Desain Model Sistem Pembangunan Agroindustri Berbasis Padi Dengan Pola Divestasi

(1)

DESAIN MODEL SISTEM PEMBANGUNAN

AGROINDUSTRI BERBASIS PADI DENGAN POLA DIVESTASI

FAQIH UDIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Desain Sistem Model Pembangunan Agroindustri Berbasis Padi Dengan Pola Divestasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Faqih Udin F361090121


(4)

RINGKASAN

FAQIH UDIN. Desain Model Sistem Pembangunan Agroindustri Berbasis Padi Dengan Pola Divestasi. Dibimbing oleh MARIMIN, SUKARDI, AGUS BUONO dan HARIYADI HALID.

Beras telah menjadi bahan pangan pokok yang kebutuhannya selalu meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Bila beras cukup tersedia di pasar-pasar di seluruh wilayah pemukiman penduduk pada tingkat harga yang terjangkau daya beli, maka akan dapat tercipta kondisi yang aman bagi masyarakat. Sebaliknya bila terjadi gejolak harga beras dan persediaannya terbatas, maka akan dapat menimbulkan keresahan sosial. Oleh karena itu keberadaan agroindustri penghasil beras menjadi vital dan perlu untuk dikembangkan terus agar dapat mendukung peningkatan produksi beras domestik.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pembangunan agroindustri penghasil beras, yaitu agroindustri padi dengan pola divestasi. Pendekatan sistem digunakan sebagai metodologi dalam penelitian ini. Untuk mendapatkan pilihan teknologi penggilingan padi yang paling tepat digunakan teknik Fuzzy AHP, untuk menilai tingkat kelayakan investasinya digunakan teknik fuzzy investasi, dan untuk menganalisis laju pembangunan unit penggilingan padi berkaitan dengan variabel investasi, durasi penyelesaian, pertamabahan pendapatan petani dan produksi beras digunakan teknik simulasi sistem dinamik. Perangkat lunak yang digunakan untuk simulasi ini adalah Powersim. Untuk membantu para pengambil keputusan dalam pembangunan agroindustri ini dilakukan rancang bangun sistem penunjang keputusan cerdas (SPK Cerdas), yang diberi nama GILPAMOR.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi yang terpilih adalah Teknologi Hijau, dengan skore 0.50 yang mengungguli Teknologi Terpadu dan Teknologi Konvensional dengan skor masing-masing 0.4 dan 0.1. Seterusnya hasil analisis fuzzy investasi menunjukkan bahwa dengan investasi sebesar Rp5.4 milyar dihasilkan nilai NPV sebesar Rp3.2 milyar dan IRR sebesar 29.3%. Dengan demikian investasi ini layak untuk diimplementasikan. Hasil simulasi sistem dinamik menunjukkan bahwa dengan investasi sebanyak 10 unit penggilingan padi modern per tahun selama 10 tahun berturut-turut akan terbangun 212 unit dengan pola divestasi.

Pada rancang bangun SPK Cerdas GILPAMOR terdapat empat sub model, yaitu sub model alternatif kapasitas unit penggilingan padi, sub model investasi, sub model peningkatan produksi beras dan sub model peningkatan pendapatan petani. Agar penelitian ini lebih aplikatif diperlukan kajian mendalam dalam aspek kelembagaan petani yang fokus kepada kepengurusan unit penggilingan padi modern berdasarkan kualifikasi dan pendelegasian tugas, dukungan pemerintah daerah, produk turunan dari komoditi beras dan pemanfaatan hasil ikutan seperti sekam dengan menggunakan nanoteknologi dan bioteknologi.

Kata kunci: beras, agroindustri padi, divestasi, fuzzy AHP, fuzzy investasi, simulasi sistem dinamik


(5)

SUMMARY

FAQIH UDIN. Design of Rice Based Agroindustry Development System Model by Divestment Pattern. Supervised by MARIMIN, SUKARDI, AGUS BUONO and HARIYADI HALID.

Rice has been a basic foods which is its needs always increase as the increasing of people population. If the rice is sufficient in the market in affordable price, it will produce safe condition in the society. In reverse, if there is a price volatility, and the stock is limited, therefore will produce a social unrest. Therefore the existence of a rice mills for rice production become vital. The rice mills need to be developed continually in order to support an increasing of domestic rice production.

The objective of this research was to analyse a rice producer agroindustry development, namely rice agroindustry, with divestment pattern. System approach was used in this research. To decide the appropriate rice milling technology, a Fuzzy AHP technique was used; to evaluate of its investment a fuzzy investment technique was used, and to analyse a rice mills development rate in correlations with others variables: investment, completion time, additional farmers income and rice production, a system dynamics simulation was used, with Powersim software. To make easier a decision maker in determining a decision, an intelligent decision support system (IDSS), with name GILPAMOR was developed.

Research results showed that The Green Technology was considered as the most appropriate technology for developing rice agroindustry, with score of 0.50, higher than scores of The Integrated Technology and The Conventional Technology with only reached values of 0.4 and 0.1, respectively. Furthermore, the result from fuzzy-investment analysis, showed that an investment of Rp5.4,- billion, got an NPV of Rp3.2,- billion and an IRR of 29.3%. These result indicated that the investment was feasible to be implemented. The result from system dynamics simulation showed that the investment of 10 units of rice mill per year along 10 years continuously by divestment pattern will be developed 212 units of rice mills.

The GILPAMOR IDSS contain four sub models. These sub models were sub model of rice mills capacity alternatives, sub model of investment, sub model of additional farmers income, and sub model of addional rice production. To make this research applicable, it is necessary to undertake deep analysis on farmers institution focusing at rice milling management according to qualification and job descriptions, local government support, down stream rice products and by products utilization (husk processing by nano and biotechnology).

Keywords: rice, paddy agroindustry, divestment, fuzzy AHP, fuzzy investment, system dynamics simulation


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(7)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

DESAIN MODEL SISTEM PEMBANGUNAN

AGROINDUSTRI BERBASIS PADI DENGAN POLA DIVESTASI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(8)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Mohamad Syamsul Ma’arif, M Eng Dr Ir Rokhani Hasbullah, M Si

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof (R) Dr Ir Ridwan Thahir Prof Dr Ir Slamet Budijanto, M Agr


(9)

Judul Disertasi Nama

NIM

: : :

Desain Model Sistem Pembangunan Agroindustri Berbasis Padi Dengan Pola Divestasi

Faqih Udin F361090121

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Marimin, M Sc Ketua

Prof Dr Ir Sukardi, MM Anggota

Dr Ir Agus Buono, M Si, M Kom DR Hariyadi Halid Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Prof Dr Ir Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M Sc Agr


(10)

PRAKATA

Karya ilmiah ini disusun untuk memenuhi persyaratan penyelesaian studi pada program studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sesuai dengan lingkup keilmuan Teknologi Industri Pertanian, fokus penelitian ini adalah bagaimana upaya untuk membangun agroindustri berbasis padi yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani padi dan produksi beras guna mendukung program swasembada beras nasional.

Pemilihan agroindustri berbasis padi ini berdasarkan pertimbangan bahwa agroindustri inilah yang paling strategis, yaitu agroindustri yang menghasilkan beras, yang merupakan bahan pangan pokok bagi hampir seluruh penduduk negeri ini. Kecukupan pasokan beras haruslah selalu dipertahankan, sebab bila di suatu daerah di negeri ini terjadi kekurangan pasokan beras dapat memicu kerawanan sosial.

Petani padi, yang menjadi pelaku utama dan berada pada posisi terdepan dalam mata rantai pengadaan beras nasional, hingga kini kondisi sosial ekonominya masih memprihatinkan. Bila petani padi menjadi berdaya dan sejahtera, tentu mereka akan bergairah untuk meningkatkan produksi padi yang merupakan sumber beras. Seperti diketahui bahwa hingga kini produksi beras di Indonesia masih mengandalkan dari hasil panen tanaman padi yang diusahakan oleh jutaan keluarga petani.

Pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof Dr Ir Marimin, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing, dan juga kepada para anggota komisi pembimbing Prof Dr Ir Sukardi, MM, Dr Ir Agus Buono, M.Si, M.Kom dan DR Hariyadi Halid. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof Dr

Ir Mohamad Syamsul Ma’arif, M Eng dan Dr Ir Rokhani Hasbullah selaku Penguji Luar

Komisi pada Ujian Tertutup, serta kepada Prof (R) Dr Ir Ridwan Thahir dan Prof Dr Ir Slamet Budijanto, M Agr selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka.

Kepada pimpinan Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB dan Program Studi Teknologi Industri Pertanian disampaikan ucapan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi S-3. Kepada pengelola BPPS DIKTI juga dihaturkan terima kasih atas bantuan finansialnya. Akhirnya kepada isteri tercinta, anak-anak, kerabat, kolega dan pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian dan penulisan disertasi ini disampaikan ucapan terima kasih yang tulus.

Semoga tulisan ini ada manfaatnya.

Bogor, Agustus 2014 Faqih Udin


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan Penelitian 4 1.3 Ruang Lingkup Penelitian 5 1.4 Manfaat Penelitian 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1 Rantai Pasok Beras 7 2.2 Pemanenan dan Penanganan Pasca Panen 8

2.3 Pendekatan Sistem 9

2.3.1 Sistem Penunjang Keputusan 10

2.3.2 Sistem Penunjang Keputusan Cerdas 12

2.3.3 System Dynamic 13 2.4 Agroindustri Berbasis Padi 13

2.5 Pola Divestasi 13 2.6 Analisis Finansial 14 2.7 Penelitian Terdahulu 15

3 METODE 18

3.1 Pendekatan Sistem 18 3.2 Kerangka Pemikiran 18

3.3 Tata Laksana Penelitian 21 3.4 Pengumpulan Data 24 4 ANALISIS INVESTASI DAN PEMILIHAN TEKNOLOGI PENGGILINGAN PADI . 25

4.1 Deskripsi Teknologi Penggilingan Padi 26

4.1.1 Teknologi Konvensional 26

4.1.2 Teknologi Hijau 26

4.1.3 Teknologi Terpadu 28

4.2 Prosedur Analisis 29

4.2.1 Kerangka Pemikiran 29

4.2.2 Analisis Kelayakan Finansial 33

4.2.3 Tata Laksana Penelitian 34

4.3 Analisis Sistem 35

4.3.1 Pendekatan Sistem 35 4.4 Pemilihan Teknologi Penggilingan Padi 38

4.5 Analisis Fuzzy Investasi 41

4.6 Kesimpulan dan Rekomendasi 42

4.6.1 Kesimpulan 42


(12)

