62
C.  Data Studi Awal dan Pra Tindakan Penelitian
Peneliti  melakukan  pre  test  terlebih  dahulu  sebelum  melaksanakan tindakan.  Pada  tanggal  25  April  2016  jam  12.00  di  ruang  kelas  IV  peneliti
membagikan  instrument  skala  sikap  empati  kepada  siswa.  Hal  ini  dilakukan untuk  mengetahui  kemampuan  empati  siswa  sebelum  diberikan  tindakan.
Berdasarkan  hasil  pre  test  diketahui  terdapat  18  siswa  yang  terdiri  dari    8 siswa  dalam  kategori  rendah  dan  10  siswa  dalam  kategori  sedang.  Berikut
adalah rinciannya : Tabel 10. Hasil Pre Test Siswa
No Nama
Skor Kategori
1 AAF
98 Sedang
2 ADS
96 Sedang
3 ADP
67 Rendah
4 BRDK
68 Rendah
5 BYH
69 Rendah
6 DSW
89 Sedang
7 DDP
69 Rendah
8 DAKS
68 Rendah
9 KAP
96 Sedang
10 KRS
93 Sedang
11 LNS
69 Rendah
12 LPH
94 Sedang
13 NDAP
68 Rendah
14 NAAJ
95 Sedang
15 NASMP
94 Sedang
16 RPW
89 Sedang
17 RND
96 Sedang
18 SS
66 Rendah
Sebelum pelaksanaan tindakan terlebih dahulu dilakukan proses persiapan. Persiapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
63 1.  Peneliti dan guru wali kelas IV berdiskusi tentang pemilihan cerita dan
skenario  siklus  penelitian  sehingga  kegiatan  storytelling  dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana.
2.  Peneliti melaksanakan pre test pada tanggal 25 April 2016 di ruang kelas IV dengan menggunakan instrument skala sikap empati yang telah diuji
validitas dan reliabilitasnya. 3.  Peneliti  dan  guru  wali  kelas  IV  berdiskusi  terkait    hasil  pre  test  yang
telah  dilakukan  dan  bekerjasama  dalam  upaya  meningkatkan  sikap empati siswa melalui metode storytelling.
D.  Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan Siklus I 1.  Pelaksanaan Tindakan I  Cerita Kentang Ajaib
a  Perencanaan Tahap  perencanaan  dimulai  dengan  peneliti  dan  guru  wali  kelas
bekerjasama  mempersiapkan  materi  yaitu  sebuah  cerita  dan menyerahkan hasil pre test skala sikap empati siswa. Berdasarkan hasil
pre test diketahui siswa-siswa yang memiliki sikap empati rendah dan sedang.  Siswa  tersebut  diprioritaskan  untuk  terlibat  secara  aktif  di
kelas oleh ibu guru. b  Tindakan dan Pengamatan
Tindakan I dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 30 Mei 2016 pada jam  07.00-08.10  di  ruang  kelas  IV.  Sebelum  pelaksanaan  kegiatan
storytelling,  ibu  guru  menanyakan  siswa  yang  tidak  masuk  sekolah hari  ini.  Siswa  menjawab  semuanya  hadir.  Setelah  itu,  ibu  guru
memulai kegiatan storytelling yang didahului dengan pengantar seperti
64 menanyakan  tentang  ibu    guru  yang  selama  tiga  hari  kemarin  tidak
masuk kelas  karena ada urusan di dinas. Ibu guru bertanya apakah ada yang merasa kehilangan ibu guru dan mencari ibu guru di kantor atau
merasa  senang  jika  ibu  guru  tidak  mengajar.  Ketika  mengetahui  ada teman  yang  sakit  dan  tidak  masuk  sekolah  apakah  ada  yang  merasa
kesepian karena temannya tidak masuk atau senang teman tidak masuk sekolah. Beberapa siswa menjawab merasa kehilangan tetapi ada juga
yang merasa biasa saja. Pertanyaan-pertanyaan yang sederhana seperti itu  menjadi  pembuka  kegiatan  storytelling  untuk  melatih  anak
mengungkapkan rasa empatinya terhadap orang lain. Kegiatan  storytelling  ini  dilaksanakan  pada  jam  mata  pelajaran
bahasa  Indonesia.  Sebelum  mulai  membacakan  cerita,  ibu  guru menyampaikan  tujuan  kegiatan  storytelling  dan  judul  cerita.  Tujuan
kegiatan storytelling ini yaitu melatih rasa empati anak-anak agar dapat merasakan  apa  yang  dialami  oleh  tokoh-tokoh  dalam  cerita  dan
memahami makna dari cerita yang ibu guru sampaikan. Kegiatan  storytelling  pada  tindakan  I  dimulai  dengan  cerita
“kentang ajaib”. Cerita kentang ajaib adalah sebuah kisah dari negara India. Kisah ini menceritakan tentang seorang pencari kayu bakar yang
sangat  miskin  bernama  Dheda  yang  tinggal  bersama  istri  dan  ketiga anaknya. Suatu hari, ada seorang pengemis yang menumpang berteduh
di  rumah  Dheda  karena  hujan  deras.  Dheda  yang  baik  hati  bahkan memberikan  handuk  kepada  pengemis  untuk  mengeringkan  diri.
Pengemis  yang  sedang  lapar  meminta  makanan  kepada  Dheda.  Pada
65 saat itu Dheda hanya memiliki lima kentang untuk persediaan makanan
di  rumah  tetapi  dia  ingin  sekali  membantu  pengemis  tersebut. Akhirnya Dheda memberikan semua kentang kepada pengemis.
Pengemis memakan hidangan dengan lahap tetapi dia menyisakan satu kentang untuk Dheda. Sebelum pergi, pengemis berpesan kepada
Dheda untuk memotong kentang tersebut menjadi lima bagian. Dheda dan  keluarganya  terkejut  melihat  kentang  yang  diiris  lima  bagian
sekarang  berubah  menjadi  lima  butir  kentang.  Sejak  saat  itu,  Dheda tidak pernah lagi kekurangan makanan dan dia mendapat banyak uang
dari menjual kentang-kentang itu. Selesai membacakan cerita, ibu guru bertanya kepada siswa tentang
isi  cerita,  siapa  saja  tokoh  yang  ada  dalam  cerita,  dan  watak  atau karakter tokohnya seperti apa. Ibu guru mulai bertanya dan  menunjuk
siswa  yang  menjadi  subjek  penelitian.  Ketika  ingin  menjawab pertanyaan  ibu  guru,  siswa  masih  merasa  kesulitan  dalam
mengungkapkan  pendapatnya  sehingga  ada  beberapa  siswa  yang menjawab dengan jawaban yan kurang tepat. Secara keseluruhan siswa
yang aktif menjawab tanpa harus ditunjuk oleh ibu guru adalah siswa yang memiliki sikap empati yang tinggi berdasarkan hasil pre test yang
telah dilakukan. Berdasarkan pengamatan selama kegiatan storytelling pada tindakan I, dapat disimpulkan bahwa siswa belum menunjukkan
sikap empatinya. Hal ini terlihat dari jawaban yang disampaikan oleh siswa  yang  sebenarnya  bukan  jawaban  itu  yang  diharapkan  terkait
cerita ini.
66 Pertanyaan yang diajukan kepada siswa dirasa cukup oleh ibu guru,
maka ibu guru meminta siswa untuk menuliskan di buku tulis tentang amanat  yang  terkandung  dalam  cerita.  Ketika  menulis  amanat  dalam
cerita  kentang  ajaib,  masih  banyak  siswa  yang  melihat  pekerjaan temannya  dan  bingung  menuliskan  apa  bahkan  ada  yang  masih
berbicara  dengan  temannya.  Setelah  itu,  ibu  guru  meminta  beberapa siswa untuk membacakan amanat yang terkandung dalam cerita yang
sudah  dituliskan  di  bukunya.  Jawaban  dari  para  siswa  secara keseluruhan  hampir  sama  yaitu  harus  saling  membantu  terhadap
sesama.  Setelah  itu,  ibu  guru  menutup  kegiatan  storytelling  dengan penyataan penutup yaitu selain membuahkan pahala, menolong orang
lain juga menjauhkan diri dari kemalangan. Hal itu dikarenakan Tuhan selalu melindungi orang-orang yang suka menolong orang lain dengan
ikhlas. Pengamatan terkait sikap empati siswa tidak hanya dilakukan pada
saat  kegiatan  storytelling  berlangsung,  tetapi  juga  setelah  kegiatan storytelling  ini.  Ketika mata  pelajaran  bahasa  jawa  dan  pada  saat  itu
guru  sedang  tidak  berada  di  kelas.  Ada  dua  siswa  perempuan  yang menangis  di  kelas  yaitu  TVNH  dan  LNS  dikarenakan  TVNH
mengambil tempat duduk LNS sehingga LNS marah dan menatap sinis satu  sama  lain  kemudian  keduanya  menangis.  Melihat  peristiwa  itu,
beberapa  siswa  perempuan  yang  menjadi  subjek  penelitian  maupun yang  tidak  menjadi  subjek  mencoba  untuk  menenangkan  keduanya.
Namun, berbeda dengan siswa laki-laki yang cenderung mengejek dan
67 mengatakan agar temannya berkelahi saja. Ketika jam istirahat TVNH
menghampiri LNS untuk meminta maaf dan LNS juga meminta maaf kepada  LNS. Kedua siswa saling memaafkan satu sama lain. Hal ini
menunjukkan  bahwa  siswa  perempuan  mulai  menunjukkan  sikap empatinya  dengan  mencoba  untuk  menenangkan  temannya  yang
sedang menangis di kelas. Peristiwa  lain  misalnya,  siswa  perempuan  tidak  keberatan  untuk
membagi makanan ketika ada teman yang meminta makanannya. Hal ini menandakan bahwa siswa tidak lagi bersikap egosentris dan mulai
memperhatikan orang di sekitarnya.
