73 terkait cerita. Ibu guru bertanya apa yang dilakukan jika ada seseorang
yang menghina anak-anak seperti Rasulullah dalam cerita tersebut dan bagaimana tanggapan jika ada teman yang selalu baik terhadap anak-
anak meskipun anak-anak sering mengejeknya. Siswa mulai memberikan pendapat yang bermacam-macam seperti harus sabar
walaupun dihina, lebih baik diam karena orang itu akan berhenti menghina, meminta maaf kepada teman yang selalu diejek dan
menyesali perbuatan sendiri yang mengejek teman serta berjanji tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Respon empatik yang disampaikan
siswa terkait cerita tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan. Pengamatan setelah kegiatan storytelling sangat singkat karena
pelaksanaan kegiatan storytelling pada jam mata pelajaran terakhir sehingga setelah selesai kegiatan storytelling siswa langsung pulang.
4. Hasil Tindakan Siklus I
Hasil tindakan pada siklus I diketahui melalui post test I, pengamatan dan wawancara. Pemberian post test siklus I dilaksanakan pada hari rabu
tanggal 11 Mei 2016 jam 11.45-12.15 wib. Berikut adalah rincian skor post test I dapat dilihat pada tabel 9 berikut :
Tabel 11. Hasil Post Test I No
Nama Subjek Skor Post Test I
Kategori 1
AAF 103
Sedang 2
ADS 126
Tinggi 3
ADP 99
Sedang 4
BRDK 103
Sedang 5
BYH 88
Sedang 6
DSW 100
Sedang 7
DDP 84
Sedang 8
DAKS 94
Sedang 9
KAP 124
Tinggi
74 10
KRS 105
Sedang 11
LNS 90
Sedang 12
LPH 110
Tinggi 13
NDAP 81
Sedang 14
NAAJ 124
Tinggi 15
NASMP 121
Tinggi 16
RPW 106
Tinggi 17
RND 130
Tinggi 18
SS 96
Sedang
Berdasarkan hasil post test I diatas sudah menunjukkan adanya peningkatan dari hasil pre test meskipun skor rata-rata siswa masih dalam
kategori sedang sebesar 82,44. Selain hasil post test yang menunjukkan adanya peningkatan skor
sikap empati siswa, hal lain juga ditunjukkan dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
selama tindakan siklus I, secara keseluruhan tindakan yang diberikan berjalan lancar dan sebagian besar sesuai dengan rencana yang disepakati
oleh peneliti dan guru wali kelas IV. Pada tindakan I, siswa yang menjadi subjek penelitian belum
menunjukkan sikap empati walaupun ibu guru mencoba untuk membuat siswa aktif dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan cerita. Siswa yang aktif dalam kegiatan storytelling adalah siswa yang memiliki skor sikap empati yang tinggi. Namun, guru wali kelas
melakukan storytelling dengan cukup baik sehingga selama kegiatan storytelling semua siswa mengikutinya dengan sungguh-sungguh.
Pada tindakan II, beberapa siswa mulai memperlihatkan sikap empatinya baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini dikarenakan pada
75 tindakan II, ibu guru membacakan cerita yang menyedihkan tentang ibu.
Siswa memperlihatkan wajah yang sedih ketika mendengar cerita itu, bahkan ada siswa yang matanya tampak merah dan berkaca-kaca seperti
menangis. Sebagian besar siswa mengatakan bahwa cerita itu sedih sehingga siswa ikut merasakannya. Siswa yang mejadi subjek penelitian
cukup aktif daripada tindakan I, namun masih ada beberapa siswa yang belum aktif di kelas.
Pada tindakan III, respon empatik yang diperlihatkan oleh siswa begitu terbatas. Hal ini dikarenakan hari tindakan bertepatan pada ulangan harian
mata pelajaran bahasa Indonesia sehingga siswa berkonsentrasi dalam menjawab pertanyaan ulangan harian. Setelah siswa selesai mengerjakan
soal dan dikumpulkan ke depan kelas, ibu guru hanya membahas 2 soal dikarenakan waktu yang tersisa sedikit sehingga respon empatik siswa
terhadap cerita tersebut kurang dapat diuraikan secara lebih jelas. Pengamatan yang dilakukan peneliti tidak hanya ketika tindakan
dilaksanakan tetapi juga setelah tindakan selesai. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi terkait sikap empati siswa setelah
diberikan tindakan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa ada perubahan pada siswa terkait sikap empatinya.
Siswa mulai lebih memperhatikan lingkungan di sekitarnya. Ketika ada teman yang menangis di kelas, teman yang lain berusaha untuk
menenangkannya, siswa tidak keberatan untuk berbagi makanan dengan temannya dan ketika siswa laki-laki berkelahi dengan siswa perempuan
76 yang mengakibatkan siswa perempuan menangis maka siswa laki-laki
meminta maaf terlebih dahulu kepada siswa tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru wali kelas, siswa mulai
menunjukkan sikap empatinya. Pada kegiatan membatik, siswa yang benama LPH mengalami cidera pada tangannya karena tidak sengaja
terkena tumpahan cairan panas yang digunakan untuk membatik. Melihat tangan temannya yang terluka, siswa langsung memberitahu ibu guru dan
segera mencari lidah buaya untuk mengobati luka temannya. Selain itu ada yang memberikan minum untuk LPH dan merasa kasihan melihat
temannya terluka. Peristiwa lain misalnya ketika air minum temannya yang bernama
RND tumpah, siswa langsung mengambilkan lap dan ada yang menyingkirkan buku agar tidak terkena air. Perilaku siswa yang seperti itu
menunjukkan bahwa siswa mulai mengalami perubahan terhadap sikap empatinya yang mana biasanya ketika ada air minum temannya tumpah,
tidak ada yang langsung mengambilkan lap jika tidak diminta untuk mengambil lap oleh ibu guru dan siswa hanya melihat saja tanpa
berkeinginan untuk membantu temannya. Hasil observasi pada siklus I menunjukkan bahwa adanya perubahan
pada siswa yang lebih baik terkait sikap empati. Namun perubahan yang terjadi belum mencapai persentase skor rata-rata sikap empati yaitu 75
yang menjadi syarat keberhasilan tindakan dan harus ada perbaikan untuk menutupi kekurangan yang terjadi pada tindakan siklus I. Oleh karena itu,
peneliti memutuskan untuk melanjutkan penelitian ke siklus kedua.
77
5. Refleksi dan Evaluasi Siklus I