Analisis Keberlanjutan Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan

Berdasarkan perspektif sosial-kemasyarakatan, kerusakan lingkungan di kawasan pertanian di perdesaan dipengaruhi oleh persepsi, preferensi, sikap, serta perilaku masyarakat. Tingkat persepsi dan preferensi terkait erat dengan tingkat pendidikan masyarakat. Data profil desa menunjukkan tingkat pendidikan yang rendah Tabel 11. Sebagian besar masyarakat yang hidup menetap di desa hanya berpendidikan hingga tingkat sekolah dasar. Rendahnya tingkat pendidikan di daerah studi banyak dipengaruhi oleh kurangnya biaya untuk kebutuhan pendidikan, serta adanya persepsi yang masih kuat di masyarakat yang menganggap tidak perlunya pendidikan formal. Kondisi tersebut menyebabkan distribusi informasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkait dengan pemanfaatan lahan lestari mengalami kendala. Kasus di atas membuka fakta lain bahwa faktor ekonomi memiliki peranan vital dalam proses ketidakseimbangan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Prasodjo 2005 menegaskan bahwa motif ekonomi akan mempengaruhi persepsi, preferensi, sikap hingga perilaku masyarakat dalam merespon kebutuhannya terhadap alam dan lingkungannya. Aktivitas yang ekstraktif, produktif, atau konservatif terhadap alam dan lingkungan akan dilakukan masyarakat selama mampu memenuhi kebutuhan ekonomi. Di tengah kuatnya arus modernisasi yang lebih menekankan pada pemenuhan fungsi ekonomi, masyarakat perdesaan memiliki pengetahuan ekologik tradisional dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan pertanian secara lestari. Kearifan lokal sebagai cerminan pengetahuan tradisional masyarakat yang masih melembaga di daerah studi adalah sikap dan perilaku kekeluargaan sebagai aktualisasi dari ungkapan silih asih, silih asah, dan silih asuh. Persepsi dan preferensi masyarakat yang menganggap sumber daya alam dan lingkungan merupakan milik bersama mempengaruhi pemanfaatan dengan pertimbangan keuntungan bersama. Peran ajengankyai sebagai tokoh masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengakomodasi beragam harapan dan kebutuhan masyarakat. Akomodasi disesuaikan dengan kondisi sumber daya lahan guna memperoleh manfaat optimal tanpa mengurangi kemampuan lahan. Pranata religius religious institution yang diemban oleh para ajengankyai telah memberikan dampak positif terhadap proses distribusi informasi dan sosialisasi. Hal tersebut telah memunculkan nilai sosial- ekologi yang menunjukkan kekuatan spiritual-budaya masyarakat spiritual- cultural survival yang berdampak pada kehidupan masyarakat yang merasa senang dan puas karena memperoleh kesesuaian dan keselarasan dalam hubungan mutual dengan alam berdasarkan kebudayaan yang dijalankan, meskipun kenyataannya dalam kondisi serba susah Jayadinata dan Pramandika, 2006. Berdasarkan analisis tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan sebagai media distribusi informasi menjadi hal penting dalam membina masyarakat. Kondisi ideal masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi dapat dicapai dengan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan baik pendidikan agama dan umum. Pendidikan agama sebagai penyeimbang dapat diakomodasi dengan keberadaan pesantren. Sedangkan pendidikan umum sebagai gerbang informasi ilmu pengetahuan empirik dapat diakomodasi dengan adanya pendidikan formal dari tingkat sekolah dasar, menengah, hingga tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di daerah studi banyak disebabkan oleh permasalahan finansial. Sumber finansial utama keluarga petani berasal dari hasil produksi pertanian. Kondisi aktual menunjukkan rendahnya pendapatan finansial diakibatkan keterbatasan kepemilikan lahan garapan. Lahan sebagai modal utama bagi petani dapat diakomodasi oleh pemerintah dengan melakukan konsolidasi lahan. Upaya tersebut dapat dilakukan secara menyeluruh dengan membagi lahan kepada seluruh keluarga petani, atau hanya menyediakan lahan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan minimal seluruh masyarakat dalam satu dusun. Sebagai contoh untuk memenuhi kebutuhan pangan utama berupa beras bagi masyarakat, pemerintah dapat mengalokasikan lahan pertanian sawah minimal untuk ketahanan pangan mandiri seluas 11,7 hektar. Luas lahan tersebut dibutuhkan untuk mengakomodasi masyarakat dengan asumsi kebutuhan beras masyarakat sebesar 113 kgkapitatahun BPS, 2011. Kebutuhan beras untuk memenuhi kebutuhan total penduduk