Infrastruktur Analisis Kondisi Sistem Sosial-Ekonomi Masyarakat Pertanian Sunda Parahiyangan

langkap, atau ijuk aren untuk fungsi hateup atap. Sebagian besar rumah panggung juga rumah modern lainnya beton telah menggunakan genting sebagai elemen atap. Elemen lain yang mulai ditinggalkan masyarakat adalah penggunaan palang kayu sebagai kunci pintu. Penggunaan slot kunci besi sudah menjadi tren di kalangan masyarakat. Begitu pula dengan jendela kayu yang tergantikan oleh jendela kaca. Gambar 34. Model Rumah Panggung di Daerah Studi Tabel 15. Elemen Penyusun Rumah Panggung Masyarakat Sunda. No. Nama Lokal Keterangan Penggunaan YaTidak 1. Kolong Ruang di bawah untuk menyimpan ternak atau perkakas. Ya 2. Tepas Ruang di bagian depan untuk menerima tamu dan aktivitas sosial lainnya. Ya 3. Tengah imah Ruang di bagian tengah untuk aktivitas sosial keluarga. Ya 4. Pangkeng Ruang di bagian dalam untuk istirahat keluarga inti. Ya 5. Pawon Ruang di bagian belakang untuk aktivitas reproduksi memasak. Ya 6. Goah Ruang di bagian belakang untuk menyimpan hasil pertanian gudang beras, dsb.. Ya 7. Para Ruang di bagian atas untuk menyimpan perkakas gudang. Ya 8. Segog Ruang di bagian samping untuk menyimpan perkakas gudang. Ya 9. Tatapakan Bagian dasarkaki berbahan dasar batu dengan ukuran tinggi sajeungkal atau satuur. Ya Lanjutan tabel 15 10. Lelemah Bagian tanah yang datardidatarkan. Ya 11. Tihang Bagian bangunan berupa tiang berbahan dasar kayu. Ya 12. Golodog Bagian bangunan berupa tangga berbahan dasar bambu atau kayu papan. Ya 13. Palupuh Bagian bangunan berupa bambu yang dicacah untuk lantai dadasaramparan. Ya 14. Pongpok Bagian bangunan di ujung luar. Ya 15. Pipir Bagian bangunan di samping luar. Ya 16. Juru Bagian bangunan di ujung dalam. Ya 17. Palang dada dan paneer Bagian bangunan berupa palang untuk mengunci pintu. Ya 18. Hateup Bagian bangunan berupa atap berbahan dasar daun eurih, langkap, kirai, kelapa, atau ijuk dari pohon aren. Tidak 19. Bilik Bagian bangunan berupa dinding berbahan dasar bambu. Ya 20. Jandela Bagian bangunan berupa jendela. Ya 21. Panto Bagian bangunan berupa pintu. Ya 22. Ereng Bagian bangunan berupa kerangka atap berbahan dasar kayu dengan atap genting. Ya 23. Sosompang Bagian bangunan berupa ruang sederhana di bagian luar. Ya 24. Lincar Bagian bangunan berupa papan penahan bilik. Ya 25. Wuwung Bagian bangunan berupa penutuppenyambung atap hateup atau genting. Ya Sumber: Pengamatan lapang Hasil pengamatan lapang menunjukkan beberapa rumah panggung tidak menggunakan hateup berbahan dasar daun eurih, langkap, kelapa, atau ijuk. Hal itu disebabkan oleh semakin jarangnya masyarakat yang memanfaatkannya, padahal ketersediaan bahan dasar penyusun atap tersebut masih banyak tersedia di daerah studi. Keengganan masyarakat dipengaruhi oleh kemudahan penyediaan dan pemasangan genting dibandingkan bahan dasar alami. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat adalah semakin hilangnya kearifan lokal dalam kekhasan karakter rumah panggung Sunda Panjalu. Imah panggung rumah panggung merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat dalam memanfaatkan alam dan lingkungan guna memenuhi kebutuhan keamanan dan ruang aktivitas reproduksi keluarga petani. Kearifan lokal tercermin dalam setiap proses pembuatan dan elemen yang digunakan. Proses awal yang biasa dilakukan adalah ngalelemah atau mendatarkan lahan yang akan digunakan sebagai rumah dengan melakukan rekayasa sederhana cut and fill. Ngalelemah di daerah studi berbeda dengan yang dilakukan masyarakat Sunda di kampung adat Baduy yang tetap membiarkan topografi seperti aslinya. Masyarakat Sunda Baduy tidak merubah bentuk topografi, tetapi menyesuaikannya dengan memanjangkan atau memendekkan tihang kaki bangunan berbahan dasar kayu. Proses selanjutnya adalah penyusunan elemen-elemen bangunan yang masih memanfaatkan bahan dasar lokal dan membentuk ruang sesuai fungsinya Gambar 35. Kayu yang dimanfaatkan sebagai tihang dan bagian utama lainnya diperoleh dari kebun-talun. Kayu yang digunakan adalah jati Tectona grandis L.f., sengonalbo Paraserianthes falcataria, tisuk Hibiscus macrophyllus, dan kelapa Cocos nucifera L.. Bahan dasar untuk fungsi dinding dan lantai digunakan bambu bilik dan palupuh. Pemanfaatan sumber daya lokal untuk pembuatan rumah panggung menandakan pengetahuan ekologi tradisional masyarakat terhadap jenis dan fungsi sumber daya pertanian. Ketersediaan sumber daya tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai penjaga eksistensi rumah panggung dengan dukungan persepsi dan prefensi masyarakat yang positif terhadap rumah panggung. 1 2 2 3 Segog Golodog Para Jandela Lelemah Tatapakan Tihang Panto Pongpok luar Juru jero HateupKenteng Bilik Ereng Imah Kolong Wuwung Pipir Buruan Hareup Buruan Tukang Tampak atas terdiri dari 1 Tepas, 2 Tengah Imah dan Pangkeng, dan 3 PawonGoah Gambar 35. Ilustrasi Konstruksi Imah Panggung Sunda Panjalu