5 SIMULASI SISTEM DINAMIK PEMBANGUNAN

AGROINDUSTRI PADI BERPOLA DIVESTASI 43

5.1 Prosedur Analisis 45

5.1.2. Simulasi Sistem Dinamik 48

5.2 Hasil dan Pembahasan 53

5.3 Implikasi Manajerial 60

5.4 Kesimpulan dan Rekomendasi 62

5.4.1 Kesimpulan 62

5.4.2 Rekomendasi 62

6 RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN CERDAS UNTUK PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PADI

BERPOLA DIVESTASI 64

6.1 Prosedur Analisis 65

6.1.1 Kerangka Pemikiran 65

6.2 Tatalaksana Penelitian 66

6.3 Konfigurasi SPK Cerdas 66

6.3.1 Sub-Model Alternatif Kapasitas Penggilingan 67

6.3.2 Sub-Model Kelayakan Investasi 68

6.3.4 Sub-Model Peningkatan Produksi Beras 68

6.3.5 Sub-Model Peningkatan Pendapatan Petani 69

6.4 Desain Aplikasi 69

6.5 Implikasi Manajerial 70

6.6. Kesimpulan dan Rekomendasi 70

6.6.1 Kesimpulan 70

6.6.2 Rekomendasi 70

7 PEMBAHASAN 71

7.1 Analisis Lokasi Studi 71

7.2 Pembangunan Agroindustri Berbasis Padi 72

7.3 Teknologi Penggilingan Padi 74

7.4 Profil Usaha Pengggilingan Padi 74

7.5 Pembangunan Unit Penggilingan Padi Modern Berpola Divestasi 75

7.6 Implikasi Manajerial 76

7.7 Kendala 77

8 KESIMPULAN DAN SARAN 78

8.1 Kesimpulan 78

8.2 Saran-saran 79

DAFTAR PUSTAKA 80

DAFTAR TABEL

2.1 Luas panen, produksi gabah dan produktifitas tanaman padi di Indonesia

Tahun 2008 -2012 7 2.2 Beberapa penelitian tentang aplikasi model-model perencanaan produksi/

pasokan produk pertanian 16

4.1 Perbedaan/deskripsi tiga jenis teknologi penggilingan padi 29 4.2 Definisi dan fungsi keanggotaan fuzzy number 32

4.3 Pihak-pihak yang terlibat beserta kebutuhannya pada pembangunan

agroindustri berbasis padi 35 4.4 Himpunan fuzzy untuk suku bunga dengan TFN 41


(13)

5.1 Simulasi sistem dinamik pada alokasi 5 unit UPP per tahun 57 5.2 Simulasi sistem dinamik pada alokasi 10 unit UPP per tahun 59 5.3 Simulasi sistem dinamik pada alokasi 15 unit UPP per tahun 60 5.4 Perbandingan akumulasi tambahan produksi beras dan tambahan pendapatan

petani selama 15 tahun 60

DAFTAR GAMBAR

1.1 Keterkaitan antar bab pada penelitian 5

2.1 Rantai pasok beras domestik 7

2.2 Rantai pasok beras domestik dan impor 8

3.1 Pembangunan agroindustri berbasis padi dengan pola divestasi 21 3.2 Alur pikir landasan penelitian 21 3.3 Tahapan pelaksanaan penelitian 22 3.4 Model pembangunan agroindustri berbasis padi dengan pola divestasi 23

3.5 Konfigurasi SPK secara umum 24 4.1 Diagram kerangka penelitian pemilihan teknologi dan analisis investasi 30

4.2 Membership functionfuzzy µ(x) untuk nilai linguistik kriteria

dan alternatif (Nepal et al. 2010) 33 4.3 Diagram alir tahapan penelitian 34

4.4 Diagram lingkar sebab-akibat model sistem pembangunan

agroindustri berbasis padi dengan pola divestasi 37 4.5 Diagram input-output model sistem pembangunan agroindustri

berbasis padi dengan poladivestasi 38 4.6 Struktur hierarki untuk mengevaluasi dan memilih

teknologi penggilingan padi 39 4.7 Nilai akhir pedapat gabungan pakar untuk mengevaluasi

dan memilih teknologi penggilingan padi 40 4.8 TFN tingkat suku bunga 41 5.1 Alur pikir landasan penelitian pembangunan unit penggilingan padi

modern 48

5.2 Pembangunan unit penggilingan padi modern dengan pola divestasi 48 5.3 Diagram causal-loop pembangunan unit penggilingan padi modern

dengan pola divestasi 50

5.4 Diagram Forrester hubungan antara jumlah penggilingan beras, peningkatan tambahan pendapatan petani, peningkatan produksi

beras dan variabel yang lain 51

5.5 Peningkatan jumlah unit penggilingan padi modern pada alokasi 5

unit per tahun 55

5.6 Peningkatan tambahan pendapatan petani pada alokasi 5 unit per

tahun 55 5.7 Peningkatan tambahan produksi beras pada alokasi pembangunan

5 unit penggilingan padi modern per tahun 56

5.8 Peningkatan jumlah unit penggilingan padi modern pada alokasi

pembangunan 10 unit per tahun 58

5.9 Peningkatan tambahan pendapatan petani pada alokasi pembangunan

10 unit per tahun 58

5.10 Peningkatan tambahan produksi beras pada alokasi pembangunan


(14)

5.11 Peningkatan jumlah unit penggilingan padi modern pada alokasi

pembangunan 15 unit per tahun 61

5.12 Peningkatan tambahan pendapatan petani pada alokasi pembangunan

15 unit per tahun 61

5.13 Peningkatan tambahan produksi beras pada alokasi pembangunan

15 unit per tahun 62

6.1 Kerangka pemikiran rancang bangun SPK Cerdas 66 6.2 Konfigurasi SPK Cerdas model pembangunan agroindustri berbasis padi

dengan pola divestasi 67

6.3 Tampilan login SPK Cerdas GILPAMOR 69

6.4 Tampilan menu SPK Cerdas GILPAMOR 70

7.1 Posisi saling memperkuat antara petani dan UPP untuk peningkatan

produksi beras 73

DAFTAR LAMPIRAN

1 Konfigurasi mesin-mesin penggilingan padi pada teknologi konvensional 85

2 Konfigurasi mesin-mesinj penggilingan padi pada teknologi hijau 86

3 Konfigurasi mesin-mesin penggilingan padi tipe Jepang 87

4 Konfigurasi mesin-mesin penggilingan padi tipe Eropa 88

5 Variabel input output simulasi dengan sistem dinamik 89

6 Contoh algoritma SPK Cerdas Gilpamor 90


(15)

DAFTAR ISTILAH

Berikut ini adalah deskrpisi istilah-istilah yang digunakan dalam tulisan ini.

No. Subjek Deskripsi Rujukan

1. Agroindustri Industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku, untuk menghasilkan produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi.

2. Agroindustri berbasis padi

Industri/agroindustri yang

menggunakan hasil tanaman padi sebagai bahan baku

3. AHP Adalah metode pengambilan

keputusan yang digunkan untuk penyelesaian persoalan komplek melalui penyederhanaan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir.

Marimin et al. (2013)

4. Bekatul Hasil ikutan pada proses penyosohan beras.

Patiwiri (2006) 5. Beras kepala Beras dengan ukuran panjang butir >

6/10.

Patiwiri (2006) 6. Beras patah Beras dengan ukuran panjang butir

<6/10.

Patiwiri (2006) 7. Beras pecah kulit Beras yang dihasilkan dari proses

pengupasan sekam pada gabah dan belum disosoh.

Patiwiri (2006) 8. Beras sosoh Beras pecah kulit yang terbebas dari

bekatul dengan cara disosoh sehingga berwarna putih.

Patiwiri (2006) 9. Divestasi Pelepasan kepemilikan saham atau

perusahaan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain.

10. Destoner Mesin pemisah pecahan-pecahan batu yang terdapat pada gabah.

Patiwiri (2006) 11. Fuzzy-AHP Penggabungan aplikasi fuzzy pada

metode AHP

Bozbura (2007), Nepal et al. (2010)

12. Fuzzy-NPV Aplikasi metode fuzzy pada penentuan NPV suatu investasi 13. Gabah Bulir-bulir biji padi yang telah

rontok dari tangkainya

Patiwiri (2006) 14. GKG Gabah kering giling, adalah gabah

yang telah dikeringkan lebih lanjut dn siap untuk digiling, gabah ini berkadar air sekitar 14 %.

Patiwiri (2006) 15. GKP Gabah kering panen, adalah gabah Patiwiri


(16)

(2006) yang baru dipanen, berkadar air

sekitar 25%

16. Husker Mesin pengupas sekam, untuk memproses gabah menjadi beras pecah kulit.

Patiwiri (2006) 17. Investasi Penanaman modal untuk

membangun asset perusahaan. 18. IRR Tingkat suku bunga pinjaman

dimana nilai NPV menjadi nol

Salengke (2012) 19. Konfigurasi

mesin

Susunan rangkaian mesin-mesin untuk menggiling gabah menjadi beras sosoh

Patiwiri (2006) 20. NPV Total nilai sekarang dari semua

aliran kas yang terjadi selama periode suatu proyek atau investasi

Salengke (2012) 21. Pengeringan Penurunan kadar air bahan hasil

pertanian agar aman untuk disimpan atau untuk pengolahan berikutnya.

Patiwiri (2006) 22. Penjemuran Proses pengeringan gabah dengan

memanfaatkan panas sinar matahari.

Patiwiri (2006) 23. Polisher Mesin penyosoh beras pecah kulit

sehingga menjadi bers sosoh yang berwarna putih.

Patiwiri (2006) 24. Precleaner Adalah mesin pembersih gabah

sebelum gabah tersebut digiling.

Patiwiri (2006 25. Sistem dinamik Seperangkat alat (tool) dengan

pendekatan holistik yang dapat diguna- kan untuk simulasi dan prediksi dari suatu variabel

Daalen & Thissen (2001) 26. Lamporan Lantai penjemuran gabah, yang

umumnya diplester dengan adukan pasir dan semen.

Patiwiri (2006) 27. Teknologi Hijau Teknologi yang ramah lingkungan,

hemat energi dan menghasilkan produk yang lebih menyehatkan. 28. Teknologi

Konvensional

Teknologi yang sudah ada sejak dulu dan hingga kini tidak menunjukkan adanya kemajuan yang signifikan.

Patiwiri (2006) 29. Teknologi

Terpadu

Teknologi terpadu pada agroindustri padi adalah teknologi yang

memadukan proses pengeringan, penggilingan dan penyimpanan, sehingga merupakan suatu komplek yang besar.