dusun dengan rata-rata berjumlah 500 jiwa adalah sebesar 56.500 kgtahun. Hasil tersebut dihitung dengan asumsi lain berupa pemanfaatan optimal untuk konsumsi beras tanpa pemanfaatan lain seperti penyediaan benih atau digunakan untuk bahan baku industri, faktor eksternal lain seperti pengaruh iklim, hama dan penyakit, penyusutan berat dalam proses penggilingan diabaikan, serta asumsi produksi rata-rata padi 5.000 kg per hektar. Jika dalam satu tahun dapat dilakukan dua kali panen, maka masyarakat akan memperoleh surplus padi 100 dari hasil produksi untuk konsumsi primer. Dengan ketersediaan lahan pertanian tersebut, petani dapat mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya untuk memproduksi hasil pertanian yang optimal. Hasil produksi selain untuk dikonsumsi oleh keluarga petani, kelebihan surplus produksi dapat diperdagangkan. Keuntungan penjualan dapat dialokasikan untuk membiayai pendidikan sehingga keluarga petani memperoleh akses untuk mendapat ilmu pengetahuan. Manfaat dari terpenuhinya kebutuhan pendidikan dengan bertambahnya pengetahuan tentang pengelolaan alam dan lingkungan secara lestari, dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memahami keberlanjutan alam dan lingkungannya. Berdasarkan hasil analisis dengan kriteria penilaian NRC, daerah studi memiliki nilai keberlanjutan cukup tinggi untuk mendukung usaha petanian di setiap agroekosistem. Kondisi sumber daya pertanian yang tersedia dapat memberikan kesempatan bagi petani untuk dapat memanfaatkan sumber daya pertanian tidak hanya untuk saat ini, tetapi untuk kebutuhan di masa yang akan datang. Keberlanjutan ditunjukkan dengan kondisi tanah, air, udara, dan keanekaragaman hayati yang baik yang mampu mendukung stabilitas kehidupan sosial-ekonomi dan spiritual-budaya masyarakat. Kondisi sosial-ekonomi dan spiritual-budaya masyarakat dapat memberikan kualitas hidup yang baik bagi petani dengan tersedianya lapangan pekerjaan untuk melakukan aktivitas reproduksi dan produksi. Keberlanjutan ditunjukkan dengan kondisi aktivitas reproduksi maupun produksi masyarakat yang baik yang mampu menyokong stabilitas kehidupan masyarakat. Ketersediaan sumber pangan dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh pangan dengan kualitas prima, cukup nutrisi, mudah diperoleh, dan harga yang sesuai. Analisis keberlanjutan masyarakat pertanian dilakukan untuk menilai sejauh mana masyarakat dengan persepsi, preferensi, sikap, dan perilakunya mampu memanfaatkan sumber daya pertanian secara berkelanjutan. Berdasarkan hasil analisis penilaian keberlanjutan masyarakat dengan metode CSA, diperoleh hasil tingkat keberlanjutan masyarakat yang menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan. Dusun Ciomas memiliki nilai tertinggi dibandingkan dusun lainnya dengan nilai total 1182. Adapun Dusun Mandalare memiliki nilai terendah dengan nilai 1142, sedangkan Dusun Kertabraya bernilai 1145. Perbedaan yang tidak begitu signifikan di antara dusun menunjukkan kesamaan dalam beberapa aspek dominan pembentuk karakteristik lanskap pertanian di masing-masing dusun. Status dusun yang menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan tetap perlu dilakukan upaya perbaikan dan penyempurnaan dalam beberapa aspek dengan nilai di bawah 50 untuk mencapai keberlanjutan optimal Tabel 27. Tabel 27. Hasil Penilaian Keberlanjutan Masyarakat Berdasarkan Kriteria CSA No. Parameter Bobot Dusun Ciomas Dusun Mandalare Dusun Kertabraya Aspek Ekologi 1. Perasaan terhadap tempat 35 27 29 2. Ketersediaan, produksi, dan distribusi makanan 57 57 55 3. Infrastruktur, bangunan, dan transportasi 38 29 31 4. Pola konsumsi dan pengelolaan limbah padat 50 50 50 5. Air-sumber mutu dan pola penggunaan 49 49 49 6. Limbah cair dan pengelolaan polusi air 25 25 25 7. Sumber dan penggunaan energi 46 46 47 Total nilai aspek ekologi 300 283 286 Aspek Sosial-Ekonomi 1. Keterbukaan, kepercayaan, keselamatan; ruang bersama 72 72 72 2. Komunikasi, aliran gagasan, dan informasi 62 62 62 3. Jaringan pencapaian dan jasa 61 36 36 4. Keberlanjutan sosial 69 69 69 5. Pendidikan 46 46 46 6. Pelayanan kesehatan 55 55 55 7. Keberlanjutan ekonomi lokal yang sehat 40 40 40 Total nilai aspek sosial 405 380 380 Aspek Spiritual-Budaya 1. Keberlanjutan budaya 97 97 97 2. Seni dan kesenangan 48 48 48 3. Keberlanjutan spiritual 53 53 53 4. Keterikatan masyarakat 71 71 71 5. Kelenturan masyarakat 62 62 62 6. Holografik baru berorientasi global 66 66 66 