Pemanenan dan Penanganan Pasca Panen

9 Demikian juga tanaman padi kalau lambat dipanen. akan semakin banyak tingkat kehilangannya. Butir-butir gabah akan semakin mudah rontok dan banyak tercecer ketika dipanen dan rawan terhadap serangan hewan pemakan padi seperti burung dan tikus. Begitu pula metode pemanenan juga harus dilakukan dengan baik. Sesungguhnya metoda pemanenan dan penanganan pasca panen mempunyai peran yang sangat strategis dalam upaya peningkatan produksi beras karena dapat menekan kehilangan losses hasil panen dan sekaligus dapat meningkatkan mutu padi. Volume kehilangan hasil panen padi pada operasi hasil pemanenan dan pasca panen di Indonesia masih cukup tinggi yaitu mencapai 10.82 BPS 2007. Dengan memperhatikan angka produksi beras domestik tahun 2010 yang mencapai 38 juta ton beras. Berarti beras yang hilang karena kurang cermatnya pemanenan dan penanganan pasca panen dapat mencapai 4.1 juta ton beras. Proses pemanenan umumnya dilakukan dengan memotong batang padi bagian bawah menggunakan sabit. Sejak proses pemanenan inilah mulai tercecernya hasil panen di sawah. Hentakan atau pukulan sabit menyebabkan beberapa butir padi terlepas dari tangkainya. Tahap berikutnya adalah proses perontokan. Umumnya perontokan dilakukan dengan cara banting. Tahap ini merupakan tahapan dengan tingkat kehilangan hasil yang cukup besar Patiwiri 2006. Proses berikutnya adalah pengeringan gabah. Proses ini merupakan tahap yang cukup kritis dalam upaya mempertahankan mutu gabah. Kadar air gabah yang baru dipanen sekitar 25, perlu dikeringkan hingga mencapai kadar air 13- 14. Saat ini proses pengeringan gabah dilakukan dengan cara penjemuran. Permasalahan muncul apabila musim panen terjadi pada musim penghujan. Pada kondisi ini diperlukan mesin pengering, namun hingga kini penggunaan mesin pengering belum berkembang, sehingga gabah yang dihasilkan mutunya rendah. Setelah gabah kering, proses berikutnya adalah penggilingan gabah sehingga dihasilkan beras. Dengan proses penggilingan yang baik, dapat dihasilkan beras bermutu baik dan rendemen yang tinggi. Sebaliknya jika proses ini kurang baik, maka dihasilkan beras dengan mutu yang kurang baik pula dan rendemennya pun rendah. Umumnya kondisi penggilingan-penggilingan padi yang ada pada saat ini kondisinya sudah tidak memadai lagi.

2.2 Pendekatan Sistem

Permasalahan perberasan dan peningkatan pendapatan petani padi pada tingkat lokal ataupun nasional, bukanlah permasalahan yang sedarhana. Permasalahan ini sesungguhnya cukup komplek, bahkan cenderung sangat komplek. Berbagai faktor terlibat di dalamnya dan saling berinteraksi. Penyelesaian permasalahan ini secara sederhana atau secara parsial tidaklah akan memberikan hasil yang memuaskan. Untuk itu diperlukan pendekatan yang bersifat holistik, sibernetik dan efektif yaitu dengan pendekatan secara sistem Eriyatno 2012. Marimin dan Maghfiroh 2010 mendefinisikan sistem adalah suatu kesatuan usaha, terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan dalam lingkungan yang komplek. Visi kesisteman dalam arti luas adalah pola pikir ilmiah untuk pengkajian yang memerlukan telaah berbagai hubungan yang relevan, komplementer dan 10 terpercaya. Oleh karena pemikiran kesisteman selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu kerangka pikir yang dinamakan pendekatan sistem Eriyatno 2012. Pendekatan sistem mulai diperkenalkan oleh Von Bertalanffy dengan gagasannya yang dinamakan General System Theory GST yang didasari oleh pemikiran perlunya keahlian generalis dan pendekatan lintas disiplin dalam memahami dunia nyata secara efisien. Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif Eriyatno 2012. Namun, mengingat keterbatasan tenaga, waktu dan biaya, maka tidak setiap persoalan manajemen harus diselesaikan dengan pendekatan sistem. Pengkajian dan pemecahan permasalahan yang menggunakan pendekatan sistem sebaiknya dikhususkan hanya bagi permasalahan yang mempunyai karakteristik: 1 kompleks, yaitu interaksi antar elemen cukup rumit, 2 dinamis dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan 3 probabilistik yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Dalam menerapkan pendekatan sistem harus dipegang teguh tiga pola pikir dasar yaitu: sibernetik cybernetic artinya berorientasi pada tujuan. Bahwasanya pendekatan sistem dimulai dengan menetapkan sekumpulan tujuan yang ditampilkan melalui analisa kebutuhan, 2 Holistik holistic, yaitu cara pandang yang utuh terhadap keutuhan sistem yang berarti segmentasi atau cara pandang parsial yang dipandang mereduksi hasil kajian, 3 efektif effectivenes, yaitu konsepsi yang lebih mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan daripada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan Eriyatno 2012. Tahapan pendekatan sistem mengandung tiga unsur utama system, yaitu data dan pengetahuan dasar, keandalan model matematik serta penerapannya. Pendekatan sistem dicirikan adanya metodologi perencanaan atau pengelolaan yang bersifat multidisiplin, terorganisir, penggunaan model matematika, kemampuan berpikir secara kualitatif, penggunaan teknik simulasi dan optimasi serta dapat diterapkan dengan komputer. Pendekatan sistem menggunakan model, yaitu suatu abstraksi dari keadaan nyata atau penyederhanaan sistem nyata dalam rangka memudahkan pengkajian suatu sistem yang dipelajari atau diamati Marimin 2002. Paparan tersebut lebih merujuk kepada apa yang sekarang dikenal sebagai hard system approach.

2.2.1 Sistem Penunjang Keputusan

Pendekatan secara sistem dalam pengambilan keputusan sering dikenal dengan istilah Sistem Penunjang Keputusan SPK. SPK dimaksudkan untuk