Hitungan produksi pertanian umum

Pemahaman masyarakat terhadap ruang dan waktu pada agroekosistem terlihat pula dalam mengenal penanda alam yang dijadikan pedoman dalam menjalankan aktivitas pertanian. Namun demikian, dengan perubahan sistem pertanian di beberapa agroekosistem, keberadaan pengetahuan lokal masyarakat terkait perhitungan musim semakin ditinggalkan bahkan dilupakan. Beberapa informan kunci ahli pertanian mantra tani menyampaikan bahwa masyarakat masih menggunakan perhitungan musim berdasarkan perbintangan pabentangan hingga akhir tahun 1970. Setelah dideklarasikannya program Revolusi Hijau, lambat laun kebudayaan bertani tradisional tersebut semakin ditinggalkan. Pengetahuan ekologik tradisional tersebut dikenal masyarakat sebagai pranata mangsa. Pranata mangsa yang dikenal masyarakat memiliki kesamaan dengan pronoto mongso yang dipakai oleh masyarakat jawa pada umumnya. Pengaruh Mataram yang pernah menguasai Tatar Sunda cukup kuat mempengaruhi pengetahuan masyarakat dalam menentukan kalender pertanian. Secara umum masyarakat di daerah studi menyusun kalender pertanian berdasarkan gejala alam yang dipelajari secara terus-menerus sehingga menghasilkan pengetahuan tentang musim yang diperlukan dalam pelaksanaan usaha pertanian pranata mangsa. Sebagai dasar dalam menentukan musim, masyarakat menggunakan keadaan dan jalannya bintang-bintang tertentu. Hal yang diperhatikan masyarakat adalah keadaaan matahari dengan melihat bayangan manusia. Bayangan manusia yang jatuh di sebelah utara menandakan musim hujan akan segera mulai. Kondisi tersebut biasanya terjadi mulai bulan September hingga permulaan bulan Maret. Kondisi sebaliknya ketika bayangan jatuh di sebelah selatan menandakan hujan semakin berkuran dan musim kemarau akan segera mulai. Kondisi tersebut terjadi pada bulan Maret hingga September. Selain dengan melihat pergerakan matahari, masyarakat memanfaatkan kemunculan bintang waluku orion sebagai penanda dimulainya penggarapan lahan. Bintang waluku dipercayai sebagai penanda musim oleh masyarakat karena melihat gugusan bintang seperti bentuk bajak. Tanda yang ditunjukkan oleh bintang waluku adalah ketika kemunculannya yang terang pada sore hari yang menandakan penggarapan lahan harus segera dimulai. Berdasarkan pemahaman terhadap gejala-gejala alam tersebut, masyarakat menyusun waktu dalam satu tahun menjadi 12 musim. Dalam sejarahnya, Sri Susuhunan Pakubuwana VII melakukan penyetaraan pranata musim pada tahun 1885 M di Solo. Penyetaraan dilakukan agar masyarakat memiliki persamaan pandangan dan susunan mengenai musim. Dengan adanya pengaruh Mataram di wilayah Tatar Sunda, mempengaruhi penamaan pranata mangsa yang dilakukan oleh masyarakat. Dampaknya, pembagian mangsa yang masih diketahui masyarakat menggunakan bahasa Jawa Tabel 26. Tabel 26. Ragam Penciri Waktu Mangsa Berdasarkan PET Masyarakat Sunda No. Waktu Mangsa Keterangan 1. Kasa 22 Juni-2 Agustus 41 hari Pohon mulai meranggas, tanah mulai mongering, serangga mulai bertelu, mata air mulai mengering, dan petani memulai penanaman palawija di sawah. 2. Karo 2 Agustus-26 Agustus23 hari Tanah mengering dan palawija mulai tumbuh di sawah. 3. Katelu 26 Agustus-19 September24 hari Tanaman palawija berbunga dan berbuah dan tanaman lain mulai tumbuh gadung, bambu, dsb.. 4. Kapat 19 September- 13 Oktober25 hari Palawija mulai dipanen, mata air kering, burung mulai bersarang, pohon randu berbuah, gadung dan bambu 5. Kalima 13 Oktober-9 November27 hari Daun muda pohon asam mulai tumbuh, ular mulai keluar, mangga mulai masak, dan petani mulai menanam di huma serta persiapan penanaman di sawah. 6. Kanem 9 November- 22 Desember43 hari Buah rambutan, durian, dan manggis mulai masak, dan petani mulai menanam padi di sawah. 7. Kapitu 22 Desember-3 Februari43 hari Burung mulai sulit menemukan makanan serta penanaman padi terus dilaksanakan sehingga tidak sampai melebihi akhir bulan musim. 8. Kawolu 3 Februari-1 Maret27 hari Serangga mulai bermunculan kumbang, kunang-kunang, dsb., padi mulai menghijau, jagung di huma mulai dipanen, dan burung tenggerek mulai berkicau. 9. Kasanga 1 Maret-26 Maret25 hari Buah duku, gandaria, jeruk mulai masak, dan padi huma juga padi sawah mulai menguning 10. Kasepuluh 26 Maret- 19 April24 hari Burung mulai ramai membuat sarang dan padi huma juga padi sawah mulai dipotong. 11. Desta 19 April-12 Mei23 hari Burung mulai mengerami telurnya dan petani sibuk memanen padi baik di huma maupun di sawah. 12. Sadha 12 Mei-22 Juni41 hari Buah-buahan mulai masak, padi sawah selesai dipanen, dan petani mulai mempersiapkan mengolah lahan untuk palawija. Sumber: Pengamatan lapang Pemahaman masyarakat pertanian terhadap berbagai gejala alam dan lingkungan yang terjadi secara berulang, telah melahirkan pengetahuan ekologi tradisional yang bernilai arif dan bijaksana terhadap alam dan lingkungannya. manfaat dari pranata mangsa telah dirasakan oleh masyarakat dalam berbagai aktivitas pertanian sehingga mampu menjadikan usaha pertanian sebagai tumpuan hidup. Namun, adanya perubahan sistem pertanian berdampak pada hilangnya kearifan masyarakat yang menyebabkan rapuhnya aspek pertanian dalam menopang kebutuhan masyarakat. Besarnya manfaat dari pranata mangsa perlu diberdayakan kembali dengan merevitalisasi makna dan fungsinya untuk keberlanjutan usaha pertanian.

