Secara  garis  besar  kawasan  kabuyutan  dibagi  menjadi  tiga  bagian  luhur- tengah-handap. Setiap bagian memiliki area larangan dan tutupan yang biasanya
berbentuk hutan leuweung. Hutan larangan di bagian luhurgirang hulu dibagi menjadi  tiga  bagian  utama,  yaitu  larangan  sirah  kepala,  larangan  beuheung
leher,  dan  larangan dada  dada.  Bagian  larangan sirah  dibagi  menjadi  enam panta  bagian  dengan  jarak  setiap  panta  merupakan  hasil  dari  jumlah  langkah
panta kelima menuju puncak dibagi lima panta. Panta  kelima  Sanghiyang  Pretiwi  merupakan  pusat  dari  kawasan
luhurgirang.  Pada  hutan  larangan  di  bagian  tengah  terdapat  hutan  larangan Sanghiyang  Udel  buyut  karuhun  yang  merupakan  pusat  kawasan  tengah  dan
Sanghiyang  Lawang  buyut  seke  yang  menjadi  pusat  dari  subsistem  kawasan tengah.  Untuk  setiap  buyut  seke  ditetapkan  luasan  larangan  rata-rata  seluas  0,4
hektar.  Setiap  buyut seke  memiliki  seizin  berupa  makam  buyut  dan  pohon  yang dianggap  keramat.  Gabungan  dari  beberapa  atau  seluruh  hutan  larangan  buyut
seke akan membentuk satu kawasan kabuyutan untuk setiap kawasan dalam skala mikro, meso, hingga makro.
Dalam  penetapan  suatu  kawasan  kabuyutan,  mata  air  utama  dan  pertama Sanghiyang Pretiwi dijadikan sebagai acuan. Selanjutnya, ditarik garis lurus ke
arah  puncak  gunung  dan  ditentukan  berapa  langkah  hingga  mencapai  puncak. Jumlah  langkah  selanjutnya  dibagi  lima  panta  dan  hasilnya  digunakan  untuk
menetapkan lokasi seluruh panta. Setiap panta memiliki simbol tersendiri berupa pohon,  batu,  atau  pun  benda  lain  yang  dikeramatkan.  Informan  kunci
menerangkan  bahwa  penamaan  masing-masing  panta  didasarkan  pada  bentuk tubuh manusia Sunda kuno.
Akesa  wujud  eter  diinterpretasikan  menjadi  ubun-ubun  sebagai  tempat tumbuh rambut dan bulu yang menandakan daerah yang tertutup vegetasi dengan
kondisi  topografi  dan  tanah  yang  rawan.  Teja  wujud  sinarcahaya diinterpretasikan menjadi mata sebagai tempat membentuk panas tubuh dan sinar
mata  yang  mencirikan  daerah  terbuka  dengan  sedikit  tutupan  vegetasi.  Apah wujud  cair  diinterpretasikan  menjadi  pipi  sebagai  tempat  mengalirkan  cairan
tubuh yang menandakan daerah pengisi sumber mata air saluran kecil atau celah bebatuan.  Bayu wujud  udara  diinterpretasikan  menjadi  lubang  hidung  sebagai
tempat sirkulasi udara dan saluran air yang menandakan daerah hulu dari mata air. Pretiwi  wujud  padat  diinterpretasikan  menjadi  mulut  dengan  kumis  yang  lebat
sebagai tempat permulaan keluarnya air yang menandakan daerah mata air dengan lebatnya  pepohonan  penyangganya.      Selanjutnya,  setiap  hutan  larangan  dan
tutupan ditetapkan berdasarkan sumber mata air baik pada kawasan seke maupun susukan.
Letak  hutan  larangan  berada  di  lapisan  pertama  kawasan  mata  air,  dan selanjutnya ditutup oleh hutan tutupan. Fungsi dari hutan larangan adalah sebagai
hutan  preservasi  yang  menjaga  keseimbangan  ekosistem.  Hutan  tutupan merupakan  hutan  konservasi  yang  difungsikan  untuk  mendukung  proses
stabilisasi  hutan  larangan.  Akses  pada  hutan  larangan  sangat  terbatas  sehingga sumber  daya  pada  hutan  larangan  tidak  dapat  dimanfaatkan  untuk  kepentingan
pribadi.  Dalam  kawasan  hutan  tutupan,  masyarakat  dapat  memanfaatkan  sumber daya hutan dengan pemanfaatan terbatas dan seizin pemuka adat Gambar 37.
