Karakteristik Fisik Tempe Karakterisasi Tempe Kedelai

33 Tabel 10. Karakteristik fisik tempe Parameter Kedelai A Kedelai B Kedelai G2 Kedelai H Gambar Penampakan Penampakan normal, tekstur kompak, warna bulir putih kekuningan dengan hifa putih Normal, tekstur kompak, ukuran biji besar, warna bulir kekuningan dengan hifa putih Normal, tekstur kompak, warna bulir putih kekuningan dengan hifa putih Normal, testur kompak, warna bulir putih kekuningan dengan hifa putih Rendemen 163.53 a 175.24 a 179.59 a 171.59 a Panjang biji mm 8.02 a 10.84 c 8.31 a 9.81 b Pengembangan biji 68.56 65.93 62.15 80.50 Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata p 0.05 Rata-rata dari 100 biji kedelai yang diambil secara acak Perhitungan dari rata-rata panjang biji kedelai menjadi panjang biji tempe 34 Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, rendemen tempe yang diperoleh berkisar antara 163.53 sampai 175.24 dari bahan baku kedelai kering dan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Kedelai A memberikan rendemen paling rendah, sementara kedelai G memberikan rendemen tertinggi. Pengolahan kedelai menjadi tempe dilakukan dengan menghilangkan bagian kulit yang besarnya sekitar 8-12 Jones 1975. Tempe merupakan salah satu produk pangan yang memiliki kadar air yang tinggi. Selama proses perebusan dan perendaman kedelai akan menyerap air sehingga massa dan volumenya akan bertambah. Pada tahap tersebut juga akan terjadi pelunakan jaringan serta pengurangan intensitas langu kedelai. Kedelai yang telah direbus dan dikupas kemudian ditambahkan ragi sebagai starter proses fermentasi. Selama proses pemeraman ragi tempe akan menghasilkan massa hifa yang mengikat butir-butir kedelai menjadi kesatuan yang kompak. Penambahan massa hifa ini akan memperbesar rendemen tempe yang dihasilkan. Produsen tempe biasanya memilih kedelai dengan ukuran biji yang besar agar dapat memperoleh rendemen dan volume tempe yang baik. Berdasarkan analisis statistik dari data yang dihasilkan, tempe B memiliki panjang biji yang berbeda nyata dibandingkan ketiga varietas lainnya. Sementara dilihat dari ukuran bijinya, tempe B memiliki ukuran biji yang paling besar. Kedelai impor lebih banyak dipilih karena memiliki penampakan yang bersih serta ukuran bijinya yang besar. Selain itu pasokan kedelai impor lebih stabil dibandingkan kedelai lokal. Ginting et al 2009 melakukan penelitian pembuatan tempe dengan menggunakan beberapa varietas kedelai lokal dibandingkan dengan kedelai impor. Hasilnya kedelai varietas Burangrang, Bromo dan Argomulyo menghasilkan tempe yang tidak berbeda nyata dengan tempe yang diproduksi dari kedelai impor. Selain penampakannya yang lebih bersih, rendemen tempe yang dihasilkan juga lebih banyak.