2.  Pelaksanaan Tindakan II Cerita Ibu Bermata Satu
a  Perencanaan Tahap perencanaan tindakan kedua hampir sama dengan tindakan
pertama  yaitu  peneliti  dan  guru  wali  kelas  menyiapkan  cerita  kedua. Cerita  tersebut  adalah  cerita  tentang  ibu.  Peneliti  berdiskusi  dengan
guru wali kelas terkait pengantar awal yang harus berkaitan dengan ibu sehingga  siswa  dapat  lebih  merasakan  isi  yang  terkandung  dalam
cerita. b  Tindakan dan Pengamatan
Tindakan II dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 30 Mei 2016 jam 07.00-08.10 wib di ruang kelas IV. Seperti pada tindakan pertama, ibu
guru  bertanya  kepada  siswa  siapa  yang  tidak  masuk  sekolah.  Siswa menjawab  ada  tiga  anak  yang  tidak  masuk  sekolah  yaitu  ADS,
NASMP dan SS.
68 Ibu  guru  membuka  kegiatan  storytelling  dengan  membahas
mengenai ujian kenaikan kelas yang dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2016.  Pertanyaan  yang  diajukan  meliputi  persiapan  siswa  dalam
mengikuti  ujian  kenaikan  kelas,  menyampaikan  sebelum  ujian kenaikan kelas dilaksanakan, ibu guru mengundang orangtua siswa ke
sekolah  untuk  melaporkan  perkembangan  siswa  maupun  peristiwa- peristiwa  di  sekolah  yang  berhubungan  dengan  anaknya  dan
melaporkan  nilai-nilai  tugas  siswa  selama  satu  semester.  Mendengar hal itu para siswa keberatan dengan berbagai alasan yang disampaikan.
Ibu guru menjelaskan bahwa hal ini dilakukan demi kebaikan siswa dan  agar  orangtua  tetap  dapat  mengontrol  siswa  di  luar  rumah.  Ibu
guru menanyakan mengapa siswa keberatan jika ibu guru mengundang orangtua  ke  sekolah.  Ibu  guru  bertanya  lagi,  apakah  ada  siswa  yang
malu jika orangtuanya diminta datang ke sekolah. Kemudian ibu guru mengatakan  bahwa  sebagai  anak  terimalah  keadaan  orangtua  apa
adanya  dan  jangan  malu  untuk  mengakui  orangtua  sendiri.  Setelah selesai  menyampaikan  pengantar  awal,  ibu  guru  melanjutkan
membacakan  tujuan  kegiatan  storytelling  dan  menyampaikan  judul cerita untuk tindakan kedua.
Cerita  ibu  bermata  satu  berasal  dari  negara  Singapura.  Cerita  ini mengisahkan  tentang  seorang  ibu  yang  memiliki  mata  satu
dikarenakan  mata  sebelahnya  buta.  Ibu  bermata  satu  mengorbankan satu  matanya  untuk  diberikan  kepada  anaknya  yang  pada  saat
dilahirkan  hanya  memiliki  satu  mata.  Namun,  sang  anak  tidak
69 mengetahui  hal  tersebut.  Bahkan  sang  anak  yang  bernama  Michael
sangat  membenci  ibunya  karena  malu  mempunyai  ibu  yang  bermata satu. Meskipun Michael sudah berkeluarga dan sukses, kebencian dia
terhadap ibunya tetap masih ada. Pada  saat  acara  reuni  dengan  teman  SMA,  Michael  ingin
mengunjungi  ibunya.  Sebelum  sampai  di  rumah  ibunya,  Michael bertemu  tetangganya.  Tetangga  Michael  memberikan  surat  dari  sang
ibu  kepada  Michael.  Setelah  membaca  surat  tersebut,  Michael langsung menangis karena mengetahui bahwa ibunya memberikan satu
matanya  untuk  Michael.  Padahal  selama  ini,  Michael  telah  bersikap kasar terhadap Ibunya.
Cerita ibu bermata satu selesai dibacakan oleh ibu guru dan terlihat ekspresi  sedih  yang  ditunjukkan  oleh  siswa.  Kemudian  ibu  guru
menanyakan  tentang  cerita  yang  baru  saja  dibacakan.  Banyak  siswa yang  mengatakan  ceritanya  menyedihkan.  Siswa  perempuan  yang
bernama  ADP  matanya  mulai  berkaca-kaca  dan  hampir  menangis. Siswa merasa tersentuh dengan cerita ibu bermata satu. Ada pula siswa
yang  mengatakan  bahwa  anak  yang  ada  dalam  cerita  sangat  jahat kepada ibunya padahal sang ibu rela berkorban demi anaknya dengan
memberikan  satu  matanya  dan  respon  positif  lainnya  yang  siswa sampaikan terkait cerita tersebut.
Sebelum  menutup  kegiatan  storytelling,  ibu  guru  meminta  siswa untuk menuliskan amanat yang terkandung dalam cerita dan kemudian
dibacakan.  Salah  satu  amanat  yang  dibacakan  oleh  siswa  yang
70 bernama RND yaitu seorang anak tidak boleh berkata kasar kepada ibu
karena ada hadits yang mengatakan bahwa surga itu dibawah telapak kaki  ibu.  Seorang  anak  tidak  boleh  durhaka  kepada  orangtua  karena
dosanya  sangat  besar.  Respon  positif  yang  disampaikan  oleh  siswa menunjukkan  bahwa  siswa  mulai  memunculkan  sikap  empatinya.
Siswa  mulai  dapat  merasakan  perasaan  tokoh  yang  ada  dalam  cerita dan mengambil nilai positif yang dapat dipelajari dari cerita tersebut.
Namun,  masih  ada  beberapa  siswa  yang  menjadi  subjek  penelitian belum aktif di kelas.
Setelah  itu,  ibu  guru  menutup  kegiatan  storytelling  dengan menyampaikan  pernyataan  penutup  yaitu  kisah  ini  menunjukkan
kebesaran  hati  seorang  ibu  yang  telah  berkorban  untuk  anak  yang dicintainya. Sebuah kasih sayang tulus dari hati seorang ibu. Kebaikan
hati ibu untuk anak sungguh tiada tara. Untuk itu berbaktilah kepada ibu yang telah membesarkan kalian dengan penuh kasih sayang.
Peneliti  melakukan  pengamatan  setelah  tindakan  dilaksanakan. Pada mata pelajaran BTQ Baca Tulis Quran, DDP dan LPH terlibat
pertengkaran dan saling memukul yang menyebabkan LPH menangis. Kemudian  DDP  meninggalkan  LPH  dan  segera  kembali  ke  tempat
duduknya. Namun, beberapa menit kemudian DDP menghampiri LPH dan  meminta  maaf.  LPH  langsung  memaafkan  DDP.  Ketika  peneliti
bertanya  mengapa  DDP  tiba-tiba  menghampiri  LPH  dan  meminta maaf,  maka  DDP  menjawab  kalau  dia  kasihan  melihat  temannya
menangis.  Hal  yang  dilakukan  DDP  menunjukkan  bahwa  siswa
71 tersebut  mulai  memunculkan  sikap  empatinya  walaupun  dia  butuh
waktu untuk berpikir apakah seharusnya dia meminta maaf atau tidak dan pada akhirnya dia mengambil keputusan yang tepat.
3.  Pelaksanaan Tindakan III Cerita Rasulullah dan Seorang Pengemis Buta
a  Perencanaan Tahap  ini  dimulai  dengan  menyiapkan  cerita  ketiga  yang  akan
disampaikan  pada  kegiatan  storytelling.  Peneliti  dan  guru  wali  kelas berdiskusi  memilih  cerita  dengan  tema  yang  berbeda  untuk
memunculkan  sikap  empati  siswa  kelas  IV.  Selain  itu,  peneliti  juga bekerjasama  dengan  wali  kelas  dalam  mempersiapkan  pertanyaan-
pertanyaan  yang berkaitan  dengan  cerita  tersebut  untuk  dijawab  oleh siswa.
b  Tindakan dan Pengamatan Tindakan  III  dilaksanakan  pada  hari  selasa  tanggal  10  Mei  2016
jam 11.45-12.45 wib di ruang kelas IV. Pada tindakan ini siswa yang tidak  masuk  adalah  DSW.  Tindakan  III  sedikit  berbeda  dengan
tindakan  pertama  dan  kedua  dikarenakan  bertepatan  dengan  ulangan harian  bahasa  Indonesia.  Sebelum  memulai  kegiatan  storytelling,  ibu
guru  membagikan  sebuah  kertas  yang  berisi  pertanyaan-pertanyaan tentang cerita ketiga. Ada tujuh pertanyaan yang harus dijawab siswa
mengenai cerita tersebut. Ibu guru meminta siswa agar konsentrasi dan sungguh-sungguh dalam mendengarkan cerita yang disampaikan oleh
72 ibu guru. Siswa siap mendengarkan dan ibu guru mulai membacakan
cerita. Cerita yang disampaikan pada tindakan ini adalah cerita rasulullah
dan  pengemis  yahudi  buta.  Cerita  ini  mengisahkan  tentang  seorang pengemis yang sangat membenci Rasulullah. Pengemis buta ini selalu
berkata  yang  jelek  tentang  Rasullah  setiap  kali  ada  orang  yang mendekatinya.  Meskipun  Rasulullah  telah  dihina  dan  difitnah  oleh
pengemis  buta  namun,  beliau  setiap  pagi  tetap  mendatanginya, membawa makanan, dan menyuapi makanan yang dibawanya dengan
lembut. Hal ini terus dilakukan sampai Rasulullah wafat. Setelah  Rasulullah  meninggal,  Abu  Bakar  yang  meneruskan
perbuatan  mulia  Nabi  Muhammad.  Namun,  pengemis  buta  merasa aneh  dengan  kedatangan  Abu  Bakar.  Pengemis  mengatakan  bahwa
orang  yang  sekarang  memberikan  dia  makanan  bukanlah  orang  yang biasanya  membawakan  makanan  untuknya.  Kemudian  Abu  Bakar
memberitahukan  bahwa  dia  adalah  salah  satu  sahabat  Nabi Muhammad.  Orang  yang  biasa  memberikan  makanan  kepada
pengemis buta telah meninggal dunia dan dia adalah Nabi Muhammad. Seketika  pengemis  buta  langsung  menangis  karena  selama  ini
Rasulullah tidak pernah memarahinya sedikitpun. Selesai membacakan cerita, ibu guru memberikan waktu selama 30
menit kepada siswa untuk menjawab pertanyaan. Kemudian ibu guru meminta  siswa  untuk  mengumpulkan  kertas  ulangan.  Sebelum
menutup  kegiatan  storytelling,  ibu  guru  membahas  dua  pertanyaan
73 terkait cerita. Ibu guru bertanya apa yang dilakukan jika ada seseorang
yang menghina anak-anak seperti Rasulullah dalam cerita tersebut dan bagaimana tanggapan jika ada teman yang selalu baik terhadap anak-
anak  meskipun  anak-anak  sering  mengejeknya.  Siswa  mulai memberikan  pendapat  yang  bermacam-macam  seperti  harus  sabar
walaupun  dihina,  lebih  baik  diam  karena  orang  itu  akan  berhenti menghina,  meminta  maaf  kepada  teman  yang  selalu  diejek  dan
menyesali perbuatan sendiri yang mengejek teman serta berjanji tidak mengulangi  perbuatan  itu  lagi.  Respon  empatik  yang  disampaikan
siswa terkait cerita tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan. Pengamatan  setelah  kegiatan  storytelling  sangat  singkat  karena
pelaksanaan  kegiatan  storytelling  pada  jam  mata  pelajaran  terakhir sehingga setelah selesai kegiatan storytelling siswa langsung pulang.
