Konsep  kaca-kaca  merupakan  gambaran  dari  batasan  ruang  lingkup kehidupan manusia yang tidak selamanya berada dalam kebebasan. Dalam hal ini
kehidupan  manusia  dibatasi  oleh  aturan  dan  norma  yang  mengikat  serta  menjadi pembatas  dalam  berperilaku  dan  bertindak.  Dengan  demikian  kehidupan  akan
berjalan selaras baik secara vertikal maupun horizontal Purnama, 2007. Konsep lemah-cai merupakan gambaran dari sumber kehidupan manusia yang berasal dari
tanah  dan  air.  Dengan  demikian,  dalam  budaya  Sunda  elemen  tanah  dan  air menjadi elemen penting dalam sebuah kawasan permukiman dan pertanian.
Kearifan  lokal  merupakan  aktualisasi  dari  sistem  pengetahuan  masyarakat dalam  mengkonseptualisasikan  interakasi  budaya  lokal  masyarakatnya  dengan
alam.  Hal  tersebut  diistilahkan  oleh  Becker  dan  Ghimire  2003  dengan traditional  ecological  knowledgeTEK  yang  selanjutnya  digunakan  pengetahuan
ekologik  tradisionalPET.  Sistem  pengetahuan  tersebut  menjadi  bagian  tak terpisahkan dari kerangka etnografi sebagai keilmuan yang mengkaji kebudayaan
suatu  masyarakat.  Kajian  sistem  pengetahuan  dalam  ranah  etnografi  dapat ditelusuri lebih lanjut berdasarkan unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal
Koentjaraningrat,  1990.  Koentjaraningrat  1990  menyusun  kerangka  etnografi berisi tujuh unsur kebudayaan universal yang terdiri dari bahasa, sistem teknologi,
sistem  mata  pencaharian,  organisasi  sosial,  sistem  pengetahuan,  kesenian,  dan sistem religi spiritual yang didahului dengan pendeskripsian lokasi, lingkungan
alam, dan demografi masyarakatnya.
2.5.   Pertanian Bekelanjutan
Sistem pembangunan pertanian konvensional yang masih berorientasi untuk memaksimalkan  perolehan  ekonomi  tanpa  memperdulikan  aspek  kelestarian
lingkungan perlu ditinggalkan dan diganti dengan sistem pembangunan pertanian ramah  lingkungan  yang  mengacu  pada  pencapaian  pembangunan  pertanian
berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan didefinisikan sebagai usaha pertanian yang mampu  memaksimalkan  sumber  daya  alam  dan  lingkungan  untuk  pemenuhan
kebutuhan  masyarakat  tidak  hanya  pada  masa  sekarang,  tetapi  untuk  masa  yang akan datang FAO, 2010.
Pertanian  berkelanjutan  akan  terwujud  dengan  mengkombinasikan  empat kunci  keberlanjutan  USDA  yang  saling  terkait  USDA-NAL,  2007,  yaitu  1
menyediakan  kebutuhan  pangan,  pakan,  dan  serat,  serta  berkontribusi  dalam penyediaan  biofuel,  2  memperkaya  kualitas  lingkungan  dan  sumber  daya,  3
mempertahankan kelangsungan ekonomi pertanian, dan 4 meningkatkan kualitas hidup bagi petani, buruh tani, dan masyarakat secara keseluruhan.
Dengan konsep pertanian  berkelanjutan,  fungsi  utama  pertanian  sebagai  penyedia  kebutuhan
pangan  yang  diperlukan  masyarakat  untuk  menjamin  ketahanan  pangan  dapat tercapai. Pemenuhan pangan sebagai hak dasar inilah yang menjadi permasalahan
mendasar dari permasalahan kemiskinan di Indonesia. Food  and  Agriculture  Organization  2010  mendefinisikan  ketahanan
pangan  sebagai  askes  bagi  semua  penduduk  atas  makanan  yang  cukup  untuk hidup  sehat  dan  aktif.  Definisi  lain  yang  dikemukakan  oleh  Machmur  2010
berdasarkan  amanat  UU  No  7  Tahun  1996  tentang  Pangan  adalah  kondisi terpenuhinya  pangan  bagi  rumah  tangga  yang  tercermin  dari  tersedianya  pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Dengan demikian,  ketahanan  pangan  nasional  merupakan  agregat  dari  ketahanan  pangan
rumah  tangga  dan  pengertian  inilah  yang  dapat  dijadikan  sebagai  dasar  strategi pembangunan pertanian berkelanjutan.
