Pembanguan Agroindustri Berbasis Padi

73 Produksi Beras Petani UPP Petani Petani adalah pelaku utama adalah pelaku utama dalam mata rantai pasokan beras. Adalah hal yang penting dan wajar untuk memperhatikan tingkat kesejahteraan petani padi yang hingga kini kondisinya belum menggembirakan. Perlu dipikirkan adanya penghasilan tambahan bagi petani agar dapat menambah semangat untuk melakukan peningkatan produksi padi. Alih fungsi lahan sawah subur dan beririgasi teknis bisa saja terjadi karena petani terdesak kebutuhan uang tunai, sehingga mereka terpaksa menjual lahan sawahnya yang sebenarnya menjadi tumpuan kehidupannya. Unit Penggilingan Padi Unit penggilingan padi UPP ibarat organ jantung dalam lingkup agroindustri berbasis padi. UPP memilki peran vital dalam mengkonversi padi atau gabah menjadi menjadi beras sosoh yang selalu dibutuhkan oleh hampir setiap rumah tangga. Keberadaan dan kondisi UPP turut mempengaruhi mutu dan rendemen beras sosoh yang dihasilkan. Kondisi UPP ini sangat dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan dan konfigurasi permesinannya. Keterkaitan antara produksi beras, petani dan UPP dapat digambarkan dalam struktur segitiga sama sisi, yang artinya haruslah ketiga sisi tersebut sama kuat, agar tercipta kekuatan dan kestabilan yang kokoh, seprti terlihat pada Gambar 7.1. Gambar 7.1 Posisi saling memperkuat antara petani dan UPP untuk peningkatan produksi beras Idealnya antara petani dan UPP merupakan sebuah keping mata uang logam. Keduanya menyatu, hanya posisinya saja yang berbeda, satu di depan yang satunya lagi di belakang. Keduanya saling membutuhkan dan memiliki sa ketergantungan. Petani dapat memperoleh jaminan pasar atas hasil panennya dari UPP, demikian pula UPP dapat memperoleh jamian pasokan bahan baku dari petani, sehingga dapat beroperasi sesuai dengan kapasitas gilingnya. 74

7.3 Teknologi Penggilingan Padi

Proses penggilingan gabah menjadi beras dilakukan pada unit-unit penggilingan beras. Dengan proses penggilingan yang baik maka akan dapat dihasilkan beras dengan mutu yang baik dan rendemen yang tinggi. Sebaliknya jika proses penggilingan ini kurang baik, maka yang dihasilkan adalah beras dengan mutu yang kurang baik dan rendemennyapun rendah. Umumnya kondisi unit-unit penggilingan padi di sentra-sentra produsen beras di tanah air kondisinya sudah tidak memadai lagi, 32 diantaranya telah berumur lebih dari 15 tahun Thahir 2010. Demikian juga dengan tipe mesin yang digunakan untuk menggiling gabah, akan berpengaruh terhadap rendemen. Sadeghi et al. 2012 melaporkan bahwa penggunaan mesin sosoh tipe abrasif memberikan kinerja yang lebih baik dibanding tipe friksi. Selaras dengan kemajuan ilmu dan teknologi, tersedia berbagai tipe teknologi untuk pengolahan hasil pertanian dari tingkat yang tradisional hingga teknologi yang padat modal dengan dukungan peralatan dan mekanisme kontrol yang canggih Brown 1994. Seterusnya, untuk lebih mendukung keberhasilan pembangunan agroindustri padi, diperlukan evaluasi dan pemilihan pemilihan teknologi dan juga konfigurasi mesin serta proses yang tepat. Penggunaan teknologi konvensional yang banyak digunakan hingga saat ini, memberikan hasil yang kurang memuaskan. Sementara itu untuk mengganti teknologi tersebut dengan teknologi yang canggih, yaitu teknologi terpadu seperti yang digunakan pada Rice Processing Complex RPC di Korea Selatan atau Country Elevator di Jepang diperlukan investasi yang besar dan jaminan pasokan gabah dalam volume yang besar pula agar dapat beroperasi secara ekonomis. Pada penelitian ini ada tiga alternatif teknologi yang akan dievaluasi dan dipilih, yaitu: Teknologi Konvensional, Teknologi Hijau Green Technology dan Teknologi Terpadu seperti yang digunakan pada RPC di Korea Selatan, atau Country Elevator di Jepang. Adapun deskripsi singkat ketiga jenis teknologi penggilingan padi tersebut adalah sebagai berikut: Untuk membangun atau mengembangkan agroindustri berbasis padi, diperlukan pemilihan teknologi penggilingan padi yang berkinerja tinggi, dan sesuai dengan kondisi lapang sehingga dapat beroperasi dengan lancar dan menguntungkan. Teknologi Hijau adalah pilihan yang terbaik dibandingkan dengan Teknologi Terpadu ataupun Teknologi Konvensional.

