Metode Penentuan Sampel Kampung
                                                                                Aspek Ekologi
Aspek Sosial-Ekonomi
Aspek Spiritual-Budaya
Aspek Legal
1.    Terrain lereng dan
topografi 2.
  Iklim 3.
  Tanah 4.
  Hidorologi 5.
  Vegetasi dan Satwa Pertanian
6.   Batas Ekologi
7.    Land cover
8.    Land use
1.   Kependudukan
2.   Pendidikan
3.   Pekerjaan
4.   Kesehatan
5.   Kelembagaan
Sosial 6.
  Kelembagaan Ekonomi
1.   Agama dan Kepercayaan
2.   Elemen Budaya Simbol,
Nilai, dan Norma 3.
  Persepsi dan Harapan 4.
  Sikap dan Perilaku 5.
  Adat Istiadat 6.
  Kesejarahan 1.
  Kebijakan Pelestarian 2.
  Aturan Adat 3.
  Konsep Keberlanjutan Fisik Lanskap dan
Masyarakat 4.
  Batas Administrasi
Kajian Karakteristik Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan sebagai Model Lanskap Pertanian Berkelanjutan
Sunda Parahiyangan Kabupaten Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalayan, dan Ciamis
Kampungdusun Sunda dengan ketinggian  600 mdpl. dalam kawasan DAS Citanduy Sub-DAS Cimuntur dan termasuk wilayah administrasi
Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat
Analisis Karakteristik Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan
Metode Karakterisasi Lanskap Landscape Characteristic AssessmentLCA Swanwick, 2002
Analisis Ragam Pengetahuan Ekologi Tradisional Masyarakat Pertanian Sunda Parahiyangan
Metode Pengetahuan Berbasis Sistem Walker et al., 1997
Analisis Keberlanjutan Lanskap Pertanian Sunda Parahiyangan Faktor Fisik dan Masyarakat
Metode Keberlanjutan Fisik Lanskap National Research CouncilNRC NRC, 2010 dan Keberlanjutan Masyarakat Community Sustainability AssessmentCSA GEN, 2008
Konsep Pengelolaan Lanskap Pertanian Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Parahiyangan
Gambar 4. Tahapan dan Metode Penelitian
Kawasan  Parahiyangan  yang  berada  di  Kabupaten  Ciamis  termasuk  ke dalam jajaran pegunungan Sunda Parahiyangan Gunung Galunggung, Sawal dan
Cakrabuana. Berdasarkan daerah aliran sungan DAS termasuk ke dalam satuan Wilayah  Sungai  Citanduy  yang  berhulu  di  Gunung  Cakrabuana  dan  bermuara  di
Danau  Segara  Anakan.  Terkait  aspek  pertanian,  ketinggian  suatu  tempat  sangat mempengaruhi  keberagaman  produksi  pertanian.  Hal  tersebut  terkait  dengan
perbedaan  suhu  yang  berkorelasi  dengan  ketinggian  tempat  zona  agroklimat. Dengan  pendekatan  tersebut,  dalam  penelitian  ditentukan  kampung  dengan
ketinggian  berbeda  600-800  mdpl;  800-1.000  mdpl;    1.000  mdpl.  Di  samping itu, pembagian tersebut merupakan upaya pencerminan dari konsep luhur-handap
dalam budaya masyarakat Sunda Gambar 5.
Kabupaten DAS Hulu
DAS Tengah DAS Hilir
Luhur  1000 mdpl. Tengah 800-1000 mdpl.
Handap 600-800 mdpl.
Berdasarkan administrasi dan
sejarah Berdasarkan karakter
lanskap Sunda Parahiyangan Gunung
Berdasarkan daerah aliran sungai DAS
Berdasarkan zona agroklimat
dan interpretasi konsep luhur-handap
Kampung Dusun  600 mdpl.
Cianjur Bandung
Sumedang Garut
Tasikmalaya Ciamis
Sejarah Kerajaan
Sunda, perkembangan
Parahiyangan Priangan,
etimologi, dan DAS
Konsep Parahiyangan
Gambar 5. Metode Penentuan Sampel Kampung Dusun Berdasarkan kriteria tersebut, ditentukan tiga dusun, yaitu Dusun Ciomas di
Desa  Ciomas  729-750  mdpl.  dan  termasuk  daerah  luhur,  Dusun  Mandalare  di Desa  Mandalare  737-866  mdpl.  dan  termasuk  daerah  tengah,  dan  Dusun
Kertabraya di Desa Kertamandala 898-1203 mdpl. dan termasuk daerah handap. Ketiga  dusun  tersebut  berada  dalam  kawasan  Gunung  Sawal,  kawasan  DAS
Citanduy  Sub-DAS  Cimuntur,  dan  termasuk  ke  dalam  satuan  wilayah administrasi  Kecamatan  Panjalu,  Kabupaten  Ciamis,  Provinsi  Jawa  Barat
Gambar 6.
