Karakteristik Permukiman Tidak Tertata
Rumah panggung dengan arsitektur tradisional Sunda banyak ditemui di DAS bagian hulu dan hilir. Secara umum konsep dasar rancangan arsitektur
tradisional masyarakat Sunda adalah menyatu dengan alam. Menurut budaya masyarakat Sunda, alam merupakan sebuah potensi atau kekuatan yang mesti
dihormati serta dimanfaatkan secara tepat di dalam kehidupan sehari-hari Loupias 2005. Dominasi keberadaan rumah panggung di wilayah DAS Cianjur
merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat Sunda dalam melestarikan budaya. Rumah panggung dirancang dengan konsep menyatu dengan alam sehingga
dalam penggunaan bahan bangunan menggunakan bahan lokal. Perilaku masyarakat ini mencerminkan budaya masyarakat yang tidak bergantung pada
sumberdaya berasal dari luar dan kesadaran akan penggunaan energi untuk transportasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kobayashi 2006 bahwa
penggunaan bahan bangunan lokal akan memperpanjang jangka waktu pemakaian bangunan dan menguntungkan dari segi kalkulasi energi. Di DAS bagian hulu
keberadaan rumah panggung dikarenakan ketersediaan bahan bangunan untuk konstruksi rumah tersebut cukup banyak, terutama kayu dan bambu.
Rumah panggung dengan arsitektur tradisional Sunda memiliki keunggulan yaitu: 1 rumah panggung memiliki koefisien dasar bangunan yang rendah, artinya
bahwa lahan dibawah rumah panggung dapat berfungsi sebagai areal untuk meresapkan air; 2 rumah panggung terhindar dari udara lembab dari tanah
maupun debu; dan 3 rumah panggung lebih tahan terhadap bencana alam terutama gempa bumi.
Bangunan rumah panggung di Jawa Barat dibedakan menurut bentuk atap dan pintu masuk Depdikbud 1984. Konstruksi rumah panggung berdasarkan
bentuk atap terdiri dari enam tipe yaitu: suhunan jolopong, tagog anjing, badak heuay, parahu kumureb, jubleg nangkub, dan julang ngapak. Konstruksi rumah
panggung berdasarkan pintu masuk terdiri dari dua tipe yaitu: rumah buka palayu dan buka pongpok. Rumah panggung pada zona hulu dan hilir DAS Cianjur
banyak mempergunakan tipe suhunan jolopong, parahu kumureb, dan julang ngapak.
Rumah panggung pada umumnya memiliki susunan ruangan yaitu: tepas teras, pangkeng kamar, tengah imah ruang tengah, goah ruang tempat
menyimpan padi, dan pawon dapur. Sistem pembagian ruangan didasarkan pada pandangan masyarakat tentang kedudukan dan fungsi masing-masing
anggota keluarga penghuni. Pembagian didasarkan pada tiga daerah yang terpisah daerah wanita, daerah laki-laki, dan daerah netral. Dapur dan goah merupakan
ruangan untuk wanita. Ruangan depan adalah ruangan untuk laki-laki. Tengah imah merupakan ruangan netral yang digunakan untuk wanita dan laki-laki baik
orang tua maupun anak-anak. Konstruksi rumah panggung memiliki bagian-bagian menurut fungsinya.
Bagian-bagian rumah terdiri dari: golodog, kolong, tatapakan, tihang, palupuh, dinding, pintu, jendela jalosi, ampig, lalangit, suhunan, pananggeuy, lincar,
darurung, paneer, saroja, balandar, kuda-kuda, usuk, ereng, pamikul, pangheret .
Golodog merupakan tangga rumah yang terbuat dari kayu atau bambu. Fungsinya
sebagai penghubung lantai dengan tanah. Kolong merupakan ruangan yang terdapat di bawah lantai rumah, tingginya 0.5 – 0,8 m di atas permukaan tanah.
Konstruksi rumah panggung dengan arsitektur tradisional Sunda berdiri di atas batu penyangga atau disebut tatapakan tempat bertumpu atau penyangga
yang diletakan pada setiap pojok serta bagian konstruksi yang menahan beban cukup besar. Di atas tatapakan diletakkan tihang yang berfungsi sebagai
penyangga atap bangunan. Tihang dibuat dari kayu ukuran 15 x 15 cm untuk tihang-tihang
utama, sedangkan untuk tihang-tihang tambahan dibuat dengan ukuran yang lebih kecil.