7.4 Profil Usaha Penggilingan Padi

Penilaian terhadap kelayakan suatu investasi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria utama Salengke 2012, dua diantaranya yang penting adalah Net Present Value dan Interest Rate of Return Shamshirband et al. 2014. Dengan nilai investasi sebesar Rp5.4 milyar, untuk membangun satu unit penggilingan padi berteknologi hijau di Kabupaten Cianjur, diperoleh nilai NPV sebesar Rp3.2 milyar dan IRR sebesar 29.3, yang berarti investasi ini layak untuk direalisasikan. 75

7.5 Pembangunan Unit Penggilingan Padi Modern Berpola Divestasi

Pengembangan agroindustri berbasis beras membutuhkan dukungan pendanaan yang besar. Di sisi lain petani yang tertarik dengan agroindustri mengalami kekurangan modal Sumaryanto Nurmanaf 2007 dan kemampuan manajerial. Untuk menyelesaikan masalah ini, pengembangan dengan metode divestasi dapat diguanakan. Satu unit penggilingan padi dibangun dan dioperasikan. Setelah penggilingan beras beroperasi dengan baik, maka penggilingan beras akan didivestasi kepada kelompok petani lokal. Pembayaran divestasi digunakan untuk membangun kembali revolving penggilingan beras yang lain, disebut metode bergulir rolling method dalam investasi atau reinvestasi. Pembangunan agroindustri berbasis padi dengan fokus pembangunan unit penggilingan padi modern, bila dilakukan secara biasa, bukan secara divestasi akan membutuhkan biaya yang besar dan waktu penyelesaian yang cukup lama. Dengan menggunakan pola divestasi, maka biaya yang dibutuhkasn menjadi lebih kecil dan waktu penyelesaian yang lebih singkat. Studi kasus di Kabupaten Cianjur, sebagai salah satu sentra produsen beras di Jawa Barat, menunjukkan bahwa jika dipilih skenario III, maka dibtuhkan alokasi biaya sebesar Rp 81 milyar per tahun dengan waktu penyelesaian 8 tahun 6 bulan. Bila dipilih skenario II, maka biaya yang dibutuhkan sebesar Rp54 milyar, dengan waktu penyelesaian selama 10 tahun. Terakhir, bila dipilih skenario I, maka biaya yang dibutuhkan hanya Rp27 milyar per tahun dengan waktu penyelesaian selama 15 tahun. Dengan menggunakan pola divestasi, dana divestasi dapat ditarik kembali pada akhir periode pembanguan. Selanjutnya dana tersebut dapat digunakan untuk membangun agroindustri di tempat lain. Inilah kelebihan pola divestasi. Pada tahap implementaasi pembangunan agroindustri berpola divestasii ini, faktor kesiapan kelompok tani menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Kelompok tani tersebut nantinya akan mengambil alih menjadi pemilik unit penggilingan padi modern, sehingga perlu persiapan matang. Berkaitan dengan faktor kesiapan kelompok tani ini, maka perlu juga dipersiapkan kelembagaan yang menaunginya. Untuk itu, perlu dikaji lebih lanjut bentuk kelembagaan yang sesuai yang dapat mendukung kepemilikan, pengelolaan dan pengoperasian unit penggilingan padi modern. Faktor lain yang penting unttuk diperhatikan adalah keberadaan para personalia pengelola pada periode konstruksi dan produksi percobaan. Seluruh personal pengelola harus memiliki kepakaran dan atau pengalaman dalam bidang yang relevan. Mereka harus memiliki kompetensi dan pengalaman dalam bidang pembangunan dan pengoperasian unit penggilingan padi. Bahkan penting bagi mereka untuk memiliki hubungan dan dapat berkomunikasi dengan para pelaku dalam mata rantai bisnis padi atau beras.