Efektivitas penanaman sikap keberagamaan pada siswa tunanetra (Studi Kasus pada Siswa Tunanetra Tingkat SMP dan SMA di Sekolah Luar Biasa (SLB) A Pembina Tingkat Nasional Lebak Bulus Jakarta Selatan)

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh: Taopik Muarip 1111011000110

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

i

di SLB A Pembina Tingkat Nasional Lebak Bulus Jakarta Selatan.” Jurusan

Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Fungsi agama yang membentuk moralitas manusia tidak serta-merta tertanam pada jiwa pemeluknya, diperlukan suatu usaha yang membangun interaksi antara pemeluk dengan ajaran keberagamaan. Dalam hal ini, pendidikan merupakan bagian dari wadah dalam menjembatani manusia terkhusus dalam menanamkan nilai keislaman. Maka dari itu, ajaran keagamaan yang termuat dalam sistem pendidikan baik formal maupun non formal sepantasnya mampu menanamkan akan nilai keagamaan terhadap peserta didik yang dalam finalitasnya bisa membentuk sebuah sikap keberagamaan sebagai kualitas dari moralitas manusia religius.

Penelitian dalam skripsi ini menggunakan Metode kualitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, adalah menguraikan hasil penelitian sebagai usaha untuk menggambarkan kondisi lapangan yang telah diteliti. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan lapangan. Penulis melakukan kegiatan penelitian pada sebuah lapangan penelitian yang dalam hal ini adalah SLB A Pembina Tingkat Nasional yang bertempat di Lebak Bulus Jakarta Selatan.

Penulisan Skripsi ini merupakan usaha untuk menggambarkan akan keberhasilan program keagamaan yang diadakan di SLB A Pembina Tingkat Nasional. Penelitian ini meliputi pengkajian terhadap sikap keberagamaan siswa tunanetra yang dalam hal ini menggunakan serangkaian teknik penelitian yang telah dimaksudkan, dengan berpijak pada berbagai teori yang menyangkut sikap keberagamaan secara umum disertai tambahan dari teori mengenai perkembangan keberagamaan pada fase remaja, karena informan yang diteliti adalah siswa tingkat SMP dan SMA-LB. Dalam penelitian ini kajian lebih dispesifikasikan


(6)

ii

Sekolah luar Biasa memiliki usaha untuk memberikan penenaman keberagamaan melalui beberapa program keagamaan yang telah dicanangkan. Sedangkan menganai pengamalan keberagamaaan siswa tunanetra lebih dipengaruhi oleh bimbingan dari orang tua. Maka dari itu diperlukan sinkronisasi antara pihak SLB sebagai pengajar dan Orang tua siswa sebagai pengawas dan pembiasaan keberagamaan siswa tunanetra. Selain itu, latar belakang SLB A PTN yang merupakan sekolah Negeri dan tidak memiliki latar belakang sekolah islam secara langsung, tidak banyak memberikan pengetahuan keagamaan pada siswa tunanetra, menjadikan pembelajaran keagamaan di lembaga pendidikan keagamaan khusus tunanetra sebagai alternative dalam menanamkan nilai pengetauan dan pengamalan keagamaan bagi siswa tunanetra di luar jam formal SLB A PTN.

Kata kunci : Efektivitas Penanaman Sikap Keberagamaan pada Siswa Tunanetra. Pembimbing Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA. Daftar Pustaka, 1984-2014.


(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia berupa kenikmatan tiada tara serta petunjuk-Nya kepada kita sebagai ummat islam baik yang disadari maupun yang tidak kita sadari. Hanya dengan rahmat-Nya lah skripsi ini bisa terwujud. serta kasih sayang dan petunjuk-Nya pula penelitian pada skripsi ini bisa berjalan dengan berbagai hal yang mewarnai keberlangsungan penulisan baik yang sifatnya mudah maupun sukar. Semua itu adalah kehendak Allah SWT yang patut disikapi dengan keikhlasan dan keridhaan. Semoga keberkahan diharapkan bisa hadir pada kesuksesan skripsi ini.

Shalawat dan salam dihaturkan pada Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai panutan manusia. Dengan perjuangannya kita bisa mendapatkan ajaran Islam beserta karunia dan petunjuk yang terkandung di dalamnya. Kiranya kita sebagai umat Nabi Muhammad sepatutnya meniru akan kegigihan dan perjuangannya, termasuk dalam penulisan skripsi ini. Meski tidak sebanding dengan pengorbanan Nabi Muhammad, perjuangan dan kegigihan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini diharapkan bisa mendatangkan rahmat ALLAH SWT.

Terkait dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan bahwa dengan selesainya penelitian dan penyajian yang termuat dalam skripsi ini adalah tidak terlepas dari berbagai hal yang menunjang akan keberlangsugnan kegiatan penulisankarya ini. Termasuk berbagai pihak yang ikut andil atas kelancaran skripsi ini baik berupa doa dan dorongan semagnat yagn telah diberikan. Maka drai itu penulis mengucapkan banyak terimakasih Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kepada Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyyah Dan Keguruan UIN Jakarta.

2. Kepada Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., (dosen pembimbing Skripsi)

3. Kepada Dr. Abdul Majid Khon, MA., (ketua jurusan Pendidikan Agama

Islam). serta Ibu Marhamah Saleh, Lc, MA., (sekretaris Jurusan PAI).


(8)

5. Kepada seluruh dosen yang telah memberikan pengajaran kepada penulis selama menimba ilmu di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kepada Ibu dan Ayah penulis (Mamah dan Apa) yang senantiasa memberikan

motivasi dan jasa, karena bagi saya Ibu adalah motivator yang selalu memberikan nasihat serta dorongan positif kepada anak-anaknya dan Ayah adalah pahlawan yang selalu berjuang dengan gigih untuk keluarganya. Karena atas doa dan jasa keduanyalah penulis termotivasi untuk selalu berjuang terutama berjuang untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada Kakek dan Nenek baik dari pihak ibu maupun ayah, yang senantiasa

memberikan doa dan dorongan baik materil maupun moril

8. Kepada Adik dan Kakak tercinta, Ernitasari dan Miya Amiyati

9. Kepada Keponakan dan Adik sepupu, Edshel Fathian Al-Ghaisan dan

Muhammad Rizal Al-Ghifari.

10.Kepada seluruh keluarga penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, baik

dari pihak ibu Bibi Ela dan lainnya, maupun ayah Ua Any dan lainnya, yang telah memberikan semangat dan doa pada penulis.

11.Kepada semua teman baik teman di jurusan PAI maupun teman di Himpunan

Mahasiswa Persatuan Islam (HIMA Persis), dan lainnya, yang telah memberikan bantuan atas kelancaran penyusunan skripsi ini, baik secara teknis maupun moral.

12.Kepada smua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, penulis

mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dan jasa pada penulis selama menimba ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikianlah skripsi ini telah penulis sajikan, terlepas akan keberhasilan pada penelitian skripsi ini, penulis tidak memungkiri banyak kekurangan baik di dalam penyajian maupun didalam pengkajian terhadap data dan teori yang digunakan. Maka dari itu penulis merasa butuh terhadap kritik yang bertanggungjawab dan saran yang membangun guna sebagai pelajaran bagi penulis dalam memperbaiki kemampuan penulis dalam melakukan penelitian dimasa yang akan datang.


(9)

Penulis pun mengharapkan akan adanya suatu pengkajian skripsi kembali dengan tema yang sama sebagai gambaran akan adanya perbaikan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa lainnya. karenannya, kegiatan penelitian yang bersifat temporal dengan tema yang sama dan peneliti yang berbeda akan mewujudkan sebuah perbandingan suatu penelitian yang saling melengkapi.

Ciputat, 06 Juni 2016.


(10)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah ... 2

1. Identifikasi Masalah ... 2

2. Batasan Masalah ... 3

3. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 4

1. Tujuan Penelitian ... 4

2. Kegunaan Penelitian ... 5

D. Kerangka Berpikir ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II SIKAP KEBERAGAMAAN A. Pengertian Sikap Keberagamaan ... 10

B. Dimensi-dimensi Sikap Keberagamaan... 14

1. Dimensi Ideologis (Keyakinan) ... 15

2. Dimensi Ritualistik (Peribadatan) ... 20

3. Dimensi Eksperensial (Penghayatan) ... 24

4. Dimensi Konsekuensial (Pengamalan Keagamaan) ... 25

5. Dimensi Intelektual (Pengetahuan Keagamaan) ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 30

B. Objek Penelitian ... 31

C. Metode, Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 32


(11)

1. Jenis Data ... 34

2. Populasi dan Sampel ... 34

E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 36

1. Interview atau Wawancara ... 37

2. Observasi ... 39

3. Dokumentasi ... 40

4. Catatan Lapangan ... 40

F. Teknik Validasi Data ... 41

G. Teknik Analisa Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN TERHADAP SIKAP KEBERAGAMAAN SISWA TUNANETRA DI SLB A PTN (PEMBINA TINGKAT NASIONAL) A. Program Keagamaan SLB A PTN ... 44

1. Visi dan Misi ... 44

2. Praktik Keagamaan ... 45

B. Analisa terhadap Sikap Keberagamaan Siswa Tunanetra ... 49

1. Aspek Ideologis (keyakinan) Siswa Tunanetra ... 50

a. Mengimani Agama Islam ... 50

b. Intensitas Mengingat Allah SWT ... 58

2. Aspek Ritualistik (Peribadatan) Siswa Tunanetra ... 61

a. Intensitas Shalat Siswa Tunanetra ... 61

b. Intensitas Puasa Siswa Tunanetra ... 66

c. Intensitas Membaca Al-Qur’an ... 68

3. Aspek Eksprenensial (Penghayatan) Peribadatan Siswa Tunanetra ... 69

a. Nilai Penghayatan Dalam Ibadah Shalat ... 69

b. Nilai Penghayatan Ibadah Puasa Siswa Tunanetra ... 70

4. Dimensi Konkesuensial (Akhlak) Siswa Tunanetra ... 72

a. Nilai Rasa Menerima dan Intensitas Syukur Siswa Tunanetra ... 72


(12)

c. Nilai Solidaritas Siswa Tunanetra ... 77

d. Nilai Estetika dalam Pergaulan Siswa Tunanetra ... 78

e. Nilai Menjaga Batasan dengan Lawan Jenis ... 81

f. Nilai Menjaga Lingkungan ... 82

5. Aspek Intelektual (Pengetahuan Keagamaan) Siswa Tunanetra (Pengetahuan Keagamaan) ... 85

a. Pengetahuan Tentang Fikih Ibadah ... 85

b. Ketrampilan Membaca al-Qur’an ... 87

c. Hafalan Qur’an Siswa Tunanetra ... 88

d. Pengetahuan Tentang Hadits Nabi ... 89

C. Analisa Keberhasilan Program Keagamaan SLB A PTN ... 91

1. Tinjauan Pengetahuan (Transfer of Knowledge) ... 91

2. Tinjauan Tindakan (Transfer of Action) ... 92

3. Tinjauan Prilaku (Transfer of value) ... 93

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Program Keagamaan SLB A PTN... 94

1. Faktor Pendukung ... 94

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 98

1. Tinjauan Sikap Keberagamaan Siswa Tunanetra ... 98

2. Tinjauan Keberhasilan Program Keagamaan SLB A PTN ... 99

B. Saran ... 101 DAFTAR PUSTAKA


(13)

1

Secara formal, pendidikan bukan hanya diperuntukan untuk siswa normal saja, melainkan ada lembaga pendidikan yang diperuntukkan untuk siswa yang memiliki kebutuhan khusus, semisal sekolah yang dikhususkan

untuk siswa tunanetra. Menurut Agustyawati dan Solicha, “Dalam bidang

pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra.Tunanetra adalah salah satu jenis hambatan fisik yang ditandai

dengan ketidakmampuan seseorang untuk melihat, baik menyeluruh (total

blind) ataupun sebagian (low vision) dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat khusus, mereka masih tetap memerlukan pendidikan khusus”.1

Pada setiap pendidikan selalu diajarkan mengenai masalah keagamaan. Terlepas dalam lembaga pendidkan yang bernuansa keagamaan maupun yang bersifat umum. Semua memberikan jatah jam pelajaran keagamaan sebagai bukti akan pentingnya nilai keagamaan yang perlu ditanamkan pada peserta didik. Termasuk pada lembaga pendidikan luar biasa sekalipun.

