Komposisi Kimia Kedelai Karakterisasi Kedelai

30 Tabel 9. Komposisi kimia sampel kedelai Parameter Kedelai A Kedelai B Kedelai G2 Kedelai H Kadar air bb 9.03 a 8.81 a 8.82 a 8.94 a Kadar abu bk 5.52 b 5.07 a 5.68 c 5.46 b Kadar protein bk 38.44 bc 37.98 ab 38.85 c 37.58 a Kadar lemak bk 25.75 c 25.27 b 22.74 a 22.76 a Kadar karbohidrat bk 30.29 31.68 32.73 34.20 DC protein 70.80 a 70.35 a 70.17 a 70.80 a Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata p 0.05 Air merupakan salah satu unsur kimia yang terdapat dalam bahan pangan, termasuk didalam kedelai. Pemanenan kedelai biasa dilakukan pada kedelai dengan kadar air 13-15 untuk mengurangi resiko kehilangan karena pecahnya polong kedelai. Untuk meningkatkan umur simpan, kacang- kacangan biasanya dikeringkan hingga diperoleh kadar air sekitar 10-14 . Penyimpanan pada kadar air 10-11 bb dapat memberikan umur simpan kedelai hingga empat tahun Ghosh and Jayas 2010. Pembagian mutu kedelai berdasarkan SNI 01-3922-1995 didasarkan oleh beberapa kriteria mutu, salah satunya adalah kadar air. Kedelai mutu I memiliki kadar air maksimal 13 , mutu II dan III memiliki kadar air maksimal 14 dan kedelai mutu IV dengan kadar air maksimal 16 . Berdasarkan data yang diperoleh, kadar air keempat kedelai berkisar 8.81-9.03 dan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Kedelai varietas B memiliki kadar air terendah yang besarnya 8.81 , sementara kedelai varietas A memiliki kadar air tertinggi yaitu 9.03 . Jika hanya dilihat dari kadar air, keempat kedelai dapat dimasukkan dalam mutu I. Namun hal ini tidak dapat disimpulkan karena penentuan mutu juga menggunakan parameter lain yaitu butir belah, butir rusak, butir warna lain, kotoran dan butir keriput BSN 1995. Abu dimaksudkan sebagai bagian bahan pangan yang tidak dapat terbakar karena mengandung berbagai mineral di dalamnya. Semakin besar persentase abu diartikan semakin tinggi pula jumlah mineralnya. Kedelai memiliki kadar abu berkisar 5-6 Kumar et al 2010, Sugano 2006. Hasil analisis kedelai dari keempat varietas menghasilkan angka kadar abu dalam persentase basis kering bk untuk varietas A sebesar 5.52, varietas B sebesar 5.07, varietas G2 sebesar 5.68 dan varietas H sebesar 5.46. Berdasarkan hasil pengolahan statistik, keempat kedelai memiliki kadar abu yang berbeda nyata pada taraf 0.05. Kedelai diketahui mengandung berbagai jenis mineral. Mineral dengan konsentrasi paling tinggi di dalam kedelai adalah kalium 2.3 yang direkomendasikan untuk mengurangi resiko hipertensi. Sementara itu mineral utama kedelai antara lain kalsium 0.2 , magnesium 0.3 , dan fosfor 0.6 Kumar et al 2010. Kelebihan kedelai dibandingkan kacang-kacangan lainnya adalah kadar proteinnya yang tinggi. Selain kadar proteinnya yang hampir menyamai protein hewani, kedelai juga memiliki kandungan asam amino yang agak berbeda dengan protein nabati lainnya. Kedelai memiliki kandungan asam amino esensial dalam jumlah yang cukup meskipun kadar asam amino belerang yaitu metionin dan sistein lebih rendah dibandingkan pola yang direkomendasikan oleh FAO Muchtadi 2010a. Kadar protein kedelai umumnya sekitar 35 , namun beberapa varietas tertentu dapat mencapai 45 . Kedelai yang dipakai pada penelitian ini memiliki kadar protein yang cukup tinggi yaitu varietas A sebesar 38.44 bk, varietas B sebesar 37.98 bk, varietas G2 sebesar 38.85 bk dan varietas H sebesar 37.58 bk. Varietas G2 memiliki kadar protein tertinggi meskipun berdasarkan