Konsep Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Reorientasi terhadap kearifan masyarakat perlu dilakukan secara partisipatif dan kolaboratif. Model terpadu antara komoditas pertanian dan kehutanan merupakan pengetahuan ekologik tradisional masyarakat sebagai upaya solutif dalam mengelola lanskap pertanian berkelanjutan. Hal tersebut lebih ditekankan kepada fungsi pohon dalam agroekosistem. Pohon dengan fungsi arsitektural dan hortikulturalnya dapat memberikan manfaat bagi keberlangsungan agroekosistem. Pembudidayaan pohon pituin 40 tangkal adam yang telah terbukti sesuai secara ekologi, sosial-ekonomi, dan spiritual-budaya perlu diberdayakan secara terpadu. Dalam perkembangannya, masyarakat tidak hanya mengkombinasikan antara pohon kehutanan dengan tanaman pertanian. Masyarakat mulai mengkombinasikan komoditas kehutanan dengan komoditas usaha peternakan silvopastoral dan perikanan silvofishery. Upaya tersebut berpotensi untuk mencukupi kebutuhan masyarakat. Konsep kabuyutan yang diikuti dengan penerapan pengetahuan ekologik tradisional lainnya dapat diaplikasikan dalam setiap kegiatan pengelolaan agroekosistem berkelanjutan. Penerapannya dimulai dengan penataan kawasan secara berkelanjutan melalui penetapan kawasan lindung Gambar 42 dan selanjutnya dilakukan penataan waktu dan kegiatan pengelolaan untuk pencapaian agroekosistem berkelanjutan Gambar 43. Masyarakat Pertanian Penetapan kawasan tata wilayah berdasarkan konsep kabuyutan Penetapan waktu dan kegiatan tata wayah dan tata lampah Lanskap Pertanian 1. Penanaman tanaman konservasi tanah, air, dan keanekaragaman hayati keberlanjutan ekologi 2. Penerapan konsep agroforestry, agrosilvopastoral, agrosilvofishery, dan agrosilvofisherypastoral keberlanjutan sosial-ekonomi 3. Penanaman tanaman pituinlokal yang termasuk 40 tangkal adam keberlanjutan spiritual-budaya 1. Penyediaan jasa lingkungan berupa ketersediaan plasma nutfah, sumber daya tanah, air, dan udara keberlanjutan ekologi 2. Penyediaan sumber pangan, energi, dan keuntungan finansial keberlanjutan sosial-ekonomi 3. Penyediaan ruang apresiasi bagi eksistensi budaya Sunda keberlanjutan spiritual-budaya Gambar 42. Skenario Pengelolaan Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan Berkelanjutan Konsep Pengelolaan Ruang Berkelanjutan Agroekosistem 1. Hutan Lindung Dilakukan dengan menjalankan status Suakamargasatwa Gunung Sawal sebagai kawasan lindung leuweung larangan . 2. Talun-Kebun dan hutan produksi Dilakukan dengan menyisakan lahan untuk kawasan lindung leuweung larangan dan tutupan. Lahan Perhutani dapat didukung dengan penatapan aturan. Sedangkan lahan rakyat dapat didukung sistem insentif pengurangan pembebasan pajak bagi petani yang mampu melakukan konservasi di lahannya. 3. Sawah Dilakukan dengan menetapkan kawasan lindung leuweung larangan dan leuweung tutupan seluas kebutuhan lahan untuk memenuhi kebutuhan pangan minimal seluruh penduduk dusun. Pemanfaatan kawasan tersebut hanya untuk fungsi produksi-konservasi. 4. Pekarangan dan Permukiman Dilakukan dengan menetapkan beberapa ruang terbuka hijau RTH sebagai cadangan kawasan lindung leuweung larangan dan tutupan. Kawasan lindung leuweung larangan dan leuweung utupan dengan pemanfaatan lahan terbatas untuk memenuhi fungsi preservasi dan konservasi. Kawasan permukiman 1 2 3 4 2 Gambar 43. Skenario Pengelolaan Ruang Pertanian Sunda Parahiyangan Berkelanjutan Keberadaan pengetahuan ekologik tradisional masyarakat, berpotensi untuk memanfaatkan sumber daya pertanian secara berkelanjutan. Keberlanjutan sumber daya pertanian dapat mencukupi kebutuhan pangan, papan, sandang, dan energi bagi masyarakat. Selain