Pada tatanan realitas dalam pembelajaran tidak bisa secara langsung akan mewujudkan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Artinya sebuah program pembelajaran terkhusus keagamaan tidak secara mudah bisa membentuk perilaku siswa sesuai dengan apa yang menjadi misi pembelajaran tersebut. Penulis berkesempatan untuk mengajar mata pelajaran agama Islam pada siswa tunanetra di SLB A Pembina Tingkat Nasional di Lebak Bulus Jakarta Selatan. Darinya selama melakukan kegiatan mengajar tersebut, penulis menjumpai beberapa hal terkait keberagamaan siswa yang dinilai kurang wajar, semisal ada peserta didik yang tidak bisa melafalkan shalawat nabi, ataupun mayoritas siswi tunanetra tidak memakai jilbab.

1

Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:


(14)

Kondisi demikian mengundang tanya apakah memang siswa tunanetra tidak terlalu intens dalam mempelajari agama, ataukah karena dengan kondisi ketunanetraan berdampak pada kondisi keberagamaan siswa tunanetra. Tentu hal demikian menarik penulis untuk melakukan pengkajian lebih lanjut dalam memperoleh informasi akan keberagamaan siswa, dan timbul rasa keingintahuan untuk mengetahui keterkaitan antara kondisi keterbatasan siswa dengan kualitas keberagamaan.

Maka dengan alasan tersebut, penulis merasa tertarik untuk mengetahui mengenai sikap keberagamaan siswa dengan kaitannya terhadap tingkat keberhasilan suatu program keagamaan yang telah terwujud menimbang program keagamaan di sekolah sebagai jalan dalam menanamkan nilai keagamaan untuk membentuk sikap keberagamaan siswa. Dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai sikap keberagamaan yang dalam hal ini siswa tunanetra sebagai sumber penelitian untuk menggambarkan mengenai efektivitas program keagamaan tersebut.

Maka dari itu, penulis memberikan judul pada karya ini dengan “Efektivitas

Penanaman Sikap Keberagamaan Pada Siswa Tunanetra, Studi Kasus Pada Siswa Tunanetra Tingkat SMP dan SMA di Sekolah Luar Biasa

(SLB) A Pembina Tingkat Nasional Lebak Bulus Jakarta Selatan”.

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Dari uraian yang telah dipaparkan, penulis dapat mengidentifikasi permasalahan yang menjadi dasar penelitian ini, dengan uraian sebagai berikut:

a. Ajaran Agama bukan sesuatu yang alamiah yang langsung tertanam

pada manusia sejak lahir. Maka dari itu manusia bila tidak mendapatkan pengenalan agama akan jauh dari moral ideal keagamaan dalam hidupnya.


(15)

informasi dan menanamkan nilai keagamaan pada pemeluknya.

Di dalamnya memiliki tujuan tertentu untuk membentuk keberagamaan siswa, namun secara realitas kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan tidak relevan dengan perilaku yang terlihat pada peserta didik

c. Penulis merupakan mahasiswa yang berkesempatan melakukan praktik

mengajar di SLB A PTN, dalam pengalaman penulis menjumpai beberapa siswa yang tidak bisa melafalkan shalawat nabi, ataupun mayoritas siswi yang tidak menggunakan jilbab.

d. siswa tunanetra yang penulis jumpai tidak hanya mengalami hambatan

penglihatan dalam belajar, melainkan pula terdapat beberapa siswa yang memiliki hambatan lain yang menghambat proses pembelajaran.

e. Pada tatanan lembaga pendidikan formal, terdapat dua jenis lembaga

yaitu pendidikan untuk siswa umum, dan pendidikan untuk siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Kondisi demikian menunjukkan ada cirri khas antara kedua peserta didik yang tidak bisa disamaratakan. Sedangkan agama dibebankan pada semua makhluk yang berakal, namun apakah suatu kondisi khusus, memiliki ciri khas yang khusus pula dalam keberagamaan.

2. Batasan Masalah

Sikap keberagamaan merupakan suatu kajian yang memiliki cakupan luas, dan terbentuk dari kompleksitas pengalaman peserta didik, baik dari lingkungan keluarga, sosial, pertemanan, pendidikan dan lainya. Dengan demikian, jangkauan pembahasan sikap keberagamaan teramat luas, maka penulis harus membatasi cakupan kajian dalam keberagamaan siswa dengan beberapa poin sebagai berikut:

a. Lokasi yang menjadi penelitian sikap keberagamaan siswa tunanetra

hanya terbatas pada SLB A Pembina Tingkat Nasional, sebagai lokasi yang dipilih menjadi tempat penelitian ini berlangsung.

b. Sikap keberagamaan siswa tunanetra di dalam penelitian ini hanya


(16)

PTN, dan terbatas pada kajian terhadap efektivitas program keagamaan dalam menanamkan nilai keagamaan pada siswa tunanetra.

3. Rumusan Masalah

Dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis akan

memaparkan rumusan masalah yaitu “Bagaimanakakah sikap

keberagamaan siswa tunanetra di SLB A Pembina Tingkat Nasional Lebak Bulus Jakarta Selatan?”. Dari rumusan tersebut, penulis akan mengkajinya melalui pendekatan yang akan diuraikan melalui sub masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah tingkat keyakinan keagamaan siswa tunanetra?

b. Bagaimanakah intensitas peribadatan siswa tunanetra?

c. Bagaimanakah penghayatan peribadatan siswa tunanetra?

d. Seperrti apakah pengamalan nilai keagamaan siswa tunanetra?

e. Seperti apakah tingkat pengetahuan keagamaan siswa tunanetra?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan suatu harapan dalam pencapaian terhadap

sesuatu yang dilakukan dalam atau setelah kegiatan selesai.2Sebagaimana

pada Penelitian skripsi ini adalah usaha untuk mendeskripsikan sikap keberagamaan siswa tunanetra dengan mengunakan berbagai sumber data, baik yang bersumber dari siswa tunanetra, maupun dari guru dan lainnya yang dinilai relevan dengan kebutuhan dalam penelitian ini. Bukan hanya itu, penulis pun menggunakan beberapa sumber tertulis untuk dijadikan pijakan dalam kajian penelitian ini. Semua itu merupakan bertujuan untuk mendeskripsikan sikap keberagamaan siswa tunanetra sebagai gambaran akan tingkat efektivitas program pembelajaran keagamaan yang telah diwujudkan di SLB, Pengkajian pada skripsi ini meliputi sikap keberagamaan serta perkembangannya, pada siswa tunanetra.

2

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012), Cet. Ke-10,


(17)

Hal demikian dikarenakan sikap keberagamaan siswa merupakan representasi dari pengaruh pembelajaran keberagamaan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Semua itu akan menjadi bahan penelitian pada skripsi ini. Selain itu, perkembangan keberagamaan turut dikaji menimbang informal yang menjadi sumber utama penelitian ini adalah siswa tunanetra pada jenjang SMP-LB dan SMA-LB, yang secara psikologis berada pada fase perkembangan remaja yang dalam hal ini perkembangan keberagamaan pada masa remaja secara teoritis berpijak pada berbagai keterangan tentang sikap keberagamaan serta perkembangan keberagamaan yang dibahas dalam beberapa sumber tertulis baik dari para tokoh Islam secara umum, maupun dari psikologi agama.

Dengan menggunakan berbagai teori mengenai sikap dan perkembangan keberagamaan secara teoritis, penulis memiliki harapan untuk bisa menjadi bagian dalam mengembangkan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan terkhusus pada tema yang dibahas dalam skripsi ini. Maka tulisan ini memiliki tujuan mengekplorasi suatu teori terkait sikap dan perkembangan keberagamaan. Yang dalam hal ini siswa tunanetra sebagai sumber penelitiannya. Semoga tulisan ini bisa menambah khazanah ilmu pengetahuan terutama tentang sikap keberagamaan serta perkembangannnya.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dibuat bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan untuk menyelesaikan tugas akhir kelulusan dalam perkuliahan saja. Melainkan lebih dari itu. Dengan ditulisnya skripsi ini mudah-mudahan bisa bermanfaat bukan hanya sekedar meramaikan khazanah keilmuan saja, tetapi juga turut mendatangkan kegunaan terkhusus terhadap sekolah tempat penelitian ini dilakukan. Karena sebagaimana telah diungkapkan bahwa skripsi ini adalah untuk mengulas sikap keberagamaan siswa tunanetra melalui pendeskripsian diharapkan bisa menjadi gambaran dalam mengetahui tingkat keberhasilan sekolah dalam menanamkan nilai keberagamaan pada siswa.


(18)

Dengan hal demikian, semestinya bisa mendatangkan manfaat bukan hanya kepada penulis, melainkan terkhusus pada sekolah tempat penelitian ini berlangsung, yaitu SLB A Pembina Tingkat Nasional Lebak Bulus Jakarta Selatan. Yaitu bisa dimanfaatkan untuk menjadi bagian dalam sumber evaluasi sekolah terhadap program keagamaan guna mendatangkan kualitas program yang lebih baik di masa yang datang.

D. Kerangka Berpikir

Penelitian pada skripsi ini mengunakan judul “Efektivitas

PenanamanSikap Keberagamaan pada Siswa Tunanetra di Sekolah Luar Biasa (SLB) A Pembina Tingkat Nasional Lebak Bulus Jakarta Selatan”. Ada tiga poin besar yang menjadi bahan pengkajian utama pada penelitian dilakukan dalam skripsi ini. Yaitu perihal program keagamaan yang diselenggarakan di SLB A Pembina Tingkat Nasional, kemudian Sikap Keberagamaan padasiswa tunanetra, dan efektivitas penanaman sebagai hasil usaha program keagamaan dalam membentuk sikap keberagamaan siswa tunanetra.