pengolahan statistik berada pada subset yang sama dengan kedelai komersial A. Kedelai varietas lokal memiliki 31 kadar protein yang dapat mencapai lebih dari 40 . Kadar protein kedelai lokal memungkinkan untuk menghasilkan bobot dan tekstur tahu yang lebih baik dibandingkan kedelai impor Ginting et al 2009. Kadar protein kedelai yang tinggi didukung pula oleh daya cernanya yang juga tinggi. Berdasarkan hasil analisis daya cerna protein yang dilakukan diketahui keempat kedelai memiliki daya cerna protein sekitar 70 dan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Daya cerna protein berhubungan erat dengan ketersediaan protein bagi tubuh. Kedelai mengandung zat antigizi salah satunya antitripsin yang dapat menghalangi kecernaan protein dalam tubuh. Pengolahan kedelai menjadi produk pangan dapat mengurangi bahkan menghilangkan kandungan zat antigizi tersebut. Selain memiliki kadar protein yang tinggi, kedelai juga dikenal sebagai sumber lemak yang baik. Kadar lemak kedelai dapat mencapai 20 . Kadar lemak yang diperoleh dari hasil analisis untuk varietas A sebesar 25.75 bk, varietas B sebesar 25.72 bk, varietas G2 sebesar 22.74 bk dan varietas H sebesar 22.76 bk. Lemak kedelai merupakan lemak baik karena tinggi akan asam lemak tak jenuh yang merupakan asam lemak esensial bagi tubuh. Kadar karbohidrat kedelai dilakukan dengan metode by difference dimana nilainya berkisar antara 30.29 hingga 34.20 bk. Kedelai mengandung karbohidrat sekitar 30 yang dikelompokkan menjadi dua yaitu gula-gula larut air sukrosa, stakiosa dan rafinosa serta serat tidak larut. Kedelai kaya akan oligosakarida yaitu rafinosa 0.5 dan stakiosa 4.0 . Meskipun diketahui dapat menimbulkan gejala flatulensi, oligosakarida diketahui memiliki manfaat bagi tubuh. Adanya oligosakarida dapat memicu tumbuhnya bifidobacteria dalam usus. Mikroflora ini dipercaya dapat menurunkan resiko kanker usus besar dan penyakit pencernaan lainnya Golbitz and Jordan 2006. Selain itu oligosakarida juga mampu mencegah tumbuhnya bakteri patogen Clostridium perfringensis, Escherichia coli, Salmonella, Campylobacter dan Listeria serta mampu menambah serat sehingga dapat menyerap racun dan bakteri gram negatif dan mengeluarkannya dari saluran pencernaan Kumar et al 2010. Selain dilihat dari karakteristik fisik dan komposisi kimia kedelai, hal yang menjadi pertimbangan untuk memilih kedelai sebagai bahan baku produk pangan adalah keamanan dari produk bersangkutan. Rekayasa genetika telah dilakukan oleh beberapa negara untuk menghasilkan produk pertanian yang lebih baik. Rekayasa genetik pada kedelai menghasilkan varietas dengan karakteristik spesifik seperti rendemen yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit, kualitas minyak yang baik dan sebagainya. India telah menghasilkan sekitar 80 varietas kedelai hasil rekayasa genetik sejak pertengahan 1960-an. Sementara itu China telah membudidayakan sekitar 134 kultivar hasil rekayasa genetik pada 25 area tanam sejak tahun 1980-an Mishra and Verma 2010. Negara-negara di Amerika Selatan seperti Argentina dan Brazil telah mengijinkan penggunaan varietas kedelai hasil rekayasa genetik untuk dibudidayakan Chianu et al 2010. Meskipun penggunaan rekayasa genetik telah berhasil menghasilkan produk pertanian yang lebih baik, keamanan produk bagi kesehatan manusia dan lingkungan masih diteliti. Oleh karena itu perlu kewaspadaan terhadap produk transgenik yang mungkin banyak beredar di pasaran.