Patiwiri (2006)


(17)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki sumberdaya alam yang besar bahkan berlimpah. Dalam keadaan normal, secara teoritis kecil sekali kemungkinan bagi negara ini mengalami kekurangan pasokan bahan pangan. Total wilayah Indonesia sekitar 9.8 juta km2 yang terdiri atas daratan dengan luas sekitar 1.9 juta km2 dan lautan dengan luas sekitar 7.9 juta km2. Wilayah daratan terdiri beberapa pulau besar dan ribuan pulau-pulau kecil, yang diperkirakan keseluruhannya lebih dari 17 ribu pulau. Total panjang garis pantai diperkirakan mencapai 81 ribu km.

Letak Indonesia yang berada di sekitar garis khatulistiwa dan beriklim tropis basah menjadikan wilayah ini mendapatkan energi radiasi matahari sepanjang tahun dan curah hujan tahunan yang cukup banyak, antara 700-4000 mm. Kondisi ini memungkinkan petani untuk mengusahakan berbagai macam budidaya tanaman, ternak dan ikan sepanjang tahun. Nelayan pun dapat menangkap ikan di laut hampir sepanjang tahun pula. Dengan kondisi alamnya yang mendukung usaha pertanian ini, mestinya Indonesia dapat maju dengan dukungan pertanian dan industri yang berbasis hasil pertanian atau agroindustri.

Dillon (2009) menyatakan bahwa jika dilakukan investasi di bidang agroindustri maka akan diperoleh dampak ganda pada perekonomian nasional. Pertama, peningkatan produk substitusi impor. Pada saat pendapatan riil masyarakat menurun, mereka akan mengalihkan konsumsinya kepada barang-barang substitusi yang harganya lebih murah dan terjangkau. Kedua, melalui peningkatan pangsa ekspor produk agroindustri, sehingga dapat diperoleh devisa dalam jumlah yang lebih besar. Peluang pasar yang begitu besar, baik di dalam negeri atau luar negeri, dapatlah dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi terutama di pedesaan.

Namun kenyataan yang terjadi hingga saat ini sektor agroindustri belum mencapai kemajuan seperti yang diharapkan. Berbagai produk pertanian diekspor masih dalam bentuk asalan, bukan dalam bentuk produk hilir yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Dengan membangun dan memodernisasi sektor agroindustri dalam negeri paling tidak akan didapat nilai tambah produk agroindustri dan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup signifikan. Kemajuan sektor agroindustri juga akan menstimulir kemajuan sektor budidaya pertanian di bagian hulu dan sektor bisnis produk agroindustri di bagian hilir.

Begitu banyaknya potensi jenis-jenis agroindustri Indonesia, maka pada penelitian ini dipilih satu jenis agroindustri yang menjadi hajat hidup masyarakat Indonesia, yaitu agroindustri berbasis padi atau penggilingan padi dengan produk utama beras.

Beras adalah produk serealia yang dihasilkan tanaman padi (Oryza sativa) yang telah mengalami serangkaian proses penanganan pasca panen. Proses penanganan pasca panen ini umumnya terdiri atas pemanenan, perontokan, pengangkutan, pengeringan, pembersihan, penyimpanan, pengupasan sekam dan penyosohan. Kini beras telah menjadi produk yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok bagi sebagian besar umat manusia. Selain sebagai bahan pangan pokok, beras juga digunakan sebagai bahan baku agroindustri, baik industri pangan, farmasi, kosmetika ataupun industri lainnya.


(18)

2

Betapa vitalnya peranan beras bagi masyarakat Indonesia, telah dipahami baik oleh pakar perberasan sendiri maupun khalayak luas. Beras telah menjadi bahan pangan pokok yang kebutuhannya selalu meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Bila beras cukup tersedia di pasar-pasar di seluruh wilayah pemukiman penduduk pada tingkat harga yang terjangkau daya beli, maka akan dapat tercipta kondisi yang aman bagi masyarakat. Sebaliknya bila terjadi gejolak harga beras dan persediaannya terbatas, maka akan dapat menimbulkan keresahan sosial (Patiwiri 2006).

Problematika pengadaan beras bagi kebutuhan domestik hingga kini masih merupakan problem besar yang tampaknya sulit diselesaikan secara tuntas. Problem perberasan nasional tampaknya cenderung akan semakin kompleks mengingat kebutuhan terhadap beras meningkat terus mengikuti laju pertambahan penduduk. Sementara itu konsumen pun cenderung memilih beras yang berkualitas super seiring dengan meningkatnya tingkat pendapatan ataupun status sosial. Jumlah produksi beras domestik yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, telah menjadikan Indonesia sebagai negara pengimpor beras. Bahkan produk pangan lainnya pun banyak yang diimpor sehingga menjadikan negeri agraris ini menjadi negara net importir pangan (Abubakar 2007).

Dalam rangka untuk mencukupi kebutuhan beras domestik, pemerintah telah dan terus berupaya meningkatkan produksi beras domestik. Upaya peningkatan produksi padi di tempuh dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi.

Cara intensifikasi, yaitu upaya meningkatkan produksi padi dengan cara meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman per luasan lahan. Cara ini banyak dilakukan di sentra-sentra produksi padi di Pulau Jawa. Sedangkan cara ekstensifikasi, yaitu memperluas areal tanam padi, banyak dilakukan di daerah-daerah yang masih memungkinkan, seperti Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan mungkin saja Papua.

Sementara itu Patiwiri (2006), menyatakan bahwa permasalahan pasokan beras nasional semakin lama semakin berat dan komplek. Permasalahan tersebut antara lain : (a) disparitas produksi dan konsumsi padi yang cukup besar dan memiliki sebaran cukup luas, (b) skala usaha tani yang relalif sempit (petani gurem) serta terpencar sehingga mangakibatkan sulit dan tidak efisien dalam penanganan penyediaan sarana produksi, pengolahan dan pemasarannya, (c) tingkat kehilangan hasil yang masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20% terutama kehilangan gabah pada tahap panen dan perontokan, (d) kualitas gabah dan beras yang diproduksi petani dan diolah pengusaha penggilingan padi masih relatif rendah terutama berkaitan dengan fisik beras, rasa, penampakan dan kemasan, (e) masih rendahnya tingat rendemen dan kualitas beras yang diakibatkan oleh kondisi alat dan mesin pengolahan padi yang masih tradisional dan belum memenuhi standar sebagai processor yang baik, (f) lemahnya permodalan dan kelembagaan di tingkat petani mangakibatkan posisi tawar petani menjadi lemah, (g) masih belum efisiennya biaya pengolahan dan pemasaran padi/beras sehingga menurunkan daya saing dan (h) minimnya ketersediaan fasilitas pasca panen terutama mesin pengering dan mesin perontok padi.

Di Thailand, sekitar 90 % gabah dikeringkan dengan menggunakan mesin pengering sedangkan di Indonesia sebaliknya. Penggunaan mesin perontok padi di


(19)

3 Indonesia berkembang hanya di daerah-daerah yang benar-benar tidak tersedia lagi tenaga perontok padi. Produksi padi sangat bergantung pada ketersediaan air. Sementara itu adanya pemanasan global dan tidak menentunya iklim membuat estimasi produksi menjadi tidak mudah, dan pasar beras global ternyata tetap sangat sensitif terhadap perubahan permintaan dan spekulasi sebagaimana telah terjadi pada krisis pangan global tahun 2008 (Sawit 2010). Ini berarti bahwa peningkatan produksi beras domestik harus diupayakan semaksimal mungkin guna mengantisipasi keadaan yang tidak dikehendaki yaitu kelangkaan pasokan beras.

Sudah seharusnya untuk produk pangan beras ini diberikan perhatian yang besar dan diupayakan dengan sungguh-sungguh untuk mengurangi ketergantungan dari pasokan impor. Dengan kata lain, harus diupayakan pasokan beras domestik yang cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan beras dalam negeri. Faktanya hingga kini belum ada perusahaan baik swasta ataupun milik pemerintah yang tertarik dan menekuni bidang produksi beras. Pernah muncul gagasan untuk membangun rice estate, namun hingga kini belum ada realisasinya.

Bagaimanakah seharusnya agar Indonesia bisa mencapai swasembada beras secara berkelanjutan? Bagaimana pula dengan nasib petani padi? Hingga kini para petani tetap setia berkiprah dalam budidaya tanaman padi namun hidupnya belum dapat dikatakan sejahtera ataupun berdaya. Pernyataan ini merupakan inti permasalahan atau problem statement yang perlu dicarikan solusi terbaiknya.

Penelitian-penelitian sebelumnya tentang pembangunan agroindustri umumnya berfokus pada aspek material dan teknologis belaka, seperti peningkatan produksi ataupun aplikasi teknologi terapan. Demikian pula penelitian-penelitian yang menyangkut peningkatan pendapatan petani sifatnya masih parsial, seperti penyediaan modal dan paket-paket teknologi. Dapat dikatakan masih sulit untuk mendapatkan penelitian yang menggabungkan aspek pembangunan agroindustri, peningkatan produksi dan sekaligus peningkatan pendapatan petani yang dikemas dalam satu perusahaan bisnis yang running well.

State of the art penelitian ini adalah maju selangkah dari penelitian- penelitian terdahulu, yaitu dengan menggabungkan aspek pembangunan agroindustri, peningkatan produksi beras dan peningkatan pendapatan petani yang didisain dengan pola divestasi. Pola divestasi inilah yang menjadi unsur kebaruan atau novelty pada penelitian ini.

Pada pola divestasi ini pada awalnya dibangun satu atau beberapa unit agroindustri saja, agar dapat dikelola dengan baik, sehingga dapat tumbuh, berkembang dan menjadi unit agroindustri yang sehat. Sementara itu secara paralel masyarakat setempat terutama petani dan pedagang padi setempat dipersiapkan dengan program pemberdayaan. Program ini dimaksudkan agar kelak mereka dapat mengambil alih dengan jalan divestasi secara bertahap. Seterusnya dana yang dapat diperoleh dari proses divestasi ini dapat digunakan untuk membangun agroindustri di tempat lain.

Pembangunan agroindustri padi melibatkan usaha di bagian hulu dan bagian hilir. Masing-masing usaha saling berinteraksi. Bila setiap usaha tersebut dapat dibangun secara simultan, akan menghasilkan resultan yang saling memperkuat, sebaliknya bila ada salah satu usaha yang tidak berkembang, maka akan menjadi faktor pembatas untuk kemajuan agroindustri berbasis padi ini.


(20)

4

Usaha-usaha yang ada pada bagian hulu diantaranya adalah industri benih, pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian, jasa pengolahan tanah, usaha budidaya padi, industry wadah/kemasan dan lain sebagainya. Sementara itu berbagai usaha pada bagian hilir diantaranya adalah pakan ternak, pati beras, tepung beras, minuman berbahan beras, industri kosmetik (facial powder) dan lain sebagainya.

