62
C. Data Studi Awal dan Pra Tindakan Penelitian
Peneliti melakukan pre test terlebih dahulu sebelum melaksanakan tindakan. Pada tanggal 25 April 2016 jam 12.00 di ruang kelas IV peneliti
membagikan instrument skala sikap empati kepada siswa. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan empati siswa sebelum diberikan tindakan.
Berdasarkan hasil pre test diketahui terdapat 18 siswa yang terdiri dari 8 siswa dalam kategori rendah dan 10 siswa dalam kategori sedang. Berikut
adalah rinciannya : Tabel 10. Hasil Pre Test Siswa
No Nama
Skor Kategori
1 AAF
98 Sedang
2 ADS
96 Sedang
3 ADP
67 Rendah
4 BRDK
68 Rendah
5 BYH
69 Rendah
6 DSW
89 Sedang
7 DDP
69 Rendah
8 DAKS
68 Rendah
9 KAP
96 Sedang
10 KRS
93 Sedang
11 LNS
69 Rendah
12 LPH
94 Sedang
13 NDAP
68 Rendah
14 NAAJ
95 Sedang
15 NASMP
94 Sedang
16 RPW
89 Sedang
17 RND
96 Sedang
18 SS
66 Rendah
Sebelum pelaksanaan tindakan terlebih dahulu dilakukan proses persiapan. Persiapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
63 1. Peneliti dan guru wali kelas IV berdiskusi tentang pemilihan cerita dan
skenario siklus penelitian sehingga kegiatan storytelling dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana.
2. Peneliti melaksanakan pre test pada tanggal 25 April 2016 di ruang kelas IV dengan menggunakan instrument skala sikap empati yang telah diuji
validitas dan reliabilitasnya. 3. Peneliti dan guru wali kelas IV berdiskusi terkait hasil pre test yang
telah dilakukan dan bekerjasama dalam upaya meningkatkan sikap empati siswa melalui metode storytelling.
D. Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan Siklus I 1. Pelaksanaan Tindakan I Cerita Kentang Ajaib
a Perencanaan Tahap perencanaan dimulai dengan peneliti dan guru wali kelas
bekerjasama mempersiapkan materi yaitu sebuah cerita dan menyerahkan hasil pre test skala sikap empati siswa. Berdasarkan hasil
pre test diketahui siswa-siswa yang memiliki sikap empati rendah dan sedang. Siswa tersebut diprioritaskan untuk terlibat secara aktif di
kelas oleh ibu guru. b Tindakan dan Pengamatan
Tindakan I dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 30 Mei 2016 pada jam 07.00-08.10 di ruang kelas IV. Sebelum pelaksanaan kegiatan
storytelling, ibu guru menanyakan siswa yang tidak masuk sekolah hari ini. Siswa menjawab semuanya hadir. Setelah itu, ibu guru
memulai kegiatan storytelling yang didahului dengan pengantar seperti
64 menanyakan tentang ibu guru yang selama tiga hari kemarin tidak
masuk kelas karena ada urusan di dinas. Ibu guru bertanya apakah ada yang merasa kehilangan ibu guru dan mencari ibu guru di kantor atau
merasa senang jika ibu guru tidak mengajar. Ketika mengetahui ada teman yang sakit dan tidak masuk sekolah apakah ada yang merasa
kesepian karena temannya tidak masuk atau senang teman tidak masuk sekolah. Beberapa siswa menjawab merasa kehilangan tetapi ada juga
yang merasa biasa saja. Pertanyaan-pertanyaan yang sederhana seperti itu menjadi pembuka kegiatan storytelling untuk melatih anak
mengungkapkan rasa empatinya terhadap orang lain. Kegiatan storytelling ini dilaksanakan pada jam mata pelajaran
bahasa Indonesia. Sebelum mulai membacakan cerita, ibu guru menyampaikan tujuan kegiatan storytelling dan judul cerita. Tujuan
kegiatan storytelling ini yaitu melatih rasa empati anak-anak agar dapat merasakan apa yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerita dan
memahami makna dari cerita yang ibu guru sampaikan. Kegiatan storytelling pada tindakan I dimulai dengan cerita
“kentang ajaib”. Cerita kentang ajaib adalah sebuah kisah dari negara India. Kisah ini menceritakan tentang seorang pencari kayu bakar yang
sangat miskin bernama Dheda yang tinggal bersama istri dan ketiga anaknya. Suatu hari, ada seorang pengemis yang menumpang berteduh
di rumah Dheda karena hujan deras. Dheda yang baik hati bahkan memberikan handuk kepada pengemis untuk mengeringkan diri.
Pengemis yang sedang lapar meminta makanan kepada Dheda. Pada
65 saat itu Dheda hanya memiliki lima kentang untuk persediaan makanan
di rumah tetapi dia ingin sekali membantu pengemis tersebut. Akhirnya Dheda memberikan semua kentang kepada pengemis.
Pengemis memakan hidangan dengan lahap tetapi dia menyisakan satu kentang untuk Dheda. Sebelum pergi, pengemis berpesan kepada
Dheda untuk memotong kentang tersebut menjadi lima bagian. Dheda dan keluarganya terkejut melihat kentang yang diiris lima bagian
sekarang berubah menjadi lima butir kentang. Sejak saat itu, Dheda tidak pernah lagi kekurangan makanan dan dia mendapat banyak uang
dari menjual kentang-kentang itu. Selesai membacakan cerita, ibu guru bertanya kepada siswa tentang
isi cerita, siapa saja tokoh yang ada dalam cerita, dan watak atau karakter tokohnya seperti apa. Ibu guru mulai bertanya dan menunjuk
siswa yang menjadi subjek penelitian. Ketika ingin menjawab pertanyaan ibu guru, siswa masih merasa kesulitan dalam
mengungkapkan pendapatnya sehingga ada beberapa siswa yang menjawab dengan jawaban yan kurang tepat. Secara keseluruhan siswa
yang aktif menjawab tanpa harus ditunjuk oleh ibu guru adalah siswa yang memiliki sikap empati yang tinggi berdasarkan hasil pre test yang
telah dilakukan. Berdasarkan pengamatan selama kegiatan storytelling pada tindakan I, dapat disimpulkan bahwa siswa belum menunjukkan
sikap empatinya. Hal ini terlihat dari jawaban yang disampaikan oleh siswa yang sebenarnya bukan jawaban itu yang diharapkan terkait
cerita ini.
66 Pertanyaan yang diajukan kepada siswa dirasa cukup oleh ibu guru,
maka ibu guru meminta siswa untuk menuliskan di buku tulis tentang amanat yang terkandung dalam cerita. Ketika menulis amanat dalam
cerita kentang ajaib, masih banyak siswa yang melihat pekerjaan temannya dan bingung menuliskan apa bahkan ada yang masih
berbicara dengan temannya. Setelah itu, ibu guru meminta beberapa siswa untuk membacakan amanat yang terkandung dalam cerita yang
sudah dituliskan di bukunya. Jawaban dari para siswa secara keseluruhan hampir sama yaitu harus saling membantu terhadap
sesama. Setelah itu, ibu guru menutup kegiatan storytelling dengan penyataan penutup yaitu selain membuahkan pahala, menolong orang
lain juga menjauhkan diri dari kemalangan. Hal itu dikarenakan Tuhan selalu melindungi orang-orang yang suka menolong orang lain dengan
ikhlas. Pengamatan terkait sikap empati siswa tidak hanya dilakukan pada
saat kegiatan storytelling berlangsung, tetapi juga setelah kegiatan storytelling ini. Ketika mata pelajaran bahasa jawa dan pada saat itu
guru sedang tidak berada di kelas. Ada dua siswa perempuan yang menangis di kelas yaitu TVNH dan LNS dikarenakan TVNH
mengambil tempat duduk LNS sehingga LNS marah dan menatap sinis satu sama lain kemudian keduanya menangis. Melihat peristiwa itu,
beberapa siswa perempuan yang menjadi subjek penelitian maupun yang tidak menjadi subjek mencoba untuk menenangkan keduanya.
Namun, berbeda dengan siswa laki-laki yang cenderung mengejek dan
67 mengatakan agar temannya berkelahi saja. Ketika jam istirahat TVNH
menghampiri LNS untuk meminta maaf dan LNS juga meminta maaf kepada LNS. Kedua siswa saling memaafkan satu sama lain. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa perempuan mulai menunjukkan sikap empatinya dengan mencoba untuk menenangkan temannya yang
sedang menangis di kelas. Peristiwa lain misalnya, siswa perempuan tidak keberatan untuk
membagi makanan ketika ada teman yang meminta makanannya. Hal ini menandakan bahwa siswa tidak lagi bersikap egosentris dan mulai
memperhatikan orang di sekitarnya.
