Sejarah Masyarakat Analisis Kondisi Sistem Spiritual-Budaya Masyarakat Pertanian Sunda Parahiyangan

menjaga eksistensi keanekaragaman hayati lokal yang berdampak pada keberlangsungan tradisi lokal yang didukung oleh sumber daya lokal. Masyarakat perlu dihimbau untuk kembali membudidayakan bahan-bahan lokal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tradisi untuk mempermudah pelaksanaan dan mengurangi biaya produksi yang digunakan untuk membeli bahan dari luar. Di samping menunjukkan keanekaragaman jenis sumber daya hayati pertanian, tradisi muludan dan nyangku memperlihatkan hubungan harmonis antar masyarakat dalam satu dusun, desa, hingga kecamatan. Pelaksanaan muludan di daerah studi memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Berdasarkan sistem sosial yang berlaku, setiap dusun diwajibkan untuk menyelenggarakan muludan. Aturan sosial mengatur setiap penyelenggara untuk menyediakan akomodasi bagi seluruh tamu undangan yang berjumlah hingga ribuan. Undangan disampaikan secara lisan dan tertulis kepada sesepuh dusun untuk disampaikan kepada seluruh masyarakat di dusunnya. Jika dalam satu desa terdapat lima dusun dan masing- masing dusun dihuni sekitar 500 jiwa, maka tamu undangan yang hadir sekitar 1.250 orang asumsi 50 yang hadir dari tiap dusun. Aktivitas saling mengundang silih ondang tersebut telah berjalan sejak lama dan tetap menjadi tradisi bagi masyarakat setempat. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat diduga kebutuhan finansial yang sangat besar. Dalam hal pendanaan, selain diperoleh dari dana bantuan pemerintah serta kas dusun, perolehan terbesar diperoleh dari dana rereongan urunan dari anggota masyarakat desa yang merantau ke kota. Keuangan yang diperoleh dari dana rereongan biasanya dikoordinasikan oleh suatu lembaga sosial seperti perhimpunan keluarga, dan ikatan keluarga. Dengan adanya kelembagaan tersebut, kebutuhan terhadap perkembangan dusun tetap terjaga meskipun donator berada di luar dusun bakti ka kampung. Ciri khas lain dari kegiatan muludan di daerah studi adalah strata sosial berdasarkan spiritual-budaya yang tampak dari posisi duduk. Penghargaan dan penghormatan ditunjukkan masyarakat dengan mengatur posisi duduk sehingga terlihat berstrata. Posisi terdepan biasa diisi oleh barisan ajengankyai, sesepuh, serta tokoh masyarakat. Barisan selanjutnya secara berurutan diisi oleh para ustaz, guru, staf kepemerintahan, dan masyarakat pada umumnya. Pembagian posisi