Aspek Intelektual Pengetahuan Keagamaan Siswa Tunanetra
terganggu dalam belajar. Ada pula siswa yang terkadang berkeringat telapak tangannya sehingga tidak bisa menulis dengan baik. Hambatan
lain mengenai IQ. Ada siswa yang tingkat IQ-nya sekitar 75, ada pula siswa yang tingkatnya 100, yang lebih tidak kesulitan dalam
mengikuti pembelajaran.
154
demikinlah yang menjadi dinamika pembelajaran siswa.
c. Hafalan Qur’an Siswa Tunanetra
Salah satu tujuan dari digalakannnya tadarus al- Qur’an dan
hafalannya adalah untuk membiasakan siswa tunanetra untuk senantiasa membaca al-
Qur’an. Karena sebagian siswa SLB A PTN tidak mendapatkan bimbingan yang efisien saat di rumah dalam hal ini
orang tua. Maka di SLB diusahakan untuk mengefektifkan pembelajaran keagamaan termasuk membaca dan menghafal al-
Qur’an, sebagai usaha dalam merangsang keberagamaan siswa tunanetra.
155
Maka dari itu kita akan melihat sejauhmana intensitas siswa tunanetra dalam membaca dan menghafal al-
Qur’an termasuk hal lainnya sebagai fekek dari penanaman dalam menumbuhkan rasa
kebutruhan terhadap kitab suci al- Qur’an.
Untuk mengawali, penulis akan mencoba menggali informasi terkait hafalan siswa. Pada Siswa SMP, sebagian siswa mengaku
bahwa dirinya tidak hafal sampai sepuluh surat pendek sebagaimana yang dianjurkan sekolah. kemudian sebagian siswa lagi mengaku hafal
lebih dari sepuluh surat, bahkan diantara siswa ada yang hafal al- Jumuah, al-Buruj, dan al-Balad. Siswa mengaku bahwa siswa belajar
di mitra netra. Seorang siswa lain mengaku hafal surat al-Mursalat, al- Qiyamat dan an-Naba. Siswa mengaku diajarkan oleh salah seorang
guru agama SLB Pak Maksum di SLB atas permintaan ibu siswa.
156
dan tidak jauh berbeda dengan siswa SMP-LB, siswa SMA-LB
154
Hasil Wawancara dengan H. Abbas Sukardi, Guru Agama SMP-LB,
155
Hasil Wawancara dengan H. Abbas Sukardi, Guru Agama SMP-LB, Sabtu, 21 Mei, 2016.
156
Hasil Wawancara dengan Firdaus dan Al-fathullah, Siswa Kelas VIIII SMP-LB,
sebagian pun mengaku ada yang belum hafal sampai lima belas surat pendek yang dianjurkan sekolah. Dan sebagian siswa lain mengaku
sudah hafal lebih dari lima belas surat pendek yang dianjurkan sekolah. bahkan beberapa siswa mengaku sudah hafal dari surat al-Balad
sampai An-nas. Yang artinya, siswa sudah hafal lebih dari lima belas surat. Siswa menuturkan bahwa mereka mengikuti program
pembelajaran hafalan di raudhlatul Makfufin.
157
Dari uraian tersebut, hafalan surat pendek siswa SMP-LB dan SMA-LB, kebanyakan tidak sepenuhnya hafal, adapun siswa yang
hafal lebih dari target sekolah umumnya mengikuti pembelajaran di luar Sekolah luar biasa tersebut. Hal demikian menunjukkan bahwa
pendidikan di luar SLB lebih berpengaruh terhadap intensitas hafalan al-
Qur’an siswa. d.
Pengetahuan Tentang Hadits Nabi Siswa dalam hal ibadah, bukan hanya sekedar mengetahui ilmu
fikih semata, melainkan pula kita harus mengenal hadis, sebagai bagian dasar dari hukum Islam. Dari hasil
158
wawancara, umumnya siswa yang mengenal hadis adalah siswa yang mengikuti pembelajaran
di lembaga keagamaan di sekolah dan majelis ta’lim di dekat rumah siswa. serta pembelajaran yang diberikan oleh ayah dan ibu siswa.
Seorang siswa menuturkan bahwa pernah belajar hadis sewaktu SD, tetapi sekarang lupa, siswa menuturkan dalam mengenal hadis,
siswa hanya menyaksikan program acara televisi yang berbentuk narasi semisal program acara yang sering ditayangkan di Trans TV,
dan Trans 7.
159
disini kita bisa melihat bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran sejak lama dan jarang dipelajari akan cenderung mudah
lupa. Maka dari itu, intensitas pembelajaran hadis yang berlanjut bak dari lembaga kegamaaan maupun dari orang tua, akan memberikan
157
Hasil Wawancara dengan Ahmad Ruyani dan Nurul Hakim, Siswa Kelas XII SMA- LB,.
158
Hasil Wawancara dengan Seluruh Informan Siswa tunanetra, pada tanggal 1-21 April, 2016.