Keterlibatan usaha/industri tersebut dalam pembangunan agroindustri berbasis padi menuntut perlunya kerjasama yang sinergis, yang saling menguatkan dan saling menguntungkan. Pembangunan agroindustri berbasis padi dengan pola divestasi diharapkan akan lebih mudah untuk diimplementasikan, dapat meningkatkan pendapatan petani, produksi beras domestik dan pembiayaan pembangunan yang lebih hemat.

Mempertimbangkan bahwa persoalan yang dihadapi dalam upaya pembangunan agroindustri beras ini melibatkan permasalahan yang komplek, dinamis serta berdimensi besar, maka permasalahan ini perlu diselesaikan dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan metodologi penyelesaian persoalan yang dimulai dengan identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan atau faktor penting lainnya untuk mendapatkan solusi yang terbaik.

Seterusnya, untuk mempermudah bagi pihak-pihak yang berkepentingan berkaitan dengan penetapan keputusan untuk membangun agroindustri berbasis padi ini, perlu disusun suatu Sistem Penunjang Keputusan (SPK), yang merupakan finishing point dari penelitian ini. SPK akan membantu untuk menentukan keputusan yang terbaik. SPK merupakan suatu konsep spesifik yang menghubungkan suatu sistem komputerisasi dengan pemakainya (user).

SPK yang akan disusun adalah SPK Cerdas. SPK Cerdas ini dibangun dengan memanfaatkan teknik-teknik yang dikembangkan dalam bidang keilmuan Artificial Intelligence, seperti fuzzy systems, neural network dan genetic algorithms. Dengan SPK Cerdas ini diharapkan dapat membantu pihak penentu kebijakan dalam mengakses, menampilkan serta memahami data secara lebih cepat dan mudah untuk menentukan keputusan.

Akhirnya, penelitian tentang pembangunan agroindustri berbasis padi dengan pola divestasi yang menggunakan pendekatan sistem sangat penting untuk segera dilakukan untuk menghasilkan model sistem pembangunan agroindustri yang dapat meningkatkan pendapatan petani, produksi beras domestik dan pembangunan agroindustri berbasis padi dengan biaya yang sehemat mungkin.

Adapun keterkaitan substansi antar bab dapat dilihat pada Gambar 1.1 di bawah ini. Dengan memperhatikan keterkaitan tersebut akan dapat ditarik benang merah yang menjadi substansi penelitian ini.

1.2 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menentukan teknologi yang terbaik untuk pengembangan agroindustri berbasis padi di Kabupaten Cianjur.

2. Mendapatkan profil investasi unit penggilingan padi modern dengan teknologi yang terpilih.

3. Melakukan simulasi peningkatan jumlah unit penggilingan padi modern, produksi beras dan pendapatan petani dengan pembangunan berpola divestasi. 4. Menghasilkan rancang-bangun SPK Cerdas untuk investasi unit


(21)

5

Gambar 1.1 Keterkaitan antar bab pada penelitian ini 1.3 Ruang lingkup penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada aspek-aspek sebagai berikut:

1. Aspek peningkatan produksi padi dibatasi sejak kegiatan pemanenan padi. 2. Aspek jenis-jenis produk dibatasi beberapa produk yang dapat dihasilkan oleh

masyarakat setempat, yaitu: beras dan tepung beras, dengan produk sampingan bekatul dan sekam.

3. Lokasi penelitian dibatasi pada salah satu sentra produsen beras di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Cianjur.

1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini setidaknya dapat digunakan sebagai:

Bab 1 Pendahuluan Bab 2

Tinjauan pustaka

Bab 3 Metoda Bab 4 Teknologi Penggilingan & Analisa Investasi

Bab 7 Pembahasan Bab 5 Simulasi Sistem Dinamik

Bab 6 SPK Cerdas Gilpamor

Bab 8 Kesimpulan


(22)

6

1. Bahan masukan bagi instansi pemerintah seperti Kementerian Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, Badan Ketahanan Pangan Nasional, Pemerintah Daerah untuk membangun agroindustri berbasis tanaman padi.

2. Informasi bagi BUMN ataupun badan usaha swasta yang tertarik untuk menekuni agroindustri berbasis tanaman padi.

3. Referensi bagi ilmuwan yang berminat untuk meneliti aspek: pengembangan agroindustri, pemberdayaan masyarakat tani ataupun pembangunan sektor pertanian.


(23)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rantai Pasok Beras

Secara fisik, model rantai pasok beras yang umum dapat ditemui hingga kini adalah seperti terlihat pada Gambar 2.1. Pasokan beras domestik hanya berasal dari hasil panen tanaman padi milik petani. Umumnya petani mengelola tanaman padi pada sawah-sawah dengan penguasaan lahan yang relatif kecil, kurang dari 0.5 ha.

Gambar 2.1 Rantai pasok beras domestik

Teknik budidaya tanaman padi yang digunakan relatif masih sederhana. Begitu pula dengan teknologi pasca panen yang diterapkan juga masih sederhana sehingga angka susut pasca-panennya dapat mencapai 10.82% (BPS 2007). Secara nasional produksi gabah kering giling (GKG) pada tahun 2012 yang lalu tercatat 68,59 juta ton , seperti terlihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Luas panen, produksi gabah dan produktifitas tanaman padi di Indonesia tahun 2008 - 2012

Tahun Luas Panen

(juta ha)

Produksi gabah (juta ton GKG)

Produktifitas (ton GKG/ha) 2008 2009 2010 2011 2012 12.33 12.88 13.25 13.20 13.44 60.33 64.40 66.47 65.76 68.59 4.89 4.99 5.02 4.98 5.10

Sumber: BPS (2013)

Persoalan serius akan muncul apabila produksi beras domestik tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan dalam negeri. Jalan yang biasa ditempuh adalah dengan mengimpor beras dari negara lain yang surplus beras seperti Thailand dan Vietnam. sehingga model rantai pasoknya akan berubah dengan munculnya komponen beras impor. Lembaga yang ditugasi untuk melakukan ini adalah Badan Urusan Logistik (BULOG). Selanjutnya Perum BULOG akan menyalurkan beras impor ke daerah yang memerlukan via DIVISI REGIONAL (DIVRE) yang ada di daerah tersebut. Oleh DIVRE. beras impor akan disalurkan lagi ke instansi vertikal di bawahnya. yaitu SUB DIVISI REGIONAL (SUB DIVRE). SUB DIVRE ini selanjutnya akan menyalurkan beras impor kepada distributor-distributor rekanan. Dalam keadaan normal stok beras yang dimiliki BULOG disalurkan untuk memenuhi program Raskin. Model rantai pasok yang mencakup beras impor ini seperti terlihat pada Gambar 2.2.

Petani Pedagang Pengumpul Gudang Divre/Subdivre BULOG Konsumen: Raskin Gol. Anggaran Penggilingan Padi Pedagang Besar Konsumen Pengecer Operasi Pasar


(24)

8

Gambar 2.2 Rantai pasok beras domestik dan beras impor Peningkatan Pendapatan Petani Padi dan Pembangunan Agroindustri

Seringkali terjadi bahwa peningkatan produksi padi tidak selalu diikuti dengan peningkatan pendapatan petani. Bahkan ada kecenderungan pendapatan petani semakin menurun jika dibandingkan dengan peningkatan produk industrinya (Saragih 2009).

Dengan pengembangan agroindustri yang merupakan usaha untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian akan berdampak positif terhadap pendapatan petani. Melalui modernisasi subsektor agroindustri dalam skala nasional, penerimaan nilai tambah dapat ditingkatkan sehingga pendapatan ekspor dapat lebih besar lagi. Sebagai contoh beras diolah menjadi produk kosmetika, misal menjadi bedak kecantikan (facial powder) atau bedak bayi (baby powder) maka nilai tambah yang diperoleh menjadi sangat besar.

Besarnya multiplier effect akibat berkembangnya subsektor agroindustri, meliputi semua industri dari hulu sampai pada industri hilir. Hal ini disebabkan karakteristik agroindustri yang memiliki kelebihan dibanding industri-industri lainnya. Berikut ini adalah beberapa karakteristik agroindustri:

1. Memiliki keterikatan yang kuat baik dengan industri hulu maupun industri hilir.

2. Menggunakan bahan baku sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable). Penggunaan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui menunjukkan bahwa agroindustri dapat dikembangkan dalam jangka panjang. 3. Memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif baik di pasar domestik

maupun pasar global, khususnya produk-produk pertanian tropika.

4. Dapat menampung tenaga kerja dalam jumlah besar, baik yang berpendidikan maupun yang tidak berpendidikan.

5. Seterusnya salah satu peran penting agroindustri khususnya agroindustri berbasis padi dapat digunakan sebagai wahana untuk meningkatkan pendapatan petani padi.

2.2 Pemanenan dan Penanganan Pasca Panen

Saat pemanenan adalah merupakan tahap penting untuk menghasilkan padi dengan kualitas yang prima. Penentuan saat panen padi haruslah ditetapkan dengan cermat agar dapat diperoleh hasil panen yang maksimal. Bila tanaman padi dipanen dini, maka masih terdapat cukup banyak bulir-bulir padi yang belum bernas. yang nantinya kalau sudah kering akan berpotensi menjadi butir hampa. Semakin tinggi kadar butir hampa tentunya akan semakin menurunkan rendemen gilingnya.

Beras Impor

Petani Pedagang Pengumpul

Gudang Divre/Subdivre

BULOG

Konsumen: Raskin Gol. Anggaran Penggilingan

Padi

Pedagang Besar

Konsumen Pengecer


(25)

9 Demikian juga tanaman padi kalau lambat dipanen. akan semakin banyak tingkat kehilangannya. Butir-butir gabah akan semakin mudah rontok dan banyak tercecer ketika dipanen dan rawan terhadap serangan hewan pemakan padi seperti burung dan tikus. Begitu pula metode pemanenan juga harus dilakukan dengan baik. Sesungguhnya metoda pemanenan dan penanganan pasca panen mempunyai peran yang sangat strategis dalam upaya peningkatan produksi beras karena dapat menekan kehilangan (losses) hasil panen dan sekaligus dapat meningkatkan mutu padi.

Volume kehilangan hasil panen padi pada operasi hasil pemanenan dan pasca panen di Indonesia masih cukup tinggi yaitu mencapai 10.82% (BPS 2007). Dengan memperhatikan angka produksi beras domestik tahun 2010 yang mencapai 38 juta ton beras. Berarti beras yang hilang karena kurang cermatnya pemanenan dan penanganan pasca panen dapat mencapai 4.1 juta ton beras.

