan angka chromameter yang diperoleh dapat dilihat bahwa tepung tempe memiliki nilai L sekitar 55 yang menandakan tingkat kecerahan lebih ke arah putih, nilai a berkisar +2 yang menandakan warna ke arah merah dan nilai b sekitar +13 yang berwarna kuning. Sementara bubuk kedelai komersial M memiliki nilai L 57.76 yang lebih tinggi 40 dibandingkan tepung tempe sehingga warnanya lebih cerah, nilai a +1.41 dan nilai b +13.77 sehingga warnanya lebih ke arah kuning. Indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air merupakan parameter fisik yang banyak dianalisis pada bahan pangan berbentuk tepung. Nilai IPA berkaitan erat dengan jumlah air yang dapat diserap oleh suatu bahan pangan, sementara IKA berkaitan erat dengan jumlah sampel yang dapat terlarut dalam air. Nilai IPA tepung tempe berkisar 4.23-4.71 gramgram, sementara nilai IKA berkisar 0.0064-0.0115 gramml. Nilai kelarutan tepung tempe dapat dikatakan sangat kecil. Sementara pada bubuk kedelai diperoleh nilai IPA 5.19 gramgram dan nilai IKA 0.02 gramml. Analisis IPA dan kelarutan tepung tempe yang dilakukan oleh Mardiah 1992 menghasilkan nilai IPA sebesar 2.1 gramgram sementara kelarutannya 11.3-23.2 . Angka kelarutan yang diperoleh relatif kecil dibandingkan dengan minuman serbuk yang biasanya hampir larut 90 .

2. Komposisi Kimia Tepung Tempe

Tepung tempe menjadi salah satu tepung yang banyak diaplikasikan dalam pengolahan bahan makanan karena kandungan proteinnya yang dikenal tinggi. Karakteristik kimia yang diukur dari tepung tempe meliputi analisis proksimat dan daya cerna protein dimana hasilnya dapat dilihat pada Tabel 14 sementara rekapitulasi data analisisnya dapat dilihat pada Lampiran 22, 23, 24, 25 26 dan 27. Tabel 14. Komposisi kimia sampel tepung tempe Parameter Tepung tempe sampel Bubuk kedelai A B G2 H Sampel M SNI Kadar air bb 4.20 a 4.66 a 4.90 a 4.63 a 7.11 a ≤ 10.00 Kadar abu bk 3.16 a 2.70 a 2.86 a 3.15 a 4.53 a ≤ 6.67 Kadar protein bk 46.05 a 48.43 a 47.59 a 48.89 a 44.42 a ≥ 33.33 Kadar lemak bk 25.70 a 27.36 a 24.96 a 25.41 a 28.69 a ≥ 18.89 Kadar karbohidrat bk 25.09 21.51 24.59 22.55 22.36 - DC protein 80.12 d 75.42 a 76.50 b 78.49 c 83.11 e - Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata p 0.05 SNI 7612-2011 tentang bubuk minuman kedelai BSN 2011 Kadar air tepung tempe cenderung kecil yaitu tepung A sebesar 4.20 bb, tepung sebesar B 4.66 bb, tepung sebesar G2 4.90 bb dan tepung H sebesar 4.63 bb. Bubuk minuman kedelai komersial memiliki kadar air 7.11 bb. Kadar abu hasil analisis untuk tepung tempe A sebesar 3.16 bk, tepung tempe B sebesar 2.70 bk, tepung tempe G2 sebesar 2.86 bk dan tepung tempe H sebesar 3.15 bk. Kadar abu biasanya tidak banyak berubah selama proses pengolahan pangan. Kadar protein tepung tempe yang dihasilkan berkisar antara 46.05-48.89 . Dibandingkan dengan tempe kedelai yang memiliki kadar protein sekitar 49.83-51.17 bk, kadar protein tepung tempe sedikit lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena proses pengeringan dapat menyebabkan kerusakan protein. Tempe dikenal memiliki daya cerna protein yang cukup tinggi, sekitar 86.1 Cahyadi 2009. Daya cerna protein tepung tempe menurun oleh proses pengeringan. Pengeringan menyebabkan reaksi Maillard dimana asam amino bereaksi dengan gugus gula pereduksi yang kemudian menghambat penetrasi enzim ke dalam substrat protein yang dapat diserang enzim karena terjadinya ikatan silang tersebut. Dibandingkan kedelai, daya cerna tepung tempe cenderung lebih besar. Hal ini karena tempe sudah mengalami proses fermentasi yang menguraikan asam-asam amino 41 kedelai. Nilai biologis dan daya cerna protein tidak mengalami perubahan yang signifikan pada banyak bahan pangan yang dikeringkan Fellow 2000. Tepung tempe G2 memiliki kadar lemak terendah sebesar 