159
Hasil Wawancara dengan Nauval Siswa Kelas XII SMA-LB,
dampak yang baik terhadap pengenalan siswa terhadap hadits. Serta program acara televisi bisa menjadi alternative untuk belajar mengenai
agama terkhusus dalam mengenal hadis. Salah seorang guru agama, menyatakan bahwa pengetahuan
sisa mengenai agama memang diakui lebih banyak mendapatkan pembelajaran tersebut diluar SLB. Hal tersebut dilatar belakangi
dengan kurikulum dan waktu yang terbatas yang membuat pembelajaran kurang maksimal. Memang ketika pembelajaran agama
semisal baca tulis al- Qur’an dan menerjemahkannya, terkadang
mengulas sedikit mengenai fikih. Namun hal tersebut tidak maksimal. Maka ddri itu, sangat disetujui bila siswa mengikuti pembelajaran
agama di luar SLB, semisal di Raudhlatul Makfufin, yang dalam pembelajaran agama lebih dalam dan terinci. Selain itu pula, peranan
orang tua sangat penting dalam mengembangkan keberagamaan siswa, jadi bukan hanya sekedar mengajarkan agama di rumah saja,
melainkan mendorong siswa untuk belajar di masjid, yang artinya mengikuti berbagai pembelajaran agama di dekat rumah.
160
Al-fathullah, adalah salah seorang murid kelas Delapan SMP- LB yang paling menonjol mengenai pengetahuan agama baik
mengenai fikih, hafalan al- Qur’an dan Hadis Nabi. Siswa tersebut
mempunyai keinginan yang tinggi untuk mempelajari agama. Di luar Jam pelajaran formal, siswa tersebut mempelajari agama di radio, baik
dari pengajian, hafalan al- Qur’an dan lainnya. Dengan hal tersebut,
Ibu siswa khawatir pemikiran siswa yang belum mempuni anaknya akan terbentuk oleh paham keagamaan yang keras. Oleh karenannya,
meminta pembelajaran tambahan Ekskul mengenai keagamaan kepada guru di SLB Maksum, S. Ag, Mpd. Maka siswa pun belajar
dimulai dari Iqra, sampai mempelajari fikih, Muhadatsah percakapan bahasa arab sehari-hari. Maka pengetahuan siswa lebih menonjol dari
160
Hasil Wawancara dengan H. Abbas Sukardi, Guru Agama SMP-LB,
siswa lain yang hanya belajar agama formal saja.
161
Rasa keingintahuan siswa menjadi berpengaruh terhadap pengetahuan agama siswa, serta peranan orang
tua
yang peduli dan mengarahkan anaknnya untuk berlajara agama menjadi bagian penting
dalam pengembangan keberagamaaan siswa baik secara praktis, maupun kognitif. Menurut salah seorang guru agama Maksum S, Ag,
M. Pd bahwa harus ada pembelajaran agama tambahan baik di radio, Tv, maupun belajar di lembaga keagamaan semisal Raudhlatul
Makfufien. Peranan orang tua pun sangat penting, dalam mengarahkan siswa, dan umumnya orang tua antusias terhadap program keagamaan
di SLB.
162
C.
Analisa Keberhasilan Program Keagamaan SLB A PTN 1.
Tinjauan Pengetahuan Transfer of Knowledge
Bila kita tinjau dari sisi kognitif keberagamaan siswa tunanetra, sebagaimana telah diuraikan bahwa siswa tunanetra yang menonjol dalam
pengetahuan agama lebih didominasi pengetahuan dari luar pembelajaran formal di SLB A PTN. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan
pembelajaran keagamaan di luar SLB baik dari sisi pengetahuan, fikih, hadits, kemampuan membaca al-
Qur’an, serta hafalannya, lebih dipengaruhi oleh berbagai pembelajaran keagamaan di luar sekolah
semisal di lembaga keagamaan khusus siswa tunanetra ataupun pendidikan agama yang ditanamkan oleh keluarga.
Perlu dilihat pula bahwa siswa yang menonjol dalam pengetahuan agama hanya sebagian kecil saja, dan sebagian besar lebih mengandalkan
pembelajaran keagamaan di SLB. Artinya efektivitas diukur bukan dari segi kuantitas pengetahuan siswa, melainkan dari sejauh mana dampak
pembelajaran keagamaan di SLB pada siswa yang tidak belajar keagamaan
161
Hasil Wawancara dengan Maksum, S. Ag, M. Pd, Guru Agama SMA-LB, Senin, 02, Mei, 2016.
162
Hasil Wawancara dengan Maksum, S. Pd, M. Pd, Guru Agama SMA-LB, Senin, 02, Mei, 2016.
di luar SLB. Dalam hal ini, penulis tidak bisa memungkiri, bahwa dari hasil temuan lapangan siswa yang yang kemampuan ideal dalam
memenuhi syarat keberahasilan program tersebut adalah siswa yang mengikuti pembelajaran keagamaan di luar SLB. Sedangkan siswa yang
tidak mengikuti, tidak terlalu banyak memiliki kemampuan dalam memenuhi keberhasilan program keagamaan SLB. Semisal pengetauan
fikih, hadis dan terutama hafalan Qur’an yang menjadi bagian dari program tersebut, umumnya siswa yang bisa memenuhi syarat
keberhasilan program tersebut secara kognitif adalah siswa yang mengikuti pembelajaran di luar SLB. Artinya siswa lainya kurang bisa
memenuhi tuntutan dalam program keagamaan SLB. Maka bisa disimpulkan SLB A PTN tidak terlalu banyak
memberikan pengaruh terhadap sisi kognitif keberagamaan siswa tunanetra.