Penyebaran Permukiman Existing pada Kesesuaian Lahan

pada lahan dengan kelas kesesuaian lahan N1 tidak sesuai seluas 8.3 ha atau 0.4 dari luas total permukiman yang berada di wilayah DAS Cianjur. Permukiman tersebut berada pada zona DAS hulu yaitu di Desa Ciputri dan Ciherang Kecamatan Pacet serta Desa Galudra dan Nyalindung Kecamatan Cugenang Gambar 28. Tabel 44 Luas permukiman eksisting pada kesesuaian lahan permukiman Kesesuaian Lahan Permukiman Ha Zona DAS Kecamatan Nama Desa Sangat Sesuai Cukup Sesuai Sesuai Marginal Tidak Sesuai Ciputri 32.8 41.1 4.1 Pacet Ciherang 10.0 58.0 2.0 Galudra 19.0 0.3 Sukamulya 0.9 1.3 Nyalindung 1.1 0.8 2.0 Cibeureum 51.3 0.3 Mangunkerta 0.2 18.3 0.2 Cijendil Hulu Cugenang Sukamanah 0.2 16.8 Sub Total 0.4 150.2 101.8 8.3 Cugenang Gasol 5.1 2.7 Mekarsari 5.9 3.2 Limbangansari 13.9 31.7 Sawah Gede 30.8 Bojong Herang 18.1 99.3 Pamoyanan 70.5 Solok Pandan 28.1 82.7 Sayang 40.6 210.9 Sukamaju 7.3 Cianjur Muka 4.4 Karang Tengah Sabandar 2.6 Cilaku Munjul 5.6 122.3 Sukamanah 139.1 Bojong 0.0 Sindang Asih 22.0 101.0 Maleber 48.9 3.2 Langen Sari 70.9 2.4 Tengah Karang tengah Karang tengah Sukasari 34.1 59.8 0.2 Sub Total 225.1 1039.9 2.7 Sukaluyu Babakan Sari 1.4 24.0 Karang tengah Babakan Caringin 48.7 77.6 0.0 Tanjung Sari 156.8 0.1 Selajambe 203.0 3.0 Sukasirna 1.1 Hilir Sukaluyu Hegarmanah 13.9 Sub Total 48.7 453.9 27.1 Total 274.2 1644.0 131.6 8.3 C ip utri M u njul Ga lud ra Say a ng Ga s ol S uk a m uly a N ya lin du ng Suk a m a na h C ib e ur eu m C ih e ra ng Suk a sa ri M a leb e r Ta njun g S a r i Sela ja m be Sind an ga s ih M a ng un ke r ta La ng en Sa ri Lim b ar B ab ak a n C a rin gin B uh er an g B ab ak a n Sa r i M e k ar sa ri Pam oy an a n S olo k Pa n da n Suk a m a ju S aw ah ge de C ije dil H eg ar m a na h M u ka Sab a nd ar Suk a sir na B ojon g 2 2 4 Kilo m e te rs Lo k a s i P e n elitian N P E TA K E S E S U AIAN L AH AN P E R M U K IM AN D AN P E R M U K IM AN E X IS T IN G D AS C IAN JU R K AB U P AT E N C IAN JU R 6° 51 6° 5 1 6° 48 6° 4 8 6° 45 6° 4 5 10 7°0 0 10 7°0 0 10 7°3 10 7°3 10 7°6 10 7°6 10 7°9 10 7°9 10 7°1 2 10 7°1 2 Pe rta n ia n la h a n k erin g b e rc am p u r d gn s e m a k Su n g a i J ala n Ba ta s D e s a Ba ta s D A S Ke s e s u a ian L a h an P e rm uk im a n : Sa n g a t Se s u a i Cu k u p S es u a i Se s u a i M a rg in a l Tid a k S e s ua i Tu tu p a n L a h a n: H u ta n L ah a n K erin g S e k un d e r H u ta n T an a m a n In d u s tri H TI Pe rk e b u na n Pe rm u k im an Sa w a h Se m a k B elu k a r Ta n a h Te rb u k a Ke te ra n ga n : Gambar 28 Peta penyebaran permukiman existing pada kesesuaian lahan permukiman KLKim- bwl 124 Keempat lokasi permukiman tersebut berada pada lahan dengan kemiringan lereng 15, elevasi antara 1000 – 1200 m dpl dengan sifat tanah yang sangat peka terhadap erosi dan berada pada ring I bahaya letusan Gunung Gede, sehingga permukiman tersebut sangat rentan terhadap bahaya longsor dan bencana alam. Oleh karena itu keberadaan permukiman tersebut tidak memenuhi persyaratan kesehatan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Kepmenkes No. 829 Menkes SK VII 1999 bahwa salah satu syarat kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah lokasinya tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, dan daerah gempa. Sehubungan dengan penggunaan lahan untuk permukiman, sebenarnya masyarakat Sunda memiliki kearifan lokal berupa larangan membangun pada lahan-lahan tertentu Tabel 45. Menurut budaya Masyarakat Sunda terdapat sepuluh jenis lahan yang