4.  Hasil Tindakan Siklus I
Hasil tindakan pada siklus I diketahui melalui  post test I, pengamatan dan wawancara. Pemberian post test siklus I dilaksanakan pada hari rabu
tanggal  11  Mei  2016  jam  11.45-12.15  wib.  Berikut  adalah  rincian  skor post test I dapat dilihat pada tabel 9 berikut :
Tabel 11. Hasil Post Test I No
Nama Subjek Skor Post Test I
Kategori 1
AAF 103
Sedang 2
ADS 126
Tinggi 3
ADP 99
Sedang 4
BRDK 103
Sedang 5
BYH 88
Sedang 6
DSW 100
Sedang 7
DDP 84
Sedang 8
DAKS 94
Sedang 9
KAP 124
Tinggi
74 10
KRS 105
Sedang 11
LNS 90
Sedang 12
LPH 110
Tinggi 13
NDAP 81
Sedang 14
NAAJ 124
Tinggi 15
NASMP 121
Tinggi 16
RPW 106
Tinggi 17
RND 130
Tinggi 18
SS 96
Sedang
Berdasarkan  hasil  post  test  I  diatas  sudah  menunjukkan  adanya peningkatan dari hasil pre test meskipun skor rata-rata siswa masih dalam
kategori sedang sebesar 82,44. Selain  hasil  post  test  yang  menunjukkan  adanya  peningkatan  skor
sikap  empati  siswa,  hal  lain  juga  ditunjukkan  dari  hasil  observasi  yang dilakukan  oleh  peneliti.  Berdasarkan  hasil  pengamatan  yang  dilakukan
selama  tindakan  siklus  I,  secara  keseluruhan  tindakan  yang  diberikan berjalan lancar dan sebagian besar sesuai dengan rencana yang disepakati
oleh peneliti dan guru wali kelas IV. Pada  tindakan  I,  siswa  yang  menjadi  subjek  penelitian  belum
menunjukkan  sikap  empati  walaupun  ibu  guru  mencoba  untuk  membuat siswa  aktif  dengan  memberikan  pertanyaan-pertanyaan  yang  berkaitan
dengan cerita. Siswa  yang aktif dalam kegiatan  storytelling adalah siswa yang  memiliki  skor  sikap  empati  yang  tinggi.  Namun,  guru  wali  kelas
melakukan  storytelling  dengan  cukup  baik  sehingga  selama  kegiatan storytelling semua siswa mengikutinya dengan sungguh-sungguh.
Pada  tindakan  II,  beberapa  siswa  mulai  memperlihatkan  sikap empatinya  baik  laki-laki  maupun  perempuan.  Hal  ini  dikarenakan  pada
75 tindakan II, ibu guru membacakan cerita  yang menyedihkan tentang ibu.
Siswa  memperlihatkan  wajah  yang  sedih  ketika  mendengar  cerita  itu, bahkan ada siswa  yang  matanya tampak merah  dan berkaca-kaca seperti
menangis.  Sebagian  besar  siswa  mengatakan  bahwa  cerita  itu  sedih sehingga  siswa  ikut  merasakannya.  Siswa  yang  mejadi  subjek  penelitian
cukup  aktif  daripada  tindakan  I,  namun  masih  ada  beberapa  siswa  yang belum aktif di kelas.
Pada tindakan III, respon empatik yang diperlihatkan oleh siswa begitu terbatas. Hal ini dikarenakan hari tindakan bertepatan pada ulangan harian
mata  pelajaran  bahasa  Indonesia  sehingga  siswa  berkonsentrasi  dalam menjawab pertanyaan ulangan harian. Setelah siswa selesai mengerjakan
soal dan dikumpulkan  ke depan  kelas,  ibu  guru  hanya  membahas 2  soal dikarenakan  waktu  yang  tersisa  sedikit  sehingga  respon  empatik  siswa
terhadap cerita tersebut kurang dapat diuraikan secara lebih jelas. Pengamatan  yang  dilakukan  peneliti  tidak  hanya  ketika  tindakan
dilaksanakan tetapi juga setelah tindakan selesai. Hal ini dilakukan untuk mengetahui  perubahan  yang  terjadi  terkait  sikap  empati  siswa  setelah
diberikan  tindakan.  Berdasarkan  hasil  pengamatan  yang  dilakukan menunjukkan  bahwa  ada  perubahan  pada  siswa  terkait  sikap  empatinya.
Siswa  mulai  lebih  memperhatikan  lingkungan  di  sekitarnya.  Ketika  ada teman  yang  menangis  di  kelas,  teman  yang  lain  berusaha  untuk
menenangkannya,  siswa  tidak  keberatan  untuk  berbagi  makanan  dengan temannya  dan  ketika  siswa  laki-laki  berkelahi  dengan  siswa  perempuan
76 yang  mengakibatkan  siswa  perempuan  menangis  maka  siswa  laki-laki
meminta maaf terlebih dahulu kepada siswa tersebut. Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan  guru  wali  kelas,  siswa  mulai
menunjukkan  sikap  empatinya.  Pada  kegiatan  membatik,  siswa  yang benama  LPH  mengalami  cidera  pada  tangannya  karena  tidak  sengaja
terkena tumpahan cairan panas yang digunakan untuk membatik. Melihat tangan temannya yang terluka, siswa langsung memberitahu ibu guru dan
segera mencari lidah buaya untuk mengobati luka temannya. Selain itu ada yang  memberikan  minum  untuk  LPH  dan  merasa  kasihan  melihat
temannya terluka. Peristiwa  lain  misalnya  ketika  air  minum  temannya  yang  bernama
RND  tumpah,  siswa  langsung  mengambilkan  lap  dan  ada  yang menyingkirkan buku agar tidak terkena air. Perilaku siswa yang seperti itu
menunjukkan  bahwa  siswa  mulai  mengalami  perubahan  terhadap  sikap empatinya  yang  mana biasanya ketika ada  air  minum  temannya  tumpah,
tidak  ada  yang  langsung  mengambilkan  lap  jika  tidak  diminta  untuk mengambil  lap  oleh  ibu  guru  dan  siswa  hanya  melihat  saja  tanpa
berkeinginan untuk membantu temannya. Hasil  observasi  pada  siklus  I  menunjukkan  bahwa  adanya  perubahan
pada siswa yang lebih baik terkait sikap empati. Namun perubahan yang terjadi belum mencapai persentase skor rata-rata sikap empati yaitu 75
yang menjadi syarat keberhasilan tindakan dan harus ada perbaikan untuk menutupi kekurangan yang terjadi pada tindakan siklus I. Oleh karena itu,
peneliti memutuskan untuk melanjutkan penelitian ke siklus kedua.
77
5.  Refleksi dan Evaluasi Siklus I
Refleksi  dilakukan  untuk  mengetahui  kekurangan  yang  ada  pada pelaksanaan  tindakan.  Refleksi  dilakukan  berdasarkan  pengamatan,
wawancara  dan  hasil  post  test  I.  Beberapa  kekurangan  pada  siklus  I berdasarkan  hasil  pengamatan  yaitu  kondisi  siswa  yang  menjadi  subjek
penelitian  pada  saat  tindakan  I  masih  kesulitan  dalam  menyampaikan pendapatnya  sehingga  cenderung  pasif  dan  siswa  yang  aktif  menjawab
adalah  siswa  yang  memiliki  sikap  empati  dalam  kategori  tinggi berdasarkan  hasil  pre  test.  Selain  itu,  siswa  belum  percaya  diri  dalam
menuliskan  pendapatnya  terkait  amanat  cerita  dan  masih  melihat  tulisan teman disebelahnya. Hal tersebut hampir sama dengan  yang terjadi pada
tindakan II. Namun, pada tindakan II siswa cukup aktif daripada tindakan I tetapi  masih  ada  beberapa  siswa  yang  belum  aktif  di  kelas.  Peneliti  dan
guru  wali  kelas  memberikan  perhatian  terhadap  siswa  tersebut  dengan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan dari ibu
guru  dan  menerima  apapun  jawaban  siswa  meskipun  terkadang  kurang sesuai dengan cerita.
