35
statistik diperoleh bahwa kadar air tempe H tidak berbeda nyata dengan ketiga tempe lainnya. Dilihat dari rendemen dan pengembangan panjang biji pada tempe H yang besar, dimungkinkan penyerapan
air pada kedelai H relatif lebih besar. Proses perendaman mengakibatkan berat kedelai mencapai hingga 2.2 kali berat awalnya Muchtadi 2010a. Keberadaan air yang besar akan memungkinkan
pertumbuhan mikroorganisme menjadi lebih tinggi yang memicu kerusakan tempe menjadi lebih cepat.
Kadar abu pada tempe yang dihasilkan memiliki nilai tertinggi pada sampel G2 sebesar 3.02 bk. Kadar abu tempe dalam penelitian ini masih berada dalam rentang SNI yaitu dibawah 1.5
bb atau 4.29 bk. Kadar abu diasosiasikan dengan jumlah mineral dalam produk pangan. Meskipun kadar abu pada tempe cenderung lebih rendah dibandingkan kedelai, namun pengolahan
kedelai menjadi tempe diketahui mampu menghilangkan senyawa antigizi seperti fitat yang biasa menghalangi penyerapan mineral dalam sistem pencernaan.
Kadar protein tempe yang dihasilkan berkisar 49.83-51.1 bk yang tidak berbeda nyata berdasarkan pengolahan statistik pada taraf 0.05. Dibandingkan dengan kedelai, kadar protein tempe
mengalami kenaikan. Protein tempe dinilai sebagai protein yang memiliki kualitas hampir sama dengan protein hewani. Tempe segar memiliki kadar protein sekitar 19.5 bb, dibandingkan dengan
ayam 21 bb, daging sapi 20 bb, telur 13 bb Shurtleff and Aoyagi 2001. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis daya cerna pada tahap tempe. Hal ini dikarenakan
analisis daya cerna menggunakan metode Hsu memerlukan data kadar protein. Tempe memiliki daya cerna sekitar 80 Cahyadi 2009. Dilihat dari kadar protein dan daya cerna protein tempe cenderung
lebih besar dibandingkan kedelai, pembuatan tempe kedelai untuk menjadi minuman menjadi salah satu potensi pengembangan produk olahan tempe.
Kadar lemak tempe cenderung menurun dibandingkan kedelai. Penurunan kadar lemak dalam tempe disebabkan penggunaan asam lemak oleh kapang selama proses fermentasi. Tempe A memiliki
kadar lemak tertinggi yaitu 24.42 bk, sementara tempe G2 memiliki kadar lemak terendah 19.15 bk yang berbeda nyata pada pengolahan statistik taraf 0.05. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa tempe mengandung lemak yang sehat karena mengandung asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Meskipun lebih dikenal sebagai sumber protein, tempe juga memiliki
kadar karbohidrat yang baik. Kadar karbohidrat tempe berkisar 23.22-27.35 bk. Proses fermentasi menguraikan berbagai polisakarida menjadi gula sederhana. Hal ini terjadi terutama oleh aktivitas
enzim amilase dari R oryzae. Dilihat dari komposisi kimianya, keempat tempe yang dihasilkan cenderung memiliki
komposisi yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Pengolahan kedelai A, B, G2 dan H menjadi tempe berpengaruh lebih terhadap karakteristik fisik terutama pada rendemen dan penampakan.
Industri tempe biasanya lebih memilih bahan baku berupa kedelai yang dapat memberikan rendemen dan sifat fisik yang baik.
3. Analisis Organoleptik Tempe
Penyajian tempe dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti digoreng, dibakar bahkan dibentuk menjadi bakso atau nuget Golbitz and Jordan 2006. Meskipun tempe biasanya tidak
dikonsumsi dalam kondisi mentah, namun karakteristik organoleptik tempe juga menjadi perhatian dalam pemilihan tempe sebagai bahan baku pangan. Analisis organoleptik atau analisis sensori
merupakan pengujian untuk menilai kualitas dan keamanan suatu produk pangan. Pembuatan tempe kedelai dilakukan sebanyak dua batch, sementara analisis organoleptik dilakukan hanya pada tempe
batch I. Analisis organoleptik tempe kedelai dilakukan dengan metode hedonik dengan skala 1 sangat
36
tidak suka hingga 7 sangat suka. Hasil analisis organoleptik pada tempe dapat dilihat pada Tabel 12. Rekapitulasi data analisis organoleptik tempe dapat dilihat pada Lampiran 16.
