Komposisi Kimia Tepung Tempe
41
kedelai. Nilai biologis dan daya cerna protein tidak mengalami perubahan yang signifikan pada banyak bahan pangan yang dikeringkan Fellow 2000.
Tepung tempe G2 memiliki kadar lemak terendah sebesar 24.96 , diikuti tepung H sebesar 25.41 , tepung A sebesar 25.70 dan tepung B 27.36 . Sementara itu kadar karbohidrat tepung
tempe yang dihasilkan sebesar 21.51-25.09 . Karbohidrat bersifat tidak terlalu sensitif terhadap panas. Dilihat dari analisis statistik yang dilakukan, keempat tepung tempe memiliki komposisi kimia
yang tidak berbeda nyata dengan bubuk kedelai komersial. Salah satu proses untuk menghasilkan minuman berbentuk serbuk adalah pengeringan.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih metode pengeringan antara lain aspek ekonomi, karakteristik bahan yang dikeringkan, ketersediaan alat dan kualitas produk yang diinginkan.
Pengeringan dapat dilakukan dengan berbagai metode salah satunya penggunaan udara panas. Mekanisme pengeringan dengan udara panas adalah melewatkan udara panas pada bahan pangan
sehingga air dalam bahan pangan akan terbawa oleh udara panas tersebut Fellow 2000. Beberapa metode pengeringan dengan udara panas antara lain pengering rak dan pengering semprot. Pengering
rak biasa digunakan untuk bahan pangan berupa potongan maupun irisan, sementara pengering semprot digunakan untuk bahan pangan berbentuk koloid Farias and Ratti 2009.
Untuk mendapatkan keseluruhan komponen bahan dalam produk akhir, penggunaan pengering rak lebih dipilih. Pengering rak biasa digunakan pada produksi skala kecil dengan penanganan yang
mudah dan dapat diaplikasikan dalam berbagai produk pangan. Namun proses pengeringan mungkin tidak terkontrol secara maksimal sehingga kualitas produk yang dihasilkan dapat berbeda-beda. Bahan
pangan yang terletak dekat dengan saluran udara pengering mungkin mengalami pengeringan lebih cepat. Kelebihan pengeringan dengan udara panas adalah biaya yang rendah serta peralatan yang
sederhana. Namun kelemahannya metode ini memberikan efek tak balik seperti kehilangan zat gizi akibat panas disertai penyusutan, porositas produk yang kecil dan kemampuan rehidrasi yang kecil
Marabi and Saguy 2009. Pada proses pembuatan tepung tempe terjadi hambatan. Proses penggilingan tempe kering
menjadi tepung tempe direncanakan dilakukan dalam beberapa kali proses penggilingan. Penggilingan pertama dilakukan dengan ukuran ayakan 60 mesh. Penggilingan selanjutnya dilakukan dengan
ayakan 80 mesh, namun pada penggilingan 80 mesh ini terjadi penyumbatan. Penyumbatan dapat terjadi akibat penyerapan air dari lingkungan. Peristiwa case hardening juga dapat menyebabkan
masih terdapat kandungan air dalam bahan pangan. Selama penggilingan air yang terperangkap akan pecah dan mengikat bagian yang telah menjadi tepung. Soegiharto 1995 mengeringkan kembali
tepung tempe yang dihasilkan menggunakan fluidized bed dryer untuk menghindari peningkatan kembali kadar air.
Pada produk campuran tepung kedelai dan tepung kacang hijau misalnya, pengolahan kedelai dilakukan dengan pengupasan kedelai kering, pencucian, perebusan pada suhu 80 °C selama 25 menit,
pengeringan menggunakan oven pada suhu 60 °C selama 7-8 jam, penggilingan, pencampuran dengan tepung kacang hijau dan bahan lain serta pengemasan Ningrum 2012. Proses penggilingan kacang
kedelai hanya dilakukan sekali dengan ukuran tepung yang diharapkan 120 mesh. Sementara penggilingan kacang hijau dilakukan dengan tiga kali proses. Hal ini dikarenakan kondisi kacang
kedelai yang lebih lembab dibandingkan kacang hijau, sehingga dapat menyumbat mesin Prahasti 2012. Dilihat dari hasil analisis, kadar air tepung tempe yang dihasilkan relatif kecil. Hal ini
menunjukkan peristiwa penyumbatan pada proses penggilingan mungkin tidak dikarenakan oleh tingginya kadar air.
Penyumbatan juga dapat terjadi karena kadar lemak tempe yang tinggi sekitar 25 . Produk pangan dengan kadar lemak yang rendah seperti sari buah, kentang dan kopi lebih mudah diolah
42
menjadi bentuk tepung yang mudah mengalir dibandingkan produk pangan dengan kadar lemak yang cukup tinggi Fellow 2000. Penggilingan tempe kering memungkinkan pecahnya lemak yang akan
mengikat tepung yang telah dihasilkan sehingga terjadi penggumpalan. Pembuatan tepung kedelai biasanya dilakukan dari kedelai yang telah diekstrak minyaknya. Untuk menambahkan kadar lemak
pada tepung kedelai dapat dilakukan dengan penambahan minyak kedelai maupun lesitin ke dalam tepung kedelai tanpa lemak yang kemudian dikeringkan kembali menggunakan ekstruder Liu and
Limpert 2004. Inayati 1991 dan Soeryo 1991 menggunakan tepung tempe berukuran 30-40 mesh dan tidak melaporkan adanya masalah dalam penggilingan. Penggilingan tepung dilakukan secara
bertahap namun semakin kecil bahan yang digunakan, penggilingan dan pengayakan akan semakin sulit dilakukan.