Jadwal pelaksanaan tindakan III  yang bertepatan pada ulangan harian bahasa Indonesia sehingga jawaban siswa tidak dapat disampaikan secara
terbuka kecuali ibu guru yang membacakan jawaban tersebut. Tindakan ini dilakukan  pada  jam  terakhir  dan  pada  saat  itu  ada  siswa  kelas  V  yang
belum  masuk  kelas  sehingga  suara  diluar  mengganggu  siswa  kelas  IV dalam mendengarkan cerita sehingga ada siswa yang merasa kurang jelas
78 dengan  isi  cerita.  Pelaksanaan  tindakan  selanjutnya  tetap  dilaksanakan
pada pagi hari kecuali tindakan II. Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan  guru  wali  kelas,  tindakan  pada
siklus I, 85  berjalan sesuai rencana hanya saja guru wali kelas merasa kurang  mempersiapkan  diri  untuk  melakukan  metode  storytelling.  Ibu
guru sudah mempersiapkan materi yaitu sebuah cerita untuk disampaikan kepada  siswa.  Namun,  belum  memiliki  waktu  untuk  membaca  cerita  itu
terlebih  dahulu  sebelum  disampaikan  kepada  siswa  sehingga  kurang maksimal  dalam  melakukan  storytelling.  Hal  yang  menjadi  penghambat
dalam  kegiatan  storytelling.  Ibu  guru  berinisiatif  untuk  memperbaiki dengan  cara  membaca  cerita  tersebut  terlebih  dahulu  sehingga  dapat
mempersiapkan kegiatan storytelling dengan baik. Pelaksanaan  metode  storytelling  secara  keseluruhan  sudah  ada
peningkatan, dapat dilihat pada tabel 12 yaitu hasil pre test dan post test siklus I sebagai
berikut : Tabel 12. Persentase Peningkatan Post Test I
N o
Nama Pre Test
Katego ri
Post Test I Katego
ri Skor
Skor Pening
katan 1
AAF 98
70 Sedang
103 73,57
4 2,86  Sedang
2 ADS
96 68,57  Sedang
126 90
10 7,14  Tinggi
3 ADP
67 47,86  Rendah
99 70,71
32 22,86  Sedang
4 BRDK
68 48,57  Rendah
103 73,57
35 25
Sedang 5
BYH 69
49,29  Rendah 88
62,86 19
13,57  Sedang 6
DSW 89
63,57  Sedang 100
71,43 11
7,86  Sedang 7
DDP 69
49,29  Rendah 84
60 15
10,71  Sedang 8
DAKS 68
48,57  Rendah 94
67,14 26
18,57  Sedang 9
KAP 96
68,57  Sedang 124
88,57 28
20 Tinggi
10 KRS
93 66,43  Sedang
105 75
12 8,57  Tinggi
79 11
LNS 69
49,29  Rendah 90
64,29 21
15 Sedang
12 LPH
94 67,14  Sedang
110 78,57
16 11,43  Tinggi
13  NDAP 68
48,57  Rendah 81
57,86 13
9,29  Sedang 14  NAAJ
95 67,86  Sedang
124 88,57
29 20,71  Tinggi
15  NASMP 94
67,14  Sedang 121
86,43 27
19,29  Tinggi 16
RPW 89
63,57  Sedang 106
75,71 17
12,14  Tinggi 17
RND 96
68,57  Sedang 130
92,86 34
24,29  Tinggi 18
SS 66
47,14  Rendah 96
68,57 30
21,43  Sedang
Rata-rata 82,44  58,89
104,67  74,76  21,06  15,04
Berdasarkan hasil pre test dan post test terjadi peningkatan skor sikap empati  siswa.  Presentase  skor  pre  test  siswa  sebesar  58,89    dan
meningkat  pada  skor  post  test  menjadi  74,76  .  Peningkatan  skor  sikap empati  yang  paling  tinggi  terjadi  pada  siswa  BRDK  sebanyak  35  yang
memiliki  presentase  sebesar  25  .  Namun,  masih  ada  10  siswa  yang termasuk  dalam  kategori  sedang  dan  8  siswa  yang  termasuk  kategori
tinggi. Pada  saat  pengisian  instrumen  skala  sikap  empati  untuk  post  test  I,
siswa kurang antusias terutama siswa laki-laki dikarenakan siswa pernah mengisi angket itu sebelumnya dan diminta untuk mengisi lagi instrumen
yang  sama  jadi  siswa  merasa  sedikit  bosan.  Meskipun  sedikit membosankan,  siswa  tetap  mengerjakannya  dan  peneliti  selalu
mengatakan kepada siswa untuk mengisi angket tersebut dengan jujur. Untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, maka peneliti merasa perlu
untuk  memberikan  tindakan  lanjutan.  Tindakan  pada  siklus  II  dilakukan dengan memilih cerita-cerita yang dapat lebih memunculkan sikap empati
siswa  agar  siswa  dapat  lebih  memahami  makna  dari  cerita  yang disampaikan.
80
E.  Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan Siklus II 1.  Pelaksanaan Tindakan IV Cerita Sepeda Motor Baru
a  Perencanaan Tahap  perencanaan  pada  tindakan  IV  sama  seperti  tindakan
sebelumnya  yaitu  peneliti  dan  guru  wali  kelas  mempersiapkan  cerita keempat.
b  Tindakan dan Pengamatan Tindakan IV dilaksakan pada hari kamis tanggal 12 Mei 2016 jam
07.00-08.00 wib. Tindakan kali ini dilaksanakan di ruang yang berbeda dari  biasanya  yaitu  ruang  tari  dikarenakan  ruang  kelas  IV  digunakan
oleh  siswa  kelas  V  dan  ruang  kelas  V  digunakan  sebagai  pertemuan pengawas  ujian  nasional.  Ibu  guru  masuk  kelas  dan  menyampaikan
bahwa  hari  ini  ada  cerita  baru  yang  lebih  menarik.  Namun,  untuk mencegah  agar  siswa  tidak  bosan  mengikuti  kegiatan  storytelling,
maka ibu guru memberikan pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu. Ibu guru  memberikan  pengantar  dengan  mengatakan  bahwa  para  siswa
harus mendengarkan cerita dengan sungguh-sungguh. Sebelum mulai membacakan cerita, ibu guru menyampaikan tujuan
kegiatan  storytelling  dan  judul  cerita.  Setelah  itu,  ibu  guru  mulai membacakan  cerita  yang  berjudul  Sepeda  Motor  Baru.  Cerita  ini
mengisahkan  tentang  seorang  anak  yang  bernama  Dani  dan  ibunya yang bekerja sebagai buruh sawah. Dani adalah anak yang pemalas dan
sering memaksakan kehendaknya jika keinginannya tidak terpenuhi.
81 Pada suatu hari, Dani minta dibelikan sepeda motor tetapi sang ibu
menolak karena tidak mempunyai uang. Dani marah dan mengancam jika  tidak  dibelikan  maka  dia  tidak  mau  sekolah.  Tetapi  sang  ibu
berhasil membujuk Dani. Selain pemalas, Dani juga sering meminjam uang teman-temannya. Dani telah berjanji mengembalikan uang teman
karena  merasa  gengsi.  Ternyata  Dani  mencopet  di  pasar  untuk mengembalikan  uang  teman-temannya.  Namun  tindakan  Dani
diketahui warga dan Dani dihajar sampai babak belur. Mendengar hal itu, sang ibu langsung menuju kantor polisi tempat
Dani ditahan. Dani senang mengetahui bahwa ibunya sedang menuju ke kantor polisi. Namun, setelah tiga jam berlalu, ibu Dani belum juga
datang.  Kemudian  Dani  mendapat  telepon  dari  rumah  sakit  dan mengabarkan  bahwa  ibunya  sedang  dalam  kondisi  kritis  karena
mengalami kecelakaan sewaktu dalam perjalanan menuju kantor polisi. Dhani menangis dan bergegas menuju rumah sakit.
Sesampainya  di  rumah  sakit,  Dani  langsung  menuju  ruangan tempat  ibunya  dirawat.  Dokter  mengatakan  bahwa  ibunya  tidak  bisa
diselamatkan  karena  mengalami  pendarahan  akibat  kecelakaan.  Dani langsung  menangis  dan  tangisannya  semakin  keras  ketika  dia
menemukan  dokumen  pembelian  sepeda  motor  di  dalam  tas  ibunya. Ternyata  sang  ibu  berhasil  mendapat  pinjaman  uang  untuk
membelikan  Dani  sepeda  motor.  Dani  merasa  menyesal  selama  ini hanya bisa merepotkan dan menyusahkan ibunya.
82 Setelah cerita selesai dibacakan, ada siswa laki-laki yang bernama
NDAP  mengatakan  bahwa  ceritanya  begitu  menyedihkan  dan  siswa tersebut  ikut  merasa  sedih  mendengar  cerita  itu.  NDAP  mengakui
bahwa  dia  sering  marah  kepada  ibunya  jika  keinginannya  tidak dipenuhi. Respon yang disampaikan oleh siswa terkait cerita tersebut
menunjukkan  bahwa  siswa  dapat  merasakan  emosi  dari  cerita  dan secara terbuka dalam mengungkapkan apa yang dirasakannya terhadap
cerita  itu  kepada  ibu  guru.  Hal  ini  menandakan  bahwa  anak menunjukkan  sikap  empatinya  terhadap  cerita.  Kemudian  ibu  guru
memberikan  waktu  selama  30  menit  kepada  siswa  untuk  menjawab pertanyaan yang sudah diberikan.
Ibu  guru  dan  siswa  bersama-sama  membahas  pertanyaan  seperti apa  sifat  buruk  Dani,  apa  yang  terjadi  pada  ibu  Dani,  amanat  yang
terkandung dalam cerita dan apa yang harus dilakukan ketika sedang marah. Pada pertanyaan terakhir, dari semua siswa hanya satu  siswa
yang  menjawab  jika  marah  siswa  tersebut  menendang  pintu.  Hal  ini menunjukkan bahwa siswa yang selama ini memberikan jawaban yang
negatif  sudah  berkurang.  Untuk  menutup  kegiatan  storytelling,  ibu guru menyampaikan pesan moral yang terkandung dalam cerita yaitu
kisah  ini  menceritakan  bahwa  kasih  sayang  ibu  kepada  anak  tiada batasnya. Anak yang durhaka kepada ibunya dan melakukan hal yang
buruk pasti mendapatkan balasan yang setimpal kerupa kejadian yang buruk  pula.  Oleh  karena  itu,  berbaktilah  kepada  kedua  orangtua
83 khususnya  ibu.  Selain  melakukan  pengamatan  ketika  tindakan
berlangsung, peneliti juga melakukan pengamatan setelah tindakan. Pada  mata  pelajaran  bahasa  inggris,  ibu  guru  memberikan  tugas
yang  cukup  banyak  kepada  siswa  dan  meminta  siswa  untuk menyelesaikannya pada hari itu juga. Siswa yang tidak membawa buku
pada saat itu kebingungan harus meminjam buku kepada teman yang mana karena siswa sibuk mengerjakan tugas yang diberikan ibu guru.
Melihat temannya yang kebingungan, siswa perempuan yang bernama SS  bersedia  berbagi  buku  dengan  temannya.  Kemudian  keduanya
melanjutkan  mengerjakan  tugas  dari  ibu  guru.  Melihat  peristiwa tersebut  menunjukkan  bahwa  siswa  memiliki  sikap  empati    karena
mulai  memperhatikan  teman  di  sekitarnya  dan  tidak  lagi  bersikap egois.
