4.2.   Karakterisasi Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan
Lanskap  pertanian  Sunda  Parahiyangan  yang  terbentuk  sebagai  hasil interaksi  masyarakat  pertanian  dengan  alam  dan  lingkungannya  memiliki
karakteristik  ekologi,  sosial-ekonomi,  dan  spiritual-budaya  yang  khas.  Beragam elemen  pembentuk  lanskap  dengan  bentuk  dan  ciri  khasnya  menunjukkan
kesatuan  pola  yang  utuh  dan  unik  jika  dibandingkan  dengan  lanskap  pertanian lainnya.  Elemen  pembentuk  lanskap  pertanian  tersebut  mencakup  aspek  ekologi
yang  terdiri  dari  unsur  tanah  dan  topografi,  hidrologi,  iklim,  vegetasi  dan  satwa, serta pola penggunaan lahan land use.
Aspek  sosial-ekonomi  mencakup  unsur  kependudukan,  organisasi  sosial, sistem  mata  pencaharian,  dan  infrastruktur.  Aspek  spiritual-budaya  terdiri  dari
unsur  sejarah,  spiritual,  dan  budaya  masyarakat.  Sebagai  faktor  luar  yang mempengaruhi  karakteristik  lanskap  pertanian  Sunda  Parahiyangan,  intervensi
kebijakan  pemerintah  memiliki  peran  yang  sangat  penting.  Berdasarkan  kajian karakteristik  pada  masing-masing  unsur  dapat  diketahui  bahwa    faktor
fisikekologi  pembentuk  karakteristik  lanskap  menunjukkan  pola  unit  lanskap pertanian dengan tipe karakter pegunungan.
Karakter  tersebut  muncul  dari  bentuk  elemen-elemen  penyusunnya  yang mencerminkan  elemen  penyusun  lanskap  pegunungan.  Tanah  litosol,  regosol,
latosol,  dan  andosol  merupakan  jenis  tanah  khas  daerah  pegunungan  vulkanik. Ciri  khas  tanah  yang  mudah  tererosi,  tetapi  dapat  menjadi  penyimpan  air  yang
efektif  jika  berasosiasi  dengan  elemen  lanskap  lainnya  sangat  mendukung karakteristik  pegunungan.  Kesuburan  jenis  tanah  di  daerah  studi  berpotensi
mendukung  aktivitas  usaha  pertanian.  Namun,  tanpa  didukung  ketersediaan sumber  daya  air  yang  cukup  potensi  tersebut  tidak  dapat  dimanfaatkan  secara
optimal.  Dengan  demikian,  hubungan  mutual  antara  tanah  dan  air  perlu diasosiasikan secara terpadu.
Topografi  menjadi  elemen  lanskap  yang  erat  kaitannya  dengan  pola pemanfaatan  lahan  khususnya  di  kawasan  pegunungan.  Ragam  bentuk  lahan
landform yang menyusun topografi terdiri dari lahan datar hingga sangat curam. Masing-masing  bentuk  lahan  memiliki  syarat  kesesuaian  penggunaan  dan  daya
dukung.  Pemanfaatan  lahan  ideal  perlu  menyesuaikan  dengan  syarat  kesesuaian
dan  daya  dukung  agar  tidak  terjadi  degradasi  lahan.  Erosi  merupakan  salah  satu dampak  yang  sering  terjadi  di  kawasan  pegunungan  akibat  ketidaksesuaian
penggunaan lahan atau pemanfaatan lahan yang melebihi daya dukungnya. Topografi  di  kawasan  pegunungan  erat  kaitannya  dengan  ketersediaan
sumber  daya  air.  Hal  tersebut  menjadi  faktor  lain  yang  menentukan  bentuk pemanfaatan  lahan.  Air  yang  bersumber  dari  hujan  akan  mudah  ditangkap  dan
ditahan pada topografi yang datar atau cekung. Sebaliknya, air akan mudah hilang pada  topografi  yang  landai  hingga  curam.  Asosiasi  kondisi  tanah  dan  bentuk
topografi  di  daerah  studi  dengan  sumber  daya  pengairan  utama  berupa  hujan mengakibatkan sulitnya air tertahan di kawasan pegunungan tanpa adanya upaya
penangkapan sumber daya air. Air akan mudah hilang karena porositas tanah yang cukup besar dengan kondisi kecuraman lereng yang lebih memudahkan hilangnya
air  permukaan.  Kondisi  tersebut  cukup  menyulitkan  dalam  pembangunan  irigasi teknis untuk membantu pengairan bagi usaha pertanian.