Bagian lantai dibuat dari papan atau palupuh lembaran bambu hasil cercahan atau tumbukan yang menyatu saling mengikat. Hasil cercahan tersebut
membentuk celah-celah memanjang tidak beraturan yang berfungsi sebagai ventilasi udara dari bawah serta dapat digunakan untuk membuang debu di atas
lantai. Konstruksi lantai yang tidak langsung bersentuhan dengan permukaan tanah memberikan fungsi kenyamanan huni yaitu rumah akan terhindar dari udara
lembab yang berasal dari tanah maupun debu. Dinding sebagian besar terbuat dari anyaman bambu yang disebut bilik
berfungsi sebagai penutup bangunan maupun penyekat ruangan. Bilik tersebut memiliki lubang-lubang kecil seperti pori-pori yang berfungsi sebagai ventilasi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Loupias 2005 bahwa lubang-lubang kecil pada
bilik berfungsi untuk menyalurkan udara maupun cahaya dari luar ruangan atau sebaliknya, sehingga suhu di dalam ruangan selalu terjaga secara alami sesuai
dengan kondisi cuaca alam di luar. Kondisi ini tidak perlu mengandalkan cahaya yang masuk sepenuhnya melalui jendela.
Lalangit merupakan bagian konstruksi yang menempel pada dasar rangka
atap. Lalangit terbuat dari bambu yang dianyam atau papan kayu. Selanjutnya bagian bangunan yang paling atas yaitu atap. Konstruksi atap rumah panggung
terdiri dari: suhunan, balandar, kuda-kuda, usuk, ereng, pamikul, pangheret, dan sisiku.
Pembuatan rumah panggung biasanya dilakukan dengan tradisi gotong royong oleh masyarakat dilingkungan kampung.
Rata-rata luas rumah di hulu, tengah dan hilir DAS Cianjur masing-masing berturut-turut adalah 47.1 m
2
, 69.4 m
2
dan 40.8 m
2
Tabel 28. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata p0.05 rata-rata luas rumah antara
hulu, tengah dan di hilir. Tabel 28 Rata-rata luas per-orang penghuni rumah di DAS Cianjur
Zona DAS Rata-rata Luas
Rumah m
2
Rata-rata jumlah penghuni
Rata-rata luas perjiwa
Hulu 47.1 4.6
10.2 Tengah 69.4
4.7 14.8 Hilir 40.8
4.9 8.3
Berdasarkan tingkat kebutuhan ruang minimum per-orang sesuai dengan standar ukuran kebutuhan ruang minimum yang dikeluarkan oleh Menteri
Kimpraswil tahun 2002, maka ukuran kebutuhan ruang minimum untuk rumah yang berada di wilayah hilir luas rata-rata 40.8 m
2
dengan rata-rata jumlah penghuni sebesar 4.9 jiwa dapat dikategorikan tidak memenuhi standar minimum
ukuran kebutuhan ruang per-orang sebesar 9 m
2
. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat kenyamanan dan keleluasan bergerak dari penghuni sebagaimana
diungkapkan oleh Sarwono 1992 bahwa keluasan ruang yang ada akan mempengaruhi tingkat kemudahan tingkah laku dari para penghuninya.
Kelengkapan elemen ruang yang dimiliki rumah responden di hulu, tengah maupun hilir DAS sebagian besar memiliki kelengkapan ruang yang standar yaitu
ruang tamu, kamar tidur, dapur, kamar mandi, dan WC Tabel 29. Kelengkapan
elemen ruang dalam rumah akan berpengaruh pada tingkat kenyamanan, kesehatan dan tingkah laku penghuni yang disebabkan tidak terpenuhinya fungsi-
fungsi ruangan. Hal ini diungkapkan oleh Sastra 2006 bahwa sebuah rumah harus dapat memungkinkan orang beristirahat, memasak, makan, berkumpul
dengan keluarga dan sebagainya. Tabel 29 Kelengkapan elemen ruang
Kelengkapan Ruang
Sangat Lengkap Standar
Kurang dari standar
Zona DAS Hulu 8.3
55 36.7
Tengah 16.7 61.7 21.7
Hilir 13.3 46.7
40 Hasil uji beda menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang nyata p0.05
kepemilikan ruang tidur, dapur, kamar mandi, dan WC di hulu, tengah dan hilir. Elemen ruang yang cukup banyak tidak dimiliki baik di hulu maupun hilir DAS
adalah kamar mandi dan WC. Perbedaan tersebut disebabkan oleh status sosial ekonomi masyarakat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Jiaming 2005 di
Shangai bahwa tipe tempat tinggal termasuk kelengkapan elemen ruang berhubungan dengan tingkat pendapatan perkapita.
