sumber  daya  air.  Agroekosistem  pekarangan  ditempatkan  di  tengah  bersama kawasan  permukiman  untuk  mempermudah  masyarakat  memanfaatkan  sumber
daya  pertanian  yang  tersedia.  Pekarangan  tidak  hanya  berfungsi  sebagai  ruang produksi  pertanian,  tetapi  berfungsi  juga  sebagai  ruang  sosial.  Aktivitas  sosial
biasa  dilakukan  masyarakat  di  buruan  yang  merupakan  bagian  depan  dari pekarangan.
4.4.3. Konsep Pengelolaan Sumber Daya Pertanian
Berdasarkan pengetahuan ekologik tradisional, masyarakat telah melakukan beragam  upaya  responsif  dalam  menjaga  keberlangsungan  sistem  ekologi
pertanian. Dalam lingkungan masyarakat Sunda dikenal dengan adanya leuweung larangan dan leuweung tutupan yang secara umum dapat diartikan sebagai hutan
lindung  yang  menjadi  tujuan  utama  penerapan  konsep  kabuyutan.  Pemanfaatan kedua jenis hutan tersebut sangat terbatas, hanya keperluan dalam kondisi sangat
mendesak  hasil  hutan  dapat  dimanfaatkan.  Adanya  larangan  dan  perintah  dalam pemanfaatannya, berdampak pada kelestarian ekosistem hutan.
Kawasan  keramat  sacred  place  biasa  dicirikan  dengan  adanya  makam sesepuh  kampung,  dikelilingi  pohon-pohon  besar  dan  tinggi,  serta  semak  yang
dibiarkan  tumbuh  liar.  Di  setiap  tempat  keramat  ditetapkan  aturan-aturan  khusus yang berkaitan dengan pemeliharaan ekosistem. Aturan-aturan tersebut umumnya
lahir  dari  sejarah  dan  legenda  yang  dipercayai  oleh  masyarakat  secara  turun temurun.  Maung  Panjalu  yang  dikenal  dengan  sebutan  menak  merupakan  salah
satu legenda masyarakat Sunda Panjalu yang masih diyakini keberadaannya oleh sebagian masyarakat.
Berdasarkan  pengetahuan  ekologik  tradisional  terkait  ruang,  kearifan masyarakat  diaktualisasikan  dalam  penamaan  tempat  berdasarkan  ciri  fisik  yang
berada  di  tapak.  Sebagai  contoh  dalam  penggunaan  prefix  ci  yang  digunakan untuk menandakan tempat dekat sumber air, leuwi untuk daerah di dekat sungai,
pasir untuk penanda daerah berbukit, bojong untuk menandakan daerah berbahaya, dan  ciri  lain  untuk  menandakan  tempat  tertentu.  Pemahaman  terhadap  tempat-
tempat  tersebut  dapat  menghindari  pemanfaatan  ruang  yang  tidak  sesuai  dengan
daya dukung dan kesesuaiaan fungsi pemanfaatannya.
Dalam hal pemahaman terhadap waktu dalam lanskap pertanian, masyarakat masih  mengenal  penanda  alam  yang  dijadikan  pedoman  dalam  menjalankan
aktivitas  pertanian.  Namun  demikian,  dengan  perubahan  sistem  pertanian  di beberapa  agroekosistem,  keberadaan  pengetahuan  lokal  masyarakat  terkait
perhitungan  musim  semakin  ditinggalkan  bahkan  dilupakan.  Beberapa  informan kunci  ahli  pertanian  mantri  tani  menyampaikan  bahwa  masyarakat  masih
menggunakan  perhitungan  musim  berdasarkan  perbintangan  pabentangan  yang dikenal dengan pranata mangsa hingga akhir tahun 1970. Setelah dicanangkannya
program  Revolusi  Hijau,  lambat  laun  kebudayaan  bertani  tradisional  tersebut semakin ditinggalkan.