2. Pelaksanaan Tindakan II Cerita Ibu Bermata Satu
a Perencanaan Tahap perencanaan tindakan kedua hampir sama dengan tindakan
pertama yaitu peneliti dan guru wali kelas menyiapkan cerita kedua. Cerita tersebut adalah cerita tentang ibu. Peneliti berdiskusi dengan
guru wali kelas terkait pengantar awal yang harus berkaitan dengan ibu sehingga siswa dapat lebih merasakan isi yang terkandung dalam
cerita. b Tindakan dan Pengamatan
Tindakan II dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 30 Mei 2016 jam 07.00-08.10 wib di ruang kelas IV. Seperti pada tindakan pertama, ibu
guru bertanya kepada siswa siapa yang tidak masuk sekolah. Siswa menjawab ada tiga anak yang tidak masuk sekolah yaitu ADS,
NASMP dan SS.
68 Ibu guru membuka kegiatan storytelling dengan membahas
mengenai ujian kenaikan kelas yang dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2016. Pertanyaan yang diajukan meliputi persiapan siswa dalam
mengikuti ujian kenaikan kelas, menyampaikan sebelum ujian kenaikan kelas dilaksanakan, ibu guru mengundang orangtua siswa ke
sekolah untuk melaporkan perkembangan siswa maupun peristiwa- peristiwa di sekolah yang berhubungan dengan anaknya dan
melaporkan nilai-nilai tugas siswa selama satu semester. Mendengar hal itu para siswa keberatan dengan berbagai alasan yang disampaikan.
Ibu guru menjelaskan bahwa hal ini dilakukan demi kebaikan siswa dan agar orangtua tetap dapat mengontrol siswa di luar rumah. Ibu
guru menanyakan mengapa siswa keberatan jika ibu guru mengundang orangtua ke sekolah. Ibu guru bertanya lagi, apakah ada siswa yang
malu jika orangtuanya diminta datang ke sekolah. Kemudian ibu guru mengatakan bahwa sebagai anak terimalah keadaan orangtua apa
adanya dan jangan malu untuk mengakui orangtua sendiri. Setelah selesai menyampaikan pengantar awal, ibu guru melanjutkan
membacakan tujuan kegiatan storytelling dan menyampaikan judul cerita untuk tindakan kedua.
Cerita ibu bermata satu berasal dari negara Singapura. Cerita ini mengisahkan tentang seorang ibu yang memiliki mata satu
dikarenakan mata sebelahnya buta. Ibu bermata satu mengorbankan satu matanya untuk diberikan kepada anaknya yang pada saat
dilahirkan hanya memiliki satu mata. Namun, sang anak tidak
69 mengetahui hal tersebut. Bahkan sang anak yang bernama Michael
sangat membenci ibunya karena malu mempunyai ibu yang bermata satu. Meskipun Michael sudah berkeluarga dan sukses, kebencian dia
terhadap ibunya tetap masih ada. Pada saat acara reuni dengan teman SMA, Michael ingin
mengunjungi ibunya. Sebelum sampai di rumah ibunya, Michael bertemu tetangganya. Tetangga Michael memberikan surat dari sang
ibu kepada Michael. Setelah membaca surat tersebut, Michael langsung menangis karena mengetahui bahwa ibunya memberikan satu
matanya untuk Michael. Padahal selama ini, Michael telah bersikap kasar terhadap Ibunya.
Cerita ibu bermata satu selesai dibacakan oleh ibu guru dan terlihat ekspresi sedih yang ditunjukkan oleh siswa. Kemudian ibu guru
menanyakan tentang cerita yang baru saja dibacakan. Banyak siswa yang mengatakan ceritanya menyedihkan. Siswa perempuan yang
bernama ADP matanya mulai berkaca-kaca dan hampir menangis. Siswa merasa tersentuh dengan cerita ibu bermata satu. Ada pula siswa
yang mengatakan bahwa anak yang ada dalam cerita sangat jahat kepada ibunya padahal sang ibu rela berkorban demi anaknya dengan
memberikan satu matanya dan respon positif lainnya yang siswa sampaikan terkait cerita tersebut.
Sebelum menutup kegiatan storytelling, ibu guru meminta siswa untuk menuliskan amanat yang terkandung dalam cerita dan kemudian
dibacakan. Salah satu amanat yang dibacakan oleh siswa yang
70 bernama RND yaitu seorang anak tidak boleh berkata kasar kepada ibu
karena ada hadits yang mengatakan bahwa surga itu dibawah telapak kaki ibu. Seorang anak tidak boleh durhaka kepada orangtua karena
dosanya sangat besar. Respon positif yang disampaikan oleh siswa menunjukkan bahwa siswa mulai memunculkan sikap empatinya.
Siswa mulai dapat merasakan perasaan tokoh yang ada dalam cerita dan mengambil nilai positif yang dapat dipelajari dari cerita tersebut.
Namun, masih ada beberapa siswa yang menjadi subjek penelitian belum aktif di kelas.
Setelah itu, ibu guru menutup kegiatan storytelling dengan menyampaikan pernyataan penutup yaitu kisah ini menunjukkan
kebesaran hati seorang ibu yang telah berkorban untuk anak yang dicintainya. Sebuah kasih sayang tulus dari hati seorang ibu. Kebaikan
hati ibu untuk anak sungguh tiada tara. Untuk itu berbaktilah kepada ibu yang telah membesarkan kalian dengan penuh kasih sayang.
Peneliti melakukan pengamatan setelah tindakan dilaksanakan. Pada mata pelajaran BTQ Baca Tulis Quran, DDP dan LPH terlibat
pertengkaran dan saling memukul yang menyebabkan LPH menangis. Kemudian DDP meninggalkan LPH dan segera kembali ke tempat
duduknya. Namun, beberapa menit kemudian DDP menghampiri LPH dan meminta maaf. LPH langsung memaafkan DDP. Ketika peneliti
bertanya mengapa DDP tiba-tiba menghampiri LPH dan meminta maaf, maka DDP menjawab kalau dia kasihan melihat temannya
menangis. Hal yang dilakukan DDP menunjukkan bahwa siswa
71 tersebut mulai memunculkan sikap empatinya walaupun dia butuh
waktu untuk berpikir apakah seharusnya dia meminta maaf atau tidak dan pada akhirnya dia mengambil keputusan yang tepat.
3. Pelaksanaan Tindakan III Cerita Rasulullah dan Seorang Pengemis Buta
a Perencanaan Tahap ini dimulai dengan menyiapkan cerita ketiga yang akan
disampaikan pada kegiatan storytelling. Peneliti dan guru wali kelas berdiskusi memilih cerita dengan tema yang berbeda untuk
memunculkan sikap empati siswa kelas IV. Selain itu, peneliti juga bekerjasama dengan wali kelas dalam mempersiapkan pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan cerita tersebut untuk dijawab oleh siswa.
b Tindakan dan Pengamatan Tindakan III dilaksanakan pada hari selasa tanggal 10 Mei 2016
jam 11.45-12.45 wib di ruang kelas IV. Pada tindakan ini siswa yang tidak masuk adalah DSW. Tindakan III sedikit berbeda dengan
tindakan pertama dan kedua dikarenakan bertepatan dengan ulangan harian bahasa Indonesia. Sebelum memulai kegiatan storytelling, ibu
guru membagikan sebuah kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang cerita ketiga. Ada tujuh pertanyaan yang harus dijawab siswa
mengenai cerita tersebut. Ibu guru meminta siswa agar konsentrasi dan sungguh-sungguh dalam mendengarkan cerita yang disampaikan oleh
72 ibu guru. Siswa siap mendengarkan dan ibu guru mulai membacakan
cerita. Cerita yang disampaikan pada tindakan ini adalah cerita rasulullah
dan pengemis yahudi buta. Cerita ini mengisahkan tentang seorang pengemis yang sangat membenci Rasulullah. Pengemis buta ini selalu
berkata yang jelek tentang Rasullah setiap kali ada orang yang mendekatinya. Meskipun Rasulullah telah dihina dan difitnah oleh
pengemis buta namun, beliau setiap pagi tetap mendatanginya, membawa makanan, dan menyuapi makanan yang dibawanya dengan
lembut. Hal ini terus dilakukan sampai Rasulullah wafat. Setelah Rasulullah meninggal, Abu Bakar yang meneruskan
perbuatan mulia Nabi Muhammad. Namun, pengemis buta merasa aneh dengan kedatangan Abu Bakar. Pengemis mengatakan bahwa
orang yang sekarang memberikan dia makanan bukanlah orang yang biasanya membawakan makanan untuknya. Kemudian Abu Bakar
memberitahukan bahwa dia adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad. Orang yang biasa memberikan makanan kepada
pengemis buta telah meninggal dunia dan dia adalah Nabi Muhammad. Seketika pengemis buta langsung menangis karena selama ini
Rasulullah tidak pernah memarahinya sedikitpun. Selesai membacakan cerita, ibu guru memberikan waktu selama 30
menit kepada siswa untuk menjawab pertanyaan. Kemudian ibu guru meminta siswa untuk mengumpulkan kertas ulangan. Sebelum
menutup kegiatan storytelling, ibu guru membahas dua pertanyaan
73 terkait cerita. Ibu guru bertanya apa yang dilakukan jika ada seseorang
yang menghina anak-anak seperti Rasulullah dalam cerita tersebut dan bagaimana tanggapan jika ada teman yang selalu baik terhadap anak-
anak meskipun anak-anak sering mengejeknya. Siswa mulai memberikan pendapat yang bermacam-macam seperti harus sabar
walaupun dihina, lebih baik diam karena orang itu akan berhenti menghina, meminta maaf kepada teman yang selalu diejek dan
menyesali perbuatan sendiri yang mengejek teman serta berjanji tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Respon empatik yang disampaikan
siswa terkait cerita tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan. Pengamatan setelah kegiatan storytelling sangat singkat karena
pelaksanaan kegiatan storytelling pada jam mata pelajaran terakhir sehingga setelah selesai kegiatan storytelling siswa langsung pulang.