7. Perdamaian dan kesadaran global 82 82 82 Total nilai aspek spiritual Total nilai aspek keseluruhan 479 1184 479 1142 479 1145 Keterangan: Pembobotan parameter dalam satu aspek 50+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 25-49 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-24 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Pembobotan parameter dalam satu aspek 333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Pembobotan parameter dalam satu aspek 999+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 500-998 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-449 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Berdasarkan hasil analisis keberlanjutan masyarakat menggunakan metode analisis CSA, diperoleh hasil yang cukup signifikan antara aspek ekologi dengan aspek sosial-ekonomi dan spiritual-budaya. Aspek ekologi termasuk ke dalam tingkat keberlanjutan yang menunjukkan awal yang baik ke arah keberlanjutan nilai antara 166-332. Sedangkan aspek sosial-ekonomi dan spiritual-budaya telah memenuhi kriteria yang menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan nilai 333+. Aspek ekologi merupakan aspek utama yang menyediakan sumber daya alam dan lingkungan sebagai penunjang utama keberlangsungan aspek sosial-ekonomi dan spiritual-budaya. Sebagai modal fisik, keberlanjutan aspek ekologi perlu ditingkatkan pada taraf kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan sehingga keseimbangan antaraspek dapat tercapai guna merealisasikan keberlanjutan masyarakat pertanian Sunda Parahiyangan. Aspek ekologi yang menunjukkan awal baik ke arah keberlanjutan didukung oleh ketersediaan, produksi, dan distribusi sumber daya pangan yang melimpah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sumber daya pangan yang melimpah dimanfaatkan dengan pola konsumsi sederhana. Hasil produksi pertanian dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga inti petani. Kelebihan hasil produksi dapat dialokasikan untuk fungsi sosial sebagai aktualisasi budaya silih anteuran atau diperdagangkan. Bagi masyarakat golongan menengah ke bawah hasil pertanian lebih dimanfaatkan untuk fungsi subsisten dan sosial. Sedangkan bagi golongan atas selain untuk fungsi subsisten dapat diperdagangkan atau didistribusikan untuk fungsi lainnya. Keberlanjutan aspek ekologi dapat tercapai secara optimal jika rasa kepemilikan masyarakat terhadap tempat tinggalnya dapat ditingkatkan. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa generasi muda tidak begitu mengenal sejarah dari perkembangan dusunnya. Penyebab utama adalah kurangnya distribusi informasi dari generasi tua kepada generasi muda yang terkendala oleh ketidakhadiran generasi muda di dusun. Tren saat ini menunjukkan bahwa generasi muda cenderung lebih menyukai bermigrasi ke kota untuk bekerja jika dibandingkan dengan tetap tinggal di dusun. Dampaknya, para orang tua cukup kesulitan bertemu untuk menyampaikan informasi tentang sejarah dan kondisi dusun pada anak-anak dan generasi penerusnya. Kondisi lain yang perlu ditingkatkan adalah kualitas dan kuantitas infrastruktur dusun untuk menunjang keberlangsungan aktivitas masyarakat. Ketersediaan jalan sebagai prasarana perhubungan sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk melakukan mobilisasi barang dan jasa. Kondisi prasarana jalan dan sarana berupa angkutan umum di daerah studi belum cukup memadai sehingga perlu dilakukan perbaikan dan pengembangan untuk efektivitas dan efisiensi mobilitas masyarakat. Selain itu, infrastruktur dalam pemanfaatan sumber daya air perlu dilakukan perbaikan terutama dalam menunjang aktivitas produksi pertanian dan reproduksi rumah tangga petani. Saluran irigasi merupakan prasarana penting untuk menunjang usaha pertanian tadah hujan di daerah studi. Kondisi fisik di daerah studi cukup menyulitkan untuk pembuatan saluran irigasi teknik. Namun, pengetahuan ekologi tradisional masyarakat memberikan contoh melalui pemanfaatan bambu sebagai media saluran air. Dengan model tersebut, sumber daya air dapat dimanfaatkan lebih optimal dengan manfaat lain berupa konservasi sumber daya tanah dan menjaga keanekaragaman hayati jenis bambu. Menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya air dan tanah disebabkan pula oleh penggunaan sarana produksi pertanian yang tidak ramah lingkungan, seperti pupuk dan pestisida kimia, serta sarana produksi tidak ramah lingkungan lainnya. Berdasarkan pengetahuan ekologik