Tipe Permukiman Pola Sebaran Permukiman

linier-1. Antar unit permukiman Kampung dihubungkan dengan jalan desa, sedangkan dalam lingkungan kampung itu sendiri mobilitas penghuni hanya melalui jalan selebar setengah sampai satu meter yang dibangun dengan swadaya masyarakat. Posisi bangunan rumah yang tidak teratur secara berkelompok menghadap kearah jalan baik jalan desa maupun jalan lingkungan.

4.2.4 Karakteristik Permukiman Tidak Tertata

Kampung merupakan unit terkecil dari suatu permukiman. Luas kampung yang menjadi sampel berkisar antara 1.6 ha sampai dengan 20.8 ha dengan luas rata-rata sebesar sembilan ha. Rata-rata luas kampung di zona DAS hulu lebih kecil jika dibandingkan dengan luas kampung di tengah dan hilir. Hal ini disebabkan oleh kondisi topografi wilayah hulu yang berbukit dengan tingkat kemiringan yang cukup bervariasi, sehingga luasan wilayah kampung terbatas dan cenderung posisi kampung menyebar dengan luasan kecil. Komposisi jenis konstruksi rumah responden di lingkungan permukiman tidak tertata di DAS Cianjur terdiri dari rumah permanen, rumah panggung, dan rumah semi permanen Tabel 27. Jenis konstruksi rumah yang banyak digunakan oleh sebagian besar masyarakat di zona hulu 51.7 dan hilir 53.3 adalah rumah panggung. Persentase jenis konstruksi rumah yang digunakan oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Cianjur adalah : rumah permanen 66.3; semi permanen 25.4; dan rumah panggung 8.3 Bappeda Kabupaten Cianjur 2006. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah DAS Cianjur sebagian besar masih menggunakan Arsitektur Tradisional Sunda dalam membangun rumah dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Cianjur. Tabel 27 Jenis konstruksi rumah responden Jenis Konstruksi Zona DAS Permanen Semi Permanen Panggung Hulu 38.3 10.0 51.7 Tengah 93.3 5.0 1.7 Hilir 43.3 3.3 53.3 Keterangan: n=60 pada masing-masing lokasi Rumah panggung dengan arsitektur tradisional Sunda banyak ditemui di DAS bagian hulu dan hilir. Secara umum konsep dasar rancangan arsitektur tradisional masyarakat Sunda adalah menyatu dengan alam. Menurut budaya masyarakat Sunda, alam merupakan sebuah potensi atau kekuatan yang mesti dihormati serta dimanfaatkan secara tepat di dalam kehidupan sehari-hari Loupias 2005. Dominasi keberadaan rumah panggung di wilayah DAS Cianjur merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat Sunda dalam melestarikan budaya. Rumah panggung dirancang dengan konsep menyatu dengan alam sehingga dalam penggunaan bahan bangunan menggunakan bahan lokal. Perilaku masyarakat ini mencerminkan budaya masyarakat yang tidak bergantung pada sumberdaya berasal dari luar dan kesadaran akan penggunaan energi untuk transportasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kobayashi 2006 bahwa penggunaan bahan bangunan lokal akan memperpanjang jangka waktu pemakaian bangunan dan menguntungkan dari segi kalkulasi energi. Di DAS bagian hulu keberadaan rumah panggung dikarenakan ketersediaan bahan bangunan untuk konstruksi rumah tersebut cukup banyak, terutama kayu dan bambu. Rumah panggung dengan arsitektur tradisional Sunda memiliki keunggulan yaitu: 1 rumah panggung memiliki koefisien dasar bangunan yang rendah, artinya bahwa lahan dibawah rumah panggung dapat berfungsi sebagai areal untuk meresapkan air; 2 rumah panggung terhindar dari udara lembab dari tanah maupun debu; dan 3 rumah panggung lebih tahan terhadap bencana alam terutama gempa bumi. Bangunan rumah panggung di Jawa Barat dibedakan menurut bentuk atap dan pintu masuk Depdikbud 1984. Konstruksi rumah panggung berdasarkan bentuk atap terdiri dari enam tipe yaitu: suhunan jolopong, tagog anjing, badak heuay, parahu kumureb, jubleg nangkub, dan julang ngapak. Konstruksi rumah panggung berdasarkan pintu masuk terdiri dari dua tipe yaitu: rumah buka palayu dan buka pongpok. Rumah panggung pada zona hulu dan hilir DAS Cianjur banyak mempergunakan tipe suhunan jolopong, parahu kumureb, dan julang ngapak. Rumah panggung pada umumnya memiliki susunan ruangan yaitu: tepas teras, pangkeng kamar, tengah imah ruang tengah, goah ruang tempat