Luas lantai rumah di wilayah DAS Cianjur bervariasi dari luasan 20 m
2
sampai 150 m
2
. Di bagian hulu, tengah dan hilir didominasi oleh rumah dengan luas lantai antara 20 – 49 m
2
Tabel 30. Rumah dengan luas lantai 150 m
2
hanya dijumpai di bagian tengah DAS yaitu di lingkungan permukiman tertata. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di hulu dan hilir
lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat yang berada di sub DAS tengah. Tabel 30 Jumlah rumah menurut luas lantai
Luas Lantai m
2
20 20-49
50-99 100-149
150 Zona DAS
Hulu 3.3 58.3
33.3 5.0
Tengah 60
23.3 6.7
10.0 Hilir 1.7
83.3 11.7
3.3 Total 1.7
67.2 22.8
5.0 3.3
Secara umum occupancy rate tingkat penghunian rumah di wilayah DAS Cianjur sebesar 121.1. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan rumah yang
ada belum bisa menampung kebutuhan masyarakat akan rumah Dinas Cipta Karya 2005.
Tingkat penghunian yang paling besar terdapat di zona DAS tengah mencapai 126.7 Tabel 31. Hal ini disebabkan wilayah zona DAS tengah
merupakan wilayah perkotaan dengan tingkat ketersediaan rumah lebih kecil dari jumlah kepala keluarga yang ada sehingga berdampak pada tingkat hunian yang
melebihi 100. Tingkat hunian yang melebihi 100 berdampak pada tingkat kenyamanan, hubungan sosial dan kecenderungan memicu terjadinya konflik
keluarga sebagaimana diungkapkan Sarwono 1992 bahwa keluasan ruang akan mempengaruhi tingkat kenyamanan dan perilaku penghuninya.
Tabel 31 Tingkat penghunian rumah di DAS Cianjur Jumlah KK dalam Satu Rumah
Tingkat Penghunian
Zona DAS 1 2
3 4
Hulu 51 12
9 120
Tengah 49 14
9 4
126.7 Hilir
52 14 4
120 Rumah di wilayah DAS Cianjur separuhnya memiliki RTH berupa taman di
halaman rumah. Luas rata-rata RTH di bagian hulu, tengah dan hilir masing- masing berturut-turut sebesar 32.8 m
2
, 21.5 m
2
, dan 19.9 m
2
. Kecilnya luasan RTH di bagian hilir disebabkan: 1 lahan untuk rumah rata-rata diperoleh dari
warisan orang tua, sehingga luas areal lahan yang dibagikan terbatas hanya untuk bangunan rumah, dan 2 jumlah anggota rumah tangga yang cukup besar yaitu
rata-rata 4.9 jiwarumah, sehingga diperlukan penambahan ruang. Hal ini sejalan dengan pendapat Kuswartojo 2005 bahwa pemilikan lahan karena pewarisan
akan terjadi pelepasan hak sedikit demi sedikit untuk keperluan konsumsi atau maksimalisasi penggunaan lahan dengan konstruksi bangunan rumah. Kondisi
pekarangan yang sempit akan memicu terjadinya ”heat island” titik-titik panas pada kawasan permukiman. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kobayashi
2006 yang melakukan pengukuran gas emisi CO
2
di sektor permukiman
perkotaan di kota Nihonmatsu Jepang dengan melakukan pengukuran emisi CO
2
dari bahan bangunan, aktivitas keluarga, dan transportasi. Berdasarkan jenis bahan bangunan yang digunakan pada bangunan rumah
di wilayah DAS Cianjur, sebagian besar telah memiliki komponen rumah sehat Ditjen Ciptakarya 1997. Komponen rumah sehat tersebut seperti pondasi,
dinding, lantai, plapond dan atap. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan p0.05 dalam penggunaan bahan dinding, lantai, plapond di hulu, tengah dan
hilir DAS Cianjur. Bahan dinding yang banyak digunakan oleh sebagian besar masyarakat di zona hulu 46.7 dan tengah 93.3 adalah tembok , sedangkan
di zona hilir sebagian besar 45 menggunakan bilik. Gambar 20.