tradisional, masyarakat percaya bahwa dengan menggunakan pupuk kandang dan hijau dapat memberikan hasil produksi yang baik dan menjaga kelestarian sumber daya pertanian. Ungkapan lendo taneuh tanah subur menunjukkan bahwa kearifan masyarakat telah memberikan bukti nyata dari pemanfaatan pupuk organik yang dapat menyuburkan tanah secara lestari. Dengan mulai memberdayakan pemanfaatan pupuk dan pestisida organik yang diberdayakan secara mandiri oleh masyarakat dapat mengurangi ketergantungan terhadap sarana produksi yang tidak ramah lingkungan. Sumber energi utama masyarakat diperoleh dari kayu bakar. Energi tersebut dimanfaatkan untuk menunjang aktivitas reproduksi keluarga petani, seperti memasak. Ketersediaan kayu bakar yang diperoleh dari agroekosistem kebun- talun, sawah, dan pekarangan cukup tersedia dan menunjukkan tingkat keberlanjutan yang optimal jika dibandingkan dengan pemanfaatan yang masih terbatas. Namun, ketergantungan terhadap sumber energi yang berasal dari minyak bumi masih kuat dirasakan masyarakat. Bahan Bakan Minyak BBM dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk aktivitas produksi pertanian dan nonpertanian. Bahan Bakar Gas dimanfaatan oleh sebagian kecil masyarakat untuk menunjang aktivitas reproduksi seperti memasak. Namun, masyarakat lebih memilih menggunakan suluh kayu bakar dengan memanfaatkan kompor tradisional berupa hawu tungku sebagai sarana memasak Gambar 38. Pemanfaatan hawu selain bermanfaat secara ekologi dan sosial-ekonomi, telah menunjukkan nilai spiritual-budaya masyarakat yang tinggi. Ditemukan budaya khas masyarakat di daerah studi yang lebih menyukai makan bersama keluarga di sekitar hawu jika dibandingkan dengan makan di meja makan. Informan kunci menuturkan dengan cara seperti itu keakraban dan keeratan keluarga dapat lebih mudah terasa. Pengetahuan ekologik tradisional masyarakat di daerah studi telah menunjukkan dampak positif dalam menjaga keberlanjutan ekologi. Pemanfaatan sumber daya lokal untuk menunjang aktivitas produksi dan reproduksi masyarakat dilakukan dengan berbagai pertimbangan sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari aktivitas tersebut. Dengan demikian, pemanfaatan pengetahuan ekologi tradisional perlu dipertimbangkan dalam upaya mengembangkan aspek fisik dan masyarakat dalam lanskap pertanian. Gambar 38. Pemanfaatan Suluh Kiri dan Hawu Kanan dalam Aktivitas Reproduksi Masyarakat Memasak Aspek sosial-ekonomi menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan. Masyarakat di daerah studi menunjukkan rasa keterbukaan, kepercayaan, dan keselamatan di setiap kesempatan berinteraksi dalam suatu ruang sosial. Masyarakat berinteraksi dan saling bertukar informasi, gagasan, ide, opini, dan saran dalam rangka memupuk solidaritas di antara masyarakat, serta dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat. Jaringan pencapaian dan jasa dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Informasi tentang kemasyarakatan dalam aspek sosial, ekonomi, spiritual, budaya, dan politik dapat dengan mudah diperoleh dan diikuti masyarakat dengan keterlibatan aktif di setiap aktivitas kemasyarakatan. Keberlanjutan sosial-ekonomi dapat dicapai secara optimal dengan meningkatkan mutu pelayanan dalam aspek pendidikan dan ekonomi pertanian lokal. Tingkat pendidikan masyarakat tergolong rendah dengan indikasi lulusan SD yang lebih mendominasi. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut, di antaranya, adalah kurang tersedia prasarana dan sarana penunjang pendidikan seperti bangunan dan tenaga pengajar. Bangunan sekolah yang tersedia saat ini belum cukup mengakomodasi kebutuhan pendidikan yang optimal. Tenaga pengajar sebagian besar merupakan tenaga honorer dengan gaji yang kurang sesuai jika dibandingkan dengan usaha yang dilakukan. Perbaikan dalam aspek pendidikan mutlak dilakukan untuk menunjang kemandirian hidup masyarakat dalam menghadapi dinamika kehidupan. Perbaikan dapat dilakukan dengan penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai dengan ketersediaan guru yang ditunjang gaji yang sesuai. Aspek ekonomi pertanian lokal perlu mendapat perhatian lebih karena untuk menunjang sistem sosial-ekonomi masyarakat diperlukan sistem ekonomi pertanian yang sehat. Dewasa ini usaha produksi pertanian masih berorientasi untuk memenuhi kebutuhan primer keluarga petani subsisten. Keinginan untuk meningkatkan produksi berorientasi pasar komersial terkendala modal fisik berupa lahan yang