dilarang untuk dijadikan tempat permukiman. Lahan- lahan tersebut dilarang untuk dibangun diantaranya dengan alasan teknologi konstruksi dan sanitasi. Lahan yang dilarang dibangun dengan alasan teknologi konstruksi adalah: 1 catang nonggeng; 2 garenggengan; 3 dangdang wariyan; dan 4 lemah laki. Selanjutnya karena alasan sanitasi adalah: 1hunyur; dan 2 jaryan. Tabel 45 Lahan-lahan yang dilarang dibangun menurut Masyarakat Sunda No Lahan Larangan tidak layak huni Karakteristik Lahan 1 Lebak atau lurah Lantai jurang atau tanah rendah, terlindung dari pandangan dan sinar matahari. 2 Rancak Lahan yang dikurung oleh batu-batu besar sehingga sulit dihampiri 3 Catang nunggang Sepetak lahan yang di tengahnya dipisahkan oleh suatu selokan atau ngarai namun dihubungkan melalui suatu jembatan alami dari cadas atau karang 4 Catang nonggeng Lahan yang keletakannya pada lereng yang curam 5 Garunggungan Lahan membukit kecil 6 Garengggengan Lahan yang kering permukaannya tetapi dibawahnya berlumpur 7 Dangdang wariyan Lahan yang legok di tengah dan kedap air sehingga menggenang 8 Hunyur Bukit kecil 9 Lemah laki Lahan berbentuk dinding curam 10 Jaryan Lahan tempat pembuangan sampah Sumber: Atja dan Danasasmita 1981 Sejalan dengan larangan tersebut, menurut Atja dan Danasasmita 1981 terdapat beberapa alasan berkenan secara teknologi konstruksi tidak memungkinkan dibangun yaitu: 1 masyarakat Sunda sebagai masyarakat agraris dan demokratis, lahan-lahan sempit semacam itu tidak memungkinkan adanya keadilan dalam pengkaplingannya. Sebagian akan memperoleh keuntungan jauh lebih besar daripada sebagian besar kelompoknya. Sehingga mengakibatkan pertikaian yang sangat dihindari oleh masyarakat agaris dan menimbulkan kecemburuan sosial; 2 memerlukan tenaga, bahan dan waktu jauh lebih besar untuk dapat membangun pada lahan-lahan semacam itu, sehingga akan terjadi pemborosan. Pemborosan untuk satu pribadi atau kelompok atas tanggungan banyak pribadi lain dalam suatu masyarakat yang demokratis adalah dosa; dan 3 tidak mungkin diperoleh dalam luasan yang cukup untuk permukiman atau kampung pada lahan berbukit. Keberadaan permukiman penduduk pada saat ini di lahan yang tidak sesuai untuk permukiman terutama di wilayah zona DAS hulu memerlukan perhatian dan pengelolaan sesuai dengan fungsi zona DAS hulu sebagai fungsi konservasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinukaban 2001 bahwa di kawasan permukiman perlu ditekan nilai koefisien limpasan menjadi serendah mungkin. Penurunan koefisien limpasan dapat dilakukan dengan membuat pedoman dalam menerapkan agar air hujan di setiap rumah atau bangunan tidak dialirkan ke selokan, tetapi diresap ke dalam tanah atau ke dalam sumur resapan. Masyarakat penghuni permukiman secara khusus perlu didorong untuk menerapan sistem insentif rehabilitasi lahan dalam melakukan upaya memperbaiki atau mengembalikan fungsi lahan sesuai peruntukkannya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Putro et al. 2003 bahwa insentif rehabilitasi lahan diperlukan untuk memotivasi masyarakat untuk melakukan tindakan yang bertujuan memperbaiki pengelolaan DAS melalui rehabilitasi lahan. Sistem insentif rehabilitasi lahan harus didukung dengan upaya pembatasan pertumbuhan permukiman diwilayah yang tidak sesuai peruntukannya melalui pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana pemanfaatan ruang untuk permukiman menurut RTRW Kabupaten Cianjur tahun 2005 -2015 adalah seluas 48 437 ha yang dikembangkan pada kawasan dengan kriteria sebagai berikut: 1 kemiringan lahan 15; 