Poin pertama terkait Program keagamaan yang diadakan di SLB APTN, dalam hal ini, penulis akan mencari data atau keterangan tersebut melalui pihak sekolah terkait. Guna sebagai bahan dalam menentukan arah kajian pada skripsi ini. Semua hal yang tercantum dalam program keagamaan tersebut, akan menentukan arah kajian pada skripsi ini. Pada bagian ini, penulis hanya sekedar mendapatkan data tanpa terlalu jauh dalam menganalisa program tersebut, karena objek kajian utama adalah sikap keberagamaan siswa. penulis hanya mencari rincian dari jenis program keagamaan yang dilaksanakan sebagai dasar dalam menentukan arah kajian pada skripsi ini,

Kemudian poin kedua mengenai sikap keberagamaan. Poin ini adalah poin inti dalam penelitian ini, karena sebagai objek kajian utama yang akan menjadi bahan penelitian dan kajian pada skripsi ini. Dalam mengkaji sikap keberagamaan, penulis akan mencari berbagai sumber tertulis yang relevan


(19)

dengan pembahasan mengenai keberagamaan yang ditulis oleh para tokoh yang konsen di bidang ini. Poin ini merupakan dasar pijakan teoritis dalam mendukung kajian skripsi ini. Melalui teori mengenai sikap keberagamaan tersebutlah penulis akan melakukan pengkajian pada skripsi ini, sekaligus sebagai fokus penelitian sehingga pembahasan dalam kajian ini tidak jauh melebar.

Bukan hanya itu, penulis dalam hal sikap keberagamaan akan membahas pula mengenai perkembangan keberagamaan. Karena sumber data utama pada penelitian ini adalah siswa pada jenjang SMP dan SMA yang secara psikologis berada pada fase remaja. Maka dari itu, relevan untuk mengkaji teori ini, sebagai bahan pertimbangan dalam mendukung data yang ditemukan dilapangan sehingga menjadi bahan untuk memvalidasi data tersebut.

Adapun pendekatan dalam membahas sikap keberagamaann tersebut, penulis akan menggunakan pendekatan dari rumusan keberagaman yang dirumuskan oleh C. Y. Glock dan R. Stark. Di dalamnya memuat lima dimensi keberagamaan, yaitu dimensi keyakinan, ritual ibadat, penghayatan, pengamalan, dan dimensi pengetahuan keberagamaan. Pendekatan ini sangat dibutuhkan penulis dalam mengkaji objek penelitian pada skripsi ini. Dengan rumusan inilah penulis akan menentukan rincian dan poin-poin pembahasan tertentu dalam menentukan arah pada permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini

Dan poin terakhir mengenai Efektivitas penanaman sikap keberagamaan.Dalam hal ini, adalah efek program keagamaan sekolah yang dilaksanakan dalam membentuk perkembangan keberagamaan siswa tunanetra. Dalam mengukur tingkat efektivitas program tersebut, penulis akan berpijak pada rumusan yang digagas oleh Haidar Putra Daulay yang memaparkan tiga sasaran dalam pendidikan.

Pendidikan setidaknya memiliki tiga sasaran.Pertama, sasaran

pengisian otak (transfer of Knowledge). Di sini yang paling ditekannkan

adalah mengisi kognitif peserta didik, mulai dari yang sederhana, sampai


(20)

Sasarannya menumbuhkan kecintaan kepada kebaikan, serta membenci

kepada kejahatan. Ketiga, perbuatan (transfer of activity).Tujuannya adalah

menumbuhkan keinginan untuk melakukan yang baik, serrta menjauhi prilaku

yang buruk.3

Ketiga poin tersebut relevan dengan objek kajian pada skripsi ini yaitu mengenai sikap keberagamaan siswa tunanetra yang termuat di dalamnya mengenai pengetahuan keagamaan siswa, kemudian aplikasi siswa tunanetra terhadap nilai keberagamaan, serta dampak keberagamaan terhadap prilaku siswa tunanetra. Semua itu akan diukur melalui pendekatan tersebut, sebagai usaha penulis dalam mendapatkan hasil berupa kesimpulan dalam menentukan efektivitas penanaman program keberagamaan pada siswa tunanetra.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini mengacu pada panduan dalam buku pedoman penulisan skripsi yang dibekali oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam hal ini, penulis merangkai penulisan dengan jumlah lima bab yang penjelasannya sebagai berikut:

Penulisan akan dimulai dari BAB I. Bab ini adalah awal dari pemaparan dalam penulisan ilmiah. Di dalamnya membahas mengenai pendahuluan yang terinci dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, serta sistematika penulisan. Semua itu akan dipaparkan guna menjadi penentuan awal dalam keberlangsungan penelitian pada skripsi ini.

Kemudian berikutnya adalah BAB II, di dalamnya menjelaskan perihal landasan teori. Didalamnya akan memaparkan hal yang terkait objek penelitian pada penelitian ini. Yaitu perihal sikap keberagamaan yang bersumber dari berbagai literatur yang ditulis oleh para pemikir agama terkhusus Islam, maka pemikiran tersebut penulis akan menggali sebuah

3

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di


(21)

esensi dari sikap keberagamaan serta berbagai literature yang mengulas

mengenai perkembangan keberagamaan terkhusus perkembangan

keberagamaan pada masa remaja, menimbang informan pada penelitian ini adalah pada jenjang pendidikan SMP-LB dan SMA-LB, yang semua itu sebagai dasar pijakan teori dalam pengkajian pada data yang didapatkan di lapangan. maka bab ini akan mengulas mengenai sikap keberagamaan secara teoritis, serta perkembangan keberagamaan sebagai dasar dari informal yang diteliti adalah siswa yang menginjak fase remaja.

Kemudian BAB III, akan menjelaskan perihal metodologi penelitian. Dalam pemaparannya akan diawali dengan pembahasan mengenai waktu dan tempat penelitian, setelah itu akan diuraikan mengenai objek, metode penelitian serta rangkaiannya, yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian bab ini merupakan alat penelitian serta modal dasar dalam pengumpulan dan pengolahan data.

BAB IV, Dalam bab ini penulis akan memaparkan tentang hasil penelitian berupa pengkajian terhadap berbagai data yang telah diperoleh di lapangan, yang diolah berdasarkan analisa deskriptif. Maka dalam bab ini merupakan inti dari penelitian dan akan menentukan kesimpulan yang dibahas di BAB berikutnya.

Poin terakhir adalah BAB V, di dalamnya akan memaparkan kesimpulan pada penelitian ini. Pada poin ini adalah poin terakhir sebagai puncak dari penelitian, maka BAB ini sebagai akhir penelitian yang di dalamnya memuat berbagai kesimpulan yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan rumusan masalah. serta memuat berbagai saran dan kritik beserta beberapa lampiran yang mendukung dalam keberlangsungan penelitian skripsi ini.


(22)

10 A. Pengertian Sikap Keberagamaan

Sikap keberagamaan dalam penyebutannya terdiri dari beberapa istilah diantaranya sikap keberagamaan, keagamaan, dan religiusitas. Dalam kamus

besar bahasa Indonesia Keberagamaan diartikan sebagai perihal beragama.4

Sedangkan Religiusitas diartikan sebagai pengabdian terhadap agama atau

kesalehan.5 Dalam Kamus Sosiologi Antropologi diartikan sebagai “ketaatan

kepada religi (agama)”6.Sedangkan dalam Kamus Konseling dan Terapi,

religiosity, atau religiusitas diartikan sebagai pola, model, tipe, atau kualitas beragama (keberagamaan, religiusitas) yang dimiliki oleh individu atau sekelompok orang dengan sejumlah dimensinya, dalam pengertian tidak harus

berkaitan dengan ketaatan beragama”.7

Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam berpendapat bahwa, “Relegiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah, dan seberapa dalam penghayatan

atas agama yang dianutnya.”8 Artinhya bisa dipahami bahwa keberagamaan

memililki beberapa aspek yagn tekendung di dalamnya setidaknyha memiulkiiki lima aspek sebagaimana telah disebutkan di atas. Pendapat

diungkapkan oleh Said Agil Al-Munawar bahwa, “Substansi keberagamaan

manusia adalah meyakini adanya suatu Zat di luar dirinya yang bersifat mutlak. Dalam diri manusia terdapat rasa kesadaran tentang kehadiran suatu kekuatan yang maha dahsyat yang menjadi referensi mengalirnya kebahagiaan, ketakutan, kegembiraan, kedamaian, dan sebagainya. Kesadaran

4

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 15.

5

Ibid, h. 1159.

6

M. Dahlan Yacub Al-Barry, Kamus Sosiologi Antropologi, (Surabaya: Indah, tt), h. 277.

7

MAPPIARE, Andi, Kamus Istilah Konseling dan Terapi, (Jakarta: PT. RajaGrapindo

Persada, 2006), h. 279.

8

Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreatifitas Dalam


(23)

itu, secara antropologis telah melahirkan berbagai kepercayaan-kepercayaan di

dunia dari zaman ke zaman”.9

Abdul MunirMulkhan berpendapat, “Keberagamaan adalah tafsir-tafsir

dengan kebenaran relatif, dan oleh karena itu, mengundang perbedaan sesuai kondisi objektif si penafsirnya. Oleh karena itu diperlukan sistem sosial politik

yang bebas dari kekerasan”.10 Di sini religiusitas dipandagn sebagai sesuatu

yang besiat politis, bukan hanya sekedar kegiatuan individu atau kelompok keagamaan tertentu, mlainkan melibatkan berbagai aspek lain yang terkait pemerintahan yagn memberikan pengaruh terhadap keberqagamaan pada suatu bangsa.

Ada beberapa poin besar mengenai sikap keberagamaan, yaitu sikap keberagamaan sebagai sebuah kesalehan, sikap keberagamaan sebagai sebuah penghidmatan dari berbagai aspeknya dimulai dari pengetahuan sampai tindakan konsekuensial, sikap keberagamaan sebagai sebuah perasaan ketulusan kepada yang transenden, dan sikap keberagamaan sebagai sebuah penafsiran parsial yang hanya dipahami oleh pemeluk agama tertentu. Namun keberagmaan pun bukan hanya ormalitas keagamaan, meliainkan lebih dari itu. Aritinua, sikap keberagamaan memiliki makna yagn jauh lebih luas yang terbentuk dari berbagai aspeknya yagn kompleks.

Perbandingan antara Ciri khas agama dan keberagamaan, yaitu Agama lebih menunjuk kepada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan atau kepada

“Dunia dalam aspeknya yang resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan

hukum-hukumnya, serta keseluruhan organisasi-organisasi sosial keagamaan dan

sebagainya yang melingkupi segi-segi kemasyarakatan. Sedangkan

Keberagamaan atau Religiusitas lebih melihat aspek yang “di dalam lubuk hati

nurani” pribadi, sikap personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain,

karena menapaskan intimitas jiwa, cita rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa manusiawinya) ke dalam si pribadi manusia. Karena itu, pada dasarnya religiusitas mengatasi atau lebih dalam dari agama yang

9

Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, (Ciputat: Ciputat Press,

2005), h. 199.