Dusun Ciomas, Desa Ciomas
Sumber: Peta Rupabumi Digital Indonesia - Kawali
Skala 1:25.000 - Bakosurtanal
Keterangan
Dusun Mandalare, Desa Mandalare
Dusun Kertabraya, Desa Kertamandala
Peta Insert: Peta Kabupaten Ciamis
Gambar 6. Lokasi Dusun di Daerah Studi 3.4.2. Metode Pengumpulan Data dan Informasi
Penelitian  dipandu  oleh  rincian  jenis  dan  sumber  data  yang  digunakan dalam  pencapaian  tujuan  penelitian  Tabel  1.  Data  diperoleh  melalui  partisipasi
aktif  masyarakat  lokal  dengan  pendekatan  metode  Rapid  Partisipatory  Rural Appraisal  rPRA  Muleler,  Assanou,  Guimbo,  dan  Almedom,  2009
menggunakan  sistem  wawancara  semi  terstruktur,  Focus  Group  Discussion FGD,  observasi  lapang  Huntington,  2000;  Mulyoutami,  Rismawan,  dan  Joshi,
2009, dan telaah pustaka. Wawancara  dilakukan  dengan  menyajikan  pertanyaan  yang  mengacu
kepada  aspek  penilaian  keberlanjutan  fisik  lanskap  National  Research CouncilNRC  NRC,  2010  dan  keberlanjutan  masyarakat  Community
Sustainability  AssessmentCSA  GEN.  2008.  Wawancara  dilakukan  kepada narasumber  informan  kunci  yang  telah  ditentukan  sebelumnya  berdasarkan
rekomendasi  yang  valid  purposive.  Wawancara  dilakukan  terhadap  beberapa tokoh  masyarakat,  di  antaranya,  adalah  kokolot  sesepuh  masyarakat,
ajengankyai tokoh agama, kuwu kepala desa, dan mantri tani ahli pertanian.
Dalam  FGD  disajikan  beberapa  permasalahan  secara  topikal  terkait  proses pengelolaan  lanskap  pertanian  berkelanjutan  untuk  memperoleh  data  yang
beragam  dari  berbagai  macam  responden  informan  kunci.  Topik  kajian  dalam FGD  mengacu  kepada  penilaian  keberlanjutan  fisik  lanskap  NRC  dan
keberlanjutan  masyarakat  CSA.  Pertanyaan  yang  diajukan  berkaitan  dengan permasalahan  pertanian  yang  dilihat  dari  sisi  ekologi,  sosial-ekonomi,  dan
spiritual-budaya  Lampiran  1  dan  2.  Selanjutnya,  data  dan  informasi  hasil wawancara dan FGD disesuaikan dengan kondisi aktual melalui observasi lapang
bersama masyarakat. Dengan proses tersebut, dapat diperoleh data dan informasi yang  valid  mengenai  lanskap  pertanian  Sunda  Parahiyangan  berdasarkan
pengetahuan ekologi tradisional masyarakatnya.
Tabel 1. Jenis Data dan Sumber Perolehannya
No. Jenis Data
Unsur Data Sumber Data
1. Sunda
Parahiyangan a. Kesejarahan:
Sejarah Sunda Parahiyangan, latar belakang dan sumber utama sejarah dan budaya.
Observasi lapang, wawancara semi
terstruktur b. Kondisi Umum:
Peta tanah, peta topografi, peta tata guna lahan, data hidrologi, data iklim, data
demografi, data geografis, datapeta sirkulasi dan aksesibilitas, view, elemen lanskap
alami, serta data vegetasi dan satwa. Observasi lapang,
Bappeda, BMG, Puslitbang Tanah,
Bakosurtanal, BPS, BP DAS Citanduy.
c. Kondisi Masyarakat Setempat: Sistem kehidupan, ragam aktivitas
masyarakat sosial, budaya dan ekonomi, kepentingan penggunaan tapak, persepsi,
harapan, dan intervensi masyarakat. Observasi lapang,
wawancara semi terstruktur, BPS,
Potensi Desa.
2. Aspek
Keberlanjutan Lanskap
Pertanian Sunda Parahiyangan
a. Sistem Pertanian Masyarakat Sunda Parahiyangan:
Karakteristik ekologi, sosial dan ekonomi, serta spiritual dan budaya.
Observasi lapang, wawancara semi
terstruktur, BPS, Potensi Desa.
b. Kebijakan PengelolaanAspek Legal Sistem pengelolaan saat ini, kebijakan
pengelolaan, kebijakan tata ruang, dukungan pemerintah, swasta dan masyarakat, serta
rencana pengembangan kawasan berbasis pertanian berkelanjutan sustainable
agriculture. Observasi lapang,
wawancara semi terstruktur, BPS,
BP DAS Citanduy, Potensi Desa.
                