2.  Pelaksanaan Tindakan V Cerita Ibu Pemungut Beras
a  Perencanaan Tahap perencanaan pada tindakan ini sama seperti tindakan lainnya
yaitu  peneliti  dan  guru  wali  kelas  menyiapkan  materi  yaitu  sebuah cerita yang dapat memunculkan sikap empati siswa.
b  Tindakan dan Pengamatan Tindakan V dilaksanakan pada hari jumat tanggal 13 Mei 2016 jam
10.00-10.40  wib  di  ruang  kelas  IV.  Siswa  yang  tidak  masuk  pada tindakan  kali  ini  adalah  NAAJ.  Sebelum  tindakan  dimulai,  ibu  guru
memberikan  pengantar  awal  seperti  menanyakan  siapa  yang  belajar matematika kemarin malam dan mengingatkan bahwa ujian kenaikan
84 kelas  sudah  semakin  dekat.  Bagaimana  perasaan  orang  tua  jika  nilai
ujian anaknya rendah. Oleh karena itu, ibu guru meminta siswa untuk belajar  dengan  sungguh-sungguh  agar  tidak  membuat  orangtua
kecewa.  Padahal  orangtua  sudah  bekerja  keras  demi  memenuhi kebutuhan  anaknya  supaya  tidak  kekurangan.  Kasihan  jika  orangtua
diminta datang ke sekolah karena nilai anaknya rendah. Ingatlah pesan ibu  guru  untuk  belajar  dengan  tekun,  berprestasilah  dan  buatlah
orangtua  bangga  terhadap  kalian.  Pengantar  selesai  diberikan kemudian  ibu  guru  menyampaikan  tujuan  kegiatan  storytelling  dan
judul cerita kelima seperti biasa. Ibu  guru  mulai  membacakan  cerita  yang  berjudul  Ibu  Pemungut
Beras.  Cerita  ini  berasal  dari  Negara  China  yang  berjudul  Ibu Pemungut  Beras.  Cerita  ini  mengisahkan  tentang  seorang  ibu  yang
tinggal bersama anak laki-lakinya yang cerdas bernama Hongli. Sang Ibu  rela memungut beras di  pasar demi memenuhi  peraturan sekolah
anaknya  yang  harus  memberikan 30  kg  beras  ke  kantin  sekolah.  Ibu Hongli bercerita tentang keadaannya kepada petugas kantin. Akhirnya
cerita  tersebut  diketahui  oleh  kepala  sekolah  dan  secara  diam-diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah Hongli sampai lulus. Pada
hari kelulusan, kepala sekolah meminta Hongli dan ibunya naik ke atas panggung  untuk  menerima  penghargaan  karena  Hongli  menjadi
lulusan terbaik. Kepala sekolah mengatakan bahwa ibu Hongli adalah ibu  yang  luar  biasa  dan  bekerja  keras  membanting  tulang  demi
85 menyekolahkan  anaknya.  Mendengar  cerita  itu,  semua  undangan
merasa kagum. Ibu Hongli memeluk putranya dengan rasa syukur. Setelah  cerita  selesai  dibacakan,  ibu  guru  bertanya  amanat  yang
terkandung dalam cerita dan memberikan waktu kepada siswa selama 5 menit untuk memikirkan jawabannya. Waktu yang diberikan sudah
habis  dan  siswa  satu  per  satu  menyampaikan  pendapatnya.  Secara keseluruhan  siswa  dapat  mengungkapkan  amanat  yang  terkandung
dalam  cerita  dengan  baik  dan  hampir  tidak  ada  sisiwa  yang mengungkapkan  amanat  yang  negatif  terhadap  cerita.  Misalnya,
contohlah  Hongli  yang  rajin  belajar  dan  berbakti  kepada  Ibunya. Hongli dan Ibunya selalu bersyukur atas apa yang dimiliki. Ibu Hongli
adalah  orang  yang  pekerja  keras  karena  rela  memungut  beras  demi anaknya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mulai memahami isi cerita
dan dapat mengambil hal-hal yang baik yang terkandung dalam cerita. Respon  empatik  yang  disampaikan  siswa  dapat  dilihat  berdasarkan
jawabannya sudah semakin baik. Penutup  kegiatan  storytelling  dilakukan  oleh  ibu  guru  dengan
menyampaikan  pernyataan  penutup  yaitu  jadikanlah  Hongli  sebagai contoh. Hongli anak  yang rajin belajar dan berbakti kepada orangtua
serta dapat membanggakan orangtuanya dengan prestasi yang didapat. Ujian  kenaikan kelas  sudah  semakin  dekat.  Buatlah  orangtua bangga
dengan mendapat hasil ulangan yang bagus. Pengamatan sikap empati yang dilakukan setelah tindakan begitu
singkat  dikarenakan  tindakan  kali  ini  dilakukan  pada  jam  mata
86 pelajaran  terakhir  sehingga  setelah  tindakan  selesai,  siswa  langsung
pulang ke rumah.
3.  Pelaksanaan Tindakan VI Cerita Dibuang ke Hutan
a  Perencanaan Tahap  perencanaan  sama  seperti  tindakan  sebelumnya  yaitu
peneliti  dan  guru  wali  kelas  mempersiapkan  cerita  untuk  tindakan keenam.
b  Tindakan dan Pengamatan Tindakan  VI  dilaksanakan  pada  hari  sabtu  tanggal  14  Mei  2016
jam  07.00-07.50  wib  di  ruang  kelas  IV.  Siswa  yang  tidak  masuk sekolah  adalah  BRDK.  Ibu  guru  meminta  siswa  agar  bersungguh-
sungguh dalam mendengarkan cerita karena ini  adalah cerita terakhir yang  dibacakan  oleh  ibu  guru.  Kemudian  ibu  guru  menyampaikan
tujuan  kegiatan  storytelling  dan  judul  cerita.  Sebelum  mulai membacakan  cerita,  ibu  guru  memberikan  tiga  pertanyaan  untuk
dijawab oleh siswa dan jawabannya akan dituliskan di buku latihan. Cerita  ini  berasal  dari  Jepang  yang  mengisahkan  tentang  seorang
ibu  yang  tinggal  bersama  anak  laki-laki  yang    dan  menantunya.  Ibu tersebut bernama Umemura sedangkan anak laki-laki dan menantunya
bernama  Takeshi  dan  Haruka.  Umemura  yang  sudah  tua  hanya berbaring di atas kasur. Kondisi itu tentu merepotkan seluruh anggota
keluarganya.  Takeshi  dan  istrinya  mempunyai  niat  untuk  membuang ibunya ke hutan.  Takeshi  berpura-pura  mengajak  Umemura ke  hutan
lebat untuk mencari daun obat.
87 Sesampainya di tengah hutan, Takeshi menurunkan Umemura dan
mengucapkan  salam  perpisahan.  Kemudian  Takeshi  segera  pergi meninggalkan  Umemura.  Baru  beberapa  langkah  Takeshi  berjalan,
Umemura  memanggil  anaknya.  Umemura  mengatakan  bahwa  dia mematahkan  ranting  pohon  sebagai  petunjuk  pulang  untuk  Takeshi
agar  tidak  tersesat.  Meskipun  Takeshi  telah  berbuat  jahat  kepada ibunya namun, sang ibu tetap menyayangi Takeshi. Mendengar hal itu,
Takeshi  menangis  dan  memeluk  ibunya.  Takeshi  segera  membawa ibunya  pulang.  Setelah  peristiwa  tersebut,  Takeshi  dan  istrinya
merawat Umemura dengan baik. Cerita selesai dibacakan dan ibu guru memberikan waktu 10 menit
untuk  menjawab  pertanyaan  yang  diberikan.  Setelah  siswa  selesai mengerjakan,  ibu  guru  bertanya  mengenai  jawaban  dari  ketiga
pertanyaan  tersebut.  Jawaban-jawaban  yang  disampaikan  siswa semakin baik, seperti BYH dan NDAP  yang biasanya harus ditunjuk
terlebih  dahulu  sekarang  mengacungkan  jari  ingin  menyampaikan jawabannya.  Siswa  mengatakan  tidak  boleh  memperlakukan  ibu
seperti yang dilakukan Takeshi kepada Ibunya, harus menyayangi dan merawatnya dengan baik. Pada tindakan ini, berdasarkan hasil pre test
memiliki  kemampuan  empati  dalam  kategori  rendah  menjadi  lebih aktif dari biasanya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mulai mencoba
untuk meningkatkan kapasitas sikap empati agar lebih baik dan siswa memiliki  antusias  yang  tinggi  dalam  mengikuti  kegiatan  storytelling
88 sehingga siswa memberikan jawaban-jawaban yang bagus sesuai yang
diharapkan. Tindakan VI ditutup dengan sebuah peribahasa yaitu “kasih sayang
ibu  sepanjang jalan,  kasih  sayang anak  sepanjang  galah”.  Peribahasa ini  dapat  diartikan  bahwa  kasih  sayang  ibu  dari  mengandung  selama
sembilan  bulan,  melahirkan  tanpa  mempedulikan  rasa  sakit    dan merawat  anaknya  hingga  besar.  Semua  pengorbanan  ibu  tidak  bisa
tergantikan oleh apapun. Pengamatan  tidak  hanya  dilakukan  ketika  kegiatan  storytelling
tetapi juga setelah tindakan. Pada jam mata pelajaran BTQ Baca Tulis Quran,  NASMP  tiba-tiba  menangis.  Melihat  temannya  menangis,
siswa laki-laki tidak lagi mengejek temannya. Ada dua siswa laki-laki yang menghampiri NASMP dan bertanya mengapa menangis. Namun,
NASMP  tidak  menjawab  dan  diam  saja.  Kemudian  siswa  laki-laki tersebut  meminta  temannya  untuk  tidak  menangis  lagi.  Peristiwa  ini
menunjukkan  bahwa  siswa  laki-laki  mengalami  perubahan  terkait sikap empatinya dengan tidak lagi mengejek teman yang menangis.