10


(24)

tampak formal, resmi.11

Sikap religius seperti berdiri khidmat dan rukuk secara khusyuk. Yang dicari dan diharapkan untuk anak-anak kita adalah bagaimana mereka dapat tumbuh menjadi abdi-abdi Allah yang beragama baik, namun sekaligus orang yang mendalam cita rasa religiusitasnya, dan yang menyinarkan damai murni karena fitrah religiusnya, meskipun barangkali dalam bidang keagamaannya kurang patuh. Itu dibandingkan dengan orang yang hebat keagamaannya, tetapi ternyata itu cuma kulit luarnya saja. Sedangkan kehidupan

sesungguhnya serba tipuan semu”.12

Jadi sikap keberagamaan tidak seutuhnya dikaitkan dengan tindakan keberagamaan formal, melainkan lebih dari itu, sikap keberagamaan sebagai hasil dari tindakan keberagamaan itu sendiri, dalam arti agama yang diyakininya telah membentuk sebuah kepribadian yang baik bagi pemeluknya, sehingga kepribadian itu terwujud dalam kehidupannya, yang secara agama disebut dengan kesalehan atau akhlak mulia, dan secara umum di sebut dengan moralitas.

Agama di tengah masyarakat hadir bukan hanya mengenai sensasi individual, melainkan menjadi sebuah prilaku pemeluknya baik secara individu maupun kolektif. Karena Antara nilai keagamaan dengan tindakan pemeluknya secara normatif ikut menentukan sikap seseorang dalam

mengantisipasi dan memecahkan setiap permasalahan yang dihadapinya.13

Maka sebuah sikap keagamaan berimbas pada kepribadian pemeluk dan interaksi antar manusia sebagai pedoman yang mengatur tata kehidupan yang bersumber dari nilai ajaran agama yang membentuk sistem moral.

Adapun Kata “moral”, secara etimologi sama dengan “etika”,

sekalipun sumber bahasa asalnya berbeda. Jika sekarang kita memandang arti

kata “moral”, perlu diperhatikan bahwa kata ini bisa dipakai sebagai nomina

(kata benda) atau sebagai adjektiva (kata sifat). Jika kata “moral” digunakan

11

Muhaimin,Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama

Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. Kelima, h. 287-288.

12

Ibid, h. 288.

13


(25)

sebagai kata sifat artinya sama dengan “etis' dan jika dipakai sebagai kata

benda artinya sama dengan “etika”. Dari pemaknaannya, moral diartikan

nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu

kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan istilah Moralitas”

(dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti dasarnya sama dengan “moral”,

hanya lebih abstrak. Kita berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”,

artinya, segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan

buruk.14

Perlu kita pahami, bahwa agama mempunyai sifat mengikat kepada para pemeluknya,maka ajaran-ajaran moral agama lebih besar dan dalam pengaruhnya dari ajaran-ajaran moral yang dihasilkan falsafat dan pemikiran manusia. Ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan Pencipta Alam Semesta mempunyai sifat ketulusan dan absolute yang tidak dapat ditolak oleh manusia, perintah manusia masih bisa dilawan, tapi Perintah Tuhan tak dapat ditentang. Faham inilah yang membuat norma-norma, akhlak yang diajarkan agama mempunyai pengaruhnya dalam membentuk manusia berakhlak dan

berbudi pekerti luhur.15

Keberagamaan erat kaitannya dengan keimanan dan ritual keagamaan. Kedua hal tersebut memang selalu berdampingan dalam keberagamaan manusia. Hal demikianlah yang akan membentuk kepribadian baik bagi pemeluknya dalam berbuat kebajikan atau kesalehan. Maka menengahi antara iman yang abstrak dan tingkah laku atau amal-perbuatan yang konkret itu ialah peribadatan. Hal demikian merupakan konkretisasi rasa keimanan, karena ibadat mengandung makna intrinsik sebagai pendekatan kepada Tuhan (taqarrub). Dalam ibadat itu seorang Hamba Allah, merasakan kehampiran spiritual kepada Khalik-Nya. Pengalaman keruhanian ini sendiri merupakan

14

K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), Cet. Kesebelas, h. 7.

15

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI-Press,


(26)

sesuatu yang dapat disebut sebagai inti rasa keagamaan atau relijiositas.16 Keimanan terhadap Tuhan merupakan pokok dari keberagamaan, dengan keyakinan itulah prilaku keberagamaan akan terbentuk sebagai efek dari keterkaitan antara makhluk dengan Penciptanya. Kualitas keyakinan akan berpengaruh pada kualitas perilaku pemeluknya. Menurut Kamrani, secara berurutan perilaku seseorang digiring oleh tata nilai, yang tata nilai sendiri

keluar dari keyakinan seseorang. Jadi dari keyakinan (believe or conviction)

muncul nilai (value), kemudian muncul sikap (attitude) dan terakhir

muncullah perilaku (behavior).17

Keterkaitan antara keimanan dan amal shaleh tidak serta merta menjadi

hal yang padu dalam keberagamaan, diperlukan interaksi yang

menghubungkan keduanya. Maka keimanan dan amal shaleh bisa terwujud dari tindakan ritual keagamaan atau ibadat. Ibadat bukan hanya sekedar ruang untuk berinteraksi dengan Khalik saja, tetapi juga bisa membentuk kepribadian bagi pelakunya. Karena disamping makna intrinsiknya, ibadat juga mengandung makna instrumental sebagaimana menurut Nurcholis

Madjid, “karena sifatnya yang amat pribadi (dalam seginya sebagai hubungan

antara seorang hamba dan Tuhannya), ibadat dapat menjadi instrumen pendidikan moral dan etik yang amat mendalam dan efektif. Sebagaimana Kitab Suci dengan jelas diungkapkan harapan bahwa salah satu efek

terpenting ibadat ialah tumbuhnya semacam solidaritas sosial.18 Jadi

disamping nilai vertical, ibadat pun bisa melahirkan nilai horizontal dengan sesama makhluk, dalam arti sebagai pembentuk moralitas.

B. Dimensi-dimensi Sikap Keberagamaan

Adapun mengenai dimensi keberagamaan, penulis akan mengacu pada teori yang dirumuskan oleh C. Y. Glock dan R. Stark sebagaimana dibahas dalam buku Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso yang berjudul

16

Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis Terhadap

Keimanan Kemanusiaan dan Kemoderenan, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 2000), Cet. Keempat, h. 60-61.

17

Kamrani Buseri, Nilai Ilahiah Remaja Pelajar, Telaah Phenomenologi dan Strategi

Pendidikannya, (Yogyakarta: UII-Press, 2004), h. 37.

18


(27)

Psikologi Islami, di dalamnya menguraikan lima dimensi keberagamaan yaitu

Dimensi keyakinan (Ideologis), dimensi praktik agama (ritualistik), dimensi

penghayatan (eksperensial), dimensi pengetahuan keagamaan (intelektual),

dan dimensi pengamalan (konsekuensial). Sdangkana dalam rinciannya

penulis hanya akan membahas hal yhagn relevan dengan kebutuhan kebugtuhan kajian dalanm penelitiaqn skripsi ini.

1. Dimensi Ideologis (Keyakinan)

Dimensi Idiologis berisi berbagai pengharapan, dimana penganut agama berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui

kebenaran doktrin-doktrin tersebut. 19 semua penganut agama memiliki

prinsip di dalam keyakinannya, maka dimensi inilah yang mendasari prinsip tersebut. Keberagamaan didasari oleh sebuah keyakinan yang teramat personal, sehingga dimensi ini merupakan sisi yang paling sensitif dalam beragama. adapun dimensi ideologis sama dengan akidah dalam Islam. dimensi ini mengungkap masalah keyakinan manusia terhadap rukun iman, kebenaran agama, serta masalah-masalah ghaib yang diajarkan

agama.20

Ada tiga katagori kepercayaan, yaitu kepercayaan yang menjadi dasar esensi suatu agama, semisal dalam Islam kepercayaan pada kenabian Nabi Muhamad Saw. Kemudian kepercayaan-kepercayaan mengenai tujuan Ilahi dalam menciptakan manusia, hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Kemudian kepercayaan mengenai sebagaimana di dalam Islam ada ayat yang menyatakan bahwa manusia diciptakan cara terbaik dalam melaksanakan tujuan Ilahi, seperti halnya seorang muslim percaya bahwa melaksanakan amal saleh ia harus melakukan pengabdian kepada

Allah, serta penghigmatan kepada sesama manusia.21

19

Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami, Solusi atas

Problematika Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Cet. Ke-2, h. 77.

20

Fuad Nashori, dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam

Perspektif Psikologi Islami, (Jogjakarta: Menara Kudus Jogjakarta, 2002), Cet. Ke-1, h. 78.

21

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama, Sebuah Pengantar, (Bandung: Mizan, 2005),


(28)

Kompleksitas keagamaan pada masyarakat membawa seorang penganut agama harus dihadapkan pada dua hal, yakni ia harus menjalankan ajaran agama yang seutuhnya, dan dilain hal dihadapkan pada keyakinan lain yang secara sosial membawa penganut agama tertentu harus bisa menghargai keyakinan lain yang secara formal merupakan suatu hal yang dinilai salah oleh keyakinan lainnya. Dengan demikian keyakinan terhadap agama secara sosial harus diimbangi dengan pemahaman toleransi antar sesama manusia walaupun secara keyakinan mereka bertentangan. Secara umum boleh saja menyatakan semua agama itu benar, tapi bagi Islam ada pijakan yakni al-Quran yang menyatakan bahwa agama yang diridhai Allah hanyalah Islam. maka pernyataan tentang semua agama itu benar tidak boleh. Serta menyatakan Agama kita lebih baik dan meskipun

memberikan pernyataan seperti itu akan mengganggu akidah”.22

Sebuah keyakinan tidak serta merta tumbuh dalam diri manusia, diperlukan stimulus untuk menumbuhkannya, serta pemeliharaan keyakinan sebagai usaha dalam menjaga keutuhan akidah. Berhati-hati dalam berkeyakinan, bertindak dan berucap mesti dilakukan guna terhindar dari kerusakan akidah yang akan menjerumuskan umat muslim. Kehati-hatian menjaga akidah atau munculnya kecemburuan membuktikan keyakinan yang kuat terhadap agama yang dianutnya. Agama adalah sesuatu yang utama bagi manusia termasuk para pelajar. Keyakinan dan sikap seperti itu merupakan karekteristik kedewasaan dalam beragama membuktikan kematangan beragama. Diantara pertanyaan untuk menaksir kematangan beragama menurut Clark sebagaimana dikutip oleh Kamrani, ialah

pertanyaan tentang apakah agama itu merupakan sesuatu yang utama.23

Ketauhidan merupakan unsur pokok keberagamaan dalam Islam Dengan tauhid itulah keberagamaan Islam bisa tegak, dan jika tauhid bisa tertanam dengan baik pada seorang muslim, maka dengan akan membentuk suatu kepribadian yang berkualitas baik dalam berkeyakinan maupun

22

Kamrani Buseri, Nilai Ilahiah Remaja Pelajar, Telaah Phenomenologi dan Strategi

Pendidikanya, (Yogyakarta: UII-Press, 2004), h. 27.