2 ketersediaan air terjamin; 3 aksesibilitas baik; 4 tidak berada pada wilayah rawan bencana; 5 dekat dengan pusat kegiatan. Wilayah DAS Cianjur yang memiliki kriteria seperti disebutkan dalam RTRW berada diwilayah sub DAS tengah dan hilir. Sehubungan dengan itu, Jika Pemda Kabupaten Cianjur konsisten terhadap arahan pengembangan permukiman sesuai dengan RTRW, maka tidak akan terjadi konversi lahan pada zona DAS hulu. Karena wilayah DAS Cianjur menurut hasil pemetaaan kesesuaian lahan permukiman KLKim-bwl sebagian besar atau seluas 1 899.1 ha 61 tidak direkomendasikan sebagai lahan untuk pengembangan permukiman. Undang-undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui pemberian insentif dan disinsentif. Bentuk pemberian insentif perlu mempertimbangkan aspek kepemilikan lahan dan bangunan, karena permukiman eksisting yang berada pada lahan tidak sesuai terdiri dari bangunan rumah penduduk asli dan bangunan villa yang dimiliki oleh bukan penduduk asli. Sehubungan dengan itu, terdapat dua langkah dapat ditempuh yaitu : 1. Bagi masyarakat pemilik bangunan dan lahan yang merupakan penduduk asli dapat diberikan insentif berbasis pemberdayaan untuk mengadopsi teknik- teknik pengelolaan permukiman ramah lingkungan. 2. Bagi pemilik bangunan dan lahan yang bukan penduduk asli perlu ditegakkan peraturan tentang: 1 pajak lingkungan atas manfaat yang diperolehnya, dan 2 keharusan untuk melakukan upaya rehabilitasi sebagai mengkompensasi atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kesalahan dalam penggunaan lahan. Beberapa bentuk insentif dan disinsentif yang diusulkan untuk diterapkan sebagai usaha untuk meminimalkan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat penggunaan lahan tidak sesuai untuk permukiman, yang sudah terlanjur digunakan dapat direhabilitasi. Bentuk insentif yang diberikan berupa penyuluhan berbasis pemberdayaan masyarakat sebagai penghuni permukiman. Melalui jalur ini penghuni permukiman diberikan pengetahuan tentang-teknik konservasi tanah dan air dengan skala pengelolaan pada unit permukiman yaitu berupa pemanfaatan ruang terbuka hijau permukiman RTHKim, ruang terbuka hijau pekarangan RTHP, dan pengelolaan limbah Tabel 46. Tabel 46 Bentuk rehabilitasi yang diusulkan Bentuk Rehabilitasi Berbasis Pemberdayaan Penghuni Permukiman No Jenis Teknik Pengelolaankonservasi FungsiManfaat 1 Insentif Penyuluhan: ƒ RTHKim ƒ Pemanfaatan pekarangan RTHP dengan tanaman multistrata ƒ Pengolahan limbah ƒ Konservasi dan sosial ƒ Konservasi dan ekonomi ƒ Mengurangi bahaya erosi ƒ Mengurangi aliran air permukaan ƒ Meresapkan air ƒ Mengurangi dampak pencemaran lingkungan 2 Disinsentif Pajak lingkungan Kompensasi penyimpangan penggunaan lahan Sumber: Modifikasi dari Putro et al. 2003; dan UU RI No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Ruang terbuka hijau permukiman RTHKim dalam wilayah DAS dirancang multifungsi untuk fungsi konservasi dan sosial. Keberadaan RTHKim pada setiap unit perkampungan di wilayah DAS akan sangat membantu fungsi konservasi terutama di zona DAS hulu sebagai daerah tangkapan air dan sebagai tempat bersosialisasi antara warga. Ruang terbuka hijau pekarangan RTHP diarahkan untuk memiliki multifungsi yaitu fungsi konservasi dan ekonomi. Sesuai dengan hasil penelitian Arifin 1998, luas pekarangan minimum yang bisa ditanami berbagai serata tanaman adalah 100 m 2 . Pekarangan dengan luas 100 m 2 akan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan konservasi dan memberikan kontribusi bagi pemilik atau masyarakat dari segi ekonomi.