4.  Hasil Tindakan Siklus II
Hasil tindakan pada siklus II diketahui melalui post test II, pengamatan dan wawancara. Post test II dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 14 Mei
2016 jam 08.10-08.40 wib. Berikut adalah rincian skor post test II sebagai berikut :
89 Tabel 13. Hasil Post Test II
No Nama Subjek
Skor Post Test I Kategori
1 AAF
107 Tinggi
2 ADS
134 Tinggi
3 ADP
113 Tinggi
4 BRDK
108 Tinggi
5 BYH
93 Sedang
6 DSW
105 Tinggi
7 DDP
89 Sedang
8 DAKS
99 Sedang
9 KAP
130 Tinggi
10 KRS
108 Tinggi
11 LNS
110 Tinggi
12 LPH
117 Tinggi
13 NDAP
87 Sedang
14 NAAJ
128 Tinggi
15 NASMP
126 Tinggi
16 RPW
110 Tinggi
17 RND
134 Tinggi
18 SS
100 Sedang
Berdasarkan  hasil  post  test  II  terjadi  peningkatan  skor  siswa  yang mana  mencapai  skor  rata-rata  sebesar  111.  Hasil  ini  mengalami
peningkatan  persentase  skor  rata-rata  sikap  empati  dari  post  test  I  yang mencapai 74,76  menjadi
79,29  .  Pada  hasil  post  test  II  terdapat    5  siswa  yang  masih  termasuk dalam  kategori  sedang  dan  13  siswa  yang  memiliki  skor  sikap  empati
dalam kategori tinggi. Hal  lain  yang  mendukung  peningkatan  skor  empati  siswa  adalah
pengamatan  pada  saat  proses  storytelling  dan  setelah  storytelling.  Pada tindakan IV, siswa NDAP mengatakan turut sedih mendengar cerita yang
dibacakan  oleh  ibu  guru.  Respon  yang  disampaikan  oleh  siswa  tersebut menandakan bahwa siswa mulai dapat berempati dengan merasakan emosi
yang  terkandung  dalam  cerita  karena  memiliki  pengalaman  yang  sama
90 dengan  tokoh  cerita  yaitu  sering  memaksakan  kehendak  dan  marah  jika
keinginannya  tidak  terpenuhi.  Kemudian  setelah  kegiatan  storytelling, pada  mata  pelajaran  bahasa  inggris  siswa  tidak  keberatan  berbagi  buku
pelajaran  dengan  teman  disebelahnya  ketika  temannya  tidak  membawa buku  sedangkan  tugas  yang  diberikan  ibu  guru  cukup  banyak  dan  harus
dikumpul pada hari itu juga. Pada tindakan V, siswa menunjukkan respon empatik yang jauh lebih
baik daripada sebelumnya. Hal ini didukung oleh respon siswa yang bagus dalam  memberikan  tanggapan  dengan  jawaban-jawaban  yang  sesuai
dengan isi cerita. Misalnya, Hongli yang rajin belajar dan berbakti kepada Ibunya,  Hongli  dan  ibunya  selalu  bersyukur  atas  apa  yang  dimiliki,  Ibu
Hongli adlah orang yang pekerja keras karena rela memungut beras demi anaknya.  Siswa  yang  sebelumnya  mengalami  kesulitan  dalam
mengemukakan pendapatnya menjadi cukup aktif di kelas dalam merespon pertanyaan  dari  ibu  guru.  Meskipun  belum  semua  siswa  yang  menjadi
subjek penelitian aktif di kelas. Respon  empatik  pada  tindakan  VI  yang  disampaikan  siswa  terhadap
cerita  selama  proses  storytelling  sangat  baik  dan  tidak  ada  siswa  yang memberikan  jawaban  yang  tidak  sesuai  dengan  cerita.  Respon  empatik
yang  disampaikan  oleh  siswa  seperti  tidak  boleh  memperlakukan  ibu seperti  yang  dilakukan  Takeshi  kepada  Ibunya,  harus  menyayangi  dan
merawatnya  dengan  baik.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  selama  tiga  hari berturut-turut  dilakukan  kegiatan  storytelling  terjadi  peningkatan  respon
91 empatik  siswa  sedikit  demi  sedikit  dan  hal  ini  sangat  baik  untuk  siswa
terkait perubahan sikap empatinya. Peristiwa lain setelah tindakan storytelling selesai dilaksanakan  yaitu
ketika  ada  teman  perempuan  yang  menangis,  biasanya  siswa  laki-laki cenderung mengejek siswa tersebut seperti yang terjadi pada hari pertama
tindakan. Namun, pada saat itu siswa laki-laki tidak lagi mengejek siswa yang menangis namun meminta siswa tersebut untuk tidak menangis.
Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan  guru  wali  kelas  ada  perubahan terhadap  sikap  empati  siswa.  Terlihat  dari  jawaban  siswa  pada  saat
kegiatan  storytelling  tidak  ada  siswa  yang  memberikan  jawaban  negatif terhadap pertanyaan terkait cerita  yang disampaikan. Melalui cerita  yang
disampaikan, siswa dapat mengambil hal-hal baik yang harus dicontoh dan hal yang tidak boleh untuk dicontoh.
Observasi dan post test pada siklus II, selama proses tindakan berjalan dengan  baik  dan  persentase  skor  rata-rata  sikap  empati  siswa  sebesar
79,29 menunjukkan bahwa kriteria keberhasilan yang diharapkan sudah terpenuhi  yaitu  persentase  skor  rata-rata  sikap  empati  siswa  mencapai
75.
5.  Refleksi dan Evaluasi Siklus II
Tindakan  pada  siklus  II  masih  ada  kekurangan  yaitu  tempat pelaksanaan dan lamanya waktu pelaksanaan. Misalnya pada tindakan IV,
kegiatan  storytelling  dilaksanakan  di  ruang  tari.  Ruang  tari  yang  tidak begitu  luas  menyebabkan  siswa  duduk  berdekatan  dengan  teman
sebelahnya. Selain itu, siswa juga duduk di lantai dengan beralaskan tikar.
92 Kondisi  ruangan  yang  seperti  ini  mengakibatkan  suasana  pada  saat
kegiatan  storytelling  menjadi  tidak  kondusif.  Pelaksanaan  tindakan  IV tidak  dilakukan  di  ruang  kelas  IV  seperti  biasanya  dikarenakan  ada
pertemuan  pengawas  untuk  ujian  nasional  sekolah  dasar  sehingga  pada saat itu ruang kelas IV tidak bisa digunakan oleh siswa. Meskipun begitu
siswa tetap antusias dalam mengikuti kegiatan storytelling. Selain itu waktu pelaksanaan tindakan V yang dilaksanakan pada mata
pelajaran terakhir dan pada saat kegiatan storytelling dimulai, suara siswa kelas  V  yang  belum  masuk  kelas  mengganggu  konsentrasi  siswa  dalam
mendengarkan  cerita  sehingga  ada  siswa  yang  tidak  mengerti  isi  cerita. Kemudian ibu guru harus mengulangi cerita tersebut satu kali lagi.
Pelaksanaan  tindakan  pada  siklus  II  tidak  seperti  siklus  I  yang memiliki  waktu  lebih  bayak  yaitu  60-70  menit.  Hal  ini  dikarenakan  ibu
guru  membantu  mempersiapkan  ujian  nasional  sekolah  dasar  yang semakin mendekati hari pelaksanaannya sehingga waktu storytelling agak
berkurang  tidak  seperti  biasa  yaitu  40-60  menit.  Namun,  siswa  tetap menunjukkan  ketertarikannya  dengan  bersungguh-sungguh  mengikuti
kegiatan storytelling. Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan  siswa  kelas  IV,  ketertarikan
siswa  terhadap  kegiatan  storytelling  sangat  tinggi.  Hal  ini  dikarenakan cerita  yang  disampaikan  oleh  ibu  guru  selalu  berbeda  dan  bagus.  Ada
cerita yang menyedihkan, cerita yang memberikan semangat untuk belajar dan  cerita  yang  mengajarkan  orang  untuk  berbuat  baik.  Berdasarkan
93 penjelasan  tersebut  dapar  disimpulkan  bahwa  siswa  tertarik  dan    senang
terhadap keseluruhan cerita. Pelaksanaan metode storytelling secara keseluruhan sudah cukup baik
dilakukan oleh guru wali kelas. Adapun hasil pre test, post test I dan post test II adalah sebagai berikut :
Tabel 14. Hasil Pre Test, Post Test I dan Post Test II
No Nama
Pre Test Kategori
Post Test I Kategori
Post Test II Kategori
Skor Skor
Skor Pening
katan 1
AAF 98
70 Sedang  103  73,57  Sedang  107  76,43
4 2,86
Tinggi 2
ADS 96
68,57  Sedang  126 90
Tinggi 134  95,71
8 5,71
Tinggi 3
ADP 67
47,86  Rendah 99  70,71  Sedang  113  80,71
14 10
Tinggi 4
BRDK 68
48,57  Rendah  103  73,57  Sedang  108  77,14 5
3,57 Tinggi
5 BYH
69 49,29  Rendah
88  62,86  Sedang 93  66,43
5 3,57  Sedang
6 DSW
89 63,57  Sedang  100  71,43  Sedang  105
75 5
3,57 Tinggi
7 DDP
69 49,29  Rendah
84 60
Sedang 89  63,57
5 3,57  Sedang
8 DAKS
68 48,57  Rendah
94  67,14  Sedang 99  70,71
5 3,57  Sedang
9 KAP
96 68,57  Sedang  124  88,57  Tinggi
130  92,86 6
4,29 Tinggi
10 KRS
93 66,43  Sedang  105
75 Sedang  108  77,14
3 2,14
Tinggi 11
LNS 69
49,29  Rendah 90  64,29  Sedang  110  78,57
20 14,29  Tinggi
12 LPH
94 67,14  Sedang  110  78,57  Tinggi
117  83,57 7
5 Tinggi
13  NDAP 68
48,57  Rendah 81  57,86  Sedang
87  62,14 6
4,29  Sedang 14
NAAJ 95
67,86  Sedang  124  88,57  Tinggi 128  91,43
4 2,86
Tinggi 15  NASMP
94 67,14  Sedang  121  86,43  Tinggi
126 90
5 3,57
Tinggi 16
RPW 89
63,57  Sedang  106  75,71  Tinggi 110  78,57
4 2,86
Tinggi 17
RND 96
68,57  Sedang  130  92,86  Tinggi 134  95,71
4 2,86
Tinggi 18
SS 66
47,14  Rendah 96  68,57  Sedang  100  71,43
4 2,86  Sedang
Rata-rata 82,44  58,89
74,76 79,29
4,52
Berdasarkan  hasil  post  test  II  terjadi  peningkatan  skor  sikap  empati siswa kelas IV. Nilai rata-rata post test II mencapai angka 111  sedangkan
prresentase skor rata-rata sikap empati siswa sebesar 79,29 . Dari hasil tersebut  peneliti  telah  menyelesaikan  penelitian  dikarenakan  sudah
terpenuhinya  kriteria  keberhasilan  penelitian  yang  semula  ditargetkan
94 sebesar 75 dan terdapat 13 siswa memiliki sikap empati yang tinggi dan
5 siswa termasuk dalam kategori rendah. Adapun grafik hasil skor sikap empati dan persentase skor sikap empati siswa kelas IV dapat dilihat pada
gambar 3 dan gambar 4 di bawah ini  :
Gambar 3. Skor Sikap Empati Siswa
Gambar 4. Persentase Skor Sikap Empati Siswa
20 40
60 80
100 120
140 160
A A
F A
D S
A D
P B
R D
K B
Y H
D SW DD
P D
A K
S K
A P
K R
S LN
S LP
H N
D A
P N
A A
J N
A SM
P R
PW RN D SS
Hasil Skor Sikap Empati Siswa
Pre Test Post Test I
Post Test II
58,89 74,76
79,29
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00 90,00
Pre Test Post Test I
Post Test II 1
2 3
Persentase Skor Sikap Empati Siswa
Persentase
95
F.  Pembahasan
Penelitian  ini  membahas  tentang  upaya  meningkatkan  sikap  empati melalui  metode  storytelling.  Pelaksanaan  tindakan  I  dimulai  dengan
membacakan  cerita  yang  berjudul  Kentang  Ajaib.  Peneliti  melakukan pengamatan pada saat tindakan dan setelah tindakan. Pada saat tindakan, siswa
belum  memunculkan  sikap  empatinya  maka  pengamatan  dilanjutkan  setelah tindakan.