23Ibid


(29)

bersosial. Menurut M. Amien Rais, “Tauhid berarti komitmen manusia kepada Allah sebagai fokus dari seluruh rasa hormat, rasa syukur, dan sebagai satu-satunya sumber nilai. Apa yang dikehendaki oleh Allah akan menjadi nilai (value) bagi manusia tauhid, dan ia tidak akan mau menerima

otoritas dan petunjuk, kecuali otoritas dan petunjuk dari Allah.24

Dengan tauhid, manusia tidak saja akan bebas dan merdeka, melainkan juga akan sadar bahwa kedudukannya sama dengan manusia lain mana pun. Tidak ada manusia yang lebih superior atau inferior terhadap manusia lainnya. Setiap manusia adalah Hamba Allah yang berstatus sama. Jika tidak ada manusia yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada manusia lainnya di hadapan Allah, maka juga tidak ada kolektifitas manusia, baik sebagai suatu suku bangsa ataupun suatu bangsa, yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada suku bangsa atau bangsa lainnya. Semuanya berkedudukan sama di hadapan Allah. Yang membedakan satu dengan lainnya hanyalah tingkat ketakwaan pada Allah SWT (Al-Hujurat: 13).25

Umumnya bukti seorang beriman kepada Tuhan secara dzahir tergambar dari tindakan keagamaan semisal berdoa dan ikhtiar dalam perbuatan yang dilakukannya hanya karena Allah. Kesadaran akan adanya Tuhan bukan hanya sekedar dibuktikan dengan berdoa saja, tetapi ditambah pula dengan intensitas ingat terhadap Tuhan yang selalu menyertai dalam

kehidupan ini.26

Oleh karenanya, sebuah keyakinan kepada Allah ditandai dengan intensitas rasa selalu diawasi dalam sertiap perbuatan yang kemudian akan menimbulkan sikap kepatuhan, sehingga selalu menunaikan apa yang diajarkan agama dengan baik dan tidak lalai. Dalam arti akan menimbulkan kedisiplinan dalam sikap orang yang beriman, sebagaimana menurut

Nurcholis Madjid, “Maka dalam rangka menanamkan budaya disiplin,

24

M. Amien Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Bandung: Mizan, tt), h. 13.

25Ibid

, h. 14.

26

Kamrani Buseri, Nilai Ilahiah Remaja Pelajar, Telaah Phenomenologi dan Strategi


(30)

penting sekali ditanamkan keimanan yang mendalam kepada Allah, khususnya keimanan dalam arti keinsafan akan adanya Dia Yang Maha Hadir (Omnipresent), yang selalu menyertai manusia dan tidak pernah

absen barang sedetik pun dalam mengawasi tingkah laku manusia itu”.27

Beriman kepada kitabullah merupakan bagian dari pokok akidah

umat Islam,bukan hanya sekedar mengimani kitab suci al-Qur’an, tetapi

juga kitab yang diturunkan pula kepada para Rasul sebelum Nabi Muhammad. Khusus bagi umat Muhammad, mengimani al-Quran bukan sekedar mempercayainya akan tetapi menjadikannya sebagai bacaan, sebagai Hudan atau petunjuk, maupun sebagai furqan atau pemerjelas mana yang hak dan mana yang batil.

Jika kitab suci ini tersusun dari hasil karya manusia, maka niscaya akan timbul berbagai pertentangan di dalamnya. Kalau hal itu terjadi, akan

goncang dan cemaslah orang-orang yang beragama Islam itu sendiri.28

Artinya, seorang yang beriman kepada kitabullah akan membentuk ketenteraman dalam jiwanya.

Upaya menjadikan Al-Quran sebagai hudan atau pemberi petunjuk dan furqan atau pemerjelas sesuatu antara yang benar dan yang salah, untuk selanjutnya menjadi penuntun dalam kehidupan manusia perlu dilakukan, misalnya dengan mengajarkan ayat-ayat tertentu yang maknanya menjawab tantangan psikologis sehingga bukan lagi sekedar dijawab dengan membaca

verbal.29

Jadi nilai utama dari iman kepada kitabullah dalam konteks ajaran yang dibawakan Nabi Muhammad adalah intensitas dari seberapa sering

seseorang itu membaca dan belajar mengenai Al-Qur’an serta

mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya.

Persoalan mengenai beriman kepada para rasul terutama mengimani kenabian Muhammad Saw merupakan bagian inti daripada mengikuti dan mengamalkan ajaran Islam. Dalam pembinaan mental dan perkembangan

27

Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 1997), h. 89.

28Ibid

, h. 61.

29


(31)

kepribadian, sangat diperlukan adanya suatu tokoh yang akan diteladani dan dicontoh. Tokoh itu disebut juga Pribadi teladan (the ideal person). Proses untuk meniru segala sifat Pribadi teladan itu dinamakan identifikasi. 30

Sebelum peristiwa bersejarah tersebut, kondisi Nabi Muhammad Saw sedang mengalami berbagai kesulitan yang luar biasa. Setiap dakwah yang dilakukannya selalu mendapatkan cacian dan hinaan dari kaum Quraisy. Namun kala itu ada dua orang yang senantiasa membela, menghibur dan membesarkan hati Nabi. Ialah Siti Khadijah (Isterinya) dan Abdul Muthalib (Pamannya). Tetapi kedua orang yang dicintainya tersebut meninggal pada tahun yang sama. Karena itu, Nabi menyebutnya sebagai

tahun duka cita (ammul huzni).31

Nilai keteladanan Nabi Muhammad dengan kesabaran serta ketegaran hidupnya menjadi bahan kajian bagi kita untuk selalu meneladani dan mengambil hikmah atas budi pekertinya. Karena, dalam kondisi seperti itu, cacian dan penganiayaan yang dilakukan oleh kaum Quraisy yang semakin menjadi-jadi, tetapi Nabi Muhammad tidak berputus asa, beliau tetap meneruskan dakwah sekalipun harapan keimanan kaum Quraisy

sangat tipis.32

Bukan hanya merayakan isra mi’raj saja, dalam tradisi masyarakat muslim, dirayakan pula hari kelahiran Nabi Muhammad Saw yang sering disebut dengan Maulid Nabi Muhammad Saw. Dalam setiap peringatan maulid, yang terpenting adalah bagaimana kita mampu bertindak, berpikir, memimpin orang dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. adalah kesempurnaan perilaku yang sudah sepatutnya ditiru oleh kita sebagai umatnya dan dijadikan semangat bagi kita untuk

30

Zakiah Daradjat, Op. Cit, h. 48.

31

Armai Arief, Membumikan Nilai-nilai Islam dalam Masyarakat Majemuk, (Ciputat:

Suara ADI, 2009), h. 155.

32Ibid


(32)

terus maju dan berprestasi.33

Iman kepada takdir memberikan arti di mana kita wajib mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini, dalam kehidupan dan diri manusia, adalah menurut hukum, berdasarkan suatu

undang-undang universal atau kepastian umum atau takdir.34

Pada konteks penelitian ini penulis akan melakukan sebuah pengkajian terhadap sikap keberagamaan siswa tunanetra dari sisi keyakinannya terhadap kebenaran agama Islam dan tentunya keyakinan terhadap Allah Swt serta segenap yang menyangkut akidah dalam Islam. dimensi ini merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat akidah siswa sebagai gambatan dari efek pembelajaran agama yang telah dialaminya.

2. Dimensi Ritualistik (Peribadatan)

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap keyakinan

yang dianutnya.35 Semua agama memiliki prilaku yang khas, terutama

dalam peribadatan. Maka peribadatan merupakan identitas yang paling terlihat dari pada dimensi keberagamaan yang lainnya. Selain itu, Peribadatan inilah sebagai bentuk interaksi antara Tuhan sebagai pemberi ruang dalam beribadah, dengan manusia sebagai pengemban amanat dengan melaksanakan ibadat. Dengan peribadatan inilah pemeluk agama akan terlihat bukan hanya sekedar prilaku beragama saja, melainkan pula sebagai sebuah tanda kesungguhan beragama. Maka pemeluk yang tidak melakukan peribadatan secara sengaja, bisa dikatakan sebagai orang yang tidak patuh terhadap titah Tuhannya dan tidak memiliki komitmen keagamaan yang baik.Dimensi ritual sama halnya ibadah dalam Islam, hanya saja, ibadah dalam Islam teramat luas jangkauannya. Islam mengajarkan bukan hanya sekedar ibadah ritual saja, melainkan harus

33

Ibid, h. 172-173.

34

Didiek Ahmad Supardi, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 198.

35

Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami, Solusi atas


(33)

melakukan peribadatan lain di luar itu. Sebagaimana telah kita ketahui

bahwa di dalam Islam dikenal dengan istilah Syari’ah. Syariah inilah yang

menjadi jalan kehidupan umat Islam dalam menjalannkan kehidupan baik secara teologis maupun sosial. Artinya dimensi ritual memuat mengenai seberapa jauh tingkat kepatuhan seorang muslimm, dalam mengerjakan berbagai ritual peribadatan sebagaimana diperintahhkan dan serta

dianjurkan oleh agamanya.36

Shalat memang erat hubungannya dengan latihan moral, di dalam

surat Al-Ankabut ayat 45 diungkapkan bahwa “ Sesungguhnya Shalat itu

mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar”.Kemudian

didukung dengan Hadits Nabi yang mengungkapkan “Shalat yang tidak

menjauhkan pelakunya dari perbuatan tidak senonoh bukanlah shalat.”

Kemudian ungkapan hadis lain, “Shalat yang ku terima hanyalah shalat

yang membuat pelakunya merendah terhadap kebesaran-Ku, tidak bersikap sombong terhadap makhluk-Ku, tidak berkeras menentang perintah-Ku, tetapi senantiasa mengingat-Ku, menaruh kasih sayang terhadap orang miskin, orang yang terlantar dalam perjalanan, wanita yang kematian

suami, dan orang yang ditimpa kesusahan”.37

Shalat merupakan konsekuensi dari keyakinan tentang sifat-sifat Allah SWT yang menguasai Alam raya ini, termasuk manusia serta yang kepada-Nya bergantung segala sesuatu. Keyakinan tersebut memerlukan pembuktian dalam bentuk kongkrit, karena keyakinan tidak hanya terbatas

dalam hati, tapi harus dibuktikan dengan amal.38

Shalat bukan hanya sekedar kewajiban manusia saja, melainkan sebagai sarana manusia dalam mendekatkan diri dan mencari solusi atas berbagai keluh kesah yang dirasakan manusia. karena itu salat beriringan dengan keuletan dan ketabahan dijadikan sebagai sarana untuk memenuhi

36Ibid

, h. 80

37

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI-Press,

1985), Cet. Kelima, h. 40.