sempit bahkan tidak memiliki landless. Sistem usaha tani ramah lingkungan untuk menunjang produksi telah dimiliki oleh masyarakat. Namun, lemahnya modal fisik dan finansial tidak dapat memanfaatkan pengetahuan tersebut secara optimal. Pengalokasian lahan menjadi solusi terbaik bagi petani sebagai modal utama dalam meningkatkan aktivitas ekonomi pertaniannya. Ketersediaan lahan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat dengan menjalankan usaha tani terpadu yang ramah lingkungan sehingga mampu memberikan hasil produksi yang baik dan tetap menjaga kelestarian lahannya. Ketersediaan lahan dapat diakomodasi dengan upaya konsolidasi lahan melalui land reform bagi keluarga petani yang memiliki lahan terbatas atau tidak memiliki lahan. Sistem yang dijalankan dapat berupa pemberian hak sewa atau hak milik dengan pemberlakukan pajak yang sesuai. Selain ketersediaan lahan, infrastruktur penunjang usaha pertania perlu diakomodasi secara optimal, seperti penyediaan sarana produksi dan distribusi, serta didukung kelembagaan sosial- ekonomi dan sosial-ekologi yang terpadu. Lemahnya modal finansial dapat diperkuat dengan penyediaan bantuan keuangan berupa kredit mikro bagi keluarga petani baik dikelola oleh pihak pemerintah maupun swasta. Sistem kredit yang ditawarkan diupayakan tidak memberatkan petani yang dapat dijalankan dengan sistem keuangan syari’ah bagi hasil. Ketersediaan modal fisik berupa lahan dan kuatnya modal finansial tidak dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa adanya kekuatan modal manusia SDM. Kondisi aktual di daerah studi menunjukkan tren migrasi masyarakat golongan usia kerja ke kota. Migrasi yang terjadi mengakibatkan dilema pada keberlanjutan lanskap pertanian. Perpindahan masyarakat ke kota di satu sisi memberikan manfaat bagi golongan tua yang tetap tinggal di desa dengan ketersediaan modal finansial bulanan dari anggota keluarga yang berkerja di kota. Namun, di sisi lain berdampak pada ketidakefektifan usaha pertanian yang diakibatkan berkurangnya SDM dalam pengelolaannya. Tingginya tingkat migrasi ke kota dapat diturunkan dengan pemberdayaan generasi muda yang diarahkan pada usaha pertanian yang menjanjikan secara ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi. dalam hal ini diperlukan keterlibatan aktif dari pihak pemerintah melalui dinas terkait, institusi pendidikan, dan swasta dalam menunjang keberlangsungan usaha pertanian untuk mencapai pembangunan pertanian berkelanjutan. Keberlanjutan aspek spiritual-budaya masyarakat menunjukkan tren positif ke arah kemajuan sempurna. Optimalisasi keberkanjutan perlu dilakukan pada peningkatan aspek seni dan kesenangan. Kondisi aktual menunjukkan bahwa tidak banyak ditemukan bentuk kesenian baik aktivitas maupun benda. Kesenian yang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah seni suara dalam aktivitas seni marawis, qasidah, dan nasyd dengan benda budaya berupa rebana hasil akulturasi dengan budaya pesantren Islam. Pengaruh ajaran Islam cukup kuat mempengaruhi perkembangan kesenian dan kesenangan. Namun demikian, beberapa sesepuh masyarakat mulai menggali dan mempelajari kembali beberapa kesenian tradisional masyarakat lokal untuk dapat dinikmati masyarakat tanpa melanggar syariat agama. Kesenian yang mulai dikembangkan, di antaranya, adalah seni karinding yang telah dialihfungsikan sebagai benda seni Gambar 39. Aspek spiritual-budaya lain yang berpotensi mendukung pencapaian kehidupan masyarakat berkelanjutan tercermin dalam beberapa peribahasa babasan Sunda. Babasan Sunda yang masih ditemukan dalam kehidupan masyarakat seperti adat kakurung ku iga adat yang sulit digantikan menunjukkan sikap masyarakat yang tetap berusaha menjaga adat istiadat lokal yang disesuaikan dengan pranata yang berlaku saat ini. Peribahasa lain seperti ari diarah supana kudu dipiara catangna yang berarti apa yang bermanfaat harus dirawat dengan sebaik-baiknya. Hal itu menjadi dasar spiritual-budaya yang kuat bagi masyarakat untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungannya yang telah memberi berbagai manfaat. Gambar 39. Alat Musik Karinding Buhun Khas Masyarakat Sunda Panjalu Keberlanjutan lanskap pertanian di daerah studi menunjukkan tren positif ke arah keberlanjutan yang optimal. Kondisi tersebut didukung oleh potensi pengetahuan ekologik tradisional masyarakat Sunda Parahiyangan yang mengarah kepada tingkat keberlanjutan yang sesuai dengan kriteria USDA. Hasil kajian menunjukkan bahwa hasil analisis NRC terhadap aspek fisik lanskap dan CSA terhadap aspek penilaian masyarakat, memperlihatkan hubungan yang kuat dengan mengisi hampir seluruh kolom arah keberlanjutan. Kolom matriks yang tidak terisi disebabkan oleh aspek kajian tidak saling terkait erat sehingga tidak memiliki hubungan langsung yang kuat. Namun kondisi tersebut dapat diakomodasi oleh aspek kajian lainnya sehingga kombinasi antar matriks dapat menjadi referensi untuk menyusun rekomendasi yang optimal. Hubungan antara pengetahuan ekologik tradisional masyarakat Sunda Parahiyangan dan kriteria keberlanjutan USDA memiliki keterikatan yang sangat erat Tabel 28. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil analisis terhadap aspek produksi, sosial-ekonomi, dan sosial-kemasyarakatan berdasarkan metode NRC dapat mencapai keberlanjutan lanskap pertanian. Dalam hal praktik produksi PP, kondisi aktual dan potensial sumber daya pertanian dapat memenuhi seluruh kriteria keberlanjutan USDA. Praktik pertanian tradisional yang dimiliki masyarakat sebagai bentuk PET berpotensi untuk dipertahankan dan dikembangkan dalam rangka memanfaatakan sumber daya tanah, air, iklim, udara, karbon, energi, serta sarana produksi pertanian secara optimal. Tabel 28. Matriks Hubungan PET-NRC Menuju Keberlanjutan USDA Kriteria Keberlanjutan Pengetahuan Ekologi Tradisional NRC Arah Keberlanjutan USDA 2007 USDA1 USDA2 USDA3 USDA4 Praktik produksi PP PP1 ✓ ✓ ✓ ✓ PP2 ✓ ✓ ✓ ✓ PP3 ✓ ✓ ✓ ✓ PP4 ✓ ✓ ✓ ✓ PP5 ✓ ✓ ✓ ✓ PP6 ✓ ✓ ✓ ✓ PP7 ✓ ✓ ✓ ✓ PP8 ✓ ✓ ✓ ✓ Sosial-ekonomi SE SE1 ✓ ✓ ✓ ✓ SE2 ✓ ✓ ✓ ✓ SE3 ✓ ✓ ✓ ✓ SE4 ✓ ✓ ✓ ✓ SE5 ✓ ✓ ✓ ✓ Sosial kemasyarakatan SK SK1 ✓ ✓ ✓ ✓ SK2 ✓ ✓ ✓ ✓ Keterangan: PP1: Praktik pertanian; PP2: Sumber daya tanah; PP3: Sumber daya air; PP4: Iklim; PP5: Udara; PP7: Jejak karbon; PP8: Energi; PP9: Peralatan dan gudang. SE1: Penjualan dan pemasaran; SE2: Modal finansial; SE3: Modal SDM; SE4: Produk organik; SE5: Manajemen resiko. SK1: Sosial pertanian; SK2: Tekanan pembangunan. USDA1 Menyediakan kebutuhan pangan, papan, serat, dan biofuel; USDA2 Memperkaya kualitas lingkungan dan sumber daya; USDA3 Mempertahankan keberlangsungan ekonomi pertanian; USDA4 Meningkatkan kualitas hidup pertanian, buruh tani, dan masyarakat. Pengetahuan ekologik tradisional dalam hal sosial-ekonomi, aspek penjualan dan pemasaran, modal finansial, modal SDM, produk organik, dan manajemen resiko yang dimiliki dan dijalankan masyarakat dapat memenuhi ketersediaan kebutuhan masyarakat, melestarikan sumber daya pertanian, menjaga stabilitas ekonomi pertanian, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, keberlanjutan optimal perlu didukung oleh kebijakan yang menjunjung keadilan dan kebijaksanaan alokasi modal finansial dan SDM, serta menunjang aktivitas penjualan dan pemasaran pertanian organik sehingga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Pengetahuan ekologik tradisional masyarakat dalam hal sosial- kemasyarakatan dapat memenuhi seluruh kriteria keberlanjutan USDA. Untuk mencapai keberlanjutan optimal, aspek sosial pertanian perlu didukung oleh kelembagaan masyarakat baik dalam konteks sosial-ekologi maupun sosial- ekonomi. Pembentukan kelembagaan perlu didasarkan pada kebutuhan mendasar masyarakat lokal dengan pelibatan aktif masyarakat dan mengurangi intervensi pihak luar yang dapat mendominasi dalam penentuan arah dan kebijakan. Peranan pemerintah dan swasta dapat diakomodasi sebagai pengarah atau pendamping dalam pembentukan lembaga kemasyarakatan. Dengan demikian, ketahanan kelembagaan masyarakat dapat menjaga stabilitas kehidupan sosial pertanian dari tekanan pembangunan yang berpengaruh terhadap eksistensi budaya pertanian masyarakat Sunda Parahiyangan. Berdasarkan penyesuaian antara pengetahuan ekologik tradisional masyarakat berdasarkan hasil analisis CSA dengan kriteria keberlanjutan USDA, menunjukkan tren positif ke arah keberlanjutan optimal Tabel 29. Aspek ekologi sebagai modal utama dalam keberlanjutan sosial dan cukup memenuhi kriteria keberlanjutan USDA. Namun, dalam hal infrastruktur belum mampu mengakomodasi kebutuhan secara optimal dalam menunjang efektivitas dan efisiensi usaha pertanian. Dalam hal pengelolaan limbah cair perlu ditingkatkan pemahaman bagi masyarakat mengenai dampak negatif dari penggunaan produk kimia berlebih yang dapat mengganggu stabilitas tanah dan air sebagai sumber daya lahan utama penyedia ketersediaan pangan, papan, serat, dan energi yang dibutuhkan