Iklim,  sebagai  unsur  yang  terjadi  secara  alami  dan  sulit  untuk  dilakukan rekayasa  oleh  petani,  memberikan  kondisi  yang  ideal  untuk  usaha  pertanian.
Curah  hujan  sebagai  penyuplai  sumber  daya  air  utama  di  kawasan  pegunungan memiliki peranan sangat vital. Unsur iklim lainnya seperti suhu, kelembaban nisbi,
dan  lama  penyinaran  matahari  berperan  penting  dalam  membantu  pertumbuhan optimal tanaman pertanian. Tanaman sebagai bagian dari keanekaragaman hayati
yang  dibudidayakan  berperan  penting  dalam  keberlangsungan  agroekosistem. Selain  untuk  dimanfaatkan  hasilnya,  tanaman  dapat  membantu  dalam  upaya
konservasi air dan tanah. Keberadaan  tanaman  dalam  agroekosistem,  terutama  jenis  pohon,  dapat
menjadi  penjaga  stabilitas  air  dan  tanah.  Tanaman  membutuhkan  air  dan  tanah untuk  hidup.  Selama  tanaman  mengalami  proses  pertumbuhan,  secara  alami
perakaran tanaman membantu menyusun struktur tanah yang lemah menjadi kuat dibantu oleh air yang mengisi pori-pori tanah Arsyad, 2010. Dengan demikian,
tanaman  dapat  terus  tumbuh  secara  optimal,  tanah  akan  menjadi  subur  dan  tidak mudah tererosi, dan air dapat bertahan lebih lama di sekitar perakaran. Hubungan
mutualistik  tersebut  perlu  dipertahankan  untuk  menjaga  stabilitas  lingkungan secara alami.
Hubungan integral antarunsur pembentuk aspek fsikekologi dipahami oleh petani  sebagai  satu  kesatuan  sistem  ekologi  pertanian  agroekosistem.  Petani
menginterpretasikannya  dalam  beragam  pola  penggunaan  lahan  yaitu agroeksosistem  kebun-talun,  sawah,  dan  pekarangan  di  kawasan  permukiman.
Pembentukan ragam agroekosistem tersebut dipengaruhi oleh keberadaan sumber daya  air  yang  dipercaya  masyarakat  Sunda  sebagai  unsur  utama  kehidupan
makhluk  hidup.  Agroekosistem  kebun-talun  merupakan  hasil  persepsi  dan preferensi  masyarakat  terhadap  kurangnya  ketersediaan  sumber  daya  air  pada
lahan pertaniannya, sedangkan agroekosistem sawah dibentuk karena kelimpahan sumber  daya  air.  Namun,  usaha  padi  sawah  yang  dilakukan  masyarakat  bukan
menjadi ciri khas dari masyarakat Sunda melainkan hasil intervensi Mataram. Agroekosistem  huma  merupakan  sistem  usaha  padi  ladang  yang  saat  ini
sudah  tidak  dibudidayakan  oleh  masyarakat  di  daerah  studi.  Padi  huma dibudidayakan tanpa kebergantungan pada keberadaan air sehingga sesuai dengan
kondisi lahan di kawasan pegunungan yang miskin air permukaan. Agroeksistem pekarangan  di  daerah  studi  sebagai  ruang  bertani  dalam  skala  keluarga,  banyak
dibudidayakan  tanaman  lahan  kering.  Berdasarkan  hal  tersebut,  sebagian  besar agroekosistem  yang  dibentuk  oleh  masyarakat  Sunda  parahiyangan  termasuk  ke
dalam usaha pertanian lahan kering. Dewasa  ini,  masyarakat  di  daerah  studi  merasakan  semakin  menurunnya
sumber daya air baik kualitas maupun kuantitasnya. Degradasi sumber daya air di daerah  studi  sebagian  besar  disebabkan  oleh  tingginya  konversi  lahan  di  daerah
gunung.  Air  menjadi  isu  sentral  dalam  permasalahan  lingkungan  karena  air merupakan  sumber  alam  utama  yang  dipercaya  masyarakat  sebagai  sumber
kehidupan.  Aktivitas  sosial-ekonomi  primer  dan  sekunder  yang  bergantung  pada produkstivitas  usaha  pertanian  tidak  dapat  berjalan  optimal  jika  tidak  didukung
oleh  kondisi  sumber  daya  air  yang  optimal.  Secara  budaya,  masyarakat  Sunda dikenal sebagai urang cai orang air karena keterikatan kultural yang sangat kuat
dengan  air  dan  urang  gunung  orang  gunung  sebagai  manifestasi  ruang  bagi sumber daya air.