4.1.3. Analisis Kondisi Sistem Spiritual-Budaya Masyarakat Pertanian Sunda Parahiyangan

4.1.3.1. Sejarah Masyarakat

Berdasarkan penuturan informan kunci, tidak ditemukan bukti sejarah yang menerangkan secara pasti awal mula terbentuknya permukiman masyarakat di daerah studi. Namun secara umum, daerah studi yang termasuk ke dalam satuan wilayah administrasi Kecamatan Panjalu dapat diduga bahwa masyarakat telah ada sejak abad ke-13 ketika Kerajaan Panjalu didirikan. Pusat kerajaan pertama yang berada di puncak Gunung Sawal Karantenan menguatkan posisi daerah studi sebagai bagian dari Kerajaan Panjalu. Beberapa informan kunci menjelaskan bahwa daerah Ciomas, Mandalare, dan Kertabraya merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Panjalu. Bukti fisik yang masih ada hingga saat ini adalah ditemukannya beberapa situs keramat berupa makam dan mata air. Keterikatan dengan Kerajaan Panjalu terlihat ketika upacara adat nyangku yang mensyaratkan pengambilan air di tujuh mata air termasuk mata air di tiga dusun tersebut sebagai penghormatan kepada raja Panjalu Prabu Sanghiyang Borosngora.