4. Hasil Tindakan Siklus I
Hasil tindakan pada siklus I diketahui melalui post test I, pengamatan dan wawancara. Pemberian post test siklus I dilaksanakan pada hari rabu
tanggal 11 Mei 2016 jam 11.45-12.15 wib. Berikut adalah rincian skor post test I dapat dilihat pada tabel 9 berikut :
Tabel 11. Hasil Post Test I No
Nama Subjek Skor Post Test I
Kategori 1
AAF 103
Sedang 2
ADS 126
Tinggi 3
ADP 99
Sedang 4
BRDK 103
Sedang 5
BYH 88
Sedang 6
DSW 100
Sedang 7
DDP 84
Sedang 8
DAKS 94
Sedang 9
KAP 124
Tinggi
74 10
KRS 105
Sedang 11
LNS 90
Sedang 12
LPH 110
Tinggi 13
NDAP 81
Sedang 14
NAAJ 124
Tinggi 15
NASMP 121
Tinggi 16
RPW 106
Tinggi 17
RND 130
Tinggi 18
SS 96
Sedang
Berdasarkan hasil post test I diatas sudah menunjukkan adanya peningkatan dari hasil pre test meskipun skor rata-rata siswa masih dalam
kategori sedang sebesar 82,44. Selain hasil post test yang menunjukkan adanya peningkatan skor
sikap empati siswa, hal lain juga ditunjukkan dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
selama tindakan siklus I, secara keseluruhan tindakan yang diberikan berjalan lancar dan sebagian besar sesuai dengan rencana yang disepakati
oleh peneliti dan guru wali kelas IV. Pada tindakan I, siswa yang menjadi subjek penelitian belum
menunjukkan sikap empati walaupun ibu guru mencoba untuk membuat siswa aktif dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan cerita. Siswa yang aktif dalam kegiatan storytelling adalah siswa yang memiliki skor sikap empati yang tinggi. Namun, guru wali kelas
melakukan storytelling dengan cukup baik sehingga selama kegiatan storytelling semua siswa mengikutinya dengan sungguh-sungguh.
Pada tindakan II, beberapa siswa mulai memperlihatkan sikap empatinya baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini dikarenakan pada
75 tindakan II, ibu guru membacakan cerita yang menyedihkan tentang ibu.
Siswa memperlihatkan wajah yang sedih ketika mendengar cerita itu, bahkan ada siswa yang matanya tampak merah dan berkaca-kaca seperti
menangis. Sebagian besar siswa mengatakan bahwa cerita itu sedih sehingga siswa ikut merasakannya. Siswa yang mejadi subjek penelitian
cukup aktif daripada tindakan I, namun masih ada beberapa siswa yang belum aktif di kelas.
Pada tindakan III, respon empatik yang diperlihatkan oleh siswa begitu terbatas. Hal ini dikarenakan hari tindakan bertepatan pada ulangan harian
mata pelajaran bahasa Indonesia sehingga siswa berkonsentrasi dalam menjawab pertanyaan ulangan harian. Setelah siswa selesai mengerjakan
soal dan dikumpulkan ke depan kelas, ibu guru hanya membahas 2 soal dikarenakan waktu yang tersisa sedikit sehingga respon empatik siswa
terhadap cerita tersebut kurang dapat diuraikan secara lebih jelas. Pengamatan yang dilakukan peneliti tidak hanya ketika tindakan
dilaksanakan tetapi juga setelah tindakan selesai. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi terkait sikap empati siswa setelah
diberikan tindakan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa ada perubahan pada siswa terkait sikap empatinya.
Siswa mulai lebih memperhatikan lingkungan di sekitarnya. Ketika ada teman yang menangis di kelas, teman yang lain berusaha untuk
menenangkannya, siswa tidak keberatan untuk berbagi makanan dengan temannya dan ketika siswa laki-laki berkelahi dengan siswa perempuan
76 yang mengakibatkan siswa perempuan menangis maka siswa laki-laki
meminta maaf terlebih dahulu kepada siswa tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru wali kelas, siswa mulai
menunjukkan sikap empatinya. Pada kegiatan membatik, siswa yang benama LPH mengalami cidera pada tangannya karena tidak sengaja
terkena tumpahan cairan panas yang digunakan untuk membatik. Melihat tangan temannya yang terluka, siswa langsung memberitahu ibu guru dan
segera mencari lidah buaya untuk mengobati luka temannya. Selain itu ada yang memberikan minum untuk LPH dan merasa kasihan melihat
temannya terluka. Peristiwa lain misalnya ketika air minum temannya yang bernama
RND tumpah, siswa langsung mengambilkan lap dan ada yang menyingkirkan buku agar tidak terkena air. Perilaku siswa yang seperti itu
menunjukkan bahwa siswa mulai mengalami perubahan terhadap sikap empatinya yang mana biasanya ketika ada air minum temannya tumpah,
tidak ada yang langsung mengambilkan lap jika tidak diminta untuk mengambil lap oleh ibu guru dan siswa hanya melihat saja tanpa
berkeinginan untuk membantu temannya. Hasil observasi pada siklus I menunjukkan bahwa adanya perubahan
pada siswa yang lebih baik terkait sikap empati. Namun perubahan yang terjadi belum mencapai persentase skor rata-rata sikap empati yaitu 75
yang menjadi syarat keberhasilan tindakan dan harus ada perbaikan untuk menutupi kekurangan yang terjadi pada tindakan siklus I. Oleh karena itu,
peneliti memutuskan untuk melanjutkan penelitian ke siklus kedua.
77
5. Refleksi dan Evaluasi Siklus I
Refleksi dilakukan untuk mengetahui kekurangan yang ada pada pelaksanaan tindakan. Refleksi dilakukan berdasarkan pengamatan,
wawancara dan hasil post test I. Beberapa kekurangan pada siklus I berdasarkan hasil pengamatan yaitu kondisi siswa yang menjadi subjek
penelitian pada saat tindakan I masih kesulitan dalam menyampaikan pendapatnya sehingga cenderung pasif dan siswa yang aktif menjawab
adalah siswa yang memiliki sikap empati dalam kategori tinggi berdasarkan hasil pre test. Selain itu, siswa belum percaya diri dalam
menuliskan pendapatnya terkait amanat cerita dan masih melihat tulisan teman disebelahnya. Hal tersebut hampir sama dengan yang terjadi pada
tindakan II. Namun, pada tindakan II siswa cukup aktif daripada tindakan I tetapi masih ada beberapa siswa yang belum aktif di kelas. Peneliti dan
guru wali kelas memberikan perhatian terhadap siswa tersebut dengan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan dari ibu
guru dan menerima apapun jawaban siswa meskipun terkadang kurang sesuai dengan cerita.