Proses pemanenan umumnya dilakukan dengan memotong batang padi bagian bawah menggunakan sabit. Sejak proses pemanenan inilah mulai tercecernya hasil panen di sawah. Hentakan atau pukulan sabit menyebabkan beberapa butir padi terlepas dari tangkainya. Tahap berikutnya adalah proses perontokan. Umumnya perontokan dilakukan dengan cara banting. Tahap ini merupakan tahapan dengan tingkat kehilangan hasil yang cukup besar (Patiwiri 2006).

Proses berikutnya adalah pengeringan gabah. Proses ini merupakan tahap yang cukup kritis dalam upaya mempertahankan mutu gabah. Kadar air gabah yang baru dipanen sekitar 25%, perlu dikeringkan hingga mencapai kadar air 13-14%. Saat ini proses pengeringan gabah dilakukan dengan cara penjemuran. Permasalahan muncul apabila musim panen terjadi pada musim penghujan. Pada kondisi ini diperlukan mesin pengering, namun hingga kini penggunaan mesin pengering belum berkembang, sehingga gabah yang dihasilkan mutunya rendah.

Setelah gabah kering, proses berikutnya adalah penggilingan gabah sehingga dihasilkan beras. Dengan proses penggilingan yang baik, dapat dihasilkan beras bermutu baik dan rendemen yang tinggi. Sebaliknya jika proses ini kurang baik, maka dihasilkan beras dengan mutu yang kurang baik pula dan rendemennya pun rendah. Umumnya kondisi penggilingan-penggilingan padi yang ada pada saat ini kondisinya sudah tidak memadai lagi.

2.2 Pendekatan Sistem

Permasalahan perberasan dan peningkatan pendapatan petani padi pada tingkat lokal ataupun nasional, bukanlah permasalahan yang sedarhana. Permasalahan ini sesungguhnya cukup komplek, bahkan cenderung sangat komplek. Berbagai faktor terlibat di dalamnya dan saling berinteraksi. Penyelesaian permasalahan ini secara sederhana atau secara parsial tidaklah akan memberikan hasil yang memuaskan. Untuk itu diperlukan pendekatan yang bersifat holistik, sibernetik dan efektif yaitu dengan pendekatan secara sistem (Eriyatno 2012).

Marimin dan Maghfiroh (2010) mendefinisikan sistem adalah suatu kesatuan usaha, terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan dalam lingkungan yang komplek. Visi kesisteman dalam arti luas adalah pola pikir ilmiah untuk pengkajian yang memerlukan telaah berbagai hubungan yang relevan, komplementer dan


(26)

10

terpercaya. Oleh karena pemikiran kesisteman selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu kerangka pikir yang dinamakan pendekatan sistem (Eriyatno 2012). Pendekatan sistem mulai diperkenalkan oleh Von Bertalanffy dengan gagasannya yang dinamakan General System Theory (GST) yang didasari oleh pemikiran perlunya keahlian generalis dan pendekatan lintas disiplin dalam memahami dunia nyata secara efisien.

Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno 2012). Namun, mengingat keterbatasan tenaga, waktu dan biaya, maka tidak setiap persoalan manajemen harus diselesaikan dengan pendekatan sistem. Pengkajian dan pemecahan permasalahan yang menggunakan pendekatan sistem sebaiknya dikhususkan hanya bagi permasalahan yang mempunyai karakteristik: (1) kompleks, yaitu interaksi antar elemen cukup rumit, (2) dinamis dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan (3) probabilistik yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi.

Dalam menerapkan pendekatan sistem harus dipegang teguh tiga pola pikir dasar yaitu: sibernetik (cybernetic) artinya berorientasi pada tujuan. Bahwasanya pendekatan sistem dimulai dengan menetapkan sekumpulan tujuan yang ditampilkan melalui analisa kebutuhan, (2) Holistik (holistic), yaitu cara pandang yang utuh terhadap keutuhan sistem yang berarti segmentasi atau cara pandang parsial yang dipandang mereduksi hasil kajian, (3) efektif (effectivenes), yaitu konsepsi yang lebih mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan daripada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan (Eriyatno 2012).

Tahapan pendekatan sistem mengandung tiga unsur utama system, yaitu data dan pengetahuan dasar, keandalan model matematik serta penerapannya. Pendekatan sistem dicirikan adanya metodologi perencanaan atau pengelolaan yang bersifat multidisiplin, terorganisir, penggunaan model matematika, kemampuan berpikir secara kualitatif, penggunaan teknik simulasi dan optimasi serta dapat diterapkan dengan komputer. Pendekatan sistem menggunakan model, yaitu suatu abstraksi dari keadaan nyata atau penyederhanaan sistem nyata dalam rangka memudahkan pengkajian suatu sistem yang dipelajari atau diamati (Marimin 2002). Paparan tersebut lebih merujuk kepada apa yang sekarang dikenal sebagai hard system approach.

2.2.1 Sistem Penunjang Keputusan

Pendekatan secara sistem dalam pengambilan keputusan sering dikenal dengan istilah Sistem Penunjang Keputusan (SPK). SPK dimaksudkan untuk memaparkan elemen-elemen sistem secara rinci sehingga dapat membantu manajer dalam proses pengambilan keputusannya. Turban dan Aronson (2001) mendifinisikan SPK sebagai sistem informasi berbasis komputer yang bersifat interaktif, fleksibel dan mudah beradaptasi yang dikembangkan terutama untuk mendukung solusi masalah manajemen yang tidak terstruktur guna menyempurnakan pengambilan keputusan. SPK memanfaatkan data, menyediakan user interface yang mudah. Terdapat bermacam-macam definisi


(27)

11 SPK, namun semuanya memiliki 3 tema yaitu: (1) diterapkan pada masalah tidak terstruktur, (2) menunjang tetapi tidak menggantikan proses pengambilan keputusan dan (3) di bawah kendali pengguna. Secara ringkas dapatlah dikatakan bahwa fungsi SPK adalah untuk mentransformasikan data informasi menjadi alternatif keputusan dan prioritasnya (Marimin 2004).

Dalam konteks organisasi, pengambilan keputusan merupakan bagian dari proses manajemen yang paling kritis. Setiap keputusan yang diambil selalu memberikan implikasi bagi organisasi, baik implikasi yang telah diperkirakan sebelumnya maupun tidak. Perkembangan teknologi informasi telah memungkinkan pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan lebih cepat. Hal tersebut dimungkinkan berkat adanya perkembangan teknologi perangkat keras yang diiringi dengan perkembangan perangkat lunak serta kemampuan perakitan dan penggabungan beberapa teknik pengambilan keputusan ke dalamnya.

Perkembangan teknologi informasi telah berevolusi dari Pengolahan Data Elektronik (PDE) ke Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan berlanjut pada Sistem Penunjang Keputusan (SPK) bahkan ke e-commerce. PDE mempunyai fokus perhatian pada data; penyimpanan, pemrosesan serta alirannya dalam operasi serta upaya peningkatan efisiensi pemrosesan, optimasi penjadwalan dan penggunaan prosesor, pengintegrasian file dan laporan pemrosesan. SIM berfokus pada penyajian informasi terutama untuk manajemen tingkat menengah, struktur, aliran informasi serta pengintegrasian PDE dari berbagai fungsi perusahaan maupun peningkatan efektivitas penggunaan basis data. Sedangkan SPK berfokus pada pengambilan keputusan; untuk membantu manajemen puncak dan eksekutif pengambil keputusan dan bertumpu pada fleksibilitas, adaptabilitas, dan jawaban yang cepat yang dapat dikendalikan oleh pengguna bahkan menjanjikan untuk

dapat memenuhi “gaya” penggunanya. Rancangan SPK yang baik

memungkinkan terjadinya komunikasi dan koordinasi antara berbagai bidang maupun tingkat manajemen.

Tujuan SPK adalah membantu manajer atau para penentu kebijakan dalam proses pengambilan keputusan atau dapat dikatakan bahwa SPK merupakan suatu sarana untuk mempermudah dan mempercepat proses pengambilan keputusan. Dalam dunia bisnis, kualitas keputusan sangatlah penting karena berkaitan erat dengan nasib perusahaan dan para karyawan yang tergabung di dalamnya. Bila keputusan yang diambil berkualitas tinggi, maka akan dapat mendukung kemajuan perusahaan. Sebaliknya bila keputusan yang diambil tidak berkualitas, maka akan dapat menjadi faktor kemunduran perusahaan. Dengan bantuan SPK diharapkan para eksekutif yang masih yunior pun dapat menentukan keputusan dengan kuallitas yang tinggi, dan sekaligus juga waktu yang diperlukan untuk penetapan keputusan dapat dipersingkat. Dengan bantuan SPK yang spesifik, diharapkan para penetu kebijakan dapat menetapkan keputusan yang terbaik diantara alternatif keputusan yang tersedia dan dalam waktu yang sesingkat mungkin.

Komponen SPK terdiri atas: 1)manajemen basis data yang mencakup data yang relevan untuk situasi yang dihadapi dan dikelola oleh data base manajemen systems (DBMS). Pada komponen ini data dapat ditambah, dihapus, diganti atau disunting agar tetap relevan jika hendak dubutuhkan; 2) manajemen basis model yang merupakan paket software yang terdiri dari finansial, statistik, manajemen sain, atau model-model kuantitatif lain yang menyediakan kapabilitas analitis sistem, dan


(28)

12

manajemen software yang sesuai; 3) sub-sistem komunikasi atau sub-sistem dialog yang merupakan sub-sistem yang disiapkan untuk berkomunikasi user interface, sehingga tugas utama manajemen dialog adalah menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki oleh pengguna; dan 4) manajemen pengetahuan (knowledge management) merupakan sistem pengolahan terpusat untuk melakukan fungsi koordinasi dan pengendali dari operasi SPK secara menyeluruh. Sistem ini menerima masukan dari ketiga sub-sistem lainnya dalam bentuk baku serta menyerahkan keluaran sub-sistem yang dikehendaki dalam bentuk yang baku pula. Manajemen terpusat atau manajemen pengendali merupakan sub-sistem optional yang dapat menunjang setiap sub-sistem lain atau bertindak sebagai suatu komponen independent. Pada praktiknya, model SPK pada manajemen modern lebih menekankan pada proses pengambilan keputusan yang berkonsep mendahulukan efektivitas daripada efisiensi (Eriyatno 1999).

Efisiensi adalah melaksanakan suatu tugas sebaik mungkin sehubungan dengan kriteria penampakan yang telah ditentukan lebih dahulu, misalnya biaya operasi, waktu pelaksanaan dan tenaga kerja. Sedangkan efektivitas mencakup kegiatan apa yang seyogyanya dikerjakan dan menjamin bahwa kriteria yang terpilih adalah yang mempunyai relevansi dengan tujuan.