Gambar 37. Leuweung Tutupan di Kabuyutan Kapunduhan Hariang Kuning Penetapan  leuweung  larangan  dalam  suatu  kabuyutan  dilakukan  melalui
tiga  kegiatan  penataan,  yaitu  tata  wilayah  rancangan  tata  ruang,  tata  wayah rancangan  waktu  pemulihan,  dan  tata  lampah  rancangan  kerja  pemulihan.
Ketiga  rancangan  penataan  tersebut  dilaksanakan  secara  bertahap  melalui  tahap
kabarataan  penetapan,  kadewaan  pendidikan,  dan  karatuan  pelaksanaan. Setelah  dilakukan  penetapan  wilayah  tata  wilayah,  selanjutnya  dilakukan
perancangan  waktu  pemulihan  tata  wayah.  Tata  wayah  dibagi  menjadi  dua periode  utama,  yaitu  periode  pendidikan  kadewaan  dan  periode  pelaksanaan
karatuan.  Melihat  nilai  dan  manfaat  dari  kegiatan  tersebut,  inisiasi  dan  adopsi penerapan konsep kabuyutan dalam menata kembali wilayah Sunda tata wilayah
perlu  dilakukan  di  luar  Dusun  Ciomas.  KATCI  sebagai  bagian  dari  masyarakat memiliki  peran  penting  dalam  mengkaji,  melaksanakan,  dan  mengembangkan
pengetahuan masyarakat yang bernilai konservatif.
4.1.3.3.2. Pengetahuan Ekologik Tradisional
Masyarakat  pertanian  di  perdesaan  memiliki  pengetahuan  tentang  alam, vegetasi,  satwa,  produk  alam,  sifat  dan  tingkah  laku  manusia,  serta  ruang  dan
waktu  yang  terkait  dengan  pertanian.  Berdasarkan  pemahaman  terhadap  aspek fisik  alam  dan  lingkungan,  secara  budaya  masyarakat  mengenal  dan  memahami
makna dari daerah-daerah yang dijadikan ruang aktivitas produksi dan reproduksi Tabel 16.
Tabel 16. Ragam Jenis Tempat Berdasarkan PET Masyarakat Sunda
No. Nama Lokal
Keterangan
1. Alun-alun
Tempat luas yang berada di pusat kota 2.
Astana Kuburanpemakaman
3. Babakan
Permukimankampung baru 4.
Basisir Pesisir pantai
5. Babantar
Bagian sungai yang lebar tetapi dangkal 6.
Bojong Lahan luas yang menjorok ke sungai
7. Bobojong
Lahan yang menjorok ke sungai 8.
BubulakBulakan Kawasan padang rumput di daerah bukit atau gunung
9. Buruan
Bagian depan dari pekarangan 10
Dayeuh Permukiman yang dihuni banyak orang
11. Emper
Bagian depan rumahteras 12.
Gawir Sisi jurang
13. Geger
Punggung gunung yang memanjang 15.
Gupitan Jalan setapak antara dua bukit
16. Gurawes
Tanah yang curam 17.
Huma Sawah ladangdarat tadah hujanrainfed
18. Jalan huni
Jalan di antara jalur tanaman di kebun 19.
Jalan jajahan Jalan besar yang dapat dilewati oleh kendaraan
20 Jalan satapak
Jalan yang hanya dapat dilalui oleh manusia 21.
Jontor Tanjung
Lanjutan Tabel 16
22. Kubangan
Tempat penuh lumpur untuk mandi kerbau 23.
Kamalir Saluran air kecil
24. Kobakan
Lubang di tegalan yang berair 25.
Karees Bagian sisi sungai yang berpasir
26. Kebon
Lahan pertanian di belakang rumah pekarangan belakang 27.
Landeuh Daerah yang lebih rendah
28. Lebak
Daerah yang lebih rendah 29.
Lengkong Tempat landai dan curam yang berada di antara dua bukit
30. Lamping
Bagian sisi gunung yang curam 31.
Lembur Tempat yang dihuni banyak orangkampung
32. Leuwi
Bagian sungai yang luas dan dalam 33.
MuharaMuara Hilir dari aliran sungai
34. Nagrak
Daerah yang tinggi dan tidak sesuai untuk pertanian 35.
Negla Daerah yang luas dan tidak tertutup pepohonan
36. Parigi
Saluran air yang sengaja dibuat 37.
Parung Bagian sungai yang dangkal dan diapit dua leuwi
38. Pasir
Daerah seperti gunung tetapi lebih rendah bukit 39.
Pakarangan Lahan yang berada di sekitar rumah
40. Pipir
Lahan pekarangan di samping rumah 41.
Sungupan Tempat mengalirkan air dari sungai ke sawah
42. Sake
Sungai kecil 43.