Jadwal pelaksanaan tindakan III yang bertepatan pada ulangan harian bahasa Indonesia sehingga jawaban siswa tidak dapat disampaikan secara
terbuka kecuali ibu guru yang membacakan jawaban tersebut. Tindakan ini dilakukan pada jam terakhir dan pada saat itu ada siswa kelas V yang
belum masuk kelas sehingga suara diluar mengganggu siswa kelas IV dalam mendengarkan cerita sehingga ada siswa yang merasa kurang jelas
78 dengan isi cerita. Pelaksanaan tindakan selanjutnya tetap dilaksanakan
pada pagi hari kecuali tindakan II. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru wali kelas, tindakan pada
siklus I, 85 berjalan sesuai rencana hanya saja guru wali kelas merasa kurang mempersiapkan diri untuk melakukan metode storytelling. Ibu
guru sudah mempersiapkan materi yaitu sebuah cerita untuk disampaikan kepada siswa. Namun, belum memiliki waktu untuk membaca cerita itu
terlebih dahulu sebelum disampaikan kepada siswa sehingga kurang maksimal dalam melakukan storytelling. Hal yang menjadi penghambat
dalam kegiatan storytelling. Ibu guru berinisiatif untuk memperbaiki dengan cara membaca cerita tersebut terlebih dahulu sehingga dapat
mempersiapkan kegiatan storytelling dengan baik. Pelaksanaan metode storytelling secara keseluruhan sudah ada
peningkatan, dapat dilihat pada tabel 12 yaitu hasil pre test dan post test siklus I sebagai
berikut : Tabel 12. Persentase Peningkatan Post Test I
N o
Nama Pre Test
Katego ri
Post Test I Katego
ri Skor
Skor Pening
katan 1
AAF 98
70 Sedang
103 73,57
4 2,86 Sedang
2 ADS
96 68,57 Sedang
126 90
10 7,14 Tinggi
3 ADP
67 47,86 Rendah
99 70,71
32 22,86 Sedang
4 BRDK
68 48,57 Rendah
103 73,57
35 25
Sedang 5
BYH 69
49,29 Rendah 88
62,86 19
13,57 Sedang 6
DSW 89
63,57 Sedang 100
71,43 11
7,86 Sedang 7
DDP 69
49,29 Rendah 84
60 15
10,71 Sedang 8
DAKS 68
48,57 Rendah 94
67,14 26
18,57 Sedang 9
KAP 96
68,57 Sedang 124
88,57 28
20 Tinggi
10 KRS
93 66,43 Sedang
105 75
12 8,57 Tinggi
79 11
LNS 69
49,29 Rendah 90
64,29 21
15 Sedang
12 LPH
94 67,14 Sedang
110 78,57
16 11,43 Tinggi
13 NDAP 68
48,57 Rendah 81
57,86 13
9,29 Sedang 14 NAAJ
95 67,86 Sedang
124 88,57
29 20,71 Tinggi
15 NASMP 94
67,14 Sedang 121
86,43 27
19,29 Tinggi 16
RPW 89
63,57 Sedang 106
75,71 17
12,14 Tinggi 17
RND 96
68,57 Sedang 130
92,86 34
24,29 Tinggi 18
SS 66
47,14 Rendah 96
68,57 30
21,43 Sedang
Rata-rata 82,44 58,89
104,67 74,76 21,06 15,04
Berdasarkan hasil pre test dan post test terjadi peningkatan skor sikap empati siswa. Presentase skor pre test siswa sebesar 58,89 dan
meningkat pada skor post test menjadi 74,76 . Peningkatan skor sikap empati yang paling tinggi terjadi pada siswa BRDK sebanyak 35 yang
memiliki presentase sebesar 25 . Namun, masih ada 10 siswa yang termasuk dalam kategori sedang dan 8 siswa yang termasuk kategori
tinggi. Pada saat pengisian instrumen skala sikap empati untuk post test I,
siswa kurang antusias terutama siswa laki-laki dikarenakan siswa pernah mengisi angket itu sebelumnya dan diminta untuk mengisi lagi instrumen
yang sama jadi siswa merasa sedikit bosan. Meskipun sedikit membosankan, siswa tetap mengerjakannya dan peneliti selalu
mengatakan kepada siswa untuk mengisi angket tersebut dengan jujur. Untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, maka peneliti merasa perlu
untuk memberikan tindakan lanjutan. Tindakan pada siklus II dilakukan dengan memilih cerita-cerita yang dapat lebih memunculkan sikap empati
siswa agar siswa dapat lebih memahami makna dari cerita yang disampaikan.
80
E. Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan Siklus II 1. Pelaksanaan Tindakan IV Cerita Sepeda Motor Baru
a Perencanaan Tahap perencanaan pada tindakan IV sama seperti tindakan
sebelumnya yaitu peneliti dan guru wali kelas mempersiapkan cerita keempat.
b Tindakan dan Pengamatan Tindakan IV dilaksakan pada hari kamis tanggal 12 Mei 2016 jam
07.00-08.00 wib. Tindakan kali ini dilaksanakan di ruang yang berbeda dari biasanya yaitu ruang tari dikarenakan ruang kelas IV digunakan
oleh siswa kelas V dan ruang kelas V digunakan sebagai pertemuan pengawas ujian nasional. Ibu guru masuk kelas dan menyampaikan
bahwa hari ini ada cerita baru yang lebih menarik. Namun, untuk mencegah agar siswa tidak bosan mengikuti kegiatan storytelling,
maka ibu guru memberikan pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu. Ibu guru memberikan pengantar dengan mengatakan bahwa para siswa
harus mendengarkan cerita dengan sungguh-sungguh. Sebelum mulai membacakan cerita, ibu guru menyampaikan tujuan
kegiatan storytelling dan judul cerita. Setelah itu, ibu guru mulai membacakan cerita yang berjudul Sepeda Motor Baru. Cerita ini
mengisahkan tentang seorang anak yang bernama Dani dan ibunya yang bekerja sebagai buruh sawah. Dani adalah anak yang pemalas dan
sering memaksakan kehendaknya jika keinginannya tidak terpenuhi.
81 Pada suatu hari, Dani minta dibelikan sepeda motor tetapi sang ibu
menolak karena tidak mempunyai uang. Dani marah dan mengancam jika tidak dibelikan maka dia tidak mau sekolah. Tetapi sang ibu
berhasil membujuk Dani. Selain pemalas, Dani juga sering meminjam uang teman-temannya. Dani telah berjanji mengembalikan uang teman
karena merasa gengsi. Ternyata Dani mencopet di pasar untuk mengembalikan uang teman-temannya. Namun tindakan Dani
diketahui warga dan Dani dihajar sampai babak belur. Mendengar hal itu, sang ibu langsung menuju kantor polisi tempat
Dani ditahan. Dani senang mengetahui bahwa ibunya sedang menuju ke kantor polisi. Namun, setelah tiga jam berlalu, ibu Dani belum juga
datang. Kemudian Dani mendapat telepon dari rumah sakit dan mengabarkan bahwa ibunya sedang dalam kondisi kritis karena
mengalami kecelakaan sewaktu dalam perjalanan menuju kantor polisi. Dhani menangis dan bergegas menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Dani langsung menuju ruangan tempat ibunya dirawat. Dokter mengatakan bahwa ibunya tidak bisa
diselamatkan karena mengalami pendarahan akibat kecelakaan. Dani langsung menangis dan tangisannya semakin keras ketika dia
menemukan dokumen pembelian sepeda motor di dalam tas ibunya. Ternyata sang ibu berhasil mendapat pinjaman uang untuk
membelikan Dani sepeda motor. Dani merasa menyesal selama ini hanya bisa merepotkan dan menyusahkan ibunya.
82 Setelah cerita selesai dibacakan, ada siswa laki-laki yang bernama
NDAP mengatakan bahwa ceritanya begitu menyedihkan dan siswa tersebut ikut merasa sedih mendengar cerita itu. NDAP mengakui
bahwa dia sering marah kepada ibunya jika keinginannya tidak dipenuhi. Respon yang disampaikan oleh siswa terkait cerita tersebut
menunjukkan bahwa siswa dapat merasakan emosi dari cerita dan secara terbuka dalam mengungkapkan apa yang dirasakannya terhadap
cerita itu kepada ibu guru. Hal ini menandakan bahwa anak menunjukkan sikap empatinya terhadap cerita. Kemudian ibu guru
memberikan waktu selama 30 menit kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang sudah diberikan.
Ibu guru dan siswa bersama-sama membahas pertanyaan seperti apa sifat buruk Dani, apa yang terjadi pada ibu Dani, amanat yang
terkandung dalam cerita dan apa yang harus dilakukan ketika sedang marah. Pada pertanyaan terakhir, dari semua siswa hanya satu siswa
yang menjawab jika marah siswa tersebut menendang pintu. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang selama ini memberikan jawaban yang
negatif sudah berkurang. Untuk menutup kegiatan storytelling, ibu guru menyampaikan pesan moral yang terkandung dalam cerita yaitu
kisah ini menceritakan bahwa kasih sayang ibu kepada anak tiada batasnya. Anak yang durhaka kepada ibunya dan melakukan hal yang
buruk pasti mendapatkan balasan yang setimpal kerupa kejadian yang buruk pula. Oleh karena itu, berbaktilah kepada kedua orangtua
83 khususnya ibu. Selain melakukan pengamatan ketika tindakan
berlangsung, peneliti juga melakukan pengamatan setelah tindakan. Pada mata pelajaran bahasa inggris, ibu guru memberikan tugas
yang cukup banyak kepada siswa dan meminta siswa untuk menyelesaikannya pada hari itu juga. Siswa yang tidak membawa buku
pada saat itu kebingungan harus meminjam buku kepada teman yang mana karena siswa sibuk mengerjakan tugas yang diberikan ibu guru.
Melihat temannya yang kebingungan, siswa perempuan yang bernama SS bersedia berbagi buku dengan temannya. Kemudian keduanya
melanjutkan mengerjakan tugas dari ibu guru. Melihat peristiwa tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki sikap empati karena
mulai memperhatikan teman di sekitarnya dan tidak lagi bersikap egois.