Pada mata pelajaran bahasa jawa, siswa perempuan yang bernama TVNH dan LNS menangis di kelas karena mengambil tempat duduk salah satu siswa
dan  menatap  sinis  satu  sama  lain.  Melihat  kedua  temannya  yang  menangis, beberapa  siswa  perempuan  yang  menjadi  subjek  penelitian  maupun  yang
tindak  termasuk  subjek  penelitian  mencoba  untuk  menenangkan  keduanya. Perbuatan siswa  perempuan  yang  mencoba  untuk  menenangkan  teman  yang
yang sedang menangis menunjukkan bahwa siswa dapat memahami perasaan temannya.  Memahami  perasaan  orang  lain  termasuk  dalam  empati  kognitif.
Komponen  kognitif  merupakan  komponen  yang  menimbulkan  pemahaman terhadap  perasaan  orang  lain.  Fresbach  dalam  Taufik,  2012:  44
mengungkapkan  bahwa  komponen  kognitif  sebagai  kemampuan  untuk membedakan dan mengenali kondisi emosional yang berbeda.
Tindakan  II  sama  seperti  tindakan  I  yaitu  membacakan  cerita  yang berjudul  Ibu  Bermata  Satu.  Setelah  cerita  selesai  dibacakan  oleh  ibu  guru,
terlihat  ekspresi  sedih  yang  ditunjukkan  oleh  siswa.  Para  siswa  mengatakan bahwa  cerita  ibu  bermata  satu  sangat  menyedihkan.  Bahkan  ada  siswa
perempuan  yang matanya berkaca-kaca dan hampir menangis. Siswa merasa
96 tersentuh dengan cerita ibu bermata satu. Melihat apa yang terjadi pada siswa
pada  saat  mendengarkan  cerita  ibu  bermata  satu  menunjukkan  bahwa  siswa memperlihatkan respon empatik secara non verbal. Menurut Daniel Goleman
2004:  136  kemampuan  berempati  adalah  kemampuan  untuk  mengetahui bagaimana perasaan orang lain. Empati merupakan akar kepedulian dan kasih
sayang  dalam  setiap  hubungan  emosional  seseorang  dalam  upayanya  untuk memahami perasaan orang lain. Kunci untuk memahami perasaan orang lain
adalah  mampu  membaca  pesan  non  verbal  seperti  nada  bicara,  gerak  gerik, ekspresi wajah dan sebagainya.
Siswa  tidak  hanya  menunjukkan  respon  secara  non  verbal  tetapi  juga respon secara verbal. Siswa menilai sifat para tokoh yang ada dalam cerita dan
mengatakan  bahwa  anak  yang  ada  dalam  cerita  sangat  jahat  kepada  ibunya padahal  sang  Ibu  rela  berkorban  demi  anaknya  dengan  memberikan  satu
matanya. Selain itu, siswa juga menyampaikan amanat terkait cerita tersebut. Amanat dari siswa adalah seorang anak tidak boleh durhaka kepada orangtua
karena  dosanya  sangat  besar.  Hasil  observasi  pada  tindakan  kedua menunjukkan  bahwa  siswa  dapat  menilai  watak  dari  para  tokoh  dan
menyampaikan amanat yang terkandung dalam cerita dengan baik. Sifat dan amanat  yang  terkandung  sebuah  cerita  termasuk  ke  dalam  unsur-unsur
intrinsik. Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh siswa menunjukkan bahwa
siswa  mampu  merasakan  apa  yang  dialami  oleh  tokoh  dalam  cerita.  Hal  ini sesuai dengan teori Carl  Rogers dalam  Taufik,  2012:  40  yang menyatakan
bahwa  empati  adalah  sikap  memahami  seolah-olah  individu  tersebut  masuk
97 dalam  diri  orang  lain  sehingga  bisa  merasakan  dan  mengalami  sebagaimana
yang  dirasakan  dan  dialami  oleh  orang  lain  itu,  tetapi  tanpa  kehilangan identitas dirinya sendiri.
Peristiwa lain contohnya setelah tindakan selesai dilakukan, ada dua siswa yang bernama DDP dan LPH terlibat pertengakarandan saling memukul yang
menyebabkan LPH menangis. Beberapa menit kemudian, DDP menghampiri LPH  untuk  meminta  maaf.  Kemudian  LPH  memaafkan  DDP.  Setelah  itu
peneliti  bertanya  mengapa  DDP  tiba-tiba  menghampiri  LPH  dan  meminta maaf,  maka  DDP  menjawab  kalau  dia  kasihan  melihat  temannya  menagis.
Rasa  kasihan  yang  dirasakan  oleh  DDP  terhadap  temannya  yang  menangis menandakan  bahwa  DDP  memiliki  kepekaan  sosial  terhadap  orang  lain.
Setiawati,  dkk.  dalam  Treni,  2012:  6  mengungkapkan  bahwa  empati berkenaan dengan perasaan yang bermakna sebagai suatu kepekaan rasa atau
terhadap  hal-hal  yang  berkaitan  secara  emosional  sehingga  timbul  respon empatik  terhadap  orang  lain.  Seseorang  yang  berempati  memiliki  kepekaan
rasa yang lebih baik daripada orang yang tidak berempati terhadap keadaan di sekitarnya.  Kepekaan  rasa  ini  adalah  suatu  kemampuan  dalam  bentuk
mengenali  dan  mengerti  perasaan  orang  lain.  Kepekaan  rasa  yang  dirasakan oleh  DDP  membuktikan  bahwa  DDP  mulai  memunculkan  sikap  empati
terhadap temannya. Cerita yang dibacakan pada tindakan III berjudul Rasulullah dan Pengemis
Buta. Ibu guru bertanya kepada siswa apa yang dilakukan jika ada seseorang yang  menghina  anak-anak  seperti  yang  dilakukan  kepada  rasulullah.
Kemudian siswa menjawab, harus sabar meskipun dihina dan lebih baik diam
98 karena orang itu akan berhenti menghina . Setelah itu, ibu guru bertanya lagi,
bagaimana  tanggapan  anak-anak  jika  ada  teman  yang  selalu  baik  terhadap anak-anak  meskipun  anak-anak  sering    mengejeknya.  Jawaban  yang
disampaikan siswa beragam seperti siswa akan meminta maaf kepada teman yang selalu diejek, menyesali perbuatan  yang mengejek teman serta berjanji
tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi. Berdasarkan  jawaban  yang  disampaikan  oleh  siswa  menunjukkan  bahwa
siswa dapat menilai dari sudut pandang orang lain yang mana hal ini termasuk dalam  kemampuan  empati  kognitif.  Sebagaimana  yang  dikemukakan  oleh
David Howe 2015: 24 bahwa empati kognitif didasarkan pada kemampuan melihat  sebuah  situasi  dari  sudut  pandang  orang  lain.  Hal  ini  melibatkan
proses  berpikir  tentang  pikiran  orang  lain  dipadu  dengan  kemampuan  untuk merasakan perasaan orang lain.
Dari  pelaksanaan  siklus  I  yang  terdiri  dari  tindakan  I,  II  dan  II  terdapat perbedaan sikap empati pada masing-masing tindakan. Pada tindakan I siswa
belum menunjukkan sikap empatinya dikarenakan siswa belum aktif di kelas. Tindakan II terdapat peningkatan daripada tindakan I. Ibu guru  memfokuskan
pertanyaan tentang unsur-unsur intrinsik seperti  sifat para tokoh dan  amanat yang  terkandung  dalam  cerita.  Siswa  mulai  memunculkan  sikap  empatinya
dengan  memberikan  jawaban  yang  sesuai.  Pada  tindakan  III,  pertanyaan difokuskan  pada  apa  yang  dilakukan  jika  siswa  menjadi  salah  satu  tokoh
dalam  cerita.  Pertanyaan-pertanyaan  terkait  unsur  intrinsik  yang  terkandung dalam  cerita  akan  memudahkan  ibu  guru  dalam  memunculkan  sikap  empati
99 siswa.  Selain  itu,  siswa  dapat  memahami  makna  cerita  yang  dibacakan  oleh
ibu guru. Pelaksanaan  tindakan  IV  dimulai  dengan  membacakan  cerita  yang
berjudul  Sepeda  Motor  Baru.  Setelah  ibu  guru  selesai  membacakan  cerita, siswa  yang bernama NDAP mengatakan bahwa  cerita tersebut menyedihkan
dan turut sedih mendengar cerita itu. Melihat respon yang disampaikan oleh NDAP menunjukkan bahwa siswa dapat merasakan emosi dari cerita tersebut.
