39 5. Memulai kegiatan bercerita
Guru mulai membacakan cerita yang dipilih dan meminta siswa untuk konsentrasi dalam mendengarkan cerita yang disampaikan.
6. Melakukan tanya jawab dengan siswa Setelah cerita selesai dibacakan, guru dan siswa melakukan tanya
jawab terkait cerita tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa mendengarkan dan mengerti isi cerita yang
disampaikan oleh guru. 7. Menutup kegiatan dengan pernyataan penutup
Guru dapat menutup kegiatan storytelling dengan penyataan tertutup terkait cerita yang disampaikan seperti menyampaikan
amanat yang terkandung dalam cerita.
D. Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu yang dapat dijadikan acuan adalah hasil penelitian Rita Diah Ayuni dkk. 2013: 126 membuktikan pengaruh pada perilaku
empati anak, khususnya pada aspek fantasi dikarenakan anak diajak untuk mengimajinasikan cerita yang disampaikan. Melalui imajinasi-imajinasi yang
telah terjadi pada saat storytelling, anak kemudian dapat membayangkan perasaan dan pikiran tokoh permainan yang sedang dibuatnya.
Pada penelitian ini, variabel yang diteliti sama yaitu empati. Namun, pendekatan penelitian dan subjek penelitian berbeda. Pendekatan penelitian
yang digunakan adalah penelitian korelasi dan subjek penelitian adalah siswa kelas II.
40 Hasil Penelitian yang dilakukan oleh F. Widiana Satya P 2012: 21
menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara kemampuan empati anak sebelum dan sesudah mengikuti pembacaan buku cerita. Hal ini
dibuktikan dari hasil post test yang lebih tinggi dari pre test. Anak yang memiliki skor pre test yang rendah dan kemudian memiliki skor post test
yang tinggi. Penelitian ini membuktikan bahwa pembacaan buku cerita efektif dalam meningkatkan kemampuan empati anak.
Penelitian ini memiliki persamaan variabel yang diteliti yaitu kemampuan empati. Perbedaan penelitian ini terletak pada pendekatan penelitian dan
subjek penelitian. Pendekatan penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen dan subjek penelitian adalah anak usia 6-7 tahun yang
bersekolah di Taman Kanak-Kanak.
E. Kerangka Pikir
Sikap empati yang dibahas dalam penelitian ini akan dibatasi dan difokuskan pada masa kanak-kanak akhir atau masa usia sekolah. Masa
kanak-kanak akhir adalah masa dimana anak akan memasuki babak baru dalam kehidupannya yaitu masuk Sekolah Dasar SD. Lingkungan yang
baru menuntut anak untuk dapat menyesuaikan diri. Ketika masuk sekolah dasar, anak akan mengenal teman sebayanya, guru sekolah maupun warga
sekolah lainnya. Anak juga akan lebih sering menghabiskan waktu dengan teman sebayanya. Teman sebaya dapat memberikan pengaruh baik maupun
buruk. Oleh karena itu, agar anak terhindar dari perilaku menyimpang yang dapat menghambat tugas perkembangannya maka peran keluarga sangatlah
penting dalam menanamkan nilai-nilai yang dapat membantu anak dalam
41 membangun hubungan sosialnya. Salah satunya yaitu dengan mengajarkan
anak bahwa pentingnya memiliki rasa kasih sayang terhadap orang lain yang diwujudkan dalam sikap empati.
Goleman 2004: 148 menyatakan bahwa anak-anak dengan empati mampu menjalin hubungan sosial yang baik karena empati mendasari banyak
segi tindakan dan pertimbangan moral. Hal ini menandakan bahwa pentingnya bagi anak untuk memiliki sikap empati karena akan berpengaruh
terhadap perkembangan hubungan sosialnya. Namun, sikap empati pada setiap anak itu berbeda-beda. Untuk meningkatkan sikap empati pada anak-
anak, maka dibutuhkan sebuah metode yang nantinya dapat memiliki dampak yang baik bagi perkembangan empati anak. Metode tersebut adalah
storytelling. Sekolah yang menjadi tempat penelitian yaitu SD Negeri Caturtunggal 3 Depok. Di sekolah tersebut sudah pernah dilakukan
storytelling, namun belum optimal sehingga harus ada perbaikan agar dapat meningkatkan sikap empati anak.
Storytelling merupakan kegiatan menyampaikan cerita kepada pendengar dengan tujuan memberikan informasi atau pesan yang terkandung
di dalam cerita agar pendengar dapat merasakan emosi sesuai dengan jalan cerita yang disampaikan. Bercerita bukan hanya berbagi pengetahuan tentang
isi cerita dan pengalaman, tetapi juga memberikan suatu nasihat kepada anak dan memperkenalkan anak kepada nila-nilai moral dan sosial.
Selama melakukan kegiatan storytelling, sikap empati yang diharapkan muncul pada anak adalah dilihat dari bagaimana ekspresi anak dalam
mendengarkan cerita, pendapat anak terhadap cerita yang telah disampaikan,
42 perumpamaan jika anak menjadi salah satu tokoh dalam cerita tersebut, apa
yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah yang pada cerita tersebut. Peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data untuk mengukur
sikap empati siswa yaitu wawancara, observasi dan skala sikap empati. Hasil dari analisis ketiga teknik ini akan menunjukkan apakah sikap empati siswa
mengalami peningkatan atau tidak.
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
F. Hipotesis Tindakan