2. Pelaksanaan Tindakan V Cerita Ibu Pemungut Beras
a Perencanaan Tahap perencanaan pada tindakan ini sama seperti tindakan lainnya
yaitu peneliti dan guru wali kelas menyiapkan materi yaitu sebuah cerita yang dapat memunculkan sikap empati siswa.
b Tindakan dan Pengamatan Tindakan V dilaksanakan pada hari jumat tanggal 13 Mei 2016 jam
10.00-10.40 wib di ruang kelas IV. Siswa yang tidak masuk pada tindakan kali ini adalah NAAJ. Sebelum tindakan dimulai, ibu guru
memberikan pengantar awal seperti menanyakan siapa yang belajar matematika kemarin malam dan mengingatkan bahwa ujian kenaikan
84 kelas sudah semakin dekat. Bagaimana perasaan orang tua jika nilai
ujian anaknya rendah. Oleh karena itu, ibu guru meminta siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh agar tidak membuat orangtua
kecewa. Padahal orangtua sudah bekerja keras demi memenuhi kebutuhan anaknya supaya tidak kekurangan. Kasihan jika orangtua
diminta datang ke sekolah karena nilai anaknya rendah. Ingatlah pesan ibu guru untuk belajar dengan tekun, berprestasilah dan buatlah
orangtua bangga terhadap kalian. Pengantar selesai diberikan kemudian ibu guru menyampaikan tujuan kegiatan storytelling dan
judul cerita kelima seperti biasa. Ibu guru mulai membacakan cerita yang berjudul Ibu Pemungut
Beras. Cerita ini berasal dari Negara China yang berjudul Ibu Pemungut Beras. Cerita ini mengisahkan tentang seorang ibu yang
tinggal bersama anak laki-lakinya yang cerdas bernama Hongli. Sang Ibu rela memungut beras di pasar demi memenuhi peraturan sekolah
anaknya yang harus memberikan 30 kg beras ke kantin sekolah. Ibu Hongli bercerita tentang keadaannya kepada petugas kantin. Akhirnya
cerita tersebut diketahui oleh kepala sekolah dan secara diam-diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah Hongli sampai lulus. Pada
hari kelulusan, kepala sekolah meminta Hongli dan ibunya naik ke atas panggung untuk menerima penghargaan karena Hongli menjadi
lulusan terbaik. Kepala sekolah mengatakan bahwa ibu Hongli adalah ibu yang luar biasa dan bekerja keras membanting tulang demi
85 menyekolahkan anaknya. Mendengar cerita itu, semua undangan
merasa kagum. Ibu Hongli memeluk putranya dengan rasa syukur. Setelah cerita selesai dibacakan, ibu guru bertanya amanat yang
terkandung dalam cerita dan memberikan waktu kepada siswa selama 5 menit untuk memikirkan jawabannya. Waktu yang diberikan sudah
habis dan siswa satu per satu menyampaikan pendapatnya. Secara keseluruhan siswa dapat mengungkapkan amanat yang terkandung
dalam cerita dengan baik dan hampir tidak ada sisiwa yang mengungkapkan amanat yang negatif terhadap cerita. Misalnya,
contohlah Hongli yang rajin belajar dan berbakti kepada Ibunya. Hongli dan Ibunya selalu bersyukur atas apa yang dimiliki. Ibu Hongli
adalah orang yang pekerja keras karena rela memungut beras demi anaknya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mulai memahami isi cerita
dan dapat mengambil hal-hal yang baik yang terkandung dalam cerita. Respon empatik yang disampaikan siswa dapat dilihat berdasarkan
jawabannya sudah semakin baik. Penutup kegiatan storytelling dilakukan oleh ibu guru dengan
menyampaikan pernyataan penutup yaitu jadikanlah Hongli sebagai contoh. Hongli anak yang rajin belajar dan berbakti kepada orangtua
serta dapat membanggakan orangtuanya dengan prestasi yang didapat. Ujian kenaikan kelas sudah semakin dekat. Buatlah orangtua bangga
dengan mendapat hasil ulangan yang bagus. Pengamatan sikap empati yang dilakukan setelah tindakan begitu
singkat dikarenakan tindakan kali ini dilakukan pada jam mata
86 pelajaran terakhir sehingga setelah tindakan selesai, siswa langsung
pulang ke rumah.
3. Pelaksanaan Tindakan VI Cerita Dibuang ke Hutan
a Perencanaan Tahap perencanaan sama seperti tindakan sebelumnya yaitu
peneliti dan guru wali kelas mempersiapkan cerita untuk tindakan keenam.
b Tindakan dan Pengamatan Tindakan VI dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 14 Mei 2016
jam 07.00-07.50 wib di ruang kelas IV. Siswa yang tidak masuk sekolah adalah BRDK. Ibu guru meminta siswa agar bersungguh-
sungguh dalam mendengarkan cerita karena ini adalah cerita terakhir yang dibacakan oleh ibu guru. Kemudian ibu guru menyampaikan
tujuan kegiatan storytelling dan judul cerita. Sebelum mulai membacakan cerita, ibu guru memberikan tiga pertanyaan untuk
dijawab oleh siswa dan jawabannya akan dituliskan di buku latihan. Cerita ini berasal dari Jepang yang mengisahkan tentang seorang
ibu yang tinggal bersama anak laki-laki yang dan menantunya. Ibu tersebut bernama Umemura sedangkan anak laki-laki dan menantunya
bernama Takeshi dan Haruka. Umemura yang sudah tua hanya berbaring di atas kasur. Kondisi itu tentu merepotkan seluruh anggota
keluarganya. Takeshi dan istrinya mempunyai niat untuk membuang ibunya ke hutan. Takeshi berpura-pura mengajak Umemura ke hutan
lebat untuk mencari daun obat.
87 Sesampainya di tengah hutan, Takeshi menurunkan Umemura dan
mengucapkan salam perpisahan. Kemudian Takeshi segera pergi meninggalkan Umemura. Baru beberapa langkah Takeshi berjalan,
Umemura memanggil anaknya. Umemura mengatakan bahwa dia mematahkan ranting pohon sebagai petunjuk pulang untuk Takeshi
agar tidak tersesat. Meskipun Takeshi telah berbuat jahat kepada ibunya namun, sang ibu tetap menyayangi Takeshi. Mendengar hal itu,
Takeshi menangis dan memeluk ibunya. Takeshi segera membawa ibunya pulang. Setelah peristiwa tersebut, Takeshi dan istrinya
merawat Umemura dengan baik. Cerita selesai dibacakan dan ibu guru memberikan waktu 10 menit
untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Setelah siswa selesai mengerjakan, ibu guru bertanya mengenai jawaban dari ketiga
pertanyaan tersebut. Jawaban-jawaban yang disampaikan siswa semakin baik, seperti BYH dan NDAP yang biasanya harus ditunjuk
terlebih dahulu sekarang mengacungkan jari ingin menyampaikan jawabannya. Siswa mengatakan tidak boleh memperlakukan ibu
seperti yang dilakukan Takeshi kepada Ibunya, harus menyayangi dan merawatnya dengan baik. Pada tindakan ini, berdasarkan hasil pre test
memiliki kemampuan empati dalam kategori rendah menjadi lebih aktif dari biasanya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mulai mencoba
untuk meningkatkan kapasitas sikap empati agar lebih baik dan siswa memiliki antusias yang tinggi dalam mengikuti kegiatan storytelling
88 sehingga siswa memberikan jawaban-jawaban yang bagus sesuai yang
diharapkan. Tindakan VI ditutup dengan sebuah peribahasa yaitu “kasih sayang
ibu sepanjang jalan, kasih sayang anak sepanjang galah”. Peribahasa ini dapat diartikan bahwa kasih sayang ibu dari mengandung selama
sembilan bulan, melahirkan tanpa mempedulikan rasa sakit dan merawat anaknya hingga besar. Semua pengorbanan ibu tidak bisa
tergantikan oleh apapun. Pengamatan tidak hanya dilakukan ketika kegiatan storytelling
tetapi juga setelah tindakan. Pada jam mata pelajaran BTQ Baca Tulis Quran, NASMP tiba-tiba menangis. Melihat temannya menangis,
siswa laki-laki tidak lagi mengejek temannya. Ada dua siswa laki-laki yang menghampiri NASMP dan bertanya mengapa menangis. Namun,
NASMP tidak menjawab dan diam saja. Kemudian siswa laki-laki tersebut meminta temannya untuk tidak menangis lagi. Peristiwa ini
menunjukkan bahwa siswa laki-laki mengalami perubahan terkait sikap empatinya dengan tidak lagi mengejek teman yang menangis.