SPK banyak dikembangkan untuk mendukung bidang bisnis dan industri, terutama untuk mendukung pengambilan keputusan investasi dan peningkatan kapasitas pabrik, perluasan sayap bisnis, pemilihan teknologi. Pada penelitian ini, SPK ditujukan untuk mempermudah dan mempersingkat pengambilan keputusan untuk investasi unit penggilingan padi dimana desain unit penggilingan padi tersebut berciri modern dan mengadopsi prinsip-prinsip green production. SPK yang hendak dirancang tersebut bukanlah sekedar SPK konvensional, namun lebih maju lagi yaitu apa yang dinamakan SPK Cerdas (Intelligent Decision Support Systems).

2.2.2 Sistem Penunjang Keputusan Cerdas

Sistem Penunjang Keputusan Cerdas (SPK Cerdas) merupakan SPK yang dipadukan dengan satu atau lebih teknik-teknik yang telah dikembangkan dalam bidang kecerdasan berbasis komputer atau yang dikenal dengan sebutan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Memperhatikan kronologis pengembangannya, tidaklah diragukan lagi bahwa SPK Cerdas tentu akan memiliki kinerja yang lebih baik dari pada sekedar SPK.

Dalam konteks SPK Cerdas ini dikenal istilah kepadatan kecerdasan (intelligence density). Jika seorang manajer untuk menetapkan keputusan tertentu dengan menggunakan SPK Cerdas-1 perlu waktu 5 jam, sedangkan jika dia menggunakan SPK Cerdas-2 hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk dapat menghasilkan keputusan dengan kualitas yang sama, sehingga dapat dikatakan bahwa SPK Cerdas-2 memiliki kepadatan kecerdasan lima kali lipat dibanding dengan SPK Cerdas-1.

Untuk membangun SPK Cerdas digunakan teknik-teknik kecerdasan buatan seperti jaringan syaraf tiruan (artificial neural network), algoritma genetika (genetic algorithm), teknik atau metoda fuzzy serta teknik lainnya seperti optimasi koloni semut (ant colony optimation). Dalam pekembangannya, SPK Cerdas tidak hanya dikembangkan untuk mendukung bidang bisnis dan industri (termasuk pertanian dan agroindustri) saja. Dalam bidang lingkungan hidup, Egorov et. al (2010) yang mengembangkan SPK Cerdas untuk pengendalian


(29)

13 kualitas udara di sekitar pabrik bahan kimia. Kammi et. al (2011) mengembangkan SPK Cerdas pemilihan teknologi penanganan limbah cair yang berkelanjutan. Pada bidang kedokteran, Kelth et. al (2010) mengembangkan SPK Cerdas untuk mendiagnosa dan memberi treatment yang terukur kepada pasien hepatitis. Lin et. al (2011) mengembangkan SPK Cerdas untuk memberi treatment kepada pasien kanker prostat.

2.2.3 System Dynamics

System dynamics pertama kali diperkenalkan oleh Jay Forester pada tahun 1950an, yang pada mulanya ditujukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam sektor industri. Sesuai dengan namanya, system dynamics ini berhubungan dengan kecenderungan dengan dinamika sistem yang komplek. Apakah sistem yang dibangun stabil atau tidak, berfluktuasi, tumbuh, surut atau dalam kesetimbangan.

Permasalahan yang mempunyai sifat dinamis adalah permasalahan yang menyangkut kuantitas yang berubah-ubah terhadap waktu yang dapat dituangkan dalam grafik variabel terhadap waktu. Disamping itu, permasalahan yang ditangani merupakan permasalahan yang menggambarkan adanya hubungan umpan balik atau sistem umpan balik.

2.3 Agroindustri Berbasis Padi

Agroindustri adalah industri yang mengolah hasil pertanian, baik hasil tanaman atau hewan termasuk hewan yang hidup di perairan. Dengan demikian agroindustri berbasis padi adalah industri yang menggunakan padi sebagai bahan bakunya. Produk utama agroindustri adalah beras yang merupakan produk strategis karena menjadi hajat hidup hampir semua penduduk negeri ini.

Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, maka agroindustri yang akan dikembangkan pada penelitian ini agroindustri pengolahan padi yang menghasilkan beras sebagai produk utama. Sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta tuntutan lingkungan, maka agroindustri yang akan dikembangkan tersebut memiliki ciri green production.

2.4 Pola Divestasi

Untuk membangun agroindustri berbasis padi diperlukan investasi yang tidak sedikit. Investasi diperlukan untuk pengadaan tanah, mesin dan peralatan serta fasilitas pendukung. Keberadaan agroindustri ini vital bagi sentra-sentra produsen padi. Namun, besarnya investasi yang diperlukan membuat kelompok tani di sentra-sentra tersebut tidak mampu untuk membangunnya.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, perlu dilakukan investasi terlebih dahulu oleh pihak luar, seperti oleh pemerintah atau lembaga nirlaba yang berminat. Setelah dilakukan investasi dan industri tersebut beroperasi secara sehat, kemudian dilakukan proses divestasi atau diambil alih kepemilikannya oleh kelompok tani setempat secara bertahap. Tentunya untuk mengkaji kemungkinan proses divestasi ini perlu dilakukan analisis kemampuan finansial kelompok tani secara agregat.


(30)

14

2.5 Analisis Finansial

Teknik yang digunakan dalam analisis finansial perusahaan agroindustri serupa dengan yang digunakan pada perusahaan komersial lainnya. Kriteria yang menentukan keputusan manajemen dan investasi juga serupa.

Aspek finansial mengenai kelayakan usaha agroindustri dapat dianalisis dengan penghitungan ukuran-ukuran berdiskonto seperti (1) manfaat sekarang neto (net present worth/ NPW atau net present value / NPV), (2) tingkat pengembalian internal (internal rate of return/ IRR), (3) perbandingan manfaat-biaya (benefit-cost ratio atau B/C ratio). Oleh karena analisis finansial merupakan pekerjaan yang membutuhkan waktu lama serta menghabiskan biaya, maka dianjurkan untuk melakukan penilaian pendahuluan atas kelayakan finansial satu perusahaan agroindustri. Pada tahap ini dapat dihitung ukuran-ukuran kemanfaatan perusahaan agroindustri yang tidak berdiskonto, seperti (1) perbandingan hasil terhadap pengeluaran (profit/ loss per unit of production). (2) masa pembayaran kembali (payback period) dan (3) titik impas (break-evenpoint/ BEP).

Adapun langkah-langkah analisis finansial perusahaan agroindustri sebagai berikut: 1) menentukan pola penghasilan yang mungkin, 2) memperkirakan kapasitas dan harga untuk tiap-tiap produk dan pasar, 3) menyiapkan prakiraan awal biaya investasi dan operasi, 4) menentukan suplai potensial bahan baku termasuk harga, 5) melakukan penilaian awal kelayakan finansial, 6) melakukan analisis finansial yang lengkap dari beberapa alternatif, 7) melakukan analisis sensitivitas melalui identifikasi variabel-variabel kunci dalam kinerja finansial perusahaan yang diusulkan, 8) membandingkan hasil analisis dan kriteria investasi, dan 9) mengidentifikasi kondisi dimana perusahaan yang diusulkan tidak memenuhi kriteria investasi (Brown 1994).

a) Net Present Value

Net Present Value. Net Present Value (NPV) merupakan nilai kini pendapatan bersih suatu usaha dalam satu siklus usaha yang diperhitungkan dengan menggunakan tingkat bunga pinjaman yang berlaku. Suatu usaha dinyatakan layak secara finansial jika nilai NPV positif.

b) Payback Period

Payback period (PBP) adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi kapital yang ditanamkan, dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai neto produksi tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi kapital yang ditanamkan. Pada umumnya payback period merupakan ukuran kemanfaatan yang tidak berdiskonto meskipun sebenarnya payback period dapat juga dihitung dengan memperhitungkan faktor diskonto.

Alternatif investasi yang mempunyai umur ekonomis lebih besar dari periode pengembalian maka alternatif tersebut dinyatakan layak. Sebaliknya, bila PBP lebih besar dari estimasi umur ekonomis suatu investasi maka dikatakan investasi tersebut tidak layak.


(31)

15

c) Internal Rate of Return

Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat bunga yang menyebabkan suatu usaha dalam 1 siklus ekonomi memperoleh keuntungan nol, dalam arti tidak memperoleh untung atau rugi, dengan kata lain impas.

Suatu usaha dinyatakan layak secara finansial jika nilai IRR lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat bunga pinjaman yang berlaku. Sebaliknya bila IRR lebih rendah dari tingkat bunga pinjaman yang berlaku maka usaha tersebut dinyatakan tidak layak secara finansial.

d) Net-Benefit Cost Ratio

Net-Benefit Cost Ratio (net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat dengan biaya selama satu siklus usaha. Suatu usaha dinyatakan layak secara finansial jika nilai net B/C lebih besar dari 1.

e) Break Even Point

Yang dimaksud dengan break even point (BEP) adalah jumlah hasil penjualan oleh suatu unit usaha menyebabkan unit usaha tersebut tidak untung tetapi juga tidak rugi. Agar dapat memperoleh untung maka unit usaha tersebut harus mampu menjual hasil produksinya lebih dari jumlah break-even point. f) Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik untuk menunjukkan seberapa besar perubahan kriteria investasi, yang diakibatkan oleh perubahan masukan dengan asumsi bahwa hal lain tidak terjadi perubahan (Brown 1994). Analisis sensitivitas dapat digunakan manajemen untuk mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Analisis sensitivitas dapat dikaitkan dengan pengurutan prioritas. Makin tinggi kesensitifan proyek terhadap suatu variabel maka variabel tersebut makin diprioritaskan untuk diantisipasi. Analisis sensitivitas biasanya didasarkan pada suatu kondisi awal, misalnya: setiap input sesuai dengan yang diharapkan (expected value), kemudian diikuti dengan antisipasi kondisi perubahan terhadap suatu variabel.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang pembangunan agroindustri yang dilakukan dengan multi-objectives yang mencakup aspek sumberdaya manusia, peningkatan produksi, dan pembangunan agroindustri sampai dengan saat ini masih sulit ditemui. Umumnya penelitian yang sudah dilakukan menyangkut satu atau dua objectives saja. Upaya mengaitkan pengembangan agroindustri ini dengan peningkatan pendapatan petani serta pembangunan agroindustri dengan pola divestasi merupakan unsur kebaruan (novelty) pada penelitian ini.

