pelaksanaannya menggunakan cara yang dalam penyebutannya sering disebut dengan instrument penelitian.
Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam penelitian kualitatif manusia sebagai instrument utama. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi
insrumen atau alat penggali informasi dalam penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrument juga harus
“divalidasi” seberapa jauh seorang peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang
selanjutnya terjun ke lapangan.
67
1. Interview atau Wawancara
Wawancara digunakan untuk meperoleh data dari informan yang dinilai bisa memberikan data relevan. Menurut Lexy J. Moleong,
“Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dil oleh dua pihak, yaitu pewawancara interviewer yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara interviewee yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
68
Peneliti akan mewawancarai siswa tunanetra sebagai sumber data utama, ditambah lagi guru agama dan guru lainnya serta kepala sekolah
yang mungkin akan memberikan informasi yang relevan terkait data yang keberagamaan dan situasi keagamaan siswa tunanetra.
Secara garis besar, ada dua pedoman dalam wawancara yakni wawancara tidak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tidak
terstruktur adalah pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Pada jenis ini kreativitas pewawancara amat
menentukan bahkan hasil wawancara tergantung pewawancara itu sendiri. Sedangkan wawancara terstruktur adalah pedoman wawancara yang
disusun secara terperinci .
69
Wawancara tidak testruktur disebut pula wawancara informal. Pada
67
Ibid, h. 222.
68
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Rosda Karya, 2004, Cet. Ke-20h. 186.
69
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013, Cet. Kelimabelas h. 270.
hal ini wawancara dilakukan dengan biasa tanpa ada rekayasa secara resmi. Pertanyaan yang diajukan bersifat spontan dan mengalir apa
adanya. Menurut Moleong, “jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan
sangat bergantung pada pewawancara itu sendiri, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara
”.
70
Adapun wawancara terstruktur disebut pula dengan wawancara baku. Pada wawancara ini pertanyaan bersifat sistematis dan alur
pertanyaan yang terencana dengan jelas sejak semula. Menurut Moleong, “jenis wawancara ini adalah wawancara yang menggunakan seperangkat
pertanyaan baku, urutan pertanyaaan, kata-katanya, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap responden
”.
71
Dari kedua teknik wawancara di atas kiranya menjadi pijakan dalam pengambilan data. Namun bagi penulis kedua jenis tersebut dinilai
bisa dipakai dalam penelitian ini. Penulis akan menggunakan wawancara yang terstruktur, sekaligus tidak terlalu formal dalam mewawancara. Oleh
karenanya penulis mengambil pendapat yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto bahwa pedoman wawancara yang banyak digunakan bentuk
“semi structured”. Dalam hal ini mula-mula interviwer menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu
diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut.
72
Pertanyaan yang akan diajukan adalah sebagaimana terdapat dalam bab II dua, dengan menggunakan pendekatan melalui lima dimensi
keberagamaan yang dirumuskan oleh C. Y. Glock dan R. Stark serta berbagai hal yang relevan dengan penelitian sebagaimana termuat dalam
nilai-nilai ilahiyah atau moral yang bersumber dari keagamaan. Dalam hal ini ada tiga bentuk pertanyaan yaitu terkait hubungannya dengan akidah,
kemudian nilai ibadah yang bisa ditanamkan dalam kehidupan, ditanamkan serta muamalah sebagai bentuk sosial keberagamaan. Dengan
70
Moloeng, Op.cit, h. 187.
71
Ibid, h. 188.
72
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013, Cet. Kelimabelas h. 270.
demikian penulis akan menjadikan pertanyaan dalam wawancara akan dibuat lebih terstruktur dan terencana.
Namun penulis menilai pertanyaan yang kaku kurang memberikan informasi yang mendalam. Oleh karenanya, penulis akan menanyakan
pertanyaan lain yang sifatnya spontan guna mendapatkan informasi yang jauh lebih mendalam.
2. Observasi
Observasi dalam pembagiannya, dibagi atas dua jenis yaitu observasi berperan serta participant observation. Adalah seorang peneliti
terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau orang yang menjadi sumber data penelitian. Sedangkan observasi non partisipan
adalah seorang peneliti tidak terlibat dalam kegiatan informan dan berperan sebagai pengamat yang independen.
73
Dalam hal ini peneliti memilih observasi lebih fleksibel, dalam satu kondisi penulis menggunakan observasi partisipan. Karena peneliti
mengamati secara langsung dengan melibatkan diri dalam kegiatan di sekolah. Oleh karena itu, peneliti sembari melakukan kegiatan belajar
mengajar, peneliti pun melakukan observasi atau pengamatan terhadap prilaku siswa. Namun di lain kondisi peneliti hanya mengamati dan tidak
melibatkan langsung dalam kegiatan siswa tunanetra. Hal demikian bersifat kondisional. Pada intinya peneliti melakukan kegiatan pengamatan
untuk memperoleh data yang relevan dengan penelitian. Adapun dalam instrument-nya observasi memiliki dua jenis yaitu
observasi terstruktur dan observasi tidak terstruktur. Observasi terstruktur yaitu observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang
akan diamati, kapan dan dimana tempatnya. Sedangkan observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis
tentang apa yang akan diobservasi.
74
Dalam hal ini, Peneliti menggunakan observasi terstruktur. Yaitu
73
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RD, Bandung: Alfabeta, 2011, Cet. 13, h. 145.
74
Ibid, h. 146.