4. Hasil Tindakan Siklus II
Hasil tindakan pada siklus II diketahui melalui post test II, pengamatan dan wawancara. Post test II dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 14 Mei
2016 jam 08.10-08.40 wib. Berikut adalah rincian skor post test II sebagai berikut :
89 Tabel 13. Hasil Post Test II
No Nama Subjek
Skor Post Test I Kategori
1 AAF
107 Tinggi
2 ADS
134 Tinggi
3 ADP
113 Tinggi
4 BRDK
108 Tinggi
5 BYH
93 Sedang
6 DSW
105 Tinggi
7 DDP
89 Sedang
8 DAKS
99 Sedang
9 KAP
130 Tinggi
10 KRS
108 Tinggi
11 LNS
110 Tinggi
12 LPH
117 Tinggi
13 NDAP
87 Sedang
14 NAAJ
128 Tinggi
15 NASMP
126 Tinggi
16 RPW
110 Tinggi
17 RND
134 Tinggi
18 SS
100 Sedang
Berdasarkan hasil post test II terjadi peningkatan skor siswa yang mana mencapai skor rata-rata sebesar 111. Hasil ini mengalami
peningkatan persentase skor rata-rata sikap empati dari post test I yang mencapai 74,76 menjadi
79,29 . Pada hasil post test II terdapat 5 siswa yang masih termasuk dalam kategori sedang dan 13 siswa yang memiliki skor sikap empati
dalam kategori tinggi. Hal lain yang mendukung peningkatan skor empati siswa adalah
pengamatan pada saat proses storytelling dan setelah storytelling. Pada tindakan IV, siswa NDAP mengatakan turut sedih mendengar cerita yang
dibacakan oleh ibu guru. Respon yang disampaikan oleh siswa tersebut menandakan bahwa siswa mulai dapat berempati dengan merasakan emosi
yang terkandung dalam cerita karena memiliki pengalaman yang sama
90 dengan tokoh cerita yaitu sering memaksakan kehendak dan marah jika
keinginannya tidak terpenuhi. Kemudian setelah kegiatan storytelling, pada mata pelajaran bahasa inggris siswa tidak keberatan berbagi buku
pelajaran dengan teman disebelahnya ketika temannya tidak membawa buku sedangkan tugas yang diberikan ibu guru cukup banyak dan harus
dikumpul pada hari itu juga. Pada tindakan V, siswa menunjukkan respon empatik yang jauh lebih
baik daripada sebelumnya. Hal ini didukung oleh respon siswa yang bagus dalam memberikan tanggapan dengan jawaban-jawaban yang sesuai
dengan isi cerita. Misalnya, Hongli yang rajin belajar dan berbakti kepada Ibunya, Hongli dan ibunya selalu bersyukur atas apa yang dimiliki, Ibu
Hongli adlah orang yang pekerja keras karena rela memungut beras demi anaknya. Siswa yang sebelumnya mengalami kesulitan dalam
mengemukakan pendapatnya menjadi cukup aktif di kelas dalam merespon pertanyaan dari ibu guru. Meskipun belum semua siswa yang menjadi
subjek penelitian aktif di kelas. Respon empatik pada tindakan VI yang disampaikan siswa terhadap
cerita selama proses storytelling sangat baik dan tidak ada siswa yang memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan cerita. Respon empatik
yang disampaikan oleh siswa seperti tidak boleh memperlakukan ibu seperti yang dilakukan Takeshi kepada Ibunya, harus menyayangi dan
merawatnya dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa selama tiga hari berturut-turut dilakukan kegiatan storytelling terjadi peningkatan respon
91 empatik siswa sedikit demi sedikit dan hal ini sangat baik untuk siswa
terkait perubahan sikap empatinya. Peristiwa lain setelah tindakan storytelling selesai dilaksanakan yaitu
ketika ada teman perempuan yang menangis, biasanya siswa laki-laki cenderung mengejek siswa tersebut seperti yang terjadi pada hari pertama
tindakan. Namun, pada saat itu siswa laki-laki tidak lagi mengejek siswa yang menangis namun meminta siswa tersebut untuk tidak menangis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru wali kelas ada perubahan terhadap sikap empati siswa. Terlihat dari jawaban siswa pada saat
kegiatan storytelling tidak ada siswa yang memberikan jawaban negatif terhadap pertanyaan terkait cerita yang disampaikan. Melalui cerita yang
disampaikan, siswa dapat mengambil hal-hal baik yang harus dicontoh dan hal yang tidak boleh untuk dicontoh.
Observasi dan post test pada siklus II, selama proses tindakan berjalan dengan baik dan persentase skor rata-rata sikap empati siswa sebesar
79,29 menunjukkan bahwa kriteria keberhasilan yang diharapkan sudah terpenuhi yaitu persentase skor rata-rata sikap empati siswa mencapai
75.
5. Refleksi dan Evaluasi Siklus II
Tindakan pada siklus II masih ada kekurangan yaitu tempat pelaksanaan dan lamanya waktu pelaksanaan. Misalnya pada tindakan IV,
kegiatan storytelling dilaksanakan di ruang tari. Ruang tari yang tidak begitu luas menyebabkan siswa duduk berdekatan dengan teman
sebelahnya. Selain itu, siswa juga duduk di lantai dengan beralaskan tikar.
92 Kondisi ruangan yang seperti ini mengakibatkan suasana pada saat
kegiatan storytelling menjadi tidak kondusif. Pelaksanaan tindakan IV tidak dilakukan di ruang kelas IV seperti biasanya dikarenakan ada
pertemuan pengawas untuk ujian nasional sekolah dasar sehingga pada saat itu ruang kelas IV tidak bisa digunakan oleh siswa. Meskipun begitu
siswa tetap antusias dalam mengikuti kegiatan storytelling. Selain itu waktu pelaksanaan tindakan V yang dilaksanakan pada mata
pelajaran terakhir dan pada saat kegiatan storytelling dimulai, suara siswa kelas V yang belum masuk kelas mengganggu konsentrasi siswa dalam
mendengarkan cerita sehingga ada siswa yang tidak mengerti isi cerita. Kemudian ibu guru harus mengulangi cerita tersebut satu kali lagi.
Pelaksanaan tindakan pada siklus II tidak seperti siklus I yang memiliki waktu lebih bayak yaitu 60-70 menit. Hal ini dikarenakan ibu
guru membantu mempersiapkan ujian nasional sekolah dasar yang semakin mendekati hari pelaksanaannya sehingga waktu storytelling agak
berkurang tidak seperti biasa yaitu 40-60 menit. Namun, siswa tetap menunjukkan ketertarikannya dengan bersungguh-sungguh mengikuti
kegiatan storytelling. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa kelas IV, ketertarikan
siswa terhadap kegiatan storytelling sangat tinggi. Hal ini dikarenakan cerita yang disampaikan oleh ibu guru selalu berbeda dan bagus. Ada
cerita yang menyedihkan, cerita yang memberikan semangat untuk belajar dan cerita yang mengajarkan orang untuk berbuat baik. Berdasarkan
93 penjelasan tersebut dapar disimpulkan bahwa siswa tertarik dan senang
terhadap keseluruhan cerita. Pelaksanaan metode storytelling secara keseluruhan sudah cukup baik
dilakukan oleh guru wali kelas. Adapun hasil pre test, post test I dan post test II adalah sebagai berikut :
Tabel 14. Hasil Pre Test, Post Test I dan Post Test II
No Nama
Pre Test Kategori
Post Test I Kategori
Post Test II Kategori
Skor Skor
Skor Pening
katan 1
AAF 98
70 Sedang 103 73,57 Sedang 107 76,43
4 2,86
Tinggi 2
ADS 96
68,57 Sedang 126 90
Tinggi 134 95,71
8 5,71
Tinggi 3
ADP 67
47,86 Rendah 99 70,71 Sedang 113 80,71
14 10
Tinggi 4
BRDK 68
48,57 Rendah 103 73,57 Sedang 108 77,14 5
3,57 Tinggi
5 BYH
69 49,29 Rendah
88 62,86 Sedang 93 66,43
5 3,57 Sedang
6 DSW
89 63,57 Sedang 100 71,43 Sedang 105
75 5
3,57 Tinggi
7 DDP
69 49,29 Rendah
84 60
Sedang 89 63,57
5 3,57 Sedang
8 DAKS
68 48,57 Rendah
94 67,14 Sedang 99 70,71
5 3,57 Sedang
9 KAP
96 68,57 Sedang 124 88,57 Tinggi
130 92,86 6
4,29 Tinggi
10 KRS
93 66,43 Sedang 105
75 Sedang 108 77,14
3 2,14
Tinggi 11
LNS 69
49,29 Rendah 90 64,29 Sedang 110 78,57
20 14,29 Tinggi
12 LPH
94 67,14 Sedang 110 78,57 Tinggi
117 83,57 7
5 Tinggi
13 NDAP 68
48,57 Rendah 81 57,86 Sedang
87 62,14 6
4,29 Sedang 14
NAAJ 95
67,86 Sedang 124 88,57 Tinggi 128 91,43
4 2,86
Tinggi 15 NASMP
94 67,14 Sedang 121 86,43 Tinggi
126 90
5 3,57
Tinggi 16
RPW 89
63,57 Sedang 106 75,71 Tinggi 110 78,57
4 2,86
Tinggi 17
RND 96
68,57 Sedang 130 92,86 Tinggi 134 95,71
4 2,86
Tinggi 18
SS 66
47,14 Rendah 96 68,57 Sedang 100 71,43
4 2,86 Sedang
Rata-rata 82,44 58,89
74,76 79,29
4,52
Berdasarkan hasil post test II terjadi peningkatan skor sikap empati siswa kelas IV. Nilai rata-rata post test II mencapai angka 111 sedangkan
prresentase skor rata-rata sikap empati siswa sebesar 79,29 . Dari hasil tersebut peneliti telah menyelesaikan penelitian dikarenakan sudah
terpenuhinya kriteria keberhasilan penelitian yang semula ditargetkan
94 sebesar 75 dan terdapat 13 siswa memiliki sikap empati yang tinggi dan
5 siswa termasuk dalam kategori rendah. Adapun grafik hasil skor sikap empati dan persentase skor sikap empati siswa kelas IV dapat dilihat pada
gambar 3 dan gambar 4 di bawah ini :
Gambar 3. Skor Sikap Empati Siswa
Gambar 4. Persentase Skor Sikap Empati Siswa
20 40
60 80
100 120
140 160
A A
F A
D S
A D
P B
R D
K B
Y H
D SW DD
P D
A K
S K
A P
K R
S LN
S LP
H N
D A
P N
A A
J N
A SM
P R
PW RN D SS
Hasil Skor Sikap Empati Siswa
Pre Test Post Test I
Post Test II
58,89 74,76
79,29
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00 90,00
Pre Test Post Test I
Post Test II 1
2 3
Persentase Skor Sikap Empati Siswa
Persentase
95
F. Pembahasan
Penelitian ini membahas tentang upaya meningkatkan sikap empati melalui metode storytelling. Pelaksanaan tindakan I dimulai dengan
membacakan cerita yang berjudul Kentang Ajaib. Peneliti melakukan pengamatan pada saat tindakan dan setelah tindakan. Pada saat tindakan, siswa
belum memunculkan sikap empatinya maka pengamatan dilanjutkan setelah tindakan.