Sampalan Daerah jelajah satwa di hutan
44. Samida
Hutan yang dikeramatkan 45.
Seler Sungai kecil
46. Situ
Telaga besar 47.
Sirah cai Mata air
48. Solokan
Saluran air kecil 49.
Somang Jurang yang curam dan dalam
50. Tegalan
Lahan luas dan datar di dataran pegunungan 51.
Tetelar Bagian sawah yang tidak terkena air
52. Tutugan gunung
Bagian gunung paling bawah 53.
Walungan Sungai besar
Sumber: Pengamatan lapang
Pengetahuan masyarakat mengenai daerah berbahaya masih diaktualisasikan dalam  beberapa  aktivitas  produksi  dan  reproduksi  masyarakat.  Beberapa  daerah
seperti  bojong,  bobojong,  gawir,  samira,  lamping  dan  sampalan  menunjukkan tempat  berbahaya  untuk  dilakukan  aktivitas.  Pemahaman  terhadap  karakteristik
elemen penyusun daerah tersebut memberikan pemahaman terhadap penyesuaian aktivitas  yang  dapat  dilakukan.  Namun,  kondisi  saat  ini  menunjukkan  bahwa
sebagian masyarakat mulai mengabaikan kearifan tersebut dengan memanfaatkan daerah  berbahaya  sebagai  ruang  aktivitas.  Dampaknya  terjadi  bencana  seperti
longsor dan erosi yang sebenarnya tidak akan terjadi jika aturan adat tetap ditaati.
Pengetahuan  tentang  vegetasi  dalam  lanskap  pertanian  ditunjukkan masyarakat  dalam  pengenalan  dan  penggunaan  istilah  atau  nama  lokal  terkait
vegetasi.  Berdasarkan  informasi  dari  beberapa  informan  kunci,  ditemukan  40 pohon lokal 40 tangkal adampituin yang digunakan dalam pelaksanaan konsep
kabuyutan Tabel 17
Tabel 17. Nama 40 Tangkal Adam Pengisi Kabuyutan
No. Nama Lokal
Nama Latin Kelompok
1. Awi gombong
Gigantochloa verticillata Willd. Rumput
2. Angsana
Pterocarpus indicus Willd. Pohon
3. Angsret
Spathodea campanulata Pohon
4. Bungbulang
Premna tomentosa Willd. Pohon
5. Baros
Manglietia glauca Pohon
6. Beunying
Ficus fistulosa Reinw. BI. Pohon
7. Bintinu
Melochia umbellate Stapf. Pohon
8. Bungur
Lagerstroemia speciosa L. Pers. Pohon
9. Caringin
Ficus benjamina Pohon
10. Cangcaratan
Nuclea excels BI. Pohon
11. Dadap
Erythrina variegate L. Pohon
12. Dangdeur
Gossampinus malabarica Pohon
13. Eurih
Imperata cylindrica Rumput
14. Gayam
Inocarpus fagiferus Pohon
15. Harendong
Malastoma malabatricum Semak
16. Huru
Lisea sp. Pohon
17. Kawung
Arenga pinnata L. Pohon
18. Kiara
Ficus annulata BI. Pohon
19. Ki beusi
Kibessia azzurea BI. Pohon
20. Ki ciat
Ficus septica Burm. Pohon
21. Ki hiang
Albizzia procera Benth. Pohon
22. Ki hiur
Castanopsis javanica BI. Pohon
23. Ki hujan
Samanea saman Merr. Pohon
24. Ki kopi
Plectronia dydima Benth.  Hook. Pohon
25. Ki lalayu
Erioglossum rubiginosum Pohon
26. Ki panggang
Trevesia sundaica Miq. Pohon
27. Ki rinyuh
Eupathorium odoratum L. Semak
28. Ki saat
Velariana hardwickii Wall. Pohon
29. Ki sampang
Evodia latifolia DC. Pohon
30. Ki segel
Dillenia excels Gilg. Pohon
31. Ki sereh
Piper aduncum L. Pohon
32. Ki sireum
Syzigium acuminatisima Kurz. Pohon
33. Ki tambaga
Eugenia cuprea Pohon
34. Ki teja
Machilus rimosa Ness ex BI. Pohon
35. Kiray
Metroxylon sagu Rottb. Pohon
36. Loa
Ficus sp. Pohon
37. Mara
Macaranga tanarius  L. Muell. Arg. Pohon
38. Seuhang
Ficus grossularioides Burm. F. Pohon
39. Sempur
Dillenia aurea Smith. Pohon
40. Waru
Hibiscus similis Pohon
Sumber: Pengamatan lapang