Ketahanan pangan dapat tercapai setidaknya mengandung dua unsur pokok, yaitu  ketersediaan  pangan  dan  aksesibilitas  masyarakat  terhadap  bahan  pangan
tersebut.  Jika  salah  satu  unsur  tidak  terpenuhi,  suatu  negara  belum  dapat dikategorikan  mempunyai  ketahanan  pangan  yang  baik.  Ketahanan  pangan
dikatakan rapuh jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata,  meskipun  stok  pangan  cukup  tersedia.  Ketahanan  pangan  erat  kaitannya
dengan  kemandirian,  tetapi  kemandirian  dalam  konsep  ketahanan  pangan  bukan kemandirian  dalam  keterisolasian  Machmur,  2010.  Dalam  konteks  kekinian,
kemandirian menuntut adanya kondisi saling tergantung interdependency antara lokal  dan  global,  tradisional  dan  modern,  desa  dan  kota,  rakyat  dan  pemerintah,
dan sebagainya. Kemandirian dalam konteks ini berarti kemandirian dalam paham pro-aktif  yang  saling  tergantung  dan  bukan  reaktif  atau  bahkan  defensif
Kartasasmita, 2005.
Salah  satu  bentuk  implementasi  kemandirian  pro-aktif  adalah  kemandirian pembangunan  pertanian  dan  perdesaan  sebagai  kesatuan  yang  tidak  dapat
dipisahkan  Harianto,  2007.  Perdesaan  merupakan  basis  praktik  pembangunan pertanian,  sedangkan  pertanian  menjadi  komponen  utama  yang  menopang
kehidupan perdesaan di Indonesia. Kemandirian pembangunan perdesaan sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan nasional hanya dapat terwujud jika kondisi
saling tergantung tersebut dibangun atas dasar kekuatan modal fisikalam, SDM, sosial, dan finansial yang tinggi.
Budaya Sunda sangat erat kaitannya dalam hal tersebut, ungkapan silih-asih saling mengasihi, silih-asah saling menasihati, silih-asuh saling mengayomi,
ulah pareumeun obor jangan  memutuskan  tali  silaturahmi, cikaracak ninggang batu  laun-laun  jadi  legok  sesuatu  yang  dijalani  pasti  akan  menghasilkan
meskipun  sedikit  demi  sedikit,  kudu  nyaah  ka  sasama  harus  menyayangi sesama,  ulah  poho  ka  karuhun  jeung  ka  anak  incu  jangan  melupakan  para
pendahulu dan anak cucu, serta ngajaga amanat menjaga amanahkepercayaan merupakan  nilai-nilai  dalam  transformasi  sistem  pembangunan  pertanian  yang
lebih holistik dan berkelanjutan.
III. METODOLOGI
3.1.   Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama sembilan bulan mulai bulan November 2011 hingga  Juli  2012.  Lokasi  penelitian  merupakan  dusun  Sunda  yang  masih
menjalankan aktivitas kehidupan berdasarkan adat istiadat budaya Sunda. Dalam penelitian  ini,  kajian  difokuskan  pada  lokasi  penelitian  berdasarkan  pendekatan
sejarah,  etimologi,  dan  daerah  alirah  sungai  DAS  terkait  aspek  pertanian  zona agroklimat.  Berdasarkan  hal  tersebut,  dipilih  tiga  dusun  Sunda  yang  memiliki
keterkaitan  kuat  dengan  sejarah  Kerajaan  Sunda,  perkembangan  kawasan Parahiyangan,  dan  termasuk  ke  dalam  DAS  Citanduy,  yaitu  Dusun  Ciomas,
Mandalare,  dan  Kertabraya  di  Desa  Ciomas,  Mandalare,  dan  Kertamandala, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis Gambar 3.