Penelitian tentang aspek rantai pasok beras sudah dilakukan di Thailand. misalnya yang dilakukan oleh Thongrattana dan Perera (2010). Penelitian ini membahas faktor ketidakpastian lingkungan terhadap pasokan beras di Thailand dengan pendekatan secara empiris. Ada tujuh faktor yang diamati. yaitu: pasokan, permintaan, pengolahan, perencanaan dan pengendalian, kemudian tingkah laku pesaing, kebijakan pemerintah Thailand serta ketidakpastian iklim.

Penelitian yang fokus kepada masalah peningkatan pendapatan petani, telah dilakukan oleh Kasem dan Thapa (2011). Umumnya petani-petani Thailand melakukan budidaya padi secara monokultur. Pemerintah Thailand hanya mengeluarkan kebijakan diversifikasi di beberapa provinsi untuk meningkatkan


(32)

16

pendapatan petani. Penelitian ini dilakukan dengan survai terhadap 245 rumah tangga petani di Provinsi Nakhon Pathon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program diversifikasi tanaman tidak berhasil. Mayoritas petani (75%) tetap melakukan budidaya padi secara monokultur. Disisi yang lain, budidaya padi secara monokultur tidaklah jelek dari sisi pendapatan petani.

Beberapa penelitian sejenis yang bernuansa pemberdayaan petani dalam negeri seperti yang dilakukan oleh Maulana (2005) yang menyusun sebuah model untuk pengembangan agroindustri nenas. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pengembangan agroindustri nenas yang mendudukkan posisi yang setara antara posisi petani dengan industri pengolahan nenas. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah BCR (Benefit Cost Ratio), dimana harga nenas segar dari petani ke industri pengolahan ditetapkan berdasarkan kesamaan BCR, antara usaha budidaya nanas dengan industri pengolahan nanas. Dengan model ini diharapkan petani nenas dapat meningkat keuntungannya.

Peneliti lain. Kirbrandoko (2007) mencoba mendesain model sistem integrasi vertikal usaha agroindustri berbahan baku ikan hasil tangkapan nelayan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan kelompok nelayan akan meningkat, bila hasil tangkapan yaitu ikan dijadikan bahan pada agroindustri yang juga mereka usahakan sendiri. Bahkan keuntungan tersebut akan meningkat lagi jika usaha tersebut dilanjutkan lagi pada tahap usaha distribusi produk.

Beberapa penelitian lain dapat dilihat pada Tabel 2.2, yang merupakan review dari aplikasi model-model perencanaan produksi/pasokan produk pertanian yang dilakukan oleh Ahumada dan Villalobos (2009).

Tabel 2.2 Beberapa penelitian tentang aplikasi model-model perencanaan produksi/pasokan produk pertanian.

Peneliti Tujuan utama penelitian

Penelitian ini (2012) Membangun model agroindustri berbasis padi untuk peningkatan produksi beras dan pendapatan petani dengan pola divestasi.

Kasem & Thapa (2011)

Meneliti pengaruh diversifikasi tanaman terhadap peningkatan pendapatan petani padi Thailand.

Thongratana & Perera (2010)

Meneliti faktor ketidakpastian lingkungan terhadap pasokan beras di Thailand.

Verdow et al. (2010) Pemodelan rantai pasok yang digerakkan oleh permintaan dengan model referensi untuk produk buah.

Blackburn & Scudder (2009)

Strategi desain rantai pasok untuk produk segar. dengan contoh melon dan jagung manis.

Ferrer et al. (2008) Menyusun rencana penjadwalan yang optimal pada pemanenan buah anggur dengan model Linear Programming untuk meminimalisirkan harga.

Manikas & Manus (2008)

Pengembangan model untuk mendukung traceability rantai pasok hasil ternak.

Kirbrandoko (2007) Membangun model sistem integrasi vertikal agroindustri berbahan baku ikan dengan harapan untuk meningkatkan pendapatan nelayan.

Caixeta-Filho (2006) Mengembangkan Linear Programming pengaruh faktor-faktor pembatas kimiawi. biologis dan logistik terhadap mutu hasil panen buah dengan tujuan untuk memaksimalkan pendapatan.

Widodo et al. (2006) Mendisain Dynamic Programming untuk mengintegrasikan faktor produksi. pemanenan dan penyimpanan yang merupakan fungsi dari pertumbuhan dan susut (Loss) untuk memaksimalkan kepuasan konsumen


(33)

17

Maulana (2005) Membangun model pengembangan agroindustri nanas dengan menyetarakan posisi petani nanas dengan agroindustri pengolahan nenas. Kazaz (2004) Desain stoehastic Programming dua tahap untuk menentukan kontrak produksi minyak zaitun pada kondisi hasil panen dan permintaan yang tidak menentu untuk memaksimalkan pendapatan.

Romero (2000) Menentukan pola tanam yang efisien dengan mempertimbangkan resiko bagi produsen dengan model multi-objektif (multi-tujuan).

Miller et al. (1999) Membuat rencana produksi dan pemanenan bagi kilang pengemasan dengan Linear Programming dan Program Fuzzy dengan tujuan untuk minimalisasi biaya.

Annevelink (1992) Menentukan letak pot tanaman pada green house yang bertujuan untuk meminimalkan biaya dengan menggunakan teknik heuristik dan genetika algoritma.


(34)

18

3 METODE

3.1 Pendekatan Sistem

Secara sederhana, menurut Tamin (1997), sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan. Sedangkan menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) sistem adalah suatu kesatuan usaha, terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan secara teratur dan berusaha mencapai tujuan dalam lingkungan yang kompleks.

Sedangkan yang dimaksud dengan pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisa organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak. Dengan demikian, manajemen sistem dapat diterapkan dengan memfokuskan kepada berbagai ciri dasar sistem yang perubahan dan gerakannya akan mempengaruhi keberhasilan suatu sistem (Marimin & Maghfiroh 2010).

Pada dasarnya, pendekatan sistem merupakan penerapan sistem ilmiah dalam manajemen. Dengan cara ini dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi atau sistem. Metode ilmiah dapat menghindarkan manajemen pengambilan kesimpulan-kesimpulan yang sederhana dan simplistis yang searah dari suatu masalah yang disebabkan oleh penyebab tunggal. Pendekatan sistem dapat memberi landasan pengertian yang lebih luas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar pemahaman penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem (Marimin & Maghfiroh 2010).

Sesungguhnya pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu kerangka pemikiran baru yang dikenal sebagai pendekatan sistem (system approach). Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan identifikasi terhadap sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan operasi sistem yang efektif (Eriyatno 1998).

Problematika pembangunan agroindustri berbasis padi melibatkan banyak pihak, meliputi berbagai aspek dan seyogyanya diselesaikan secara lintas-disiplin. Pendekatan secara sistem memungkinkan untuk menyelesaikan problematika ini secara holistik (menyeluruh) dan simultan. Dengan pendekatan secara sistem dapat diharapkan adanya sinergi yang dapat meningkatkan hasil dan sekaligus mempersingkat tempo penyelesaian.

3.2 Kerangka Pemikiran

Beras sebagai bahan pangan pokok sudah merupakan produk strategis yang harus dikelola sebaik mungkin baik menyangkut aspek volume pasokan, distribusi, harga dan mutunya. Dari sisi volume pasokan haruslah diupayakan jangan sampai terjadi kekurangan, sebab akan terjadi gejolak sosial apabila sampai terjadi kekurangan pasokan.

Terdapat banyak cara untuk mencapai swsembada beras, diantaranya adalah dengan:

1. Ekstensifikasi, yaitu perluasan lahan tanaman padi, sehingga produksi padi dapat meningkat


(35)

19 2. Intensifikasi, yaitu upaya untuk meningkatkan produktifitas per luasan lahan.

Pada cara ini biasa digunakan varietas padi berproduktifitas tinggi.

3. Diversifikasi, yaitu upaya penganekaragaman sumber pangan karbohidrat. Selain digunakan beras, digunakan pula karbohidrat dari sumber tanaman lain, baik umbi-umbian serealia lain ataupun buah-buahan. Dari kelompok umbi biasa digunakan cassava, ubi jalar dan kentang sedangkan dari kelompok buah adalah pisang dan sukun dari serealia antara lain jagung.

4. Mereduksi kehilangan pasca panen.

5. Menghilangkan kebiasaan buruk sebagian anggota masyarakat yang biasa menyisakan nasi di piring dan akhirnya dibuang di tempat cucian piring.

Fokus pada penelitian ini adalah usaha untuk mereduksi kehilangan pasca panen. Penanganan pasca panen tanaman padi yang belum baik menyebabkan terjadinya kehilangan hasil panen. Kehilangan hasil panen ini masih cukup tinggi, sekitar 20 persen. Kehilangan hasil panen terjadi sejak operasi pemanenan, perontokkan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan dan juga penyimpanan.

Memperhatikan angka produksi beras domestik tahun 2010 yang mencapai sekitar 38 juta ton beras, kalau kehilangan pasca panen dapat ditekan dari 20% menjadi 10% berarti akan diperoleh tambahan pasokan beras sebanyak 3,8 juta ton. Ini adalah jumlah beras yang besar.

Upaya untuk mereduksi kehilangan pasca panen ditempuh dengan dua jalur yang saling mendukung yaitu pemberdayaan petani padi dan pembangunan agroindustri berbasis padi. Upaya pemberdayaan petani dipandang cukup vital agar harkat dan kesejahteraan petani dapat ditingkatkan. Lewat upaya pemberdayaan ini pula petani disadarkan pentingnya menekan kehilangan pasca panen. Petani disadarkan agar bekerja lebih cermat dalam penanganan pasca panen.

Lingkup pemberdayaan petani paling tidak mencakup tiga aspek yaitu: a) Capacity building atau peningkatan kapasitas SDM petani

b) Hardskill, yaitu penguasaan teknik pemanenan, perontokkan, pengeringan, penggilingan, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan gabah/beras. c) Softskill, yaitu manajemen/pengelolaan usaha misalnya usaha penggilingan

padi.

Langkah selanjutnya adalah membangun agroindustri modern berbasis tanaman padi. Agroindustri ini didesain dengan mengadopsi prinsip-prinsip green production, yaitu:

a) Profitability b) Quality of life c) Environment

Berdasarkan prinsip-prinsip green production tersebut, maka yang dapat diaplikasikan pada pembangunan agroindustri ini adalah:

1. Produk utama yang dihasilkan:

a) Beras kepala terkemas dengan mutu super

b) Tepung beras, yang dihasilkan dari pengolahan lanjut beras patah dan menir

c) Bekatul, dijual ke pabrik-pabrik pakan ternak


(36)

20

2. Pemanfaatan panas buangan engine/diesel penggerak mesin penggiling. Penggunaan air untuk pendingin engine akan digantikan dengan radiator. Seterusnya panas yang dilepas radiator akan dihembuskan ke dalam ruang pengering gabah

3. Pemanfaatan panas efek rumah kaca. Ruang pengering gabah dengan memanfaatkan panas efek rumah kaca perlu disediakan untuk mengatasi permasalahan pengeringan di musim penghujan.