Tabel 12. Tingkat kesukaan tempe kedelai
Tempe Warna
Aroma Rasa
Tekstur Keseluruhan
A 5.4
b
5.0
b
4.5
b
5.2
b
4.9
b
B 5.5
b
5.3
b
4.8
b
5.3
b
5.1
b
G2 3.4
a
3.1
a
3.3
a
4.2
a
3.4
a
H 5.0
b
5.3
b
4.9
b
5.0
b
4.9
b
Nilai pada satu kolom dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata p0.05
Tempe memiliki penampakan seperti kue dimana biji kedelai yang berwarna kuning akan diselimuti hifa berwarna putih. Semakin lama masa fermentasi, akan diperoleh warna hifa yang
keabu-abuan. Untuk parameter warna dapat dilihat bahwa tempe A, B dan H memiliki tingkat kesukaan antara 5 sampai 6 artinya agak suka sampai suka. Sementara itu tempe G2 memiliki angka
hedonik 3.4 yang berada diantara angka 3 dan 4 yang berarti agak tidak suka sampai biasa saja. Warna menjadi salah satu parameter fisik yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih tempe.
Konsumen kadang menghendaki warna tempe yang cenderung kuning. Hal ini kadang mendorong produsen tempe untuk menambahkan zat pewarna dalam proses pembuatan tempe.
Pada penelitian ini, tempe A, B dan H memiliki tingkat kesukaan disukai oleh panelis. Sementara tempe G2 memiliki tingkat kesukaan aroma 3.1 yang cenderung kurang disukai oleh
panelis. Aroma tempe juga menjadi pertimbangan dalam pemilihan tempe. Semakin lama proses fermentasi yang dilakukan, akan timbul aroma amoniak yang intensitasnya semakin bertambah.
Aroma tempe sering digunakan sebagai parameter untuk mengetahui kerusakan pada tempe. Tempe memiliki rasa yang cenderung gurih karena kandungan asam amino yang tinggi. Untuk
parameter rasa, terdapat perbedaan nyata sampel A, B dan H dengan G2. Sampel A, B dan H memiliki tingkat kesukaan 4.5-5.3 artinya dari biasa saja sampai agak suka. Sementara sampel G2 memiliki
angka kesukaan 3.3 yang cenderung agak tidak disukai oleh panelis. Secara keseluruhan sampel B memiliki tingkat kesukaan paling tinggi yaitu 5.1 yang berarti agak suka. Sementara sampel G2
memiliki tingkat kesukaan terendah yaitu 3.0 yang cenderung tidak disukai. Dilihat dari hasil analisis organoleptik dan pengolahan statistik diperoleh tempe G2 memiliki angka kesukaan yang paling
rendah dan nilai kesukaan yang berbeda nyata dibandingkan ketiga tempe lainnya. Nilai kesukaan tempe G2 disebabkan oleh penyimpangan terutama aroma dan rasa tempe yang berpengaruh nyata
terhadap nilai kesukaan. Panelis biasanya menyukai tempe segar dimana memiliki penampakan yang baik, aroma khas tempe dan rasa tempe yang normal. Jika dilihat dari nilai kesukaan yang dihasilkan,
tempe A, B dan H memiliki nilai kesukaan yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05.
C. Karakterisasi Tepung Tempe
Pembuatan minuman tepung tempe pada penelitian ini diawali dengan pembuatan tepung tempe untuk memperoleh keseluruhan bagian tempe. Pada beberapa penelitian tepung tempe
digunakan untuk menambah kadar protein suatu produk pangan. Tepung tempe juga merupakan bahan pengganti tepung terigu misal pada produk bakeri. Penelitian tempe menjadi minuman juga pernah
dilakukan oleh oleh Surya 2011 dan Afriyanti 2010. Surya menggunakan metode pembuatan sari tempe, sementara Afriyanti menggunakan keseluruhan tempe dengan metode pengering drum.