masyarakat. Hubungan aspek sosial-ekonomi dan spiritual-budaya memiliki keterikatan positif terhadap kriteria keberlanjutan USDA yang menunjukkan bahwa masyarakat pertanian Sunda Parahiyangan memiliki potensi dalam modal finansial dan SDM guna mencapai pembangunan pertanian berkelanjutan. Optimalisasi keberlanjutan perlu dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat mengenai usaha pertanian ramah lingkungan yang dapat menjamin kesejahteraan kehidupan masyarakat dan kelestarian fisik lanskap pertaniannya. Peningkatan usaha pertanian berbasis pertanian terpadu lahan kering agroforestry dan pengembangannya dapat menjadi solusi untuk mencapai pertanian berkelanjutan. Hal tersebut memiliki keterikatan spiritual-budaya yang kuat serta menguntungkan secara sosial-ekonomi. Tabel 29. Matriks Hubungan PET-CSA Menuju Keberlanjutan USDA Kriteria Keberlanjutan Pengetahuan Ekologi Tradisional CSA Arah Keberlanjutan USDA 2007 USDA1 USDA2 USDA3 USDA4 Ekologi E E1 ✓ ✓ ✓ ✓ E2 ✓ ✓ ✓ ✓ E3 ✓ ✓ ✓ E4 ✓ ✓ ✓ ✓ E5 ✓ ✓ ✓ ✓ E6 ✓ ✓ ✓ E7 ✓ ✓ ✓ ✓ Sosial-ekonomi SE SE1 ✓ ✓ ✓ ✓ SE2 ✓ ✓ ✓ ✓ SE3 ✓ ✓ ✓ ✓ SE4 ✓ ✓ ✓ ✓ SE5 ✓ ✓ ✓ ✓ SE6 ✓ ✓ ✓ ✓ SE7 ✓ ✓ ✓ ✓ Spiritual-budaya SB SB1 ✓ ✓ ✓ ✓ SB2 ✓ ✓ ✓ ✓ SB3 ✓ ✓ ✓ ✓ SB4 ✓ ✓ ✓ ✓ SB5 ✓ ✓ ✓ ✓ SB6 ✓ ✓ ✓ ✓ SB7 ✓ ✓ ✓ ✓ Keterangan: E: Rasa kepemilikan tempat lokasi dan ukuran masyarakat, restorasi serta preservasi alam; E2: Ketersediaan pangan, produksi dan distribusi; E3: Infrastruktur fisik, bangunan dan transportasi material, metode, dan desain; E4: Pola konsumsi dan manajemen limbah padat; E5: Sumberdaya air sumber, kualitas dan pola-pola penggunaan; E6: Manajemen limbah cair dan polusi air; E7: Sumber energi dan penggunaannya. SE1: Keterbukaan, kepercayaan dan keselamatan ruang sosial; SE2: Komunikasi aliran ide dan informasi; SE3: Pencapaian jejaring dan pelayanan pertukaran sumberdaya internaleksternal; SE4: Keberlanjutan sosial keberagaman dan toleransi, penetapan keputusan, dan resolusi konflik; SE5: Pendidikan; SE6: Kesehatan; SE7: Keberlajutan ekonomi kesehatan ekonomi lokal. SB1: Keberlanjutan budaya; SB2: Kesenian dan wisata; SB3: Keberlanjutan spiritual; SB4: Keeratan komunitas; SB5: Kelenturan komunitas; SB6: Paradigma baru, pandangan global; SB7: Kesadaran perdamaian dan globaL. USDA1: Menyediakan kebutuhan pangan, papan, serat, dan biofuel; USDA2: Memperkaya kualitas lingkungan dan sumber daya; USDA3: Mempertahankan keberlangsungan ekonomi pertanian; USDA4: Meningkatkan kualitas hidup pertanian, buruh tani, dan masyarakat.

4.4. Konsep Pengelolaan Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan Berkelanjutan

Keberlanjutan lanskap pertanian merupakan keterpaduan dan harmonisasi antara elemen fisik lanskap sebagai modal fisikalam dan masyarakat pertanian sebagai modal sosial untuk pemanfaatan secara adil dan bijaksana. Keberlanjutan secara fisik dapat ditunjukkan dengan terjaganya kualitas dan kuantitas lahan sebagai modal fisik utama dalam lanskap pertanian. Ketersediaan lahan dalam ruang pertanian mempengaruhi pola pemanfaatan yang membentuk ragam sistem ekologi pertanian yang khas sesuai dengan karakteristik elemen pembentuknya. Selain itu, ketersediaan keanekaragaman hayati pertanian khususnya tanaman, menjadi perhatian penting dalam menjaga keberlangsungan lanskap pertanian. Berdasarkan analisis struktur dan fungsinya, keberadaan tanaman berpengaruh signifikan terhadap kestabilan dan keberlanjutan lanskap pertanian. Keberadaan tanaman terutama jenis pohon, memiliki peranan penting sebagai penyedia jasa lingkungan. Sistem agroforestry merupakan sistem yang memadukan fungsi pohon dengan beragam jenis tanaman pertanian. Masyarakat Sunda Parahiyangan secara turun-temurun telah memberdayakan sistem agroforestry dengan didukung ragam pengetahuan ekologik tradisional yang terbukti berkontribusi positif secara ekologi, sosial-ekonomi, dan spiritual-budaya. Namun, pengaruh luar berupa intervensi kebijakan baik dalam hal sistem, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang kurang memberi ruang bagi kearifan masyarakat lokal telah mengurangi peranan pengetahuan ekologik tradisional dalam memanfaatkan sumber daya pertanian. Dengan demikian, pengelolaan lanskap pertanian yang dapat disusun guna mencapai tingkat keberlanjutan secara ekologi, sosial-ekonomi, dan spiritual-budaya adalah dengan memadukan pengetahuan ekologik tradisional dan pengetahuan modern dari luar sehingga pembangunan pertanian berkelanjutan dapat tercapai. Pengelolaan