2. Komposisi Kimia Tempe

Tempe dikenal sebagai makanan yang memiliki nilai gizi yang tinggi. Fermentasi merupakan tahap terpenting dalam pembuatan tempe yang dapat memberikan kebaikan berupa flavor yang enak serta komponen gizi yang baik. Komposisi kimia yang terkandung dalam tempe dapat dilihat dalam Tabel 11, sementara data analisisnya pada Lampiran 11, 12, 13, 14 dan 15. Tabel 11. Komposisi kimia sampel tempe kedelai Parameter Tempe A Tempe B Tempe G2 Tempe H SNI Kadar air bb 64.23 a 63.90 a 64.43 a 65.46 a ≤ 65.00 Kadar abu bk 2.53 a 2.31 a 3.02 a 2.45 a ≤ 4.29 Kadar protein bk 49.83 a 49.91 a 50.48 a 51.17 a ≥ 45.71 Kadar lemak bk 24.42 b 21.41 ab 19.15 a 19.91 ab ≥ 28.57 Kadar karbohidrat bk 23.22 26.37 27.35 26.47 - DC protein Tidak dilakukan analisis - Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata p 0.05 SNI 3144-2009 tentang tempe kedelai BSN 2009 Tempe merupakan salah satu produk pangan yang memiliki umur simpan relatif singkat. Hal ini dikarenakan oleh kadar air tempe yang tinggi serta keberadaan kapang yang berperan penting dalam proses pengolahan tempe. Menurut SNI 3144:2009, kadar air tempe maksimal 65 . Tempe dari varietas A, B dan G2 memiliki kadar air dibawah 65 , sementara tempe dari kedelai varietas H memiliki kadar air 65.46 yang sedikit melebihi ketentuan SNI. Namun berdasarkan pengolahan 35 statistik diperoleh bahwa kadar air tempe H tidak berbeda nyata dengan ketiga tempe lainnya. Dilihat dari rendemen dan pengembangan panjang biji pada tempe H yang besar, dimungkinkan penyerapan air pada kedelai H relatif lebih besar. Proses perendaman mengakibatkan berat kedelai mencapai hingga 2.2 kali berat awalnya Muchtadi 2010a. Keberadaan air yang besar akan memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme menjadi lebih tinggi yang memicu kerusakan tempe menjadi lebih cepat. Kadar abu pada tempe yang dihasilkan memiliki nilai tertinggi pada sampel G2 sebesar 3.02 bk. Kadar abu tempe dalam penelitian ini masih berada dalam rentang SNI yaitu dibawah 1.5 bb atau 4.29 bk. Kadar abu diasosiasikan dengan jumlah mineral dalam produk pangan. Meskipun kadar abu pada tempe cenderung lebih rendah dibandingkan kedelai, namun pengolahan kedelai menjadi tempe diketahui mampu menghilangkan senyawa antigizi seperti fitat yang biasa menghalangi penyerapan mineral dalam sistem pencernaan. Kadar protein tempe yang dihasilkan berkisar 49.83-51.1 bk yang tidak berbeda nyata berdasarkan pengolahan statistik pada taraf 0.05. Dibandingkan dengan kedelai, kadar protein tempe mengalami kenaikan. Protein tempe dinilai sebagai protein yang memiliki kualitas hampir sama dengan protein hewani. Tempe segar memiliki kadar protein sekitar 19.5 bb, dibandingkan dengan ayam 21 bb, daging sapi 20 bb, telur 13 bb Shurtleff and Aoyagi 2001. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis daya cerna pada tahap tempe. Hal ini dikarenakan analisis daya cerna menggunakan metode Hsu memerlukan data kadar protein. Tempe memiliki daya cerna sekitar 80 Cahyadi 2009. Dilihat dari kadar protein dan daya cerna protein tempe cenderung lebih besar dibandingkan kedelai, pembuatan tempe kedelai untuk menjadi minuman menjadi salah satu potensi pengembangan produk olahan tempe. Kadar lemak tempe cenderung menurun dibandingkan kedelai. Penurunan kadar lemak dalam tempe disebabkan penggunaan asam lemak oleh kapang selama proses fermentasi. Tempe A memiliki kadar lemak tertinggi yaitu 24.42 bk, sementara tempe G2 memiliki kadar lemak terendah 19.15 bk yang berbeda nyata pada pengolahan statistik taraf 0.05. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tempe mengandung lemak yang sehat karena mengandung asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Meskipun lebih dikenal sebagai sumber protein, tempe juga memiliki kadar karbohidrat yang baik. Kadar karbohidrat tempe berkisar 23.22-27.35 bk. Proses fermentasi menguraikan berbagai polisakarida menjadi gula sederhana. Hal ini terjadi terutama oleh aktivitas enzim amilase dari R oryzae. Dilihat dari komposisi kimianya, keempat tempe yang dihasilkan cenderung memiliki komposisi yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Pengolahan kedelai A, B, G2 dan H menjadi tempe berpengaruh lebih terhadap karakteristik fisik terutama pada rendemen dan penampakan. Industri tempe biasanya lebih memilih bahan baku berupa kedelai yang dapat memberikan rendemen dan sifat fisik yang baik.

3. Analisis Organoleptik Tempe

Penyajian tempe dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti digoreng, dibakar bahkan dibentuk menjadi bakso atau nuget Golbitz and Jordan 2006. Meskipun tempe biasanya tidak dikonsumsi dalam kondisi mentah, namun karakteristik organoleptik tempe juga menjadi perhatian dalam pemilihan tempe sebagai bahan baku pangan. Analisis organoleptik atau analisis sensori merupakan pengujian untuk menilai kualitas dan keamanan suatu produk pangan. Pembuatan tempe kedelai dilakukan sebanyak dua batch, sementara analisis organoleptik dilakukan hanya pada tempe batch I. Analisis organoleptik tempe kedelai dilakukan dengan metode hedonik dengan skala 1 sangat