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
Hulu P
ers en
ta se P
en g
g u
n a
a n
T embok Bilik
Papan-bilik T embok-bilik
Papan
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Tengah P
er se
n tas
e P en
ggu n
aan
T embok Bilik
P apan-bilik T embok-bilik
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
Hilir P
ers en
ta se
P en
g g
u n
a a
n
T embok Bilik
Papan-bilik T embok-bilik
Gambar 20 Persentase penggunaan bahan dinding Penggunaan bahan lantai di zona hulu, tengah, dan hilir masing-masing
secara berturut-turut didominasi oleh adalah papan 28.8, keramik 73.3 dan bilik 33.3 Gambar 21. Sementara itu untuk bahan plapond di zona DAS hulu,
tengah dan hilir masing-masing sebagian besar secara berturut-turut menggunakan bilik 51.7, triplek 51.7 dan bilik 55 Gambar 22. Hal ini menunjukkan
bahwa masyarakat yang tinggal di zona DAS hulu dan hilir masih melestarikan tradisi penggunaan bahan bangunan lokal dibandingkan dengan masyarakat yang
tinggal di zona DAS tengah. Bahan untuk penutup atap untuk seluruh wilayah DAS dari hulu hingga
hilir sebagian besar 100 menggunakan genteng. Dominasi penggunaan bahan genteng sebagai bahan penutup atap tersebut disebabkan oleh ketersediaan
genteng mudah didapat, harga yang relatif lebih murah dan memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Hal ini sejalan dengan pendapat Frick 1996
5 10
15 20
25 30
Hulu P
ers en
ta se P
en g
g u
n a
a n
Keramik Semen
Papan Bilik
Bambu dibelah 10
20 30
40 50
60 70
80
Tengah P
er se
n ta
se P
eng g
u na
a n
Keramik Semen
Papan Bilik
5 10
15 20
25 30
35
Hilir Pers
en ta
se Pen
g g
u n
a a
n
Keramik Semen
Papan Bilik
Bambu dibelah
Gambar 21 Persentase penggunaan bahan lantai
10 20
30 40
50 60
Hulu P
er se
n ta
se P
en ggu
n aan
Ent ernit T riplek
Bilik Bambu
10 20
30 40
50 60
Tengah Pe
rs en
ta se
Pe n
g g
u n
a a
n
Enternit T riplek
Bilik
10 20
30 40
50 60
Hilir Pers
en ta
se Pe
n g
g u
n a
a n
Enternit T riplek
Bilik
Gambar 22 Persentase penggunaan bahan plapond bahwa dari segi kenyamanan, atap genteng dapat membuat suhu udara ruangan
lebih sejuk dan tidak menimbulkan kebisinginan di waktu hujan. Berdasarkan dominasi jenis bahan bangunan yang digunakan pada masing-
masing konstruksi bangunan yaitu bahan bangunan dari sumber bahan mentah lokal, maka hal ini mencerminkan bahwa masyarakat di wilayah DAS Cianjur
masih memelihara tradisi lokal dalam pembangunan rumah. Hal ini sejalan dengan pendapat Frick 1996 bahwa penggunaan bahan bangunan dari sumber
bahan mentah lokal menunjukkan identitas penghuni yang tidak tergantung dari luar dan kesadaran akan penggunaan energi transportasi yang menyebabkan
pencemaran lingkungan hidup. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian Kobayashi 2006 tentang emisi CO
2
dari bahan bangunan yaitu jika bahan bangunan yang digunakan sesuai dengan kondisi sumber daya setempat, maka
bangunan akan terpakai dalam jangka waktu yang panjang dan menguntungkan dari segi kalkulasi energi, karena meminimalkan jarak transportasi dan
ketergantungan atas teknologi tinggi.