38M. Quraish Shihab, “Falsafah Ibadah dalam Islam

, dalam Ismail Muhammad Syah,


(34)

kebutuhan-kebutuhan sebagaimana ditekankan oleh ayat 45 dan 153 surat

Al-Baqarah: Artinya: “Dan jadikanlah ketabahan dan salat sebagai

penolongmu (sarana untuk memenuhi kebutuhanmu).39

Pada ibadah puasa, seorang muslim dituntut untuk menahan diri dari makan, minum, hubungan sex, dan hal lainnya yang akan merusak ibadah dan pahala puasa. dengan demikian, seorang bisa merasakan penderitaan orang lain yang jauh di bawahnya dari segi sosial atau pun material. Oleh karenannya ibadah puasa akan mendobrak dinding yang menghalangi antara kaum kaya dan kaum miskin karna secara emosional akan diikat dari satu rasa ketika menahan dari berbagai hal yang akan mendatangkan keselarasan sosial. Oleh karenanya, pada bulan ramadhan akan menanamkan rasa ukhuwah, menumpuk rasa solidaritas, dan meningkatkan

kepekaan sosial.40

Pengendalian dan pengarahan ini sangat dibutuhkan oleh manusia baik secara individu maupun secara kelompok (masyarakat), karena secara umum jiwa manusia sangat cepat terpengaruh oleh segala sesuatu khususnya apabila ia tidak memiliki kesadaran untuk mengendalikannya serta tekad yang kuat menghadapi bisikan-bisikan negatif. Masyarakat juga membutuhkan hal-hal di atas demi mengatasi problema-problemanya atau meraih kejayaannya. Tekad untuk menghadapi problema, dan meraih kejayaan harus dibarengi dengan kesadaran dan ketenangan jiwa dan ini yang menjadi penafsiran mengapa cara pengendalian diri dan pengarahan keinginan (puasa) dilakukan dalam bentuk tertentu sehingga tidak ada yang mengetahui hakikatnya kecuali pelakunya bersama dengan Allah SWT dan dari sinilah kesadaran yang dimaksud di atas diperoleh, sedang niat melakukannya demi karena Allah akan menimbulkan ketenangan dan

ketenteraman.41

Shalat dan Zakat merupakan dua pokok ibadah yang dalam berbagai

39

Ibid, h. 186.

40Ibid

, h. 63

41

M. Quraish Shihab, “Falsafah Ibadah dalam Islam”, dalam Ismail Muhammad Syah,


(35)

dalil selalu disandarkan. Karena Pelaksanaan salat melambangkan baiknya hubungan seseorang dengan Tuhan, sedang zakat adalah lambang

harmonisnya hubungannya dengan sesama manusia.42

Adapun hikmah serta urgensi zakat adalah Sebagai perwujudan dari keimanan kepada Allah dan keyakinan akan kebenaran ajarannya. Perwujudan dari syukur nikmat, terutama nikmat harta benda.

Meminimalkan sifat kikir, rnaterialistik, Egoistik, dari hanya

mementingkan diri sendiri. karena Sifat bakhil adalah sifat yang tercela yang akan menjauhkan manusia dari rahmat Allah membersihkan, menyucikan, dan membuat ketenangan jiwa muzakki (orang yang

berzakat).43

Ibadah Haji juga merupakan pensucian roh. dalam mengerjakan haji di Mekkah, orang berkunjung ke Baitullah (Rumah Tuhan dalam arti rumah peribadatan yang pertama didirikan atas perintah Allah. Sebagaimana halnya dalam salat, orang di sini juga merasa dekat sekali dengan Tuhan. Bacaan-bacaan yang diucapkan sewaktu mengerjakan haji itu juga merupakan dialog antara manusia dengan Tuhan. Usaha pensucian roh di sini disertai oleh latihan jasmani dalam bentuk pakaian, makanan dan tempat tinggal sederhana. Selama mengerjakan haji perbuatan-perbuatan tidak baik harus dijauhi. Di dalam haji terdapat pula latihan rasa bersaudara antara semua manusia, tdak ada perbedaan antara kaya dan miskin, raja dan

rakyat biasa, antara besar dan kecil, semua sederajat.44

Pada intinya,ibadah haji adalah momentum kebersamaan ummat Islamyang beranekal ragam, mereka datang dari penjuru negeri yang berbeda pula, dengan latar belakang beraneka, baik kaya, miskin, kulit putih, kulit hitampostur tinggi, dan postur sederhana, dengan melepas semua sekat perbedaan diantara mereka dan memakai pakaian yang sama dan tak lebih dari beberapa lipatan kain yang tidak mewah menuju sebuah

42

M. Quraish Shihab, Op. Cit, h. 127.

43

Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 87-89.

44

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI-Press,


(36)

tujuan yang sama yakni beribadah kepada Allah Swt. Ini merupakan suatu keterpaduan yang terbentuk dari suatu ritual peribadatan yang secara maknawi bisa mendatangkan suatu emosional yang positif antara ummat Islam dengan latar belakang yang berbeda. Hal demikian yang diistilahkan Jalaluddin Rakhmat sebagai dasar Tauhidul Ibadah yang menjadi Tauhidul Ummah, yaitu suatu kesatuan berawal dari peribadatan dan berimplikasi pada kesatuan dalam persaudaraan ummat Islam.

3. Dimensi Eksperensial (Penghayatan)

Dimensi ini memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu. Meski tidak tepat bila dikatakan seorang yang beragama baik akan mendapatkan puncak dalam pengalaman keagamaan berupa mencapai sebuah kekuatan supra natural tertentu. Dimensi ini hanya mengenai pengalaman keagamaan, persepsi-persepsi

dan sensasi yang dialami seorang religius.45 Meski memang di dalam realita

keberagamaan terutama di dialam Islam dikenal dengan wali yang umumnya dipahami sebagai sosok yang berkomitmen kuat dengan agamannya, serta memiliki kemampuan tertentu yagn dianggap luar biasa oleh kaum awam. Namun inti penghayatan keagamaan bukan itu, karena manusia beragama sebagai bentuk pengkhidmatan kepada Tuhan, bukan bertujuan mencari kesaktian. Adapun ada yang mengalami hal diluar kebiasaan, merupakan nilai tambah seorang yang beragama.

Dimensi eksperensial sejalan dengan ihsan dalam Islam. dimensi ini berkaitan dengan seberapa jauh seorang muslim merasa dekat dan dilihat oleh Tuhannya dalam kehidupan. Dimensi ini di dalam Islam mencakup perasaan dekat dengan Allah, SWT, perasaan nikmat dalam beribadah, dan hal lainya yang bernuansa menghadirkan Allah di setiap aspek

kehidupannya.46 Maka dimensi eksperensial sebuah sensasi individu dalam

beragama, sebagai efek dari penjiwaan akan tindakan keagmaan yang

45

Ancok. Op. Cit, H. 77-78.

46


(37)

dipatuhinya.

Pada penelitian ini, dimensi ekperensial digunakan untuk mengukur tingkat penghayatan siswa terhadap ibadat yang dijalaninya. Karena pada dasarnya seorang yang beribadat hendaknya megnalami suatu hal yang dirasakannya saat menjalani peribadatan tersebut. Dengan hal demikian akan terlihat tingkat keseriusan dan kedewasaan siswa dalam beragama. Maka dari itu dimensi ini relevan dalam mengakaji sikap keberagamaan siswa tunanetra, sebagai nilai lain dari keberhasilan pembelajaran agama yang dialaminya.

4. Dimensi Konsekuensial (Pengamalan Keagamaan)

Dimensi pengamalan atau konsekuensial merupakan dimensi yang mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik,

pengalaman dan pengetahuan keagamaan dari hari-kehari.47 Dimensi ini

merupakan akumulasi dari berbagai sisi keberagamaan. Yang berpengaruh pada kepribadian pemeluknya dan bisa membentuk yang cara pandang dan perbuatan seseorang dalam kehidupannya. Hal ini menunjukan bahwa agama secara fungsional bukan hanya sebagai jalan untuk mencurahkan keyakinan dan ketaatan terhadap ajaran semata, melainkan bisa berpengaruh terhadap sisi psikologis pemeluknya yang bedampak pada segala aspek manusia. kemudian bisa melahirkan sebuah tindakan bernilai religi dalam bermasyarakat.

Dimensi amal ini bisa dikatakan sebagai akhlak dalam Islam. suatu yang menyangkut dengan kegiatan pemeluk agama dalam merealisasikan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan. Dimensi ini menyangkut hubungan manusia satu dengan manusia lainnya, dan hubungan manusia

dengan lingkungan alamnya48. Artinya dimensi eksperensial sebagai sebuah

tindakan sosial yang didasari nilai keagamaan, termasuk sikap terhadap lingkungan sekitar. Bisa dikatakan dimensi ini sebagai sebuah sikap keberagamaan sebagai finalitas pengkhidmatan terhadap agama, yang

47

Ancok, Op. Cit, h. 78.

48


(38)

membentuk moralitas dalam masyarakat religius.

Nilai muamalah merupakan nilai yang melibatkan antara satu makhluk dengan makhluk yang lainnya. Disini mengatur masalah hubungan dengan sesama manusia dan hubungan dengan alam semesta. Karena manusia tidak bisa lepas dari keterlibatan orang lain di dalam kehidupannya, darinya manusia disebut dengan makhluk sosial. Begitu pula dengan alam, manusia hidup di tengah alam semesta yang menyediakan fasilitas dari berbagai kebutuhan manusia dimulai dari kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya. Dari keduanya, manusia sebagai individu dan kelompok dituntut untuk menjalin hubungan dengan baik guna meraih keselarasan secara sosial. Hal demikian juga berlaku dalam berhubungan dengan alam beserta lingkungan tempat seseorang tinggal, diharuskan untuk menjaga keseimbangan alam sekitar supaya tidak terjadi kerusakan yang akan mendatangkan kemadlaratan kepada kehidupan baik individu maupun kelompok. Disini agama Islam meberikan pengarahan bagi pemeluknya.