Pada mata pelajaran bahasa jawa, siswa perempuan yang bernama TVNH dan LNS menangis di kelas karena mengambil tempat duduk salah satu siswa
dan menatap sinis satu sama lain. Melihat kedua temannya yang menangis, beberapa siswa perempuan yang menjadi subjek penelitian maupun yang
tindak termasuk subjek penelitian mencoba untuk menenangkan keduanya. Perbuatan siswa perempuan yang mencoba untuk menenangkan teman yang
yang sedang menangis menunjukkan bahwa siswa dapat memahami perasaan temannya. Memahami perasaan orang lain termasuk dalam empati kognitif.
Komponen kognitif merupakan komponen yang menimbulkan pemahaman terhadap perasaan orang lain. Fresbach dalam Taufik, 2012: 44
mengungkapkan bahwa komponen kognitif sebagai kemampuan untuk membedakan dan mengenali kondisi emosional yang berbeda.
Tindakan II sama seperti tindakan I yaitu membacakan cerita yang berjudul Ibu Bermata Satu. Setelah cerita selesai dibacakan oleh ibu guru,
terlihat ekspresi sedih yang ditunjukkan oleh siswa. Para siswa mengatakan bahwa cerita ibu bermata satu sangat menyedihkan. Bahkan ada siswa
perempuan yang matanya berkaca-kaca dan hampir menangis. Siswa merasa
96 tersentuh dengan cerita ibu bermata satu. Melihat apa yang terjadi pada siswa
pada saat mendengarkan cerita ibu bermata satu menunjukkan bahwa siswa memperlihatkan respon empatik secara non verbal. Menurut Daniel Goleman
2004: 136 kemampuan berempati adalah kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain. Empati merupakan akar kepedulian dan kasih
sayang dalam setiap hubungan emosional seseorang dalam upayanya untuk memahami perasaan orang lain. Kunci untuk memahami perasaan orang lain
adalah mampu membaca pesan non verbal seperti nada bicara, gerak gerik, ekspresi wajah dan sebagainya.
Siswa tidak hanya menunjukkan respon secara non verbal tetapi juga respon secara verbal. Siswa menilai sifat para tokoh yang ada dalam cerita dan
mengatakan bahwa anak yang ada dalam cerita sangat jahat kepada ibunya padahal sang Ibu rela berkorban demi anaknya dengan memberikan satu
matanya. Selain itu, siswa juga menyampaikan amanat terkait cerita tersebut. Amanat dari siswa adalah seorang anak tidak boleh durhaka kepada orangtua
karena dosanya sangat besar. Hasil observasi pada tindakan kedua menunjukkan bahwa siswa dapat menilai watak dari para tokoh dan
menyampaikan amanat yang terkandung dalam cerita dengan baik. Sifat dan amanat yang terkandung sebuah cerita termasuk ke dalam unsur-unsur
intrinsik. Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh siswa menunjukkan bahwa
siswa mampu merasakan apa yang dialami oleh tokoh dalam cerita. Hal ini sesuai dengan teori Carl Rogers dalam Taufik, 2012: 40 yang menyatakan
bahwa empati adalah sikap memahami seolah-olah individu tersebut masuk
97 dalam diri orang lain sehingga bisa merasakan dan mengalami sebagaimana
yang dirasakan dan dialami oleh orang lain itu, tetapi tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri.
Peristiwa lain contohnya setelah tindakan selesai dilakukan, ada dua siswa yang bernama DDP dan LPH terlibat pertengakarandan saling memukul yang
menyebabkan LPH menangis. Beberapa menit kemudian, DDP menghampiri LPH untuk meminta maaf. Kemudian LPH memaafkan DDP. Setelah itu
peneliti bertanya mengapa DDP tiba-tiba menghampiri LPH dan meminta maaf, maka DDP menjawab kalau dia kasihan melihat temannya menagis.
Rasa kasihan yang dirasakan oleh DDP terhadap temannya yang menangis menandakan bahwa DDP memiliki kepekaan sosial terhadap orang lain.
Setiawati, dkk. dalam Treni, 2012: 6 mengungkapkan bahwa empati berkenaan dengan perasaan yang bermakna sebagai suatu kepekaan rasa atau
terhadap hal-hal yang berkaitan secara emosional sehingga timbul respon empatik terhadap orang lain. Seseorang yang berempati memiliki kepekaan
rasa yang lebih baik daripada orang yang tidak berempati terhadap keadaan di sekitarnya. Kepekaan rasa ini adalah suatu kemampuan dalam bentuk
mengenali dan mengerti perasaan orang lain. Kepekaan rasa yang dirasakan oleh DDP membuktikan bahwa DDP mulai memunculkan sikap empati
terhadap temannya. Cerita yang dibacakan pada tindakan III berjudul Rasulullah dan Pengemis
Buta. Ibu guru bertanya kepada siswa apa yang dilakukan jika ada seseorang yang menghina anak-anak seperti yang dilakukan kepada rasulullah.
Kemudian siswa menjawab, harus sabar meskipun dihina dan lebih baik diam
98 karena orang itu akan berhenti menghina . Setelah itu, ibu guru bertanya lagi,
bagaimana tanggapan anak-anak jika ada teman yang selalu baik terhadap anak-anak meskipun anak-anak sering mengejeknya. Jawaban yang
disampaikan siswa beragam seperti siswa akan meminta maaf kepada teman yang selalu diejek, menyesali perbuatan yang mengejek teman serta berjanji
tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi. Berdasarkan jawaban yang disampaikan oleh siswa menunjukkan bahwa
siswa dapat menilai dari sudut pandang orang lain yang mana hal ini termasuk dalam kemampuan empati kognitif. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
David Howe 2015: 24 bahwa empati kognitif didasarkan pada kemampuan melihat sebuah situasi dari sudut pandang orang lain. Hal ini melibatkan
proses berpikir tentang pikiran orang lain dipadu dengan kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain.
Dari pelaksanaan siklus I yang terdiri dari tindakan I, II dan II terdapat perbedaan sikap empati pada masing-masing tindakan. Pada tindakan I siswa
belum menunjukkan sikap empatinya dikarenakan siswa belum aktif di kelas. Tindakan II terdapat peningkatan daripada tindakan I. Ibu guru memfokuskan
pertanyaan tentang unsur-unsur intrinsik seperti sifat para tokoh dan amanat yang terkandung dalam cerita. Siswa mulai memunculkan sikap empatinya
dengan memberikan jawaban yang sesuai. Pada tindakan III, pertanyaan difokuskan pada apa yang dilakukan jika siswa menjadi salah satu tokoh
dalam cerita. Pertanyaan-pertanyaan terkait unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita akan memudahkan ibu guru dalam memunculkan sikap empati
99 siswa. Selain itu, siswa dapat memahami makna cerita yang dibacakan oleh
ibu guru. Pelaksanaan tindakan IV dimulai dengan membacakan cerita yang
berjudul Sepeda Motor Baru. Setelah ibu guru selesai membacakan cerita, siswa yang bernama NDAP mengatakan bahwa cerita tersebut menyedihkan
dan turut sedih mendengar cerita itu. Melihat respon yang disampaikan oleh NDAP menunjukkan bahwa siswa dapat merasakan emosi dari cerita tersebut.