Proses pengolahan akan berpengaruh baik secara fisik maupun kimia produk pangan. Tempe merupakan produk fermentasi kedelai dimana salah satu tahapan proses yang dilakukan adalah
perebusan. Proses perebusan menyebabkan terjadinya denaturasi pada protein kedelai. Denaturasi adalah modifikasi struktur sekunder, tersier dan kuarter dari protein tanpa menyebabkan pemutusan
ikatan peptida. Denaturasi biasanya terjadi karena panas dan penambahan asam, pelarut organik maupun garam. Denaturasi protein dapat menyebabkan hilangnya kelarutan dan aktivitas enzim dalam
bahan pangan Winarno et al 1989. Kedelai merupakan salah satu kacang-kacangan yang dikenal memiliki kadar protein yang
sangat tinggi. Protein kedelai kebanyakan merupakan protein albumin dan globulin. Kedua jenis protein memiliki struktur susunan molekul berupa protein globular. Protein albumin bersifat larut air
namun terkoagulasi oleh panas. Sementara protein globulin bersifat tidak larut air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam larutan garam encer dan mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi
Winarno 1992. Globulin merupakan protein utama dalam kedelai yang besarnya 80 dari total protein Boye et al 2010. Protein globular dapat terdenaturasi pada suhu 60-70 °C.
Penelitian ini menggunakan keseluruhan bagian tempe sebagai bahan baku minuman dengan tujuan untuk mempertahankan keseluruhan komponen baik zat gizi maupun non-gizi dalam tempe.
Namun komponen seperti serat dan pati yang bersifat tidak larut air akan berpengaruh terhadap sifat fisik minuman. Pada produk akhir akan dihasilkan bagian tak larut yang akhirnya akan mengendap di
dasar minuman. Pada beberapa penelitian tepung tempe digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu yang
diaplikasikan dalam makanan untuk bayi, makanan untuk anak, biskuit dan mi. Pemanfaatan tepung tempe sebagai minuman sedikit berbeda karena tepung tempe hanya dilarutkan dengan air sehingga
parameter kelarutan harus diperhatikan. Nilai kelarutan berhubungan erat dengan instanisasi produk minuman. Semakin tinggi tingkat kelarutan akan semakin baik. Pemilihan metode pengeringan
menjadi perhatian utama dalam pembuatan minuman. Minuman bubuk biasa diolah menggunakan metode pengeringan semprot. Bahan pangan yang dapat dikeringkan dengan pengering semprot
merupakan dispersi dari bahan pangan dengan kadar air 40-60 yang telah dilakukan atomisasi sehingga diperoleh droplet kecil yang kemudian disemprotkan pada pengering Fellow 2000. Dilihat
dari kadar air tempe yang besarnya sekitar 60 , penggunaan pengering semprot terlihat dapat dilakukan. Namun tingginya kandungan serat yang cukup tinggi dalam tempe memungkinkan
terjadinya penyumbatan pada nozel pengering. Untuk mengatasinya hanya dapat dilakukan dengan penyaringan atau pembuatan sari tempe yang kemudian dikeringkan menggunakan pengering semprot.
Pengeringan dengan pengering semprot biasa dilakukan pada suhu tinggi selama beberapa detik untuk menurunkan resiko kerusakan bahan. Kelebihan pengering semprot adalah pengeringan yang cepat,
dapat diaplikasikan dalam skala besar secara kontinyu, biaya tenaga kerja yang rendah serta
43
pengoperasian yang mudah. Sementara kelemahannya adalah biaya modal yang tinggi dan energi yang besar Fellow 2002.
Tempe dikenal sebagai salah satu pangan fungsional karena selain kandungan protein dan daya cernanya yang tinggi, tempe juga mengandung senyawa fitokimia yang baik bagi tubuh. Kelebihan
tempe mendorong banyaknya penelitian pengembangan produk turunan dari tempe. Pengolahan tempe menjadi tepung tempe mampu memperpanjang umur simpannya. Tepung tempe banyak digunakan
dalam produk pangan sebagai substitusi tepung terigu serta dalam upaya menambah kadar protein produk. Secara karakteristik bahan dan pengolahan, tepung tempe dengan keseluruhan komponen
lebih sesuai untuk diaplikasikan pada produk pangan yang tidak dilarutkan dengan air sebagai contoh produk bakeri. Sementara untuk aplikasi minuman dapat dilakukan adalah pengambilan sari tempe
dan dilanjutkan dengan formulasi serta pengeringan. Dengan demikian terdapat bagian yang hilang. Namun secara karakteristik fisik akan diperoleh bentuk minuman yang mungkin lebih disukai
konsumen.