yang dilakukan secara terpadu diharapkan mampu mencapai ketersediaan pangan, papan, serat, dan biofuel yang cukup; kualitas lingkungan dan sumber daya yang lestari; keberlangsungan ekonomi pertanian yang menguntungkan; serta kualitas hidup pertanian, buruh tani, dan masyarakat yang sejahtera Gambar 40. Pengetahuan Ekologik Tradisional 1. Konsep Pengelolaan Alam 2. Konsep Pengelolaan Ruang Pertanian 3. Konsep Pengelolaan Sumber Daya Pertanian Konsep Pertanian Berkelanjutan USDA 1. Mencukupi produksi 2. Menjaga kualitas lingkungan dan sumber daya 3. Menjaga keberlangsungan ekonomi pertanian 4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat Pengetahuan Ekologik Modern 1. Konsep Pengelolaan Alam 2. Konsep Pengelolaan Ruang Pertanian 3. Konsep Pengelolaan Sumber Daya Pertanian Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan Berkelanjutan Gambar 40. Konsep Pengelolaan Lanskap Pengelolaan Lanskap Pertanian Berkelanjutan

4.4.1. Konsep Pengelolaan Alam

Masyarakat pertanian Sunda Parahiyangan di daerah studi meyakini bahwa keberadaannya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan alam. Berdasarkan penuturan sesepuh masyarakat, masyarakat Sunda merupakan bagian dari sistem alam seke seler. Dalam kosmologi Sunda kuno yang dipengaruhi oleh ajaran Hindu, alam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Buana Jatiniskala alam kemahagaiban sejati, Buana Niskala alam gaib, dan Buana Sangkala alam dunia. Kosmologi Sunda membentuk suatu strata yang tercermin dalam bentuk segi tiga sama kaki dengan memposisikan manusia dan bumi berada dalam satu strata, sedangkan langit sebagai simbolisasi Tuhan berada di strata tertinggi. Pemahaman kosmik tersebut tercermin dalam kata Sunda Sun-Da-Ha yang dimaknai sebagai diri manusia Sun, alam Da, dan Tuhan Ha. Hubungan ketiga unsur tersebut mencerminkan hubungan antar manusia Sun, hubungan dengan alam Da, dan hubungan dengan Tuhan Ha. Pemahaman terhadap konsep hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan tercermin dalam aktivitas pemanfaatan sumber daya alam. Masuknya pengaruh ajaran Islam dan perkembangan pengetahuan umum dari pendidikan formal telah merubah sebagian besar paradigma masyarakat terhadap alam. Kepercayaan tradisional masyarakat terhadap hal-hal gaib dikalahkan oleh alasan-alasan agama dan pemikiran rasional sehingga saat ini tidak banyak ditemukan ritual atau upacara di masyarakat yang bersifat tahayul. Perubahan paradigma masyarakat tidak meninggalkan pentingnya menghargai alam. Peran ajengankyai sangat penting dalam menyampaikan dan menjelaskan konsep hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan berdasarkan ajaran Islam. Informan kunci menjelaskan bahwa paradigma yang saat ini diyakini oleh masyarakat berupa pemahaman manusia sebagai khalifah di muka bumi yang diberikan hak untuk memanfaatkan alam oleh Tuhan. Dengan pemahaman tersebut, masyarakat meyakini bahwa alam telah disediakan oleh Tuhan untuk dimanfaatkan. Sebagai konsekuensi, alam perlu dijaga kelestariannya sebagai bukti tanggung jawab terhadap tugas yang diamanahkan.

4.4.2. Konsep Pengelolaan Ruang Pertanian

Pemahaman masyarakat Sunda Parahiyangan di daerah studi terhadap konsep Tritangtu Sunda, masyarakat tetap meyakini adanya strata fungsi dan peran antara manusia, alam, dan Tuhan. Namun, kuatnya pengaruh ajaran Islam menyebabkan perubahan orientasi menjadi lebih mendasarkannya pada ajaran Islam. Pemahaman tersebut hadir dalam kesadaran masyarakat Sunda untuk memaknai realita faktual ruang Sunda, baik dalam penataan ruang permukiman, rumah tinggal, lingkungan, hingga pengaturan dalam unsur-unsur budayanya sistem religi, kemasyarakatan, ilmu pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, dan sistem peralatan hidup. Keterkaitan dengan konsep ruang dikenal tiga konsep patempatan penempatan dalam budaya Sunda, yaitu konsep elemen ci nyusu, imah, pipir, dan buruan-kebon, konsep orientasi luhur-handap, dan konsep mitos seke seler yang menjadikan alam sebagai representasi tubuh manusia. Ketiga konsep ruang sebagai interpretasi Tritangtu Sunda, dapat diimplementasikan dalam ruang skala mikro, meso, dan makro Tabel 30. Tabel 30. Implementasi Konsep Ruang Sunda dalam Skala Lanskap Skala Lanskap Konsep Ruang Sunda Elemen Orientasi Mitos Makro Ci nyusu Luhur-handap Seke seler Meso Ci nyusu Luhur-handap Seke seler Mikro Imah, pipir, buruan, kebon Luhur-handap Seke seler Sumber: Purnama 2007 dan hasil pengamatan lapang