Seseorang yang dapat merasakan emosi orang lain berarti individu tersebut memiliki kemampuan empati afektif. Colley dalam Taufik, 2012: 51
menyatakan bahwa komponen afektif merujuk pada kemampuan menselaraskan pengalaman emosional pada orang lain. Empati afektif
merupakan suatu kondisi dimana pengalaman emosi seseorang sama dengan pengalaman emosi yang sedang dirasakan oleh orang lain.
Cerita sepeda motor baru mengisahkan tentang anak yang selalu memaksakan kehendaknya terhadap ibunya. Jika keinginannya tidak terpenuhi
maka anak tersebut marah dan membentak ibunya. Mendengar cerita itu, siswa yang bernama NDAP mengungkapkan jika keinginanya tidak terpenuhi
maka siswa tersebut marah kepada ibunya. NDAP merasa sedih teringat perbuataannya yang sama dengan tokoh cerita. Selanjutnya, ibu guru juga
bertanya tentang sifat buruk tokoh yang bernama Dhani, garis besar isi cerita dan amanat cerita. Ketiga pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan baik.
Siswa kelas IV rata-rata berada pada rentang umur 10-11 tahun yang mana termasuk dalam fase kanak-kanak akhir atau sering disebut fase usia sekolah.
Syamsu Yusuf 2006: 18 menjelaskan bahwa perkembangan sosial pada
100 anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan diluar
keluarga yaitu dengan teman sebaya sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas. Pada masa ini, anak mulai bisa memiliki kesanggupan
menyesuaikan diri-sendiri egosentris kepada sikap yang kooperatif. Teori ini sesuai dengan perilaku siswa kelas IV yang tidak lagi berorientasi pada diri
sendiri. Hal ini terlihat dari perilaku siswa pada saat jam istirahat. Siswa tidak keberatan untuk membagi makanan ketika ada teman yang meminta
makanannya. Contoh lain misalnya ketika mata pelajaran bahasa inggris, ada siswa yang kebingungan karena tidak memiliki buku padahal harus
mengerjakan tugas yang cukup banyar dari ibu guru. Melihat temannya yang kebingungan, siswa yang bernama SS bersedia berbagi buku dengan temannya
sehingga keduannya dapat mengerjkan tugas dengan baik dan selesai tepat waktu. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa perilaku yang
seperti ini berdampak baik terhadap hubungan sosial anak terutama hubungan dengan sesama teman.
Pada tindakan V, ibu guru membacakan cerita yang berjudul Ibu Pemungut Beras. Respon empatik yang disampaikan siswa yaitu seorang anak
harus seperti Hongli yang rajin belajar dan berbakti kepada Ibunya. Hongli dan ibunya selalu bersyukur atas apa yang dimiliki, Ibu Hongli adalah orang
yang pekerja keras karena rela memungut beras demi anaknya. Pada tindakan VI, ibu guru membacakan cerita yang berjudul Dibuang ke Hutan. Siswa
mengatakan tidak boleh memperlakukan ibu seperti yang dilakukan Takeshi kepada Ibunya, harus menyayangi dan merawatnya dengan baik. Selain itu,
peneliti melakukan pengamatan setelah tindakan. Pada jam mata pelajaran
101 BTQ Baca Tulis Quran, siswa bernama NASMP tiba-tiba menangis. Ada
dua siswa laki-laki yang menghampiri NASMP dan bertanya mengapa menangis. Namun, NASMP tidak menjawab dan diam saja. Kemudian siswa
laki-laki tersebut meminta temannya untuk tidak menangis. Siswa laki-laki yang biasanya cenderung mengejek siswa yang menangis, tidak lagi mengejek
siswa itu namun memintanya untuk tidak menangis. Melihat dari respon empatik siswa yang semakin baik tentunya berdampak pada hubungan
sosialnya terutama hubungan pertemanan. Goleman 2004: 148 menegaskan bahwa anak-anak dengan empati mampu menjalin hubungan sosial yang baik
karena empati mendasari banyak segi tindakan dan pertimbangan moral. Perubahan perilaku siswa laki-laki yang tidak lagi mengejek siswa perempuan
yang menangis di kelas membuat siswa perempuan diuntungkan dan tentunya hal itu dapat mempererat hubungan pertemanan satu sama lain.
Hasil observasi pada tindakan IV,V dan IV menunjukkan siswa mengalami peningkatan sikap empati. Pada tindakan IV, ibu guru bertanya tentang unsur
intrinsik dalam cerita meliputi watak tokoh, isi cerita dan amanat. Siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan baik. Sikap empati yang ditunjukkan
oleh siswa semakin baik pada tindakan V dan VI. Siswa memberikan jawaban-jawaban sesuai harapan ibu guru. Jadi dapat disimpulkan bahwa
empati dapat dibentuk melalui metode storytelling. Peningkatan sikap empati siswa tidak hanya berdasarkan pengamatan,
tetapi juga hasil dari pre test, post test II dan post test II. Berdasarkan hasil pre test, skor rata-rata siswa sebesar 82,44 dengan persentase 58,89 .
Peningkatan skor terjadi pada post test I, rata-rata skor siswa menjadi 104, 67
102 dengan persentase 74, 76 . Hasil dari post test I belum memenuhi kriteria
keberhasilan penelitian dikarenakan belum mencapai persentase skor rata-rata 75 dan dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus II skor empati siswa mencapai
skor rata-rata 111 dengan persentase skor sebesar 79, 29 . Hasil skor empati siswa yang mengalami peningkatan tidak terlepas dari
metode yang digunakan dalam pelaksanaan tindakan yaitu storytelling. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Moeslichaton dalam Muallifah, 2013:
98 bahwa metode bercerita storytelling memiliki manfaat, diantaranya :
1. Menyisipkan sifat empati, kejujuran, kesetiaan, keramahan dan ketulusan. 2. Memberikan sejumlah pengetahuan sosial, moral, dan lain sebagainya.
3. Melatih anak belajar mendengarkan apa yang disampaikan. 4. Membuat anak bisa mengembangkan aspek psikomotor, kognitif dan
afektif. 5. Mampu meningkatkan imajinasi dan kreatifitas anak.
Berdasarkan hasil penelitian Rita Diah Ayu dkk. 2013: 126 membuktikan bahwa storytelling memberikan pengaruh pada perilaku empati anak,
khususnya pada aspek fantasi dikarenakan anak diajak untuk mengimajinasikan cerita yang disampaikan. Melalui imajinasi-imajinasi yang
telah terjadi pada saat storytelling, anak kemudian dapat membayangkan perasaan dan pikiran tokoh permainan yang sedang dibuatnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh F. Widiana Satya P 2012: 21 menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara kemampuan empati anak
sebelum dan sesudah mengikuti pembacaan buku cerita. Hal ini dibuktikan dari hasil post test yang lebih tinggi dari pre test. Anak yang memiliki skor
103 pre test yang rendah dan kemudian memiliki skor post test yang tinggi.
Penelitian ini membuktikan bahwa pembacaan buku cerita efektif dalam meningkatkan kemampuan empati anak.
Berdasarkan wawancara dengan guru wali kelas bahwa metode storytelling ini berhasil meningkatkan sikap empati siswa. Selain dari hasil post test I dan
post test II yang menunjukkan adanya peningkatan, siswa juga menunjukkan sikap empatinya. Misalnya, pada kegiatan membatik, siswa yang benama LPH
mengalami cidera pada tangannya karena tidak sengaja terkena tumpahan cairan panas yang digunakan untuk membatik. Melihat tangan temannya yang
terluka, siswa langsung memberitahu ibu guru dan segera mencari lidah buaya untuk mengobati luka temannya. Selain itu ada yang memberikan minum
untuk LPH dan merasa kasihan melihat temannya terluka. Peristiwa lain misalnya ketika air minum temannya yang bernama RND
tumpah, siswa langsung mengambilkan lap dan ada yang menyingkirkan buku agar tidak terkena air. Perilaku siswa yang seperti itu menunjukkan bahwa
siswa mulai mengalami perubahan terhadap sikap empatinya yang mana biasanya ketika ada air minum temannya tumpah, tidak ada yang langsung
mengambilkan lap jika tidak diminta untuk mengambil lap oleh ibu guru dan siswa hanya melihat saja tanpa berkeinginan untuk membantu temannya.
Perubahan sikap empati siswa juga ditunjukkan dengan jawaban yang positif disampaikan mengenai suatu permasalahan yang ada dalam sebuah
cerita. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa metode storytelling dapat meningkatkan sikap empati pada siswa kelas IV SD Negeri Caturtunggal 3
Depok.
104
G. Keterbatasan Penelitian