itu, ketersediaan sumber kebutuhan hidup masyarakat yang cukup dan layak akan mengurangi tindakan destruktif masyarakat terhadap sumber daya pertanian. Dengan demikian kelestarian lanskap pertanian akan tercapai sehingga masyarakat menjadi sejahtera. Namun, eksistensinya terus dihadapkan pada dinamika perubahan paradigma masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor eksternal. Pengaruh positif akan membentuk persepsi, preferensi, sikap, dan perilaku masyarakat yang konstruktif. Sedangkan pengaruh negatif akan mengakibatkan perilaku yang destruktif. Dalam menunjang keberlanjutan aspek ekologi guna mencukupi produksi sumber daya pertanian yang optimal dapat diimplementasikan konsep LEISA low external input and sustainable agriculture dengan optimalisasi asupan dari dalam dan efisiensi asupan dari luar. Konsep LEISA Reijntjes, 1992 sebagai arah baru bagi pengembangan usaha pertanian sangat cocok dilakukan di daerah studi. Ketersediaan sumber daya hayati dan nonhayati yang melimpah menjadi modal utama keberlangsungan LEISA. Konsep LEISA menuntut masyarakat pertanian untuk dapat memahami struktur, fungsi, dan dinamika dalam lanskap pertanian. Penerapan konsep pemanfaatan sumber daya pertanian ramah lingkungan dapat menunjang terciptanya kualitas lingkungan dan sumber daya yang optimal. Pentingnya kondisi lingkungan dan sumber daya yang optimal perlu diketahui dan dipahami oleh masyarakat sehingga masyarakat mampu memanfaatkannya dengan sikap yang lebih adil dan bijaksana. Pemberdayaan perlu dilakukan melalui pendidikan formal dan informal, pelatihan, dan pembinaan terkait pentingnya menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Dalam hal ini peran pemerintah melalui dinas terkait dengan sumber daya penyuluh yang dimilikinya, perlu diberdayakan secara optimal. Perilaku destruktif masyarakat erat kaitannya dengan faktor ekonomi yang menuntut masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya pertanian tanpa mempertimbangkan aspek kelestariannya. Untuk mengantisipasi dampak lebih lanjut, dapat dilakukan pemberdayaan ekonomi pertanian lokal yang didukung dengan keberadaan lembaga keuangan, sarana dan prasarana produksi dan distribusi, fasilitas penjualan dan pemasaran, serta pembinaan masyrakat dalam mengembangkan usaha produksi pertanian baik produksi primer, sekunder, maupun tersier. Faktor ekonomi yang masih menjadi pertimbangan utama bagi masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya pertanian, perlu diimbangi dengan paradigma baru yang lebih mendasar. Paradigma berdasarkan kekuatan nilai spiritual-budaya dapat menjadi solusi alternatif dalam meningkatkan pemahaman masyarakat menjadi lebih adil dan bijaksana. Ajaran agama Islam sebagai pengaruh dari luar telah diyakini masyarakat sebagai panduan hidup untuk beribadah, bermasyarakat, dan berinteraksi dengan alam dan lingkungan. Kuatnya pengaruh ajaran Islam berpotensi sebagai dasar dalam penyusunan konsep pengelolaan sumber daya pertanian berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadis. Berdasarkan hal itu, dapat disusun konsep pengelolaan untuk mencapai keberlanjutan lanskap pertanian melalui peningkatan pendidikan, penyediaan lapangan pekerjaan, dan penanaman pohon sebagai penjaga stabilitas sumber daya air dan tanah. Dalam hal ini sosok ajengankyai berperan penting dalam menjaga nilai-nilai spiritual Islam yang direalisasikan dalam ragam budaya masyarakatnya. Dengan demikian, pembentukan karakter masyarakat pertanian Sunda Parahiyangan dengan menerapkan budaya Sunda nu Islami dapat membentuk masyarakat nu nyunda, nyakola, tur nyantri sehingga berdampak pada kondisi alam dan lingkungan yang lestari. .