Hubungan sesama muslim yang begitu akrab sangat sejalan dengan nilai yang dikembangkan oleh Islam sendiri yaitu bahwa sesungguhnya setiap orang yang beriman itu bersaudara sebagaimana penegasan Allah SWT dalam Al-Quran Surah Al-Hujurat (49):10. Begitu pula sebagaimana

sabda Nabi Muhammad saw, yang menyatakan bahwa “Seorang muslim itu

bersaudara dengan muslim yang lain”, H.R. Bukhari.49

Dalam Muamalah bukan hanya sekedar hubungan baik secara interaktif, harus diperhatikan pula segala hal yang bisa menimbulkan perhatian atau kenyamanan antar sesama muslim. Dalam hal estetika berupa, pakaian yang merangsang dorongan seksual lawan jenis bertentangan dengan kaedah pergaulan dalam Islam. Perlakuan yang tidak wajar dalam hubungan lawan jenis, salah satunya disebabkan oleh rangsangan yang timbul dari cara berpakaian yang membangkitkan gairah

49

Kamrani Buseri, Nilai Ilahiah Remaja Pelajar, Telah Phenomenologi dan Strategi


(39)

seksual.50

Seorang muslim dituntut untuk menjalin hubungan Hubungan keluarga, sanak saudara, dan guru. Hubungan antara seoranganak kepada keluarga atau kedua orang tuanya terlihat dari intenistas hubungan baik dengan kedua orang tuanya. Biasanya seorang pelajar melakukan hubungan baik itu dengan cara bersalaman, meminta doa kepada kedua orang tua saat hendak berrangkat ke sekolah. Serta pula melakukan perilaku demikian

kepada guru di sekolah.51

Manusia berkiprah di muka buni ini bukan sekedar kebetulan ataupun untuk menempatinya secara Cuma-Cuma. Manusia mengemban suatu tanggungjawab untuk memakmurkan bumi serta menjaga keselarasan dan kestabilan alam sekitar yang menjadi tempat kehidupannya. Dalam arti manusia harus menjaga kestabilan alam dan menjaga diri untuk berbuat kerusakan yang mengganggu ekosistem yang akan mendatangkan kemadlaratan.

Dimensi konsekuensial digunakan untuk mengukur kepribadian atau sikap siswa dalam melakukan berbagai hal yang dikerjakannya. penulis akan melihat dari sisi maksud dan tujuan yang mendasari dari setiap perbuatan yang dilakukannya. Jika perbuatan itu dilatarbelakangi agama, maka bisa dikatakan sikap keberagamaan telah tumbuh pada diri siswa tunanetra, dan jika sebaliknya, maka belum tumbuh sikap keberagamaan tersebut. Penulis pun akan mengukur tingkat penerimaan ssiswa terhadap berbagai kondisi yang dialami dalam kehidupoan siswa. dengan demikian akan terlihat rasa tingkat penerimaan siswa dalam menyikapi segala hal yang menjadi keluh kesah siswa, dan akan terlihat tingkat kesabaran dan keikhlasan pada konteks siswa tunanetra sebagai gambaran akan nilai agama yang tertanam pada diri siswa tunanetra.

50Ibid

, h. 130.

51


(40)

5. Dimensi Intelektual (Pengetahuan Keagamaan)

Dimensi pengetahuan, dimensi ini mengacu pada harapan bahwa orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan mendasar, baik mengenai ritus-ritus, kitab suci, serta tradisi-tradisi. Karena semua agama memiliki sejumlah informasi khusus yang harus diketahui oleh pemeluknya. Semisal ilmu fikih dalam Islam yang memuat informasi mengenai peribadatan sebagai hasil dari fatwa para ulama sebagai hasil

pengkajian terhadap sumber ajaran Islam.52

Masalah ilmu dalam Islam sangat urgensial, karena perkataan ilmu

(al-il’m) dalam al-Qur’an lebih banyak disebut setelah nama Allah. Bila ada

persoalan dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama, serta dalam menyikapi persoalan kehidupan. maka Islam mendorong fleksibilitas dan pilihan rasional yang terefleksi dalam ijtihad, (kajian sungguh-sungguh

dalam merumuskan kaidah hukum Islam, yang baru), Syura (musyawarah),

dan ijma (konsensus). Penegasan tersebut menunjukkan bahwa dalam

memahami sumber ajaran Islam sangat penting, agar religiusitas seorang muslim tidak sekedar atributif, dan hanya sampai pada tataran simbolisme esoterik. Maka dimensi ini meliputi empat dimensi lainnya yaitu dimensi

akidah, ibadah, akhlak, serta ihsan.53

Maka bisa dipahami bahwa dimensi pengetahuan keagamaan adalah unsur mendasar yang bisa menggerakan perilaku keberagamaan. Sebuah konsekuensi logis bila penganut agama tidak memiliki pengetahuan akan agama yang diyakininya, maka keberagamaan sesorang bisa dikatakan sebagai tindakan reflektif atau hanya sebatas meniru tanpa didasari maksud dan tujuannya, karena tidak mengetahui alasan mendasar dari yang dilakukannya. Jika sebelumnya dimensi eksperensial sebagai finalitas dari keberagamaan, pada dimensi intelektual ini bisa dikatakan sebagai jalan dari keberagamaan yang meliputi seluruh aspek keberagamaan pemeluk dalam mencapai puncaknya ,termasuk dalam membentuk pengamalan atau

52

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama, Sebuah Pengantar, (Bandung: Mizan, 2005),

Cet. Ke-3, h. 46.

53


(41)

moralitas masyarakat religius. Maka dimensi pengetahuan ini lebih universal yang mendasari semua dimensi, oleh karena itu, pengetahuan keagamaan merupakan suatu yang urgensial, sebagai pijakan dalam


(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi yang menjadi tempat penelitian pada skripsi ini adalah Sekolah Luar Biasa A Pembina Tingkat Nasional yang bertempat di Lebak Bulus Jakarta selatan, peneliti akan melakukan kegiatan penelitian tersebut. Sekolah tersebut dikhususkan untuk siswa penyandang tunanetra.Darinya sisa yang peneliti jadikan sebagai informan adalah siswa tunanetra. Di sekolah tersebut memuat tiga jenjang pendidikan dimlai dari Sekolah Dasar, sampai Sekolah Menengah Atas. Namun yang akan peneliti kaji adalah siswa yang jenjang pendidikannya SMP dan SMA. Hal tersebur terkait dari tema dalam penelitian ini yaitu keberagamaan pada perkembangan masa remaja. Oleh karena itu remaja yang penulis teliti adalah remaja tahap awal yaitu SMP, dan remaja tahap akhir yang ukurannya adalah SMA. Dengan demikian jenjang tersebut relevan dengan kebutuhan dalam Kajian skripsi ini.

Pada pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra. Pengertian tunanetra tidak saja mereka yang memiliki keterbatasan penglihatan secara total, tetapi mencakup juga mereka yang mampu nnelihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar. Jadi, anak-anak

dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah melihat”, “low vision”,

atau rabun adalah bagian dari kelompok anak tunanetra. Maka pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari

seperti halnya orang awas54.

Pada mulanya penelitian dimulai sekitar dua bulan setelah kegiatan praktik mengajar berlangsung, namun kegiatan penelitian tersebut kurang efektif sehingga secara serius penulis melakukan kegiatan perpanjangan waktu

54

T. Sudjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2012), Cet. Ke-4, h. 65.


(43)

penelitian yang dilakukan pada bulan maret sampai april 2016. Maka dalam kurun waktu tersebut sebisa mungkin penulis akan berusaha meneliti apa yang kiranya relevan dengan kebutuhan dalam kajian skripsi ini. Jika waktu dirasa kurang mencukupi untuk memperoleh data relevan atau kurang sesuai kebutuhan, peneliti akan melakukan perpanjangan penelitian disesuaian dengan kebutuhan penelitian.

B. Objek Penelitian

Sikap keberagamaan sebagai pokok utama dalam kajian skripsi ini, penulis akan menelusuri objek permasalahan dalam penelitian ini hanya meliputi sikap keberagamaan siswa tunanetra dan kaitannya dengan program keagamaan yang diadakan. Melalui data yang akan diraih dari informan yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan skripsi ini, penulis akan mengolahnya dan memaparkannya dalam bentuk pendeskripsian sebagai usaha untuk menggambarkan sejauh mana efektivitas program keagamaan yang dilakukan di sekolah yang berdampak pada sikap keberagamaan siswa tunanetra. Dari uraian tersebut penulis akan mengulasnya berdasarkan merinci objek penelitian sebagai berikut:

1. Sikap keberagamaan siswa tunanetra yang akan dipaparkan sebagai

gambaran hasil pembelajaran atas program keagamaan di SLB A PTN, akan menjadi obejek utama dalam pencapaian hasil penelitian yang diharapkan. Menimbang sikap keberagamaan tersebut merupakan representasi dari pada hasil pembelajaran keagamaan yang telah dilaksanakan.

2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas penanaman sikap

keberagaman dalam program keagamaan di SLB A PTN, akan menjadi objek kedua dalam pencapaian hasil penelitian pada skripsi ini. Karena berbagai faktor yang mempengaruhi jalannya program dan pencapaian dalam pembelajaran yang ideal tersebut. Akan di kaji sebagi identifikasi terhadap program keagamaan yagn tealh dilakukan, serta sebagai rujukan dalam melakukan kritik dan saran terhadap program keagamaan yang ada.


(44)

untuk mencapai hasil penelitian yang diharapkan. Dengan kedua poin tersebut juga penulis akan menentukan kesimpulan dan saran pada BAB penutup. Bisa dipahami bahwa obejek penelitian ini merupakan dua unsur utama dalam pendcapaian penelitian serta sebagai tujuan pokok penulisan skripsi ini.

C. Metode, Jenis dan Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan adalah Metode kualitatif. penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan) analisa data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna dari pada generalisasi.55

Penulis melakukan kegiatan penelitian sehubungan dengan

pembentukan sikap keberagamaan siswa tunanetra di SLB A Pembina Tingkat Nasional. Penulis akan mengamati dan memperoleh data melalui berbagai perilaku dan tanggapan siswa terkait keberagamaan yang telah direncanakan. Sikap tersebut akan menjadi bahan kajian yang mengacu pada hubungannya dengan keberhasilan dalam penyelenggaraan program keagamaan yang diadakan di sekolah. Bukan hanya itu peneliti pun akan menelusuri hal yang terkait dengan keberagamaan siswa baik dari segi latar keluarga, pendidikan non formal semisal pembelajaran agama di rumah dan lainnya yang kirannya berpeluang membentuk sikap keberagamaan siswa.

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi yang sedang terjadi.

Menurut Mardalis, “Penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh

informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitan antara

55Ibid


(45)

variabel-variabel yang ada”.56

Penelitian deskripsi atau description research memiliki berbagai jenis.

Dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif murni. Penelitian deskriptif ini merupakan penelitian yang benar-benar hanya memaparkan apa yang terjadi dalam sebuah kancah, lapangan, atau wilayah tertentu. Data yang telah terkumpul diklasifikasikan atau menurut jenis, sifat, atau kondisinya. Setelah datanya diangkap mencukupi, kemudian dibuat

kesimpulan.57

Penulis akan berusaha menyajikan hasil penelitian ini dengan mendeskripsikan data yang didapatkan dan diolah melalui analisa. Semua hal yang terkait keberagamaan tersebut akan dipaparkan secara deskriptif dan sebisa mungkin peneliti akan menemukan sebuah kesimpulan yang diharapkan. Yaitu mengidentifikasi sikap keberagamaan siswa dan menggambarkannya guna menjadi sebuah gambaran dalam keberhasilan pembelajaran keagamaan.