4.1.4. Intervensi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian Sunda Parahiyangan

Sumber daya pertanian yang terdapat di daerah studi merupakan aset alam yang sangat bernilai untuk perkembangan sosial-ekonomi maupun spiritual- budaya masyarakat. Sebagai sumber daya milik bersama yang dapat dimanfaatkan oleh siapa saja berpotensi menimbulkan konflik jika tidak dilakukan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara adil dan bijaksana. Negara dalam hal ini pemerintah dengan landasan hukum yang kuat dalam undang-undang, keputusan menteri, peraturan pemerintah hingga atribut hukum yang lebih bersifat lokal memiliki kekuasaan penuh dalam pengelolaan sumber daya. Peranan pemerintah yang diimplementasikan dalam kebijakan berpotensi menghasilkan sistem pengelolaan yang adil dan bijaksan jika dilakukan sesuai dengan amanat hukum yang berlaku. Daerah studi sebagai bagian integral dari satuan Wilayah Sungai Citanduy telah merasakan beragam implementasi kebjikan dari pusat dalam upaya pengelolaan daerah aliran sungai Citanduy DAS Citanduy. Berbagai program rehabilitasi lahan dan pengembangan masyarakat di sekitar DAS Citanduy telah dilakukan pemerintah melalui peranan lembaga di masing-masing tingkat pemerintahan. Program yang dilakukan di daerah studi, di antaranya, adalah program Pelestarian Hutan Tanah Air PHTA pada tahun 19761977 yang merupakan instruksi presiden untuk menyediakan bantuan penghijauan di kawasan DAS Citanduy. Tahun 19821983 daerah studi menerima intervensi Proyek Penghijauan dan Reboisasi Nasional Pelita V. Proyek tersebut merupakan instruksi presiden yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas DAS Citanduy melalui program Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumber Daya Alam UP-UPSDA. Program tersebut berupa instensifikasi lahan secara tepat dan sesuai dengan upaya konservasi tanah dan air KTA. Ragam kegiatan sebagai pendukung tercapainya tujuan dari program yang diusung, dilakukan oleh lembaga-lembaga mulai dari tingkat nasional BRLKTBPDAS Cimanuk-Citanduy hingga tingkat regional BPSDA Wilayah Sungai Citanduy-Ciwulan. Adapun di tingkat lokal, dijalankan oleh lembaga pemerintahan kecamatan dan desa. Selain program yang terkait langsung dengan upaya konservasi tanah dan air di DAS Citanduy, masyarakat merasakan pula program Revolusi Hijau yang telah berlangsung sejak 1950. Dengan adanya program tersebut, masyarakat dapat merasakan manfaat dari introduksi pengetahuan dan teknologi baru dalam pengelolaan sumber daya pertanian, meskipun pada dasarnya masyarakat telah memiliki pengetahuan dan teknologi tersebut. Pengetahuan dan teknologi yang diterima masyarakat, di antaranya, adalah pembuatan dan pengelolaan teras gulud dan teras tangga beserta saluran pembuangan air SPA, dan usaha tani yang mengkombinasikan tanaman pertanian, kehutanan, dan peternakan. Namun, bukti dilapangan menunjukkan hasil yang belum maksimal. Kerusakan sumber daya pertanian semakin serius terjadi di daerah studi khususnya dan umumnya di kawasan DAS Citanduy. Ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan pupuk, pestisida, herbisida, dan sarana produksi lain yang tidak sesuai dengan upaya konservasi agroekosistem, dirasakan masyarakat sebagai dampak negatif dari program tersebut. Degradasi sumber daya pertanian yang terus berlangsung hingga dewasa ini disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya adalah kebijakan pemerintah belum memberikan ruang lebih bagi masyarakat melalui kelembagaan lokal untuk berperan serta dalam upaya pengelolaan sumber daya pertanian. Kuatnya intervensi dari pihak pemerintah dalam penentuan kebijakan hingga pelaksanaan di lapangan, menyebabkan ruang partisipasi masyarakat semakin sempit. Kegagalan pelaksanaan program menuntut adanya model pengelolaan yang lebih partisipatif dengan memberi ruang lebih bagi masyarakat untuk menggunakan pengetahuan ekologi tradisionalnya dalam mengelola alam dan lingkungan secara adil dan bijaksana.

