Waktu dan Lokasi Penelitian

3.2. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian difokuskan pada kajian karakteristik lanskap pertanian di kawasan Sunda Parahiyangan. Obyek penelitian dipilih berdasarkan keterkaitannya dengan konsep lanskap pertanian Sunda Parahiyangan baik secara etimologi, sejarah, dan pendekatan daerah aliran sungai DAS. Dusun terpilih diduga memiliki keterkaitan kuat dengan konsep Sunda Parahiyangan, yaitu berada di kawasan pegunungan atau dataran tinggi lebih dari 600 mdpl. Miskinis, 2011, terkait sejarah Kerajaan Sunda dan perkembangan Parahiyangan, serta masyarakatnya yang masih menjalankan budaya Sunda kearifan lokal dalam aktivitas kehidupan terutama dalam aktivitas pertanian. Sistem pertanian yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sistem pertanian masyarakat Sunda yang meliputi kebun-talun, sawah, dan pekarangan dalam kawasan permukiman. Analisis karakteristik lanskap pertanian dibatasi pada aspek karakter fisik lanskap ekologi, karakter masyarakat sosial-ekonomi dan spiritual-budaya, dan aspek kebijakan sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi sistem internal lanskap pertanian. Untuk memperoleh karakteristik fisik lanskap pertanian yang kuat, dalam penelitian dilakukan kajian terhadap tiga lokasi berbeda berdasarkan ketinggian tempat dalam satu DAS yang sama. Berdasarkan pembagian zona DAS, kawasan Parahiyangan termasuk ke dalam zona DAS hulu 600 mdpl.. Kabupaten Ciamis termasuk ke dalam DAS Citanduy dan daerah studi berada dalam daerah hulu DAS Sub-DAS Cimuntur. Berdasarkan konsep ruang Sunda luhur-handap, Dusun Ciomas 600 mdpl. ditetapkan sebagai daerah handap, Dusun Mandalare di daerah tengah 800-1.000 mdpl., dan Dusun Kertabraya di daerah luhur 1.000 mdpl.. Kajian aspek ekologi dibatasi pada kondisi unsur pembentuk lahan pertanian, yaitu tanah dan topografi, hidrologi, unsur iklim suhu, kelembaban nisbi, curah hujan, dan lama penyinaran, serta vegetasi dan satwa. Perbedaan unsur pembentuk lahan berdampak pada perbedaan karakter lanskap pertanian. Kajian aspek sosial-ekonomi dibatasi pada kondisi sistem sosial-ekonomi masyarakat lokal dengan melihat tingkat kesejahteraan secara kualitatif berdasarkan ukuran kebahagiaan masyarakat Fellman 2003 dalam Jayadinata dan Pramandika 2006. Kajian aspek sistem spiritual-budaya dibatasi pada sistem pengetahuan ekologik tradisional tentang pertanian berdasarkan pemahaman masyarakat lokal. PET yang dikaji bukan secara murni sistem pengetahuan asli dari masyarakat lokal, karena sulit membedakan antara pengetahuan lokal yang murni hasil proses belajar masyarakat setempat atau merupakan adopsi, adaptasi, atau akulturasi dari pengetahun lain. Dengan demikian, sistem pengetahuan yang dikaji merupakan pengetahuan yang diketahui, diyakini, dan masih dijalankan atau sudah ditinggalkan oleh masyarakat lokal.

3.3. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian, di antaranya, adalah GPS Global Positioning System, meteran, kamera, lembar panduan wawancara dan kuesioner, serta perangkat lunak pengolah data spasial dan statistik. Bahan yang dibutuhkan dalam studi adalah peta rupa bumi digital Indonesia lembar 1308-441 Kawali dengan skala 1:25.000 dan peta Wilayah Sungai Citanduy.

3.4. Tahapan dan Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif. Metode ini digunakan sebagai upaya untuk dapat memperoleh informasi terkait obyek penelitian sehingga dapat memberikan jawaban yang relevan bagi pertanyaan- pertanyaan dalam rumusan penelitian. Penelitian dilakukan melalui kegiatan prapenelitian, penelitian, analisis, sintesis, dan penyusunan rekomendasi pengelolaan lanskap pertanian berkelanjutan berbasis kearifan lokal masyarakat Sunda Parahiyangan Gambar 4.

3.4.1. Metode Penentuan Sampel Kampung

Penentuan sampel kampung dusun merupakan tahap awal dalam penelitian. Dusun yang dijadikan sebagai obyek penelitian dipilih berdasarkan kajian pustaka terhadap konsep lanskap pertanian Sunda Parahiyangan Priangan atau Prianger dalam Bahasa Belanda dan pendekatan daerah aliran sungai DAS. Dusun yang dipilih berada dalam kawasan Parahiyangan Kabupaten Ciamis dengan ketinggian rata-rata lebih dari 600 mdpl.