U
Dusun Kertabraya Dusun Mandalare
Dusun Ciomas
Peta Wilayah Sungai Citanduy, Provinsi Jawa Barat, Indonesia
Lokasi Penelitian
S 07 20’ – 07
40’ dan E 108 15’ – 109
15’
Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis
Gambar 3. Lokasi Penelitian
3.2.   Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian  difokuskan  pada  kajian  karakteristik  lanskap  pertanian  di kawasan
Sunda Parahiyangan.
Obyek penelitian
dipilih berdasarkan
keterkaitannya dengan konsep lanskap pertanian Sunda Parahiyangan baik secara etimologi,  sejarah,  dan  pendekatan  daerah  aliran  sungai  DAS.  Dusun  terpilih
diduga  memiliki  keterkaitan  kuat  dengan  konsep  Sunda  Parahiyangan,  yaitu berada di kawasan pegunungan atau dataran tinggi lebih dari 600 mdpl. Miskinis,
2011,  terkait  sejarah  Kerajaan  Sunda  dan  perkembangan  Parahiyangan,  serta masyarakatnya  yang  masih  menjalankan  budaya  Sunda  kearifan  lokal  dalam
aktivitas kehidupan terutama dalam aktivitas pertanian. Sistem  pertanian  yang  akan  dikaji  dalam  penelitian  ini  adalah  sistem
pertanian  masyarakat  Sunda  yang  meliputi  kebun-talun,  sawah,  dan  pekarangan dalam  kawasan  permukiman.  Analisis  karakteristik  lanskap  pertanian  dibatasi
pada aspek karakter fisik lanskap ekologi, karakter masyarakat sosial-ekonomi dan  spiritual-budaya,  dan  aspek  kebijakan  sebagai  faktor  eksternal  yang
mempengaruhi sistem internal lanskap pertanian. Untuk memperoleh karakteristik fisik lanskap pertanian yang kuat, dalam penelitian dilakukan kajian terhadap tiga
lokasi  berbeda  berdasarkan  ketinggian  tempat  dalam  satu  DAS  yang  sama. Berdasarkan  pembagian  zona  DAS,  kawasan  Parahiyangan  termasuk  ke  dalam
zona  DAS  hulu    600  mdpl..  Kabupaten  Ciamis  termasuk  ke  dalam  DAS Citanduy dan daerah studi berada dalam daerah hulu DAS Sub-DAS Cimuntur.
Berdasarkan  konsep  ruang  Sunda  luhur-handap,  Dusun  Ciomas    600  mdpl. ditetapkan sebagai daerah handap, Dusun Mandalare di daerah tengah 800-1.000
mdpl., dan Dusun Kertabraya di daerah luhur  1.000 mdpl.. Kajian  aspek  ekologi  dibatasi  pada  kondisi  unsur  pembentuk  lahan
pertanian,  yaitu  tanah  dan  topografi,  hidrologi,  unsur  iklim  suhu,  kelembaban nisbi,  curah  hujan,  dan  lama  penyinaran,  serta  vegetasi  dan  satwa.  Perbedaan
unsur  pembentuk  lahan  berdampak  pada  perbedaan  karakter  lanskap  pertanian. Kajian  aspek  sosial-ekonomi  dibatasi  pada  kondisi  sistem  sosial-ekonomi
masyarakat  lokal  dengan  melihat  tingkat  kesejahteraan  secara  kualitatif berdasarkan  ukuran  kebahagiaan  masyarakat  Fellman  2003  dalam  Jayadinata
dan Pramandika 2006.