24.96 , diikuti tepung H sebesar 25.41 , tepung A sebesar 25.70 dan tepung B 27.36 . Sementara itu kadar karbohidrat tepung tempe yang dihasilkan sebesar 21.51-25.09 . Karbohidrat bersifat tidak terlalu sensitif terhadap panas. Dilihat dari analisis statistik yang dilakukan, keempat tepung tempe memiliki komposisi kimia yang tidak berbeda nyata dengan bubuk kedelai komersial. Salah satu proses untuk menghasilkan minuman berbentuk serbuk adalah pengeringan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih metode pengeringan antara lain aspek ekonomi, karakteristik bahan yang dikeringkan, ketersediaan alat dan kualitas produk yang diinginkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan berbagai metode salah satunya penggunaan udara panas. Mekanisme pengeringan dengan udara panas adalah melewatkan udara panas pada bahan pangan sehingga air dalam bahan pangan akan terbawa oleh udara panas tersebut Fellow 2000. Beberapa metode pengeringan dengan udara panas antara lain pengering rak dan pengering semprot. Pengering rak biasa digunakan untuk bahan pangan berupa potongan maupun irisan, sementara pengering semprot digunakan untuk bahan pangan berbentuk koloid Farias and Ratti 2009. Untuk mendapatkan keseluruhan komponen bahan dalam produk akhir, penggunaan pengering rak lebih dipilih. Pengering rak biasa digunakan pada produksi skala kecil dengan penanganan yang mudah dan dapat diaplikasikan dalam berbagai produk pangan. Namun proses pengeringan mungkin tidak terkontrol secara maksimal sehingga kualitas produk yang dihasilkan dapat berbeda-beda. Bahan pangan yang terletak dekat dengan saluran udara pengering mungkin mengalami pengeringan lebih cepat. Kelebihan pengeringan dengan udara panas adalah biaya yang rendah serta peralatan yang sederhana. Namun kelemahannya metode ini memberikan efek tak balik seperti kehilangan zat gizi akibat panas disertai penyusutan, porositas produk yang kecil dan kemampuan rehidrasi yang kecil Marabi and Saguy 2009. Pada proses pembuatan tepung tempe terjadi hambatan. Proses penggilingan tempe kering menjadi tepung tempe direncanakan dilakukan dalam beberapa kali proses penggilingan. Penggilingan pertama dilakukan dengan ukuran ayakan 60 mesh. Penggilingan selanjutnya dilakukan dengan ayakan 80 mesh, namun pada penggilingan 80 mesh ini terjadi penyumbatan. Penyumbatan dapat terjadi akibat penyerapan air dari lingkungan. Peristiwa case hardening juga dapat menyebabkan masih terdapat kandungan air dalam bahan pangan. Selama penggilingan air yang terperangkap akan pecah dan mengikat bagian yang telah menjadi tepung. Soegiharto 1995 mengeringkan kembali tepung tempe yang dihasilkan menggunakan fluidized bed dryer untuk menghindari peningkatan kembali kadar air. Pada produk campuran tepung kedelai dan tepung kacang hijau misalnya, pengolahan kedelai dilakukan dengan pengupasan kedelai kering, pencucian, perebusan pada suhu 80 °C selama 25 menit, pengeringan menggunakan oven pada suhu 60 °C selama 7-8 jam, penggilingan, pencampuran dengan tepung kacang hijau dan bahan lain serta pengemasan Ningrum 2012. Proses penggilingan kacang kedelai hanya dilakukan sekali dengan ukuran tepung yang diharapkan 120 mesh. Sementara penggilingan kacang hijau dilakukan dengan tiga kali proses. Hal ini dikarenakan kondisi kacang kedelai yang lebih lembab dibandingkan kacang hijau, sehingga dapat menyumbat mesin Prahasti 2012. Dilihat dari hasil analisis, kadar air tepung tempe yang dihasilkan relatif kecil. Hal ini menunjukkan peristiwa penyumbatan pada proses penggilingan mungkin tidak dikarenakan oleh tingginya kadar air. Penyumbatan juga dapat terjadi karena kadar lemak tempe yang tinggi sekitar 25 . Produk pangan dengan kadar lemak yang rendah seperti sari buah, kentang dan kopi lebih mudah diolah