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil kajian terhadap berbagai kondisi dalam lanskap pertanian Sunda Parahiyangan, dapat diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Lanskap pertanian Sunda Parahiyangan memiliki karakteristik khas sebagai hasil dari proses adaptasi masyarakat terhadap alam dan lingkungannya yang berlangsung melalui proses pembelajaran secara turun-temurun dalam jangka waktu relatif lama. Karakteristik lanskap pertanian Sunda Parahiyangan membentuk tipe karakter lanskap pertanian pegunungan dengan sistem pertanian yang dijalankan berupa pertanian lahan kering dan sumber daya air sebagai elemen penyusun utama lanskap pertanian. Karakter tersebut diaktualisasikan dalam ragam agroekosistem khas masyarakat Sunda yaitu sistem kebun-talun, sawah, dan pekarangan di kawasan permukiman dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dan penjagaan terhadap stabilitas sumber daya air dan tanah lemah cai. 2. Tradisi muludan dan nyangku, serta konsep kabuyutan merupakan beberapa ragam pengetahuan ekologik tradisional masyarakat terkait pemahaman dan pemanfaatan sumber daya pertaniannya. Tradisi muludan dan nyangku erat kaitannya dengan ketersediaan ragam jenis sumber daya hayati pertanian yang digunakan dalam pelaksanaan upacara, seperti padi beras merah varietas lokal, padi Oryza sativa L., awi bitung Bambusa aspera Schultes, aren Arenga piñata Wurmb. Merr., kelor Moringa oleifera, pisang Musa paradisiaca L., jeruk nipis Citrus aurantifolia Swingle, bunga mawar Rosa L., buah- buahan, sayur-sayuran, umbi-umbian, bumbu-bumbuan, temu-temuan, ayam kampung Gallus domesticus, dan ikan lokal Situ Lengkong sesele, hampal, corengcang, sepat, dan sebagainya. Kabuyutan merupakan kearifan masyarakat dalam menghargai alam sebagai bagian dari kehidupan masyarakat ekosentris dan bukan sebagai obyek eksploitasi antroposentris. Konsep kabuyutan diimplementasikan dalam upaya revitalisasi peran hutan sebagai penyangga keseimbangan lanskap pertanian dengan menetapkan kawasan lindung leuweung larangan dan leuweung tutupan. 3. Kabuyutan, sistem agroforestry tradisional, dan ragam pengetahuan ekologik taradisional lainnya merupakan konsep pengelolaan tradisional masyarakat Sunda Parahiyangan dalam memanfaatkan sumber daya pertanian secara optimal. Dinamika lanskap yang terjadi menuntut keterpaduan antara konsep tradisional dengan modern melalui integrasi dengan konsep agroforestry modern beserta ragam pengembangannya disertasi optimalisasi konsep LEISA yang ditunjang kebijakan pemerintah yang adil dan bijaksana bagi masyarakat perdesaan sehingga keberlanjutan lanskap pertanian dapat tercapai.

5.2. Saran

Sebagai arahan dalam menyusun konsep pengelolaan lanskap pertanian berkelanjutan, dapat disarankan beberapa langkah strategis sebagai berikut: 1. melakukan penelitian pada kawasan Sunda Parahiyangan lainnya sebagai representasi kawasan lanskap pertanian di pegunungan; dan 2. menyusun suatu model metode penelitian yang efektif dan efisien untuk penilaian keberlanjutan lanskap pertanian. DAFTAR PUSTAKA Abdoellah, O. S., Takeuchi, K., Parikesit G., Gunawan, B., and Hadikusumah, H. Y. 2001. Structure and function of homegarden: revisited. In: Proceedings of First Seminar of JSPS-DGHE Core University Program in Applied Biosciences “Toward Harmonisation Between Development and Environmental Conservation in Biological Production”. 21-23 February 2001, The University of Tokyo. 167-185. Abdoellah, O. S., Hadikusumah, H. Y., Takeuchi K., Okubo, S., and Perikesit. 2006. Commercialization of homegardens in an Indonesian village: vegetation compotition and functional changes. Agroforestry Systems: 68. Arifin, H. S. 2012. Manajemen Lanskap Berkelanjutan bagi Sumber Daya Biologi di Perdesaan Indonesia. Di dalam Merevolusi Revolusi Hijau-Pemikiran Guru Besar IPB. Bogor: IPB Press: 504-529. Arifin, H. S., K. Sakamoto, and K. Chiba. 1997. Effect of the Fragmentation and the Change of the Social and Economical Aspects on the Vegetation Structure in the Rural Home Gardens of West Java, Indonesia. Journal of Japan Institute of Landscape Architecture, Tokyo. Vol. 60: 489-494. Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi kedua. Bogor: IPB Press: 472 hlm. Becker, C. D., and Ghimire, K. 2003. Synergy Between Traditional Ecological Knowledge and Conservation Science Supports Forest Preservation in Ecuador. Conservation Ecology. 8: 1-2. Billeter, R. 2008. Indicator for biodiversity in agricultural landscape: a pan- European study. Journal of Applied Ecology. 45: 141-150. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2011. Perkembangan beberapa indikator utama sosial-ekonomi Indonesia. Christanty, L., Abdoellah O. S., Marten, G., and Iskandar, J. 1986. Traditional agroforestry in West Java: the pekarangan homegarden and kebun-talun perennialannualrotation cropping systems. In: Marten G.G. ed., Traditional Agriculture in Southeast Asia: A Human Ecology Perspective. Westview Press, Boulder and London: 132-156. Danasasmita. 1987. Sanghyang Siksakandang Karesian. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda Sundanologi Dirjen. Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bandung. Darwis, S. N. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Pertanian dalam Al-Qur’an. Bogor: IPB Press: 191 hlm.