Seseorang  yang  dapat  merasakan  emosi  orang  lain  berarti  individu  tersebut memiliki  kemampuan  empati  afektif.  Colley  dalam  Taufik,  2012:  51
menyatakan  bahwa  komponen  afektif  merujuk  pada  kemampuan menselaraskan  pengalaman  emosional  pada  orang  lain.  Empati  afektif
merupakan suatu kondisi  dimana pengalaman emosi seseorang sama dengan pengalaman emosi yang sedang dirasakan oleh orang lain.
Cerita  sepeda  motor  baru  mengisahkan  tentang  anak  yang  selalu memaksakan kehendaknya terhadap ibunya. Jika keinginannya tidak terpenuhi
maka  anak  tersebut  marah  dan  membentak  ibunya.  Mendengar  cerita  itu, siswa yang bernama NDAP mengungkapkan jika keinginanya tidak terpenuhi
maka  siswa  tersebut  marah  kepada  ibunya.  NDAP  merasa  sedih  teringat perbuataannya  yang  sama  dengan  tokoh  cerita.  Selanjutnya,  ibu  guru  juga
bertanya tentang sifat buruk tokoh yang bernama Dhani, garis besar isi cerita dan amanat cerita. Ketiga pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan baik.
Siswa kelas IV rata-rata berada pada rentang umur 10-11 tahun yang mana termasuk dalam fase kanak-kanak akhir atau sering disebut fase usia sekolah.
Syamsu  Yusuf  2006:  18  menjelaskan  bahwa  perkembangan  sosial  pada
100 anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan diluar
keluarga yaitu dengan teman sebaya sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah  luas.  Pada  masa  ini,  anak  mulai  bisa  memiliki  kesanggupan
menyesuaikan diri-sendiri egosentris kepada sikap yang kooperatif. Teori ini sesuai dengan perilaku siswa kelas  IV  yang tidak lagi berorientasi pada  diri
sendiri. Hal ini terlihat dari perilaku siswa pada saat jam istirahat. Siswa tidak keberatan  untuk  membagi  makanan  ketika  ada  teman  yang  meminta
makanannya. Contoh lain misalnya ketika mata pelajaran bahasa inggris, ada siswa  yang  kebingungan  karena  tidak  memiliki  buku  padahal  harus
mengerjakan tugas yang cukup banyar dari ibu guru. Melihat temannya yang kebingungan, siswa yang bernama SS bersedia berbagi buku dengan temannya
sehingga  keduannya  dapat  mengerjkan  tugas  dengan  baik  dan  selesai  tepat waktu.  Berdasarkan  hasil  pengamatan  menunjukkan  bahwa  perilaku  yang
seperti ini berdampak baik terhadap hubungan sosial anak terutama hubungan dengan sesama teman.
Pada  tindakan  V,  ibu  guru  membacakan  cerita  yang  berjudul  Ibu Pemungut Beras. Respon empatik yang disampaikan siswa yaitu seorang anak
harus  seperti  Hongli  yang  rajin  belajar  dan  berbakti  kepada  Ibunya.  Hongli dan ibunya selalu bersyukur atas apa yang dimiliki, Ibu Hongli adalah orang
yang pekerja keras karena rela memungut beras demi anaknya. Pada tindakan VI,  ibu  guru  membacakan  cerita  yang  berjudul  Dibuang  ke  Hutan.  Siswa
mengatakan  tidak  boleh  memperlakukan  ibu  seperti  yang  dilakukan  Takeshi kepada  Ibunya,  harus  menyayangi  dan  merawatnya  dengan  baik.  Selain  itu,
peneliti  melakukan  pengamatan  setelah  tindakan.  Pada  jam  mata  pelajaran
101 BTQ  Baca  Tulis  Quran,  siswa  bernama  NASMP  tiba-tiba  menangis.  Ada
dua  siswa  laki-laki  yang  menghampiri  NASMP  dan  bertanya  mengapa menangis. Namun, NASMP tidak menjawab dan diam saja. Kemudian siswa
laki-laki  tersebut  meminta  temannya  untuk  tidak  menangis.  Siswa  laki-laki yang biasanya cenderung mengejek siswa yang menangis, tidak lagi mengejek
siswa  itu  namun  memintanya  untuk  tidak  menangis.  Melihat  dari  respon empatik  siswa  yang  semakin  baik  tentunya  berdampak  pada  hubungan
sosialnya terutama hubungan pertemanan. Goleman 2004: 148 menegaskan bahwa anak-anak dengan empati mampu menjalin hubungan sosial yang baik
karena  empati  mendasari  banyak  segi  tindakan  dan  pertimbangan  moral. Perubahan perilaku siswa laki-laki yang tidak lagi mengejek siswa perempuan
yang menangis di kelas membuat siswa perempuan diuntungkan dan tentunya hal itu dapat mempererat hubungan pertemanan satu sama lain.
Hasil observasi pada tindakan IV,V dan IV menunjukkan siswa mengalami peningkatan sikap empati. Pada tindakan IV, ibu guru bertanya tentang unsur
intrinsik dalam cerita meliputi watak tokoh, isi cerita dan amanat. Siswa dapat menjawab  pertanyaan  tersebut  dengan  baik.  Sikap  empati  yang  ditunjukkan
oleh  siswa  semakin  baik  pada  tindakan  V  dan  VI.  Siswa  memberikan jawaban-jawaban  sesuai  harapan  ibu  guru.  Jadi  dapat  disimpulkan  bahwa
empati dapat dibentuk melalui metode storytelling. Peningkatan  sikap  empati  siswa  tidak  hanya  berdasarkan  pengamatan,
tetapi juga hasil dari pre test, post test II dan post test II. Berdasarkan hasil pre test,  skor  rata-rata  siswa  sebesar  82,44  dengan  persentase  58,89  .
Peningkatan skor terjadi pada post test I, rata-rata skor siswa menjadi 104, 67
102 dengan persentase 74, 76  . Hasil dari post test I belum memenuhi kriteria
keberhasilan penelitian dikarenakan belum mencapai persentase skor rata-rata 75  dan dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus II skor empati siswa mencapai
skor rata-rata 111 dengan persentase skor sebesar 79, 29 . Hasil skor empati siswa  yang mengalami peningkatan tidak terlepas dari
metode  yang  digunakan  dalam  pelaksanaan  tindakan  yaitu  storytelling. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Moeslichaton dalam Muallifah, 2013:
98 bahwa metode bercerita storytelling memiliki manfaat, diantaranya :
1.  Menyisipkan sifat empati, kejujuran, kesetiaan, keramahan dan ketulusan. 2.  Memberikan sejumlah pengetahuan sosial, moral, dan lain sebagainya.
3.  Melatih anak belajar mendengarkan apa yang disampaikan. 4.  Membuat  anak  bisa  mengembangkan  aspek  psikomotor,  kognitif  dan
afektif. 5.  Mampu meningkatkan imajinasi dan kreatifitas anak.
Berdasarkan hasil penelitian Rita Diah Ayu dkk. 2013: 126 membuktikan bahwa  storytelling  memberikan  pengaruh  pada  perilaku  empati  anak,
khususnya  pada  aspek  fantasi  dikarenakan  anak  diajak  untuk mengimajinasikan cerita yang disampaikan. Melalui imajinasi-imajinasi yang
telah  terjadi  pada  saat  storytelling,  anak  kemudian  dapat  membayangkan perasaan dan pikiran tokoh permainan yang sedang dibuatnya.
Hasil  penelitian  yang  dilakukan  oleh  F.  Widiana  Satya  P  2012:  21 menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara kemampuan empati anak
sebelum  dan  sesudah  mengikuti  pembacaan  buku  cerita.  Hal  ini  dibuktikan dari hasil post test  yang lebih tinggi dari pre test. Anak  yang memiliki skor
103 pre  test  yang  rendah  dan  kemudian  memiliki  skor  post  test  yang  tinggi.
Penelitian  ini  membuktikan  bahwa  pembacaan  buku  cerita  efektif  dalam meningkatkan kemampuan empati anak.
Berdasarkan wawancara dengan guru wali kelas bahwa metode storytelling ini berhasil meningkatkan sikap empati siswa. Selain dari hasil post test I dan
post test II yang menunjukkan adanya peningkatan, siswa juga menunjukkan sikap empatinya. Misalnya, pada kegiatan membatik, siswa yang benama LPH
mengalami  cidera  pada  tangannya  karena  tidak  sengaja  terkena  tumpahan cairan panas yang digunakan untuk membatik. Melihat tangan temannya yang
terluka, siswa langsung memberitahu ibu guru dan segera mencari lidah buaya untuk  mengobati  luka  temannya.  Selain  itu  ada  yang  memberikan  minum
untuk LPH dan merasa kasihan melihat temannya terluka. Peristiwa  lain  misalnya  ketika  air  minum  temannya  yang  bernama  RND
tumpah, siswa langsung mengambilkan lap dan ada yang menyingkirkan buku agar  tidak  terkena  air.  Perilaku  siswa  yang  seperti  itu  menunjukkan  bahwa
siswa  mulai  mengalami  perubahan  terhadap  sikap  empatinya  yang  mana biasanya  ketika  ada  air  minum  temannya  tumpah,  tidak  ada  yang  langsung
mengambilkan lap jika tidak diminta untuk mengambil lap oleh ibu guru dan siswa hanya melihat saja tanpa berkeinginan untuk membantu temannya.
Perubahan  sikap  empati  siswa  juga  ditunjukkan  dengan  jawaban  yang positif  disampaikan  mengenai  suatu  permasalahan  yang  ada  dalam  sebuah
cerita.  Oleh  karena  itu,  dapat  disimpulkan  bahwa  metode  storytelling  dapat meningkatkan  sikap  empati  pada  siswa  kelas  IV  SD  Negeri  Caturtunggal  3
Depok.
104
G.  Keterbatasan Penelitian