Rumusan Masalah Penelitian PENDAHULUAN

kesejahteraan masyarakat lokal, dan kelestarian ekosistem. Lanskap pertanian memiliki peranan penting dalam mengakomodasi kebutuhan sosial-ekonomi masyarakat Turpin dan Oueslati, 2008 dan sebagai habitat bagi keanekaragaman hayati Arifin, 2012; Billeter, 2008.

2.2. Sunda Parahiyangan

Istilah Parahiyangan memiliki arti yang beragam berdasarkan sudut pandang yang mendefinisikannya. Dalam kepercayaan Sunda kuno, masyarakat percaya bahwa roh leluhur atau para dewa menghuni tempat-tempat yang luhur dan tinggi sehingga wilayah pengunungan dianggap sebagai tempat bersemayam. Dengan kata lain, Parahiyangan dapat diartikan sebagai tempat para Hiyang bersemayam Para-hiyang berarti jamak dari Hiyang. Secara etimologi, Parahiyangan merupakan kata serapan dari bahasa Jawa kuno Parahyangan yang didefinisikan sebagai tempat tertinggi tempat para Hyang bersemayam. Dalam naskah Nagarakartagama Pupuh 76: 1-12, Parahyangan disebut sebagai tempat suci Dharma Ipas Pratista Siwa Lubis et al., 2003. Berdasarkan hal itu, masyarakat Sunda kuno menggangap jajaran pegunungan di Jawa Barat sebagai Parahiyangan. Berdasarkan sejarah perkembangan Kerajaan Sunda, jajaran pengunungan di kawasan tengah Jawa Barat dianggap sebagai kawasan suci tempat Hyang bersemayam. Legenda Sunda menceritakan bahwa tanah Parahiyangan tercipta ketika Tuhan tersenyum dan mencurahkan berkah dan restu-Nya. Kisah ini menunjukkan keindahan dan kemolekan alam Tatar Sunda yang subur dan makmur Rosidi, 2000. Lubis et al. 2003 mendefinisikan Parahiyangan atau lebih dikenal dengan Priangan sebagai sebutan untuk Kerajaan Sunda 932-1579 M yang meliputi wilayah Tatar Sunda sebelah barat Selat Sunda hingga timur dan mencakup sebagian wilayah Jawa Tengah bagian selatan Sungai Cipamali dan Danau Segara Anakan. Kerajaan Sunda merupakan gabungan dua kerajaan besar Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda dengan pusat pemerintah yang tidak pernah menetap. Pemerintahan bermula di Galuh Kawali dan berakhir di Pakuan Pajajaran hingga berakhir pada tahun 1579 M dan terbagi menjadi empat pusat kekuasaan Banten, Cirebon, Sumedanglarang, dan Galuh.