Dengan adanya fasilitas pengeringan pada butir 2 dan 3, diharapkan proses pengeringan beras tidak akan terhambat meskipun panen terjadi di musim penghujan. Sesunggunya untuk membangun agroindustri itu bukanlah urusan ringan, melainkan urusan yang berat. Apalagi masyarakat petani hendak membangun agroindustri, pastilah banyak kendala dan keterbatasan.

Untuk mengatasi kendala dan keterbatasan tersebut, diusahakan dengan pola divestasi. Pola ini diinisiasi oleh lembaga non profit yang merupakan investor untuk membangun agroindustri. Sementara itu masyarakat petani dipersiapkan untuk mengambil alih dengan program pemberdayaan. Bila agroindustri telah tumbuh, maju dan menguntungkan serta masyarakat tani siap untuk mengambil alih kepemilikan, maka investor akan exit dan selanjutnya akan pindah ke lokasi lain dengan desain agroindustri yang lebih modern.

Dengan demikian secara bertahap akan dapat terbangun agroindustri-agroindustri milik masyarakat tani setempat.

Secara singkat, pilihan pola divestasi didasarkan atas pemikiran:

1. Masyarakat atau kelompok tani setempat dapat ikut memiliki, mengoperasikan dan ikut menikmati benefit atas dibangunnya unit agroindustri berbasis tanaman padi di wilayah mereka.

2. Investor dapat exit (melepas sebagian atau seluruh sahamnya) kepada kelompok tani setempat dan secara paralel investor dapat menyusun desain agroindustri yang lebih mudah dibangun di tempat lain.

3. Biaya untuk membangun unit-unit agroindustri modern secara nasional menjadi lebih ringan.

4. Biaya untuk program pemberdayaan petani sangat dimungkinkan berasal dari penerimaan kabupaten / propinsi setempat.

Alur pikir pembangunan agroindustri modern berbasis tanaman padi ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Bila skenario seperti yang diuraikan di atas dapat berjalan lancar, maka akan terbangunlah agroindustri-agroindustri modern berbasis padi milik kelompok tani. Dengan demikian, maka tujuan agar:

 Petani padi lebih sejahtera

 Produksi beras domestik meningkat

 Swasembada beras dapat diraih dan berkelanjutan akan dapat tercapai. Secara ringkas alur pikir landasan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(37)

21

Gambar 3.1 Pembangunan agroindustri berbasis padi dengan pola divestasi 3.3 Tata Laksana Penelitian

Agar penelitian ini dapat berjalan dengan baik, perlu disusun tata laksana penelitian seperti terlihat pada Gambar 3.2. Tahapan pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan kajian terhadap studi-studi terdahulu, data sekunder yang tersedia agar diperoleh gambaran awal.

Gambar 3.2 Alur pikir landasan penelitian

Seterusnya dilakukan kajian dan survei terhadap existing system yang menyangkut :

1. Aspek petani (khususnya petani padi) 2. Aspek budidaya padi

3. Aspek pasca panen 4. Aspek agroindustri padi

5. Informasi lain yang relevan dan perlu

Berdasarkan hasil kajian dan survey terhadap existing system tersebut, disusun program pemberdayaan masyarakat dan desain fungsional agroindustri modern berbasis tanaman padi yang berciri: green technology.

Beras Produk Strategis

Peningkatan produksi: LOSS pasca panen

Pemberdayaan petani Tanam, petik, jual Tanam, petik, proses, jual

Agroindustri modern berbasis padi milik kelompok tani berciri green

technology. Pekerjaan berat bagi

kelompok tani?

Pola divestasi Biaya lebih ringan bagi pemerintah maupun petani

Agroindustri modern berbasis padi milik kelompok tani

 Petani lebih sejahtera

 Produksi beras meningkat Investor

(Lembaga nonprofit)

Agroindustri modern berbasis

padi

Agroindustri modern berbasis

padi milik kelompok tani Analisis kondisi

saat ini penggilingan padi

Tumbuh dan maju

Program pemberdayaan kelompok petani padi

Investor pindah ke lokasi dengan desain yang lebih


(38)

22

Pada tahap ini ditentukan pula:

1. Penetapan kapasitas unit penggilingan padi modren 2. Analisis investasi

Langkah berikutnya adalah melakukan estimasi pembiayaan baik dengan divestasi maupun tanpa divestasi dan selanjutnya ditentukan opsi yang optimum yaitu untuk mencari biaya investasi yang tidak terlalu besar dengan waktu (durasi) yang tidak terlalu lama.

Mulai

Kajian Studi Terdahulu Profil sentra produksi beras Survai Lapang Profil Agroindustri Padi

o Aspek Petani Aspek Petani o Aspek Pasca Panen Aspek Pasca Panen

o Aspek Agroindustri Aspek Agroindustri

Penentuan Teknologi Teknologi Terpilih Analisis Fuzzy Investasi Profil Investasi

Simulasi Sistem Dinamik ∆ Produksi Beras Produksi Beras ∆ Pendapatan Petani Simulasi Sistem Dinamik

Pembiayaan *Dengan Divestasi *Tanpa Divesasi

Gambar 3.3 Tahapan pelaksanaan penelitian

Secara konseptual model pembangunan agroindustri berbasis padi dengan pola divestasi ini melibatkan dan perlu dukungan dari pemerintah daerah setempat, seperti terlihat pada Gambar 3.4. Terdapat tujuh entitas yang terkait pada model ini, yaitu: supplier saprotan, petani, investor agroindustri yang merupakan lembaga nirlaba, pedagang (distributor atau retail), perbankan, pemerintah dan konsumen.

∆ Pembiayaan

Penyusunan SPK Cerdas

SPK cerdas pembangunan agroindustri


(1)

86

Lampiran 2 Konfigurasi mesin-mesin penggilingan padi teknologi hijau

Keterangan :

Mesin yang melak melakukan

proses. Produk. Hasil Samping.

GKG Gabah Kering

Giling.

Precleaner

Destoner

Abrasive Whitener II

Seperator

Abrasive Whitener I

Abrasive Whitener III & nozzle

Scale

Husker & Aspirator

GKG

sekam

Gyro Sifter

Trieur I

Trieur II

menir

Beras Kepala/ut

uh

Beras patah besar

Beras patah kecil

Penampung

Scale

Bagging

Beras putih kotoran

Batuan/

gabah

katul

katul


(2)

87 Lampiran 3 Konfigurasi mesin-mesin penggilingan padi tipe Jepang

Keterangan : Mesin yang melakukan

proses.

Produk.

Hasil Samping.

GKG Gabah Kering

Giling. Sumber: Patiwiri (2006)

Precleaner

Destoner

Abrasive Whitener II

Seperator

Thikness Grader

Abrasive Whitener I

Abrasive Whitener III

Scale

Husker & Aspirator

GKG

Friction Whitener

sekam

Gyro Sifter

Trieur I

Trieur II

menir

Beras Kepala/ut

uh

Beras patah besar

Beras patah kecil

Belt Conveyor

Holding Bin

Scale

Bagging Beras putih kotoran

Batuan/

gabah

katul

katul katul


(3)

88

Lampiran 4 Konfigurasi mesin-mesin penggilingan padi tipe Eropa

Keterangan :

Mesin yang

melak-

Ukan proses. Produk.

Hasil Samping.

GKG Gabah Kering

Giling. Sumber: Patiwiri (2006)

Precleaner

Abrasive Whitener I

Husker & Aspirator

Spreator

Thikness Grader

Abrasive Whitener II

Destoner

Scale

Abrasive Whitener III

sekam

Trieur I

Trieur II

Beras Kepala/ut

uh

Beras patah besar

Beras patah kecil

Belt Conveyor

Holding Bin

Scale

Bagging Beras putih Batuan/

logam

gabah

katul

BPK belum mateng

katul

katul katul

GKG

kotoran

Friction Whitener


(4)

89

Lampiran 5 Variabel input output simulasi dengan sistem dinamik  Variabel input

a. Kapasitas unit penggilingan padi b. Harga gabah kering panen

c. Harga jual beras dan produk samping

d. Persentase peningkatan rendemen penggilingan padi e. Reduksi susut pasca panen

f. Insentif produksi gabah kering panen g. Nilai investasi unit penggilingan padi

h. Durasi/tenggang waktu pengansuran divestasi i. Keuntungan bersih unit usaha

 Variabel output:

a. Laju peningkatan jumlah unit penggilingan padi b. Peningkatan pertambahan produksi beras c. Peningkatan pertambahan pendapatan petani


(5)

90

Lampiran 6 Contoh algoritma SPK Cerdas Gilpamor *Penentuan Kapasitas Giling

Input : Produksi GKP, p ton/tahun

Konstanta: b, kapasitas penggilingan besar, yaitu 8260 ton/tahun s, kapasitas penggilingan sedang, yaitu 5510 ton/tahun k, kapasitas penggilingan kecil, yaitu 2275 ton/tahun

tidak ya

ya tidak

1 unit UPP kapasitas sedang ya

tidak

1 unit UPP kapasitas kecil

Tidak perlu dibangun UPP, karena bahan baku tidak cukup. mulai

Input GKP

Gb =GKP/b

Gb>n

Sisa =GKP- nb GS = Sisa/s

Gs=GKP/s

GS>1

GS>k

n unit UPP kapasitas besar


(6)

91

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan Jawa Tengah pada tanggal 10 Juli 1958, sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Djazari (alm) dan Ibu Patriyah. Pendidikan sarjana ditempuh pada Departemen Mekanisasi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1982. Pada tahun 1987, penulis diterima sebagai research student pada Departement Postharvest of Horticulture Faculty of Agriculture Kagawa University, Japan selama satu semester kemudian dilanjutkan dengan Program S-2 pada departemen yang sama dan lulus tahun 1990.

Sejak tahun 1985 hingga kini penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti program doktoral, penulis bersama komisi pembimbing telah menulis naskah jurnal berjudul: Investasi dan pemilihan teknologi penggilingan pada agroindusti padi dngan pendekatan fuzzy; dan yang kedua berjudul: A system dynamics simulation of rice agroindustr development by divestment pattern for increasing rice production and farmers income. Naskah pertama telah diterima dan akan diterbitkan pada jurnal Teknologi Industri Pertanian, dan naskah kedua telah diterima dan akan diterbitkan pada Journal of Information Engineering and Applicatons. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari penelitian program doktor penulis.