Pemahaman  terhadap  ruang  dan  waktu  menjadi  faktor  utama  dalam memanfaatkan  sumber  daya  pertanian  secara  lestari.  Ruang  merupakan  media
yang  menyediakan  sumber  daya  pertanian  dan  waktu  merupakan  sistem  yang mengatur  pola  pemanfaatannya.  Dalam  mengelola  sumber  daya  pertanian  selain
menyesuaikan dengan faktor ruang dan waktu, masyarakat memanfaatkan sumber daya  lokal  yang  secara  budaya  telah  dibuktikan  manfaatnya.  Dalam  upaya
konservasi tanah dan air, masyarakat memanfaatkan bambu sebagai media utama. Bambu bagi masyarakat Sunda merupakan tanaman yang bernilai ekologi, sosial-
ekonomi,  dan  spiritual-budaya  yang  tinggi.  Secara  ekologi,  bambu  dipercaya masyarakat sebagai tanaman yang dapat menjaga stabilitas kualitas dan kuantitas
air  dan  tanah.  Pemahaman  tersebut  diaplikasikan  masyarakat  dengan memanfaatkan  bambu  sebagai  media  saluran  air  dan  dinding  penahan  tanah
tradisional Gambar 41.
Gambar 41. Pemanfaatan Awi Bambu dalam Konservasi Tanah dan Air Berupa Talang Air Kiri dan Bio-retaining Wall Kanan
Reorientasi terhadap kearifan masyarakat perlu dilakukan secara partisipatif dan  kolaboratif.  Model  terpadu  antara  komoditas  pertanian  dan  kehutanan
merupakan  pengetahuan  ekologik  tradisional  masyarakat  sebagai  upaya  solutif dalam  mengelola  lanskap  pertanian  berkelanjutan.  Hal  tersebut  lebih  ditekankan
kepada fungsi pohon dalam agroekosistem. Pohon dengan fungsi arsitektural dan hortikulturalnya dapat memberikan manfaat bagi keberlangsungan agroekosistem.
Pembudidayaan pohon pituin 40 tangkal adam yang telah terbukti sesuai secara ekologi, sosial-ekonomi, dan spiritual-budaya perlu diberdayakan secara terpadu.
Dalam  perkembangannya,  masyarakat  tidak  hanya  mengkombinasikan antara  pohon  kehutanan  dengan  tanaman  pertanian.  Masyarakat  mulai
mengkombinasikan  komoditas  kehutanan  dengan  komoditas  usaha  peternakan silvopastoral  dan  perikanan  silvofishery.  Upaya  tersebut  berpotensi  untuk
mencukupi  kebutuhan  masyarakat.  Konsep  kabuyutan  yang  diikuti  dengan penerapan  pengetahuan  ekologik  tradisional  lainnya  dapat  diaplikasikan  dalam
setiap  kegiatan  pengelolaan  agroekosistem  berkelanjutan.  Penerapannya  dimulai dengan  penataan  kawasan  secara  berkelanjutan  melalui  penetapan  kawasan
lindung  Gambar  42  dan  selanjutnya  dilakukan  penataan  waktu  dan  kegiatan pengelolaan untuk pencapaian agroekosistem berkelanjutan Gambar 43.
Masyarakat Pertanian
Penetapan kawasan tata wilayah berdasarkan konsep kabuyutan Penetapan waktu dan kegiatan tata wayah dan tata lampah
Lanskap Pertanian 1. Penanaman tanaman konservasi tanah, air, dan keanekaragaman hayati
keberlanjutan ekologi 2. Penerapan konsep agroforestry, agrosilvopastoral, agrosilvofishery, dan agrosilvofisherypastoral
keberlanjutan sosial-ekonomi 3. Penanaman tanaman pituinlokal yang termasuk 40 tangkal adam
keberlanjutan spiritual-budaya
1. Penyediaan jasa lingkungan berupa ketersediaan plasma nutfah, sumber daya tanah, air, dan udara keberlanjutan ekologi
2. Penyediaan sumber pangan, energi, dan keuntungan finansial keberlanjutan sosial-ekonomi 3. Penyediaan ruang apresiasi bagi eksistensi budaya Sunda keberlanjutan spiritual-budaya
Gambar 42. Skenario Pengelolaan Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan Berkelanjutan