B. Karakterisasi Tempe Kedelai

Tempe merupakan salah satu produk olahan kedelai yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Produk ini diperoleh dengan cara memfermentasi kedelai menggunakan kapang Rhizopus. Tempe memiliki penampakan dan komposisi gizi yang berbeda dibandingkan kedelai maupun produk olahan kedelai lainnya. Pada penelitian ini, pembuatan tempe dilakukan di salah satu industri tempe rumah tangga milik Bapak Warsori yang berlokasi di Dusun Warnasari Desa Cibeber, Leuwiliang Bogor. Prosedur yang digunakan untuk pengolahan tempe sampel sama dengan prosedur pengolahan tempe komersial 32 sehari-hari yang dilakukan oleh industri tersebut. Dengan demikian akan diperoleh tempe dengan karakter normal tempe di pasaran. Metode pengolahan tempe yang dilakukan pada industri bersangkutan adalah perebusan kedelai, perendaman, pengupasan kulit, pencucian, penambahan starter, pengemasan dan pemeraman.

1. Karakteristik Fisik Tempe

Karakteristik fisik yang dianalisis dari tempe adalah rendemen dan panjang biji tempe. Rekapitulasi hasil analisis karakteristik fisik tempe dapat dilihat pada Tabel 10 sementara data lengkap analisis dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Proses fermentasi akan membentuk tempe yang berupa padatan kompak dari biji kedelai yang diselimuti oleh hifa kapang Golbitz and Jordan 2006. Tempe berkualitas baik dicirikan oleh warna putih bersih dan merata pada permukaannya, struktur yang homogen dan kompak serta rasa dan aroma khas tempe. Sedangkan tempe kualitas buruk ditandai dengan permukaan yang basah, struktur tidak kompak, bercak hitam, berbau amonia dan alkohol serta beracun Astawan 2009. Tempe yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki ciri-ciri sebagaimana ciri tempe dengan kualitas baik dimana butir-butir kedelai diselimuti oleh hifa kapang secara merata, tekstur yang kompak dan aroma khas tempe. Namun pada tempe dari kedelai varietas G2 batch pertama terdapat penyimpangan yaitu aroma yang terlalu tajam. Tempe G2 memiliki aroma kapang yang sedikit menyengat. Hal yang menyebabkan penyimpangan diduga dapat terjadi selama proses produksi maupun transportasi. Produksi tempe dilakukan dengan metode perebusan kedelai, perendaman, pengupasan kulit, pencucian, penambahan starter, pengemasan dan pemeraman. Kesalahan selama proses produksi yang mungkin antara lain pemberian starter ragi yang melebihi kadar yang seharusnya serta kondisi pemeraman yang mungkin berbeda. Penambahan starter pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe merupakan salah satu hal yang penting dalam pembuatan tempe. Penambahan ragi dilakukan 1 gram per kg kedelai, atau disebutkan dalam kemasan 1 sdm untuk 10 kg kedelai. Pada industri tempe, penambahan ragi dilakukan dengan takaran rumah tangga sehingga memungkinkan penambahan yang kurang tepat. Hal ini mungkin menyebabkan penambahan starter yang tidak sesuai dengan takaran. Penambahan jumlah inokulum dapat mempengaruhi waktu pemeraman. Dengan kondisi yang sama, penambahan atau pengurangan jumlah inokulum akan mempersingkat atau memperpanjang waktu pemeraman Sudigbia 1996. Kedelai yang telah ditambahkan starter kemudian ditimbang berdasarkan berat tertentu dan dikemas menggunakan plastik yang telah dilubangi. Kedelai kemudian diletakkan pada ruang khusus yang terdiri dari rak-rak tempat pemeraman. Kondisi pemeraman juga berpengaruh terhadap kualitas tempe yang dihasilkan. Pada hari kedua dilakukan pembalikan disertai penambahan lubang pada kemasan plastik untuk menjaga kondisi tempe agar tidak berkeringat. Pemeraman yang kurang baik dapat memberikan hasil tempe yang tidak baik. Selain itu penyebab penyimpangan juga dimungkinkan terjadi pada saat transportasi. Kondisi yang terlalu padat dan rapat dapat menyebabkan pertumbuhan kapang yang terlalu cepat. Pertumbuhan kapang sejalan dengan jumlah zat sisa metabolisme yang dihasilkan yang berpengaruh terutama terhadap rasa dan aroma tempe yang dihasilkan.