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan, adalah menggunakan

pendekatan penelitian lapangan. Penelitian lapangan atau field research,

adalah jenis penelitian yang bisa dianggap sebagai pendekatan luas dalam penelitian kualitatif, atau suatu metode untuk mengumpulkan data kualitatif. Ide pentingnya adalah bahwa penelitian berangkat ke ‗lapangan’, untuk

melakukan pengamatan tentang suatu fenomenon dalam suatu keadaan

alamiah atau ‗in situ’. Dalam hal demikian, maka pendekatan ini terkait erat dengan pengamatan berperan serta. Penelitian ini biasanya membuat catatan lapangan ssecara ekstensif, kemudian dibuatkan kodenya yang kemudian

dianalisa dengan berbagai cara.58

Sebagimana telah disebutkan bahwa penelitian ini akan mengkaji tentang sikap keberagamaan siswa tunanetra. Darinya penulis akan melakukan

56

Mardalis, Metode Penellitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara,

2014), Cet. 13, , h. 26.

57

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2013), Cet. Kelimabelas, h. 3.

58

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosda Karya,


(1)

100

memiliki dominasi dalam membentuk ketaatan beragama siswa. dan SLB A PTN tidak memiliki pengaruh besar terhadap efektivitas pengamalan Keberagamaan siswa tunanetra.

c. Dari sisi prilaku keagamaan siswa tunanetra, Perilaku keberagamaan siswa merupakan suatu yang abstrak dan lebih personal. Karena terbentuk dari kompleksitas yang memberikan pengaruh pada pola pikir dan perkembangan jiwa siswa. Maka dari itu, perilaku siswa tidak bisa diukur dari efektivitas pendidikan SLB secara langsung, karena terbentuk dari kompleksitas yang bisa mempengaruhi pola pikir, dan perkembangan kejiwaan siswa, baik dari motivasi personal siswa, pengaruh keluarga, sekolah, lingkungan, terutama dari lembaga keagamaan yang menanamkan nilai ilahiah pada siswa tunanetra. d. Media pembelajaran sebagai faktor pendukung kelancaran program

keagamaan. Dari sisi fasilitas pendukung kegiatan keberlangsungan program keagamaan, SLB A PTN relatif memiliki fasilitas yang baik. Diantaranya telah memiliki perpustakaan yang menyediakan al-Qur’an brille sebagai penunjang keberlangsungan program tadarus dan hafaalan surat-surat tertentu. kemudian telah tersedianya tempat ibadat semisal telah memiliki dua lokasi mushala dengan segenap perlengkapan ibadat shalat sebagai penunjang kegiatan keagamaan. e. Keterampilan siswa pun sebagai bagian dari faktor penunjang

keberlangsungan kegiatan siswa tunanetra. Melalui kegiatan pembelajaran keagamaan yang telah diikuti siswa baik dari SLB A PTN, terlebih dari berbagai lembaga yang terkhusus memberikan pengajaran keagamaan bagi siswa tunanetra. Darinya memudahkan dalam kelancaran program keagamaan di SLB A PTN.

f. Faktor lingkungan keluarga yang kurang baik sebagai faktor penghambat keberlangsungan program keagamaan SLB A PTN. dalam hal ini keluarga atau orang tua sebagai pendukung utama dalam membangun keberagamaan siswa tunanetra, kurang memberikan dukungan terhadap keberlangsungan program keagamaan. Karena


(2)

101

orang tua yang kurang memberikan bimbingan keagamaan bagi siswa tunanetra akan berpengaruh pada keberagamaan siswa yang menjadi penghambat dalam kelancaran dan tercapainya tujuan dari pada program yang telah diasdakan.

B. Saran

SLB perlu memperhatikan bahwa tidak semua siswa tunanetra memiliki kegatan pembelajaran di luar jam formal SLB. Umumnya siswa tunanetra hanya mengikuti pembelajaran keagamaan di SLB A PTN. Dengan demikian, jika SLB tida memiliki banyak kemampuan dalam membentuk keberagamaan siswa tunanetra, hendaknya memberikan dorongan untuk mengikuti kegiatan keagamaan diluar semisal pesantren khusus tunanetra, atau lembaga lainnya yang memfasilitasi untuk memberikan pengajaran agama bagi siswa tunanetra,. Hal demikian perlu dilakukan menimbang tidak semua orang tua siswa memiliki kesadaran untuk mendorong anaknnya dalam mempelajari agama secara intens.

Peranan lembaga pendidikan yang memberikan pembelajaran keagamaan pada siswa tunanetra terkhusus SLB A PTN sebagai fasilitator dan orang tua atau keluarga terdekat sebagai pihak yang paling berpengaruh terhadap perkembangan keberagamaan siswa tunanetra, menunjukkan Perlu adanya sinkronisasi berupa kerjasama dalam membentuk keberagamaan siswa tunanetra. Yaitu SLB yang mengajarkan prihal keagamaan, harus mendapatkan dukungan dari orang tua di rumah sebagai pembimbing pengamalan keberagamaan dari apa yang telah dipelajari oleh siswa tunanetra.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, (Jakarta: CV. Rajawali, 1987)

Abdul Munir Mulkhan, Manusia Al-Quran, (Yogyakarta: Kanisius, 2007),

Abdul Munir Mulkhan, Manusia Al-Quran, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 147. Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. Ke-1, h.

147.

Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. Ke-1

ArmaiArief, Membumikan Nilai-nilai Islam dalam Masyarakat Majemuk, (Ciputat: Suara ADI, 2009)

Daud Rasyid, Islam dalam Berbagai Dimensi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998) Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008)

Didiek Ahamad Supardi, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2011) Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 87-89. Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami, Solusiatas

Problematika Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Cet. Ke-2

Fachruddin HS, Pembinaan Mental Bimbingan Al-Qur-an, (TK: PT.Bina Aksara, 1984)

Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreatifitas Dalam


(4)

Fuad Nashori, dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam

Perspektif Psikologi Islami, (Jogjakarta: Menara Kudus Jogjakarta, 2002),

Cet. Ke-1

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasionaldi

Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2004)

Hamzah Yaqub, Ilmu Ma’rifah, (Jakarta: CV. Atlas, 1988), Cet. Ke-3

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI-Press, 1985), Cet. Kelima

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI-Press, 1985), Cet. Kelima

Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternative Ceramah-Ceramah di Kampus, (Bndung: Mizan, 1986)

Jalaluddin Rakhmat, Membuka Tirai Keghaiban, Renungan-renungan Sufistik, (Bandung:Mizan, 2000), Cet. Ke-11

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama, Sebuah Pengantar, (Bandung: Mizan, 2005), Cet. Ke-3

K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), Cet. Kesebelas Kamrani Buseri, Nilai Ilahiah Remaja Pelajar, Telaah Phenomenologi dan

Strategi Pendidikanya, (Yogyakarta: UII-Press, 2004)

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. RosdaKarya, 2004), Cet. Ke-20

M. Amien Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Bandung: Mizan, tt) M. Dahlan Yacub Al-Barry, Kamus Sosiologi Antropologi, (Surabaya: Indah, tt) M. Quraish Shihab, “Falasafah Ibadah dalam Islam”, dalam Ismail Muhammad


(5)

MAPPIARE, Andi, Kamus Istilah Konseling dan Terapi, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2006)

Mardalis, Metode Penellitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: BumiAksara, 2014), Cet. 13

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Cet.

Kelima

Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 1997) Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 1997) NurcholisMadjid, Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Keritis Terhadap

Keimanan Kemanusiaan dan Kemoderenan, (Jakarta: Yayasan Wakaf

Paramadina, 2000), Cet. Keempat

Pius A. Partanto dan M. Dahalan Albarry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, tt)

Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet.Keenam

Robert h, Pengantar Psikologi Agama, Terj. An Introduction to The Psychology of Religion, Penerjemah, Machnun Husein, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1995), Cet. Ke-2

Rulam Ahmadi, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2014)

Rusman Tumanggor, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kencana, 2014)

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. RinekaCipta, 2010), Cet. Ke-8,


(6)

Press, 2005),

Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, (Ciputat: Ciputat Press, 2005)

Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, (Ciputat: Ciputat Press, 2005)

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), Cet. 13

SuharsimiArikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013), Cet. Kelima belas

T. Sudjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2012), Cet. Ke-4

Yusuf Qardhawi, Pedoman Ideologi Islam, Terj, Al-Hallu’lIslamiy, Penerjemah, Saifullah Karnalie, (Bandung: Gema Risalah Press, 1988), Cet. Kedua Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012), Cet.

Ke-10

Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental Pokok-Pokok Keimanan, (Jakarta: CV. Haji Masagung, tt)


Dokumen yang terkait

GAMBARAN HARGA DIRI SISWA TUNANETRA DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB-A) TPA BINTORO KABUPATEN JEMBER

0 4 92

Peran perpustakaan SLB dalam menumbuhkan kemampuan literasi informasi bagi anak tunanetra : studi kasus perpustakaan SlB-A Pembina Tingkat Nasioanl Jakarta

22 112 102

Perilaku Pencarian Informasi Pemustaka Tunanetra Pada Perpustakaan Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta

0 4 167

PRESTASI DIRI PENYANDANG TUNANETRA (STUDI KASUS SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN TUNANETRA Prestasi Diri Penyandang Tunanetra (Studi Kasus Sekolah Luar Biasa Bagian Tunanetra/SLB A-YKAB Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013).

0 0 17

PRESTASI DIRI PENYANDANG TUNANETRA (STUDI KASUS SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN TUNANETRA Prestasi Diri Penyandang Tunanetra (Studi Kasus Sekolah Luar Biasa Bagian Tunanetra/SLB A-YKAB Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013).

0 1 14

EFEKTIFITAS METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAMBAGI ANAK TUNANETRA DI SEKOLAH LUAR BIASA A (SLB-A) EFEKTIFITAS METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK TUNANETRA DI SEKOLAH LUAR BIASA A (SLB-A) (Studi Kasus Pada Tingkat SMP YKAB di SLB-

3 11 16

PENDAHULUAN EFEKTIFITAS METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK TUNANETRA DI SEKOLAH LUAR BIASA A (SLB-A) (Studi Kasus Pada Tingkat SMP YKAB di SLB-A Jebres Surakarta).

0 0 16

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SEKOLAH LUAR BIASA TUNANETRA (SLB-A) Budaya Belajar Matematika Pada Siswa Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB-A) (Studi Etnografi Di SLB-A YKAB Surakarta).

0 4 14

PENDAHULUAN Budaya Belajar Matematika Pada Siswa Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB-A) (Studi Etnografi Di SLB-A YKAB Surakarta).

0 4 6

Pemanfaatan bola sebagai alat peraga untuk membantu siswa Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB A) memahami konsep perkalian : studi kasus pada siswa kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta.

0 4 146