4.2. Karakterisasi Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan

Lanskap pertanian Sunda Parahiyangan yang terbentuk sebagai hasil interaksi masyarakat pertanian dengan alam dan lingkungannya memiliki karakteristik ekologi, sosial-ekonomi, dan spiritual-budaya yang khas. Beragam elemen pembentuk lanskap dengan bentuk dan ciri khasnya menunjukkan kesatuan pola yang utuh dan unik jika dibandingkan dengan lanskap pertanian lainnya. Elemen pembentuk lanskap pertanian tersebut mencakup aspek ekologi yang terdiri dari unsur tanah dan topografi, hidrologi, iklim, vegetasi dan satwa, serta pola penggunaan lahan land use. Aspek sosial-ekonomi mencakup unsur kependudukan, organisasi sosial, sistem mata pencaharian, dan infrastruktur. Aspek spiritual-budaya terdiri dari unsur sejarah, spiritual, dan budaya masyarakat. Sebagai faktor luar yang mempengaruhi karakteristik lanskap pertanian Sunda Parahiyangan, intervensi kebijakan pemerintah memiliki peran yang sangat penting. Berdasarkan kajian karakteristik pada masing-masing unsur dapat diketahui bahwa faktor fisikekologi pembentuk karakteristik lanskap menunjukkan pola unit lanskap pertanian dengan tipe karakter pegunungan. Karakter tersebut muncul dari bentuk elemen-elemen penyusunnya yang mencerminkan elemen penyusun lanskap pegunungan. Tanah litosol, regosol, latosol, dan andosol merupakan jenis tanah khas daerah pegunungan vulkanik. Ciri khas tanah yang mudah tererosi, tetapi dapat menjadi penyimpan air yang efektif jika berasosiasi dengan elemen lanskap lainnya sangat mendukung karakteristik pegunungan. Kesuburan jenis tanah di daerah studi berpotensi mendukung aktivitas usaha pertanian. Namun, tanpa didukung ketersediaan sumber daya air yang cukup potensi tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Dengan demikian, hubungan mutual antara tanah dan air perlu diasosiasikan secara terpadu. Topografi menjadi elemen lanskap yang erat kaitannya dengan pola pemanfaatan lahan khususnya di kawasan pegunungan. Ragam bentuk lahan landform yang menyusun topografi terdiri dari lahan datar hingga sangat curam. Masing-masing bentuk lahan memiliki syarat kesesuaian penggunaan dan daya dukung. Pemanfaatan lahan ideal perlu menyesuaikan dengan syarat kesesuaian