4.1.3.2. Spiritual Masyarakat

Masyarakat Dusun Ciomas, Mandalare, dan Kertabraya merupakan bagian dari masyarakat Sunda yang masih menjalankan adat istiadat budaya Sundan. Kebudayaan Sunda yang terbentuk telah mengalami proses akulturasi dengan beragam budaya luar yang masuk dan mempengaruhi masyarakat, yakni berawal dari pengaruh ajaran Hindu dengan dikenalnya wilayah Panjalu sebagai Kabuyutan Gunung Sawal hingga masuknya pengaruh Islam setelah Prabu Borosngora meyakini ajaran Islam. Sistem keyakinan yang hingga saat ini masih diyakini dan dipertahankan oleh masyarakat adalah konsep ketuhanan dalam ajaran agama Islam yang meyakini keberadaan Allah Swt sebagai pencipta dan pemilik jagat raya. Keyakinan tersebut diekspresikan baik dalam berbagai aktivitas keagamaan seperti dalam ibadah inti salat, tadarus Al-Quran, pengajian, dan sebagainya maupun dalam ibadah muamalah perkawinan, perdagangan, pertanian, pewarisan, peringatan hari besar Islam, dan sebagainya. Dengan kearifan lokal yang dimilikinya, masyarakat mampu beradaptasi dengan kebudayaan luar dan menggunakannya sebagai kekuatan yang memicu kreativitas masyarakat. Kreativitas yang ditunjukkan masyarakat tampak pada berbagai adat istiadat, aktivitas, maupun aktualisasi nilai budaya dalam wujud benda budaya. 4.1.3.3. Budaya Masyarakat 4.1.3.3.1. Tradisi Muludan dan Nyangku Tradisi muludan dan nyangku merupakan acara tahunan yang diselenggarakan masyarakat Panjalu dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw. Tradisi tersebut dilakukan dalam serangkaian acara selama satu bulan pada bulan MuludRabi’ul Awal dalam kalender Hijriyah. Muludan dilakukan oleh masing-masing dusun dan desa yang selanjutnya puncak peringatan dilakukan di tingkat kecamatan pada hari Senin atau Kamis terakhir pada bulan Mulud. Tradisi muludan dan nyangku menunjukkan pengetahuan ekologi tradisional masyarakat terhadap ragam jenis tanaman dan hewan lokal. Terdapat beberapa jenis lokal yang dimanfaatkan masyarakat dalam pelaksanaannya seperti padi beras merah varietas lokal, padi Oryza sativa L., awi bitungbambu betung Bambusa aspera Schultes dengan sinonim Dendrocalamus flagelifer, Gigantochloa aspera Schultes F. Kurtz, atau Dendrocalamus merrilianus Elmer Elmer, aren Arenga pinata, kelor Moringa oleifera, pisang Musa paradisiaca L., jeruk nipis Citrus aurantifolia Swingle, bunga mawar Rosa L., umbi- umbian, bumbu-bumbuan, dan temu-temuan. Hewan yang dimanfaatkan dalam tradisi, di antaranya, adalah ayam kampung Gallus domesticus untuk diambil telur dan dagingnya, serta ikan-ikan lokal Situ Lengkong sesele, hampal, corengcang, sepat, kulinyar, katut kaberenyit, dan jongjolong tumbras. Sumber daya lokal pertanian untuk mengakomodasi tradisi muludan dan nyangku masih dapat disediakan di daerah studi. Namun, beberapa jenis tanaman seperti beras merah lokal dan pohon kelor, serta ikan lokal yang berada di Situ Lengkong sudah sulit diperoleh. Ketersediaan bahan-bahan untuk pelaksanaan tradisi di pasar berdampak pada keengganan masyarakat membudidayakan bahan- bahan tersebut di lahan pertaniannya. Upaya revitalisasi perlu dilakukan untuk menjaga eksistensi keanekaragaman hayati lokal yang berdampak pada keberlangsungan tradisi lokal yang didukung oleh sumber daya lokal. Masyarakat perlu dihimbau untuk kembali membudidayakan bahan-bahan lokal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tradisi untuk mempermudah pelaksanaan dan mengurangi biaya produksi yang digunakan untuk membeli bahan dari luar. Di samping menunjukkan keanekaragaman jenis sumber daya hayati pertanian, tradisi muludan dan nyangku memperlihatkan hubungan harmonis antar masyarakat dalam satu dusun, desa, hingga kecamatan. Pelaksanaan muludan di daerah studi memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Berdasarkan sistem sosial yang berlaku, setiap dusun diwajibkan untuk menyelenggarakan muludan. Aturan sosial mengatur setiap penyelenggara untuk menyediakan akomodasi bagi seluruh tamu undangan yang berjumlah hingga ribuan. Undangan disampaikan secara lisan dan tertulis kepada sesepuh dusun untuk disampaikan kepada seluruh masyarakat di dusunnya. Jika dalam satu desa terdapat lima dusun dan masing- masing dusun dihuni sekitar 500 jiwa, maka tamu undangan yang hadir sekitar 1.250 orang asumsi 50 yang hadir dari tiap dusun. Aktivitas saling mengundang silih ondang tersebut telah berjalan sejak lama dan tetap menjadi tradisi bagi masyarakat setempat. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat diduga kebutuhan finansial yang sangat besar. Dalam hal pendanaan, selain diperoleh dari dana bantuan pemerintah serta kas dusun, perolehan terbesar diperoleh dari dana rereongan urunan dari anggota masyarakat desa yang merantau ke kota. Keuangan yang diperoleh dari dana rereongan biasanya dikoordinasikan oleh suatu lembaga sosial seperti perhimpunan keluarga, dan ikatan keluarga. Dengan adanya kelembagaan tersebut, kebutuhan terhadap perkembangan dusun tetap terjaga meskipun donator berada di luar dusun bakti ka kampung. Ciri khas lain dari kegiatan muludan di daerah studi adalah strata sosial berdasarkan spiritual-budaya yang tampak dari posisi duduk. Penghargaan dan penghormatan ditunjukkan masyarakat dengan mengatur posisi duduk sehingga terlihat berstrata. Posisi terdepan biasa diisi oleh barisan ajengankyai, sesepuh, serta tokoh masyarakat. Barisan selanjutnya secara berurutan diisi oleh para ustaz, guru, staf kepemerintahan, dan masyarakat pada umumnya. Pembagian posisi