4.5 Rumusan Kriteria Permukiman Sehat Berwawasan Lingkungan

Kriteria permukiman sehat berwawasan lingkungan dibangun berdasarkan hasil tiga kajian dalam penelitian ini yaitu pola permukiman, spesifikasi kebutuhan dan gaya hidup masyarakat dalam pengelolaan permukiman, serta kesesuaian lahan permukiman. Kriteria ini dibangun dengan mempertimbangkan aspek teknis meliputi kenyamanan, keamanan penghuni permukiman dan keselarasan antara permukiman dan fungsi dari masing-masing zona DAS. Permukiman yang berada di wilayah DAS harus mampu mengkompensasi fungsi-fungsi DAS dari hulu hingga hilir, sehingga keberadaan permukiman tidak mengganggu terhadap fungsi DAS. DAS bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS yaitu perlindungan dari segi fungsi tata air. DAS bagian tengah dan hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi. Kriteria permukiman sehat berwawasan lingkungan SEBERLING terdiri dari: 1 pola permukiman pada masing-masing kelas kesesuaian lahan permukiman yang meliputi ukuran, tingkat kepadatan dan tipe permukiman; dan 2 spesifikasi bangunan rumah sehat secara teknis, ekologis dan ekonomis pada masing-masing kelas kesesuaian lahan permukiman yang meliputi jenis konstruksi rumah, pengelolaan sampah, limbah cair dan padat, dan pemanfaatan pekarangan. Matrik hubungan antara kelas kesesuaian lahan permukiman sangat sesuai, cukup sesuai dan sesuai marginal dengan pola permukiman dan spesifikasi bangunan rumah yang selanjutnya menjadi kriteria permukiman SEBERLING untuk masing-masing zona DAS.

4.5.1 Kriteria Permukiman SEBERLING pada Lahan Sangat Sesuai

Kriteria permukiman SEBERLING pada kelas kesesuaian lahan permukiman sangat sesuai untuk masing-masing zona DAS dapat dilihat pada Tabel 47. Permukiman SEBERLING di zona DAS hulu memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Ukuran permukiman kecil-sedang artinya bahwa dalam satu kampung jumlah penduduk maksimal 500 orang atau jumlah rumah tidak lebih dari 100 unit . 2. Kepadatan bangunan jarang artinya bangunan rumah memiliki pekarangan dan setiap rumah letaknya dipisahkan atau dibatasi oleh pekarangan. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan potensi lingkungan yang dapat dimanfaatkan berupa sinar matahari, vegetasi, aliran angin dengan baik sehingga bangunan memenuhi syarat kesehatan dan ekologis. 3. Permukiman memiliki tipe plaza artinya bangunan rumah dalam posisi mengelilingi ruang bersama atau ruang terbuka hijau permukiman RTHKim. RTHKim berfungsi untuk konservasi terutama sebagai areal tangkapan air dan tempat bersosialisasi antara warga penghuni permukiman. 4. Bangunan rumah dengan konstruksi rumah panggung. Penggunaan konstruksi rumah panggung berdasarkan pertimbangan secara teknis dan ekologis bahwa