Teknik Penyajian Storytelling Kajian tentang Storytelling 1. Pengertian Storytelling

32 3. Bercerita memberikan efek psikologis yang positif bagi anak dan guru sebagai pencerita. 4. Bercerita mendorong anak memberikan “makna” bagi proses belajar terutama mengenai empati. 5. Memberi contoh pada anak bagaimana menyikapi suatu masalah dengan baik 6. Memberi ruang gerak pada anak kapan sesuatu nilai berhasil ditangkap dan diaplikasikan.

4. Teknik Penyajian Storytelling

Sebuah cerita akan menjadi lebih menarik tergantung bagaimana cara guru sebagai storyteller dalam menyampaikan cerita. Menurut Tadkiroatun Musfiroh 2005: 141-159 teknik penyajian storytelling terbagi menjadi dua macam yaitu bercerita dengan alat peraga dan bercerita tanpa alat peraga. a. Bercerita dengan Alat Peraga Bercerita dengan alat peraga merupakan salah satu alternatif agar kegiatan storytelling menjadi lebih menarik. Alat peraga yang paling sederhana adalah buku, gambar, papan flanel, boneka dan film bisu. a Bercerita dengan Alat Peraga Buku Bercerita dengan alat peraga buku dikategorikan sebagai reading aloud membaca nyaring. Membacakan cerita dalam buku memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan yaitu pertama, membacakan cerita dalam buku merupakan demonstrasi terbaik bagaimana mencintai buku; 33 kedua, buku merupakan sumber ide terbaik; ketiga, ketika menyimak tulisan, anak memiliki kesempatan untuk memprediksi kata dari kelanjutan cerita; keempat, gambar dalam buku membantu pemahaman anak; kelima, keberadaan buku mendorong anak untuk belajar membacanya sendiri begitu kegiatan bercerita selesai. Kelemahan pada teknik ini yaitu kegiatan bercerita dapat menjadi monoton dan membosankan. Penggunaan terknik ini tergantung kepada guru yang membacakan cerita. Jika guru tersebut membacakan cerita dengan intonasi, ekspresi dan menguasai isi cerita maka, kegiatan storytelling akan menarik meskipun dengan membaca buku. b Bercerita dengan Alat Peraga Gambar Alat peraga gambar yang dapat digunakan untuk menyampaikan dongeng kepada anak meliputi gambar berseri dalam bentuk kertas lepas dan buku, serta gambar di papan flanel. Keduanya dapat diterapkan dengan memperhatikan jumlah anak, kebutuhan media, dan kesesuaian cerita. Media gambar dalam bentuk kertas lepas dan buku sesuai apabila jumlah anak tidak terlalu banyak dan sebaliknya, gambar di papan flanel dapat digunakan untuk jumlah yang lebih besar mengingat papan flanel memiliki daya jangkau yang lebih luas daripada gambar lepas dan buku. 34 Bercerita dengan gambar lepas membutuhkan penguasaan cerita yang baik. Guru dituntut bukan saja hafal cerita tetapi juga memiliki kemampuan mensinkronkan gambar dan cerita, serta keterampilan mengkomunikasikan gambar kepada pendengar. c Bercerita dengan Alat Peraga Boneka Boneka menjadi alat peraga yang dianggap mendekati natularitas bercerita. Tokoh-tokoh yang diwujudkan melalui boneka berbicara dengan gerakan-gerakan yang mendukung cerita dan mudah diikuti anak. Melalui boneka, anak tahu tokoh mana yang sedang berbicara, apa isi pembicaraannya dan bagaimana perilakunya. Boneka kadang menjadi sesuatu yang hidup dalam imajinasi anak. Boneka menjadi alat yang menarik bagi anak-anak bila digunakan dalam kegiatan storytelling. Jenis cerita yang disampaikan dengan alat peraga boneka adalah cerita dongeng dan cerita rakyat. Boneka yang biasa digunakan untuk storytelling adalah kancil, tikus, monyet, gajah, semut dan lain- lain. Bercerita dengan boneka membutuhkan persiapan yang matang, terutama persiapan memainkan boneka. Keterampilan menggerak-gerakkan jari dengan lincah menjadi bagian penting dalam memainkan peran para tokoh. Keterampilan memainkan boneka menjadi faktor penentu keberhasilan bercerita disamping keterampilan berolah suara. 35 d Bercerita dengan Media Gambar Gerak Bercerita dengan teknik ini masih jarang dipergunakan oleh guru ketika melakukan storytelling. Bercerita dengan media gambar gerak adalah bercerita menggunakan film bisu. Gambar dan film dibuat berurutan dalam satu jalinan cerita, sedangkan narasi dan dialog diisi oleh guru. Cerita jenis ini kadang dipergunakan oleh pendongeng untuk menghibur pendengar dalam jumlah banyak. Bercerita dengan media ini memerlukan keterampilan bercerita yang tinggi dan prima. Disamping menghafal skenario cerita, pencerita juga harus memiliki berbagai karakter suara tokoh dan kemampuan bernada yang baik. Suara hasil aksi seperti memukul, menendang, mengaduh dan meloncat juga sangat baik jika dikuasai pendongeng. b. Bercerita tanpa Alat Peraga Bercerita tanpa alat peraga disebut juga bercerita secara langsung. Teknik ini sering digunakan oleh guru dalam melakukan storytelling. Teknik ini tidak terikat tempat, waktu, dan orang yang hadir. Meskipun fleksibel, bercerita dengan tanpa alat peraga membutuhkan keterampilan dan memori yang tinggi. Hal ini dikarenakan ketika storytelling tidak ada alat bantu apapun yang dapat membangkitkan daya ingat akan peristiwa, narasi dan dialog tokoh-tokohnya. Bercerita tanpa alat peraga ini sangat mengandalkan kualitas suara, ekspresi wajah, serta gerak tangan dan tubuh. Untuk mengatasi 36 hal ini, guru mungkin memerlukan catatan kecil sebagai penolong jika ada bagian yang terlupakan. Metode storytelling dalam penelitian ini adalah bercerita dengan alat peraga yaitu buku bacaan. Hal ini dilakukan untuk menghindari bagian-bagian yang terlupakan oleh guru sehingga keseluruhan isi cerita dapat disampaikan secara lengkap tanpa ada kekurangan apapun dan siswa dapat memahami makna yang